REFLEKSI KASUS
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
dr. Dewi Suriany A, M.Kes., Sp.KJ
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Hm. Soeharto, Palu
Tanggal masuk poli : 6 Maret 2021
Tanggal pemeriksaan : 6 Maret 2021
I. Deskripsi Umum
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke Poli Jiwa RSUD Madani Palu
dengan keluhan sulit tidur, gelisah, dan mudah menangis. Pasien mengatakan keluhan
sulit tidur, gelisah dan mudah menangis dirasakan sejak 2 tahun yang lalu pasca
bencana gempa bumi & likuifaksi. Keluhan tersebut hilang timbul tetapi 5 bulan
terakhir pasien mengatakan bahwa keluhan tersebut semakin sering muncul sampai ia
tidak bisa menahan lagi. Pasien juga mengatakan ia salah satu korban yang terdampak
bencana dan sejak saat itu ia selalu sedih sampai tidak bisa tidur memikirkan kejadian
tersebut. Dari pernyataan pasien, keluhan tersebut membuat dia sulit untuk bekerja,
sulit berkonsentrasi dan sering lambat ketika datang ke kantor. Pada saat di
wawancara pasien kooperatif tetapi sangat sedih ketika menceritakan kejadian yang ia
alami ketika bencana terjadi.
III. Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Saat dilakukan wawancara pasien kooperatif dan dengan cepat menjawab
pertanyaan yang diberikan, sehingga didapatkan hasil wawancara sesuai yang
diharapkan.
b. Pengalaman Buruk
Tidak ada
IV. Analisis
1. Faktor Psikodinamik Depresi
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan Sigmund Freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik mengenai depresi.
Teori ini meliputi 4 poin penting: (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase
oral (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan
selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek
yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme
pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan
objek dan (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci
sehingga rasa marah diarahkan ke dalam diri sendiri.
Melanie Klein memahami depresi melibatkan ekspresi agresi terhadap
orang-orang yang dicintai, seperti yang dikemukakan Freud. Edward Bibring
menganggap depresi sebagai fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari
ketidaksesuaian antara idealisme yang hilang sangat tinggi dan ketidakmampuan
memenuhi tujuan tersebut. Edith Jacobson melihat keadaan depresi serupa dengan
anak yang tidak berkekuatan dan tidak berdaya yang menjadi korban penyiksaan
orang tua. Anak merasakan dirinya seperti yang diidentifikasi sesuai dengan aspek
negatif orang tua yang menyiksa, sedangkan sifat sadis orang tua
ditransformasikan menjadi superego yang kejam. Silvano Arieti mengamai bahwa
banyak orang dengan depresi hidup untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri.
Dia menyebut orang yang menjadi tujuan hidup orang mengalami depresi sebagai
hal lain yang dominan, dapat berupa prinsip, idealisme, atau suatu institusi, serta
individu lain. Depresi terjadi ketika pasien menyadari bahwa orang atau idealisme
yang menjadi tujuan hidup mereka tidak akan pernah memberi respon sesuai
dengan terpenuhinya keinginan mereka. Konsep Heinz Kohut mengenai depresi
berasal dari teori psikologis diri, berutmpu pada asumsi bahwa diri yang sedang
berkembang memiliki kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi orang tua untuk
memberikan anak rasa harga diri dan keutuhan diri yang positif. Ketika kebutuhan
ini tidak terpenuhi, akan terdapat kehilangan masif harga diri yang muncul
sebagai depresi. John Bowlby meyakini bahwa kelekatan dini yang rusak dan
perpisahan traumatik di masa kanak-kanak adalah predisposisi depresi.
Kehilangan ada orang-orang dewasa dikatakan menghidupkan kembali kehilangan
masa kanak yang traumatik sehingga mempresipitasi episode depresi saat dewasa.
4. Diagnosis Banding
Gangguan campuran anxietas dan depresif campuran
V. Kesimpulan
Psikodinamik depresi yaitu berhubungan (1) gangguan hubungan ibu-bayi
selama fase oral (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi
predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait
dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang
meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi
penderitaan akibat kehilangan objekl dan (4) kehilangan objek dianggap
sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan ke dalam
diri sendiri.
Norepinefrin, Serotonin, dan Dopamin memiliki peran terhadap depresi
Terapi dapat diberikan yaitu medikamentosa (obat psikotik anti-depresi) dan
non-medikamentosa (ventilasi, sugesti dan bimbingan dan konseling).
Daftar Pustaka
1. Sadock, BJ., Sadock VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku ajar psikaitri klinis edisi 2.
EGC : Jakarta
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
3. Guze B et al, 1997. Buku Saku Psikiatri Residen Bagian Psikiatri UCLA. EGC. Jakarta