TAHUN 2019
PO.71.31.1.16.015
Disusun Oleh :
Mengetahui, Menyetujui,
Kepala Instalasi Gizi dan Dietetik Pembimbing Instalasi Gizi dan Dietetik
RSU Kabupaten Tangerang RSU Kabupaten Tangerang
A. Latar Belakang
Leukemia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi
penambahan sel-sel abnormal dalam sel darah tepi. Berdasarkan National
Academy of Sciences, terdapat lebih dari 100.000 bayi di seluruh dunia yang
lahir dengan keadaan dan kondisi yang berat dari Leukemia (Cooley’s Anemia
Foundation, 2006). Jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2008 sudah
mencapai 20.000 orang penderita dari jumlah 200 juta orang penduduk
Indonesia secara keseluruhan (Robert, 2009).
Leukemia limfositik akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk
leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat
pada usia 3-7 tahun. Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit
yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera,
maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari.
Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu
cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1
tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun (Hoffbrand, 2005).
Lebih kurang 80% leukemia akut pada anak adalah ALL dan sisanya
sebagian besar AML (Rudolph, 2007). Yayasan Ongkologi Anak Indonesia
menyatakan bahwa menurut data dari World Health Organization (WHO),
setiap tahun jumlah penderita kanker anak terus meningkat. Jumlahnya
mencapai 110 sampai 130 kasus per satu juta anak per tahun. Di Indonesia,
setiap tahun ada kira-kira 11.000 kejadian kanker anak, dan 650 kasus kanker
anak di Jakarta. Jenis kanker anak yang paling sering ditemukan di Indonesia
adalah leukemia dan retinoblastoma.
Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam atau
keringat malam, merasa lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah berdarah
atau memar. misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi, muda memar saat
terbentur ringan, nyeri pada tulang dan/atau sendi. Adanya perubahan gejala
secara cepat pada penderita leukemia anak mengakibatkan anak merasakan
sakit yang hebat. Kondisi tersebut mengharuskan anak dengan penyakit
leukemia harus dilakukan dengan perawatan di rumah sakit, dan sangat tidak
memungkinkan anak dalam perawatan di rumah (Robert , 2009).
Anak-anak dengan penyakit leukemia memiliki masalah-masalah
seperti berkurangnya kemampuan anak dalam beraktivitas pada sesuainya.
Anak akan mengalami kesulitan seperti menggambar yang dicontohkan,
menggambar garis yang lebih panjang. Kesulitan ini sebagai akibat rasa sakit
nyeri pada bagian tulang (Hoffbrand, 2005).
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut dapat meningkatkan
persentase angka kematian dan angka kecatatan, sehingga perlu dilakukan
proses asuhan gizi kepada pasien dengan diagnosa ALL di RSU Kabupaten
Tangerang, sehingga mahasiswa dapat mempraktekkan pengetahuan yang
telah didapatkan di akademik dan mengidentifikasi serta menganalisis secara
aktif penyakit yang menjadi prioritas masalah di rumah sakit. RSU Kabupaten
Tangerang sebagai lahan praktek kerja lapangan dalam proses belajar
mahasiswa DIII Gizi Poltekkes Kemenkes Palembang sehingga mahasiswa
mampu menerapkan hasil belajar di akademik bagi dunia kesehatan dan
menggunakan NCP sebagai tata cara asuhan gizi di rumah sakit.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Proses Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Acute
Lymphocitic Leukemia (ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU Kabupaten
Tangerang.
2. Tujuan Khusus
1. Melakukan penapisan gizi (Nutrition Screening) pada Pasien Acute
Lymphocitic Leukemia (ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU
Kabupaten Tangerang.
2. Melakukan pengkajian gizi (Nutrition Assessment) pada Pasien Acute
Lymphocitic Leukemia (ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU
Kabupaten Tangerang.
3. Melakukan diagnosa gizi (Nutrition Assessment) pada Pasien Acute
Lymphocitic Leukemia (ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU
Kabupaten Tangerang.
4. Melaksanakan intervensi gizi pada Pasien Acute Lymphocitic Leukemia
(ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang.
5. Melakukan edukasi gizi pada Pasien Acute Lymphocitic Leukemia
(ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang.
6. Melakukan monitoring dan evaluasi pada Pasien Acute Lymphocitic
Leukemia (ALL) di Paviliun Kemuning Atas RSU Kabupaten
Tangerang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Leukemia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah
putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan
genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel
yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak
sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah
akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif
kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang
berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih
sirkulasinya meninggi.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.
Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah
neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi
dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval
yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna
biru.
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.
Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-
folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas
respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif
antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan
hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-
8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam
darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif,
membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan
mikroorganisme.
C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka
terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi
ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi
sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga
sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak.
D. Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah
abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ
lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa
pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
2. Agent
a. Virus
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan
kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T
yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat
lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
b. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas
sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai
risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang
hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi
LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul
terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu
juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar
lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
c. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia
(misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan
dengan yang tidak menderita leukemia.
3. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan
kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah
tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26%
adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja
di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia, artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di
pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia.
F. Gejala Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,
trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi,
hipermetabolisme.
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.
Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia
dan femur.
G. Penatalaksanaan Diet
1. Tujuan Diet
a. Mencegah penurunan berat badan, kehilangan protein dan lemak tubuh
b. Mencegah infeksi dan sepsis
c. Mencukupi kebutuhan zat gizi
d. Meningkatkan daya terima pasien terhadap makanan yang diberikan
e. Memelihara hidrasi
2. Syarat Diet
a. energi sesuai kebutuhan. Dan perlu memperhitungkan penambahan
energi jika ada demam, infeksi dan stres.
b. Protein berkisar antara 100%-150% AKG untuk memperbaiki
jaringan yang rusak, memperbaiki sistem kekebalan tubuh, dan
mencegah wasting otot.
c. Lemak dapat diberikan 25-30% dari total energi. Sangat dianjurkan
jenis lemak rantai sedang (MCT) agar penyerapan lebih baik dan
menghindari kejadian diare.
d. Suplemen vitamin dan mineral diperlukan jika asupannya rendah
khususnya vitamin C, vitamin A, vitamin D, mineral seng, dan yang
lain yang diperlukan mempercepat penyembuhan setelah operasi atau
sebagai antioksidan.
e. Gunakan bahan makanan yang mengandung fitokimia dan
antioksidan seperti buah dan sayur yang berwarna, serta bumbu
dapur.
f. Penambahan cairan diperlukan jika ada demam dan tidak ada
kontraindikasi.
g. Jika memungkinkan pemberian makanan per oral, sebaiknya bahan
makanan yang mempunyai fungsi protektif diberikan sebagai contoh
isoflavon pada kedelai, flavonoid pada anggur, kacang-kacangan,
biji-bijian, buah dan sayur.
h. Porsi kecil dan diberikan sering.
i. Jika ada hiperglikemia, asupan karbohidrat dan asupan sumber
energi perlu dikontrol/waspadai.
j. Sajikan makanan dalam bentuk menarik dan suhu yang dapat
diterima. Dalam kondisi tertentu kadang kala makanan dingin lebih
disukai.
k. Jika sedang mengalami kemoterapi sebaiknya hindari makanan yang
diawetkan, makanan berbagai seperti tempe, tape dan brem serta
makanan mentah.
BAB III
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT)
Agama : Islam
Kamar : 207/1
B. Assesment Gizi
1. Food History (FH)
An. P mempunyai kebiasaan makan 3x sehari 1 centong. Os biasanya
mengkonsumsi lauk hewani 1 potong ayam goreng dan sangat menyukai
bagian sayap dan kaki. Biasanya, jika ibunya memasak sop Os bisa
menghabiskan sampai dengan 1/2 kg sayap dan kaki ayam. Os biasanya
mengkonsumsi 2 potong tempe goreng. Os sangat menyukai sayur bayam,
sekali makan Os dapat menghabiskan 1 mangkok sayur bayam. Os tidak
menyukai buah buah pepaya dan sangat menyukai buah melon. Dalam sehari
Os dapat menghabiskan sampai dengan 1/2 buah melon.
Sebelum sakit, Os suka mengkonsumsi mi instan dan es. Dalam sehari
Os dapat jajan es hingga 6x sehari. Tidak ada alergi terhadap makanan.
KH
Berat Energi Protein Lemak
Golongan Penukar
(gram) (kkal) (gr) (gr) (gr)
Tabel 2.
Recall Asupan Makan Pasien Sebelum Intervensi
KH
Berat Energi Protein Lemak
Golongan Penukar
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr)
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat bahwa pasien mengalami penurunan
kadar Hemoglobin, Leukosit, Hematokrit, dan Trombosit, serta mengalami
peningkatan kadar Limfosit.
b. Klinis
Tabel 4.
Hasil Pemeriksaan Klinis
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL INTERPRETASI
RR 24 20-30x/menit Normal
NADI 100 60-100x/menit Normal
SUHU 36,7 36-37oC Normal
Sumber : Laboratorium RSU Kabupaten Tangerang Tanggal 31 Oktober
2019
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan klinis menyatakan bahwa pasien dalam keadaan normal.
2. Riwayat Penyakit
OS pasien ALL kemoterapi sejak desember 2018.
D. Diagnosa Gizi
1. Domain Intake
NI 2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan nafsu makan menurun
karena mual dan nyeri perut ditandai dengan hasil recall MRS,
Energi 55.50%, Protein 60.37%, Lemak 45.06%, KH 57.75%
kategori asupan kurang.
2. Domain Klinis
NC 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi berkaitan dengan
penyakit ALL ditandai dengan nilai Hb 10,5 g/dL (anemia),
Leukosit 0,61 x103/UI (leukopeni), Hematokrit 31% (dibawah
normal), dan Trombosit 8x103/UI (trombositopenia).
E. Intervensi Gizi
1. Tujuan Diet
a. Meningkatkan daya terima pasien terhadap makanan yang diberikan.
b. Mempertahankan status gizi optimal.
2. Nama Diet
a. NB 1500 kkal
b. NB 1500 kkal ex susu coklat 1x100 cc
c. NB 1700 kkal ex susu coklat 1x100 cc
3. Prinsip Diet
Energi Cukup Protein Tinggi
4. Rute Pemberian
Oral
5. Bentuk Makanan
Makanan Biasa
6. Proses Implementasi
a. Hari pertama diberikan 85% dari kebutuhan total.
b. Hari kedua diberikan 90% dari kebutuhan total.
c. Hari ketiga diberikan 100% dari kebutuhan total.
d. Waktu implementasi 2-4 Oktober 2019 ditambah asupan recall SMRS
dan monitoring pasien sehingga total waktu implementasi diet yaitu
selama ±5 hari.
7. Syarat Diet
a. Energi adekuat, yaitu sebesar 1802,56 kkal. Diberikan secara
bertahap dimulai dari 85% sebanyak 1532,18 kkal.
b. Protein adekuat, diberikan 2 gr/KgBB atau sebesar 10% dari
kebutuhan energi total yaitu sebanyak 46 gr.
c. Lemak cukup, diberikan 25% dari kebutuhan energi total yaitu
sebanyak 50,07 gr.
d. Karbohidrat diberikan 65% dari kebutuhan energi total yaitu
sebanyak 292,92 gr.
e. Bentuk makanan diberikan makanan biasa dan penambahan makanan
cair.
f. Gunakan bahan makanan yang mengandung fitokimia dan
antioksidan seperti buah dan sayur yang berwarna.
8. Perhitungan Kebutuhan
a. Perhitungan SMRS
Kebutuhan Energi AKG (2013)
E = 25 x 68,5 = 1712,5 kkal
P = 25 x 1,8 = 45 gr 10,5% ≈ 11%
L = 25% x 1712,5 = 428,13/9 = 47,57 gr
KH = 64% x 1712,5 = 1096/4 = 274 gr
b. Perhitungan MRS
Rumus Schofield
BEE = 16,969 x BB+1,618 x (TB+371,2)
= 16,969 x 23+1,618 x (118,6+371,2)
= 459,287+(1,618 x 489,8)
= 459,287+792,4964
= 1251,78 kkal
TEE = BEE x FA x FS
=1251,78 x 1,2 x 1,2
= 1802,56 kkal
P = 2 gr/kgBB
= 2 x 23
= 46 gr→10,2% ≈ 10%
L = 25% x 1802,56
= 450,64/9
= 50,07 gr
KH = 65% x 1802,56
= 1171,66/4
= 292,92 gr
Tabel 5.
Rencana Intervensi Hari Pertama
Tabel 6.
Asupan Makan Hari Pertama
Tabel 7.
Rencana Intervensi Hari Kedua
Tabel 8.
Asupan Makan Hari Kedua
Tabel 9.
Rencana Intervensi Hari Ketiga
Tabel 10.
Asupan Makan Hari Ketiga
F. Edukasi Gizi
1. Tujuan
a. Meningkatkan asupan makan pasien hingga masuk kategori baik yaitu
80-110%.
b. Memberikan pemahaman kepada pasien tentang makanan yang
diajurkan, dibatasi dan dihindari.
c. Memotivasi pasien agar tetap mengutamakan makanan/diet dari rumah
sakit.
- Perubahan prilaku terkait gizi
b) Evaluasi
1. Meningkatkan asupan makan, energi, protein, lemak, dan
karbohidrat.
2. Membantu menormalkan hasil laboratorium yang bermasalah
(hemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit).
3. Kondisi fisik pasien tanpa adanya keluhan.
4. Meningkatkan pengetahuan gizi pasien dan keluarga pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kamar : 207/1
118.36% 117.26%
113.22%
102.90% 107.05%
102.67% 104.45% 101.88%
95.52% 95.07%
87.90%
Presentase Asupan
79.78%
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Grafik 2.
Presentase asupan selama 3 hari intervensi dibandingkan dengan kebutuhan
120.00%
106.52% 105.53%
104.45%
101.88%
100.00% 92.61% 96.24% 95.52%
90.99%
87.27% 85.57%
79.78%
80.00% 74.72%
Presentase Asupan
60.00% Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
40.00%
20.00%
0.00%
Energi Protein Lemak Karbohidrat
Zat Gizi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. An. P berusia 7 tahun 6 bulan dengan BB 23 kg dan TB 118,6 cm
kategori status gizi baik (BB/U=-0,07 SD).
2. Diagnosa medis pasien adalah ALL dan pasien merupakan pasien ALL
kemoterapi sejak desember 2018.
3. Pemberian nutrisi menyesuaikan dengan respon metabolisme pasien.
Intervensi dilakukan secara bertahap mulai dari pemberian 85% pada hari
pertama, 90% di hari kedua dan 100% di hari ketiga.
4. Berdasarkan PAGT didapatkan hasil berupa :
a. Assesment Gizi
b. Prioritas Masalah
Prioritas masalah yang diangkat berupa asupan makan pasien.
c. Diagnosa Gizi
Penetapan masalah yang diangkat yaitu berupa asupan makan (domain
intake).
d. Intervensi
Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari berturut-turut dengan
Diet yang diberikan adalah Diet NB 1500 kkal, NB 1500 kkal ex. susu
1x100cc dan NB 1700 kkal ex. susu 1x100cc. Diperoleh rata-rata
asupan energi yaitu 103.34%, protein yaitu 109.03%, lemak yaitu
101.36% dan karbohidrat yaitu 94.95%.
B. Saran
Kim AS, Eastmond DA, Preston RJ. Childhood acute lymphocytic leukemia and
perspectiveson risk assessment of early-life stage exposures. Mutation Res.
2006;613: 138-160
Miedema KGE, Tissing WJE, Poele EM, Kamps WA, Alizadeh BZ, Kerkhof M,
et al.Polimorphisms in the TLR6 gene associated with the inverse
association betweenchildhood acute lymphoblastic leukemia and atopic
disease. Leukemia. 2011:1-8
Linabery AM, Jurek AM, Duval S, Ross JA. The Association Between Atopy and
Childhood/Adolescent Leukemia: A Meta-Analysis. Am J Epidemiol.
2010;171:749 -64
Hughes AM, Lightfoot T, Simpson J, Ansell P, McKinney PA, Kinsey SE, et al.
Allergy andrisk of childhood leukemia: Results from the UKCCS. Int. J.
Cancer. 2007;121:819-24