Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan terutama di bidang kesehatan secara tidak langsung

telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk serta meningkatkan usia

harapan hidup Indonesia di tahun 2000 yaitu sekitar 64,5 tahun. Menurut UU no. 13

tahun 1998 meskipun tidak sekaligus hal ini berarti peningkatan mutu kehidupan akan

menimbulkan perubahan struktur penduduk dan sekaligus menambah jumlah penduduk

berusia lanjut (Arisman, 2004).

Saat ini angka kesakitan akibat penyakit degeneratif meningkat jumlahnya di

samping masih ada kasus penyakit infeksi dan kekurangan gizi lebih kurang dari 74%

usia lanjut menderita penyakit kronis. Adapun lima utama penyakit yang banyak

diderita adalah anemia (50%), ISPA (12,2%), kanker (12,2%), TBC (11,5%) dan

penyakit jantung pembuluh darah (29%). Masalah gizi yang sering diderita di usia

lanjut adalah kurang gizi, kondisi kurang gizi tanpa disadari karena gejala yang muncul

hampir tak terlihat sampai usia lanjut tersebut telah jatuh dalam kondisi gizi buruk

(Khomsam, 2003).

Usia senja merupakan fase kehidupan yang dilalui oleh setiap individu. Kondisi

kesehatan pada tahap ini sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas asupan gizi. Gizi

yang baik akan berperan dalam upaya penurunan presentase timbulnya penyakit dan

angka kematian di usia lanjut, di lain pihak kemunduran biologis, adaptasi mental yang

menyertai proses penuaan seringkali menjadi hambatan bagi para usia lanjut.

(Wirakusumah, 2002).
Menurut Edmon (2007) dalam Hery (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi

keadaan gizi Lansia yaitu status kesehatan, gigi geligi, mental/status kognitif,

pendidikan, pengetahuan, pendapatan, konsumsi makanan, kebiasaan makan, umur,

jenis kelamin, faktor genetik, tingkat hormonal, penyakit, gaya hidup, aktivitas, stres

dan kebiasaan merokok.

Gizi yang cukup merupakan faktor utama dalam meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan hidup. Masalah gizi yang terjadi pada lanjut usia adalah kurang energi

protein (KEP) yang di tandai dengan IMT < 18,5. Pada Lansia, kurang energi protein

merupakan interaksi adanya penyakit kronik, malabsorbsi, kemiskinan maupun faktor-

faktor psikososial yang mempunyai dampak buruk antara lain anemia gizi, penurunan

imunitas, gangguan penyembuhan luka, dan mudah terjatuh. Lansia membutuhkan

energi protein untuk mengganti jaringan-jaringan yang rusak atau aus. Jika konsumsi

energi protein yang diperoleh dari makanan itu mencukupi maka akan diperoleh status

gizi yang baik (Davis dkk, 1990 dalam Hery, 2008).

Hasil sensus penduduk tahun 2008, Manusia usia lanjut yang berada di

Sulawesi Tenggara berkisar 132.750 jiwa, sedangkan yang berada di kota

kendari adalah 9.563 jiwa (BPS, 2008)

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestern (1971) di Jambi

menunjukkan bahwa lebih dari 28% lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial

Tresna Werdha (PSTW) mempunyai Indeks Massa tubuh (IMT) di bawah

normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2007) di Semarang

menunjukan bahwa 68,9% tingkat konsumsi energi Lansia dalam kategori

kurang dan 31,1% konsumsi protein dalam kategori kurang. Sedangkan

2
penelitian yang dilakukan oleh Zainuddin (2003) di Panti Tresna Werdha Kota

Kendari, menunjukan bahwa status gizi Lansia yang tinggal di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kendari, sebagian besar (33,3%) termasuk kategori

kurang.

Berdasarkan fenomena diatas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan tingkat konsumsi energi, protein, kalsium dan aktivitas dengan

status gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi

Tenggara Tahun 2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut

Apakah ada hubungan tingkat konsumsi energi, protein, dan kalsium dengan status gizi

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun

2010 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi energi, protein, dan

kalsium dengan status gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota

Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi Lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

3
b. Untuk mengetahui tingkat konsumsi protein Lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

c. Untuk mengetahui tingkat konsumsi kalsium Lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010

d. Untuk mengetahui status gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula

Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010

e. Untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi Lansia

di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun

2010.

f. Untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi Lansia

di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun

2010.

g. Untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi kalsium dengan status gizi

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara

Tahun 2010.

C. Hipotesis Penelitian

Ha1 : Ada hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

Ha2 : Ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

Ha3 : Ada hubungan tingkat konsumsi kalsium dengan status gizi Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi instansi

Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait khususnya mengenai status

gizi Lansia sehingga dapat dijadikan landasan dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada Lansia.

2. Bagi masyarakat khususnya Lansia

Menambah informasi dan pengetahuan kepada Lansia sehingga diharapkan

dapat meningkatkan kesadaran Lansia untuk menjaga kesehatan sesuai anjuran

tenaga kesehatan, yaitu minimal dapat mencegah terjadinya kekurangan gizi.

3. Bagi penulis

Merupakan suatu pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan

yang telah diperoleh dibangku perkuliahan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Lanjut Usia (Lansia)

1. Pengertian Lansia

Lansia merupakan kepanjangan dari lanjut usia, yang berarti orang yang

sudah berusia lanjut. Menurut ketentuan WHO, bahwa batas usia dari para Lansia

adalah 60 tahun ke atas (Prodia, 1997), sedangkan di Indonesia sekitar usia 55 tahun

ke atas (Wirakusumah, 2002).

2. Keadaan Kesehatan Lansia

Status kesehatan Lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam

penilaian kebutuhan zat gizi. Ada Lansia yang tergolong sehat dan ada Lansia

mengidap penyakit kronis. Selain itu sebagian Lansia masih mampu mengurus diri

sendiri. Sementara, sebagian lain masih sangat tergantung pada belas kasihan orang

lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya berbeda dengan orang

dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan mereka

(Margatan, 1996).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada kesehatan Lansia adalah sebagai berikut:

a) Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan

Usia tua hampir selalu datang bersamaan dengan kesengsaraan fisik,

psikis, kekuatan, ketahanan dan kelenturan otot rangka. Akibatnya kepala dan

leher terfleksi ke depan sementara ruas tulang belakang mengalami

6
pembengkokan (kifosis) panggul dan lutut juga terfleksi sedikit keadaan tersebut

menyebabkan postur tubuh terganggu (Margatan, 1996).

b) Kemunduran dan Kelemahan Lansia (Margatan, 1996)

1) Pergerakan dan kesetabilan terganggu

2) Intelektual terganggu (dementia)

3) Isolasi diri (depresi)

4) Inkontinensia dan impotensia

5) Defisiensi imunologis

6) Infeksi konstipasi dan malnutrisi

7) Lantrogenesis dan insomnia

8) Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi

dan integritas

9) Kemunduran proses penyembuhan.

c) Adanya Perubahan Pada Saluran Pencernaan

1) Rongga Mulut

Bagian dalam rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi,

gusi, dan ludah mudah tanggalnya gigi bukan hanya disebabkan oleh

ketuaan tetapi juga dikondisikan oleh pemeliharaan yang tidak baik,

ketidakbersihan mulut menyebabkan gigi dan gusi kerap terinfeksi selain itu

sekresi air ludah berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan

rongga mulut dan berkemungkinan menurunkan cita rasa (Margatan, 1996).

7
2) Esofagus

Penuaan esofagus berupa pengerasan sfringfar bagian bawah

sehingga sekarang mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan esofagus

melebar (presbysofagus). Keadaan ini memperlambat pengosongan esofagus

dan tidak jarang berlanjut sebagai hernianhiatal. Gangguan menelan

biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di daerah osofaring

penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat gangguan

neuromuskoler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan

otot polos menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan

pengosongan esophagus (Margatan, 1996).

3) Lambung

Lapisan lambung menipis di atas usia 60 tahun sekresi HCL dan

Pepsin berkurang, dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun (Margatan,

1996).

4) Usus

Berat total usus halus diatas usia 40 tahun berkurang meskipun

penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali

kalsium (di atas usia 60 tahun) dan zat besi (Margatan, 1996).

d) Perubahan Pada Sistem Endokrin

Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi respon terhadap

stimulasi struktur kelenjar endokrin. Talbert (1977) menemukan bahwa pada

usia di atas 60 tahun sekresi testosteron akan menurun. Goldfer (1979)

8
menyatakan bahwa produksi estrogen dan progesteron pada usia di atas juga

menurun.

e) Perubahan Pada Sistem Pernafasan

Diameter anteroposterior paru membesar sehingga menimbulkan barrel

chast pengapuran tulang rawan menyebabkan kelenturan tulang iga berkurang.

Di selain itu osteoporosis yang progretif dan kifosis menyebabkan gangguan

kelenturan (fleksibilitas) paru yang selanjutnya menurunkan kapasitas vital

sakur paru membesar sementara dindingnya menipis untuk kemudian bersatu

sama lain membentuk sakur baru yang lebih besar. Semua perubahan ini

berujung pada penurunan fungsi paru tampak emfisme pada klise foto roentgen.

(Margatan, 1996).

f) Perubahan Pada Sistem Kardiovaskuler

Perubahan yang terkait dengan ketuaan sulit dibedakan dengan

perubahan yang diakibatkan oleh penyakit. Pembesaran pada bilik kiri jantung

disertai oleh fibrosis dan sklerosis. Pada endokardium kutub mitral mengecil

(fibrosis) dan klasifikasi jumlah jaringan ikat meningkat sehingga efisiensi

fungsi pemompaan jantung berkurang. Pembuluh darah besar, terutama aorta

menebal dan menjadi fibrosis pengerasan ini selain mengurangi aliran darah

efisienan baroreseptor tertanam pada dinding aorta, arteri, pulmonis sinus

karotikus dan pembuluh darah di daerah dada, mengurangi kemampuan tubuh

untuk mengatur tekanan darah. Itulah sebabnya para Lansia cenderung

menderita hipotensi postural curah jantung menyusut sebesar 50% pada usia 80

9
tahun sementara tekanan sistolik dan diastolik cenderung meningkat (Margatan,

1996).

3. Masalah gizi pada Lansia

Pada Lansia terdapat dua masalah gizi yaitu gizi lebih dan gizi kurang

(Margatan, 1996)

a) Gizi Lebih

Prevalensi obesitas menunjukan peningkatan sesuai dengan pertambahan

usia. Pada umumnya berat badan laki-laki mencapai puncak pada usia 5-55

tahun. Pada wanita antara usia 55-60 tingkat metabolisme basal dan pengeluaran

untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki usia dewasa. Akan tetapi asupan

kalori tidak diimbangi sehingga berat badan meningkat.

b) Gizi Kurang

Penurunan asupan kalori biasanya sejalan dengan penurunan tingkat

metabolisme susutnya masa tubuh serta menurunnya penggunaan energi untuk

aktivitas fisik. Hampir 20% Lansia mengkonsumsi 1000 kalori sehari

kekurangan protein kalori umum ditemukan pada Lansia.

4. Kebutuhan Gizi pada Lansia

Pangan sebagai sumber energi pada makhluk hidup pada umumnya dan

khususnya kebiasaan pola makan yang kurang teratur bisa membuat golongan

Lansia yang sudah berumur lebih setengah abad tidak bisa menikmati kehidupan

yang penuh aktivitas dan merasa sehat, karena hanya dengan olahraga yang teratur

dan asupan gizi yang baik maka Lansia mampu mempertahankan daya tahan

10
tubuhnya secara optimal. Terdapat sebuah persepsi yang salah bahwa kaum Lansia

tidak perlu memperhatikan asupan zat gizinya. Dengan alasan mereka sudah tidak

lagi terjadi pertumbuhan dan perkembangan tubuh dalam masa tuanya. Memang

benar Lansia tidak membutuhkannya, tetapi justru mereka sangat membutuhkan

untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak serta menjaga kestabilan daya tahan

tubuhnya (Margatan, 1996).

Adapun kebutuhan zat gizi Lansia adalah sebagai berikut (Wirakusuma,

2002) :

a) Karbohidrat

Lansia sebaiknya mengonsumsi tepung gandum, tepung beras dan bahan

pangan pokok sehari-hari yaitu beras, ketan, sagu, dan ubi. Dewasa ini banyak

penyakit yang diderita karena kekurangan serat. Setiap manula membutuhkan

karbohidrat sekitar 35 kkal/kg berat badan/hari.

b) Lemak

Lemak merupakan sumber energi sehingga seseorang mengonsumsi

lemak dalam takaran yang berlebihan. Sedangkan aktivitas menurun maka

kegemukan akan menyerang. Sebaiknya asupan lemak dibatasi yaitu 20-25 %

dari total kalori, dan sekitar 1,5 gr/kg berat badan/hari.

c) Protein

Tubuh sangat memerlukan protein atau zat putih telur sebagai zat

pembentuk atau pembangun. Golongan Lansia membutuhkan protein guna

mengganti jaringan-jaringan yang rusak sehingga kebutuhan protein Lansia

11
tidak jauh berbeda dengan orang dewasa. Pada Lansia sebaiknya mengonsumsi

protein hewani (susu, telur, daging, dan ikan). Mengingat Lansia banyak terjadi

kerusakan sel-sel tubuh. Asupan protein yang dianjurkan sekitar 15- 20% dari

total kalori. Angka kecukupan protein pada Lansia adalah 0,8 kkal/BB.

d) Vitamin.

Vitamin digunakan untuk menjaga kestabilan daya tahan tubuh Lansia.

Adapun jenisnya adalah vitamin A, B1, B2, C, D, dan E. Vitamin A untuk

kesehatan mata, kulit dan melawan infeksi tubuh. Minyak ikan, hati, telur, dan

susu merupakan sumber vitamin A. Selain itu, bahan pangan nabati, seperti

wortel, bayam, buah-buahan juga mengandung vitamin A. Vitamin D untuk

penguat tulang, vitamin E untuk kesehatan organ hati, memperlebar pembuluh

kapiler, melancarkan aliran darah serta memperkuat, dan meningkatkan daya

tahan otot. Vitamin B1 berperan dalam mendatangkan energi, mencegah

kelelahan, menjaga saraf telinga, memacu pertumbuhan. Vitamin B2 berperan

sebagai koenzim dalam katabolisme. Vitamin C berperan melawan infeksi dan

menanggulangi flu.

e) Mineral

Mineral sangat dibutuhkan Lansia untuk menjaga daya tahan tubuhnya.

Jenis dari mineral adalah kalsium untuk menjaga kesehatan gigi dan tulang.

Angka kecukupan kalsium pada Lansia adalah 500 mg/hari.

12
d) Air

Lansia sebaiknya mengonsumsi air sebanyak 3-5 liter untuk

meningkatkan fungsi ginjal dalam mengekskresikan sisa-sisa proses

metabolisme.

b) Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan

pangan zat-zat gizi. Dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, lebih, dan normal

(Almatsier, 2001).

Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus

dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Ketiga konsep pengertian ini adalah:

1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses

pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpangan metabolisme dan

pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh, dan

produksi energi. Proses ini disebut gizi ”nutrition”.

2. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi disatu

pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain. Keadaan ini disebut

nutriture.

3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh ”nutriture” dapat terlihat

melalui variabel tertentu. Hal ini disebut status gizi. Oleh karena itu dalam

mengacu tentang keadaan gizi seseorang, perlu variabel yang digunakan untuk

13
menentukannya (misalnya: tinggi badan atau variabel pertumbuhan, dan

sebagainya) (Handajani, 1995).

2. Penilaian status gizi

Supariasa dkk, (2002) mengemukakan bahwa penilaian status gizi secara

langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia,

dan biofisik. Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas secara umum sebagai

berikut:

1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi. Untuk mengetahui status gizi lansia perlu dilakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian IMT (Indeks Massa

Tubuh) dihitung dengan cara sebagai berikut :

Berat Badan
IMT =
Tinggi Badan x Tinggi Badan

Pengukuran berat badan Lansia dilakukan dengan pakaian seminimal

mungkin dan tanpa alas kaki dengan kepekaan 0,1 kg. Alat yang dianjurkan

adalah Beam Balance Scale. Sedangkan pengukuran tinggi badan dapat

menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan kepekaa 0,1 cm. Pengukuran

dilakukan pada posisi berdiri lurus tanpa menggunakan alas kaki.

14
2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang

terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat

dengan jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral, atau pada

organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat.

Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis secara

umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Selain itu digunakan untuk

mengetahui status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu

tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit .

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang

diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa

jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu bahwa kemungkinan akan terjadi

suatu malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka penentuan kimia faal akan lebih banyak menolong untuk

menentukan kekurangan gizi yang spesifik .

15
4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti

kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei

konsumsi makan, statistik vital dan faktor ekologi.

1. Survei Konsumsi Makan

Survey konsumsi makan adalah metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Penggunaan data konsumsi makan dapat memberikan gambaran tentang

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei

ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi

2. Stastistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan dengan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya

dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran

status gizi masyarakat .

16
3. Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil intraksi

beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan

yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting

untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar

untuk melakukan program intervensi gizi

C. Tinjauan Umum Tentang Konsumsi Energi

Almatsier (2001) menyatakan bahwa makanan merupakan campuran zat–zat

gizi yang dimakan. Zat-zat gizi tersebut berupa protein, lemak, KH, vitamin, dan

mineral yang masing–masing menyumbang energi. Manusia membutuhkan energi

untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik.

Energi adalah kekuatan untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, satu

energi dinyatakan dalam unit panas dan kalori. Satu kalori adalah jumlah panas yang

diperlukan untuk menaikan suhu 1 derajat celsius. Satu kilo kalori adalah 0,001 kilo

kalori. Istilah kalori digunakan untuk mengatakan energi secara umum

(Suhardjo, 1989).

Menurut Suhardjo (1989), seorang tidak dapat bekerja dengan energi yang

melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan, kecuali jika “meminjam” atau

menggunakan cadangan energi dalam tubuh, tetapi kebiasaan meminjam ini akan dapat

mengakibatkan keadaan yang gawat yaitu kurang gizi khususnya energi. Makanan

merupakan sumber energi namun tidak semua energi yang terkandung di dalamnya

17
dapat diubah oleh tubuh menjadi tenaga sedangkan sisanya diubah menjadi panas. Oleh

karena itu, biasanya setelah melakukan pekerjan fisik, badan terasa panas dan apabila

badan tidak melakukan pekerjaan fisik, maka energi yang disebabkan oleh makanan

seluruhnya diubah menjadi panas yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.

Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi dari makanan yang

diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan

komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang,

dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan

ekonomi (Almatsier, 2001).

Angka kecukupan energi dan zat-zat gizi yang di anjurkan untuk Lansia adalah

sebagai berikut :

Tabel 1
Angka Kecukupan Energi dan Zat Gizi yang Dianjurkan
untuk Lansia dalam Sehari
KOMPOSISI LAKI-LAKI PEREMPUAN
Energi (kal) 1960 1700
Protein (gram) 50 44
Vitamin A (RE) 600 700
Thiamin (mg) 0,8 0,7
Riboflavin (mg) 1,0 0,9
Niasin (mg) 8,6 7,5
Vitamin B12 (mg) 1 1
Asam folat (mcg) 170 150
Vitamin C (mg) 40 30
Kalsium (mg) 500 500
Fosfor (mg) 500 450
Besi (mg) 13 16
Seng (mg) 15 15
Iodium (mcg) 150 150
Depkes RI, 2003.
D. Tinjauan Umum Tentang Konsumsi Protein

18
Protein adalah senyawa organik yang besar yang mengandung atom karbon,

hidrogen, oksigen dan nitrogen, beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi

atau mineral lain (Winarno, 1997).

Pada umumnya protein diperlukan tubuh untuk :

1. Pertumbuhan dan pengembangan tubuh.

2. Perbaikan dan pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak atau yang telah tua.

3. Produksi enzim pencernaan dan enzim metabolisme.

4. Bagian yang paling penting dari hormon tertentu seperti misalnya troksin dan

insulin (Winarno, 1997).

Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang secara bergantian dipecah

dan disintesis kembali. Dinding usus yang setiap 4-6 hari harus diganti, membutuhkan

sintesis 70 gram protein setiap hari. Tubuh sangat efisien memelihara protein yang

dapat digunakan untuk memelihara jaringan, mengatur keseimbangan air yang terdapat

di dalam sel, di antara sel, dan di dalam pembuluh darah. Selain itu protein juga dapat

menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan beracun. Seseorang yang kekurangan

protein lebih rentan terhadap bahan-bahan beracun dan obat-obatan. Protein

mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat lain yaitu membangun

serta memelihara sel-sel dari jaringan tubuh (Almatsier, 2001).

Suharjo dan Kusharto (1988), menyatakan bahwa protein yang diperlukan

tubuh mempunyai fungsi yang unik, karena:

1. Protein menyediakan bahan-bahan yang penting perananya untuk pertumbuhan

dan memelihara jaringan tubuh.

2. Protein bekerja sebagi pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh.

19
3. Memberikan tenaga, jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan

lemak.

E. Tinjauan Umum Tentang Kalsium

1. Pengertian

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh

manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang

dan gigi. Satu persen kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa

kalsium yang satu persen ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan

sulit membeku, transmisi saraf terganggu, dan sebagainya (Anonim, 2008).

Untuk memenuhi satu persen kebutuhan ini, tubuh mengambilnya dari

makanan yang dimakan atau dari tulang. Apabila makanan yang dimakan tidak

dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya dari tulang. Sehingga

tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam

waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang

(Anonim, 2008).

2. Sumber Kalsium

Menurut Anonim (2008) sumber-sumber kalsium adalah:

- Sayur-sayuran hijau (bayam, brokoli, sawi)

- Ikan teri

- Udang kering

- Tahu

- Kacang-kacangan

20
- Salmon, sarden

- Susu & hasil olahannya

3. Fungsi Kalsium

- Membentuk serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat

- Mencegah osteoporosis

- Membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka

- Menghantarkan sinyal ke dalam sel-sel saraf

- Mengatur kontraksi otot

- Membantu transport ion melalui membran

- Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur

proses pencernaan energi dan metabolisme lemak (Anonim, 2008).

4. Gejala Kekurangan dan Kelebihan Kalsium

a. Gejala Kekurangan Kalsium

- Gangguan pertumbuhan

- Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh

- Kekejangan otot

(Anonim, 2008).

b. Gejala Kelebihan Kalsium

Kelebihan kalsium tejadi apabila mengonsumsi kalsium sebesar 2500

mg/hari. Kelebihan kalsium dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal atau

gangguan ginja dan konstipasi (susah buang air besar) (Anonim, 2008).

21
F. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi

Menurut Moehji (2003) mengatakan bahwa asupan energi yang kurang dari

kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan berat badan atau berpengaruh pada status

gizi. Studi epidemiologi menyatakan bahwa asupan energi kurang dari kebutuhan dalam

jangka waktu tertentu akan menyebabkan terjadi penurunan status gizi dan bila asupan

energi seimbang dengan kebutuhan akan membantu memelihara status gizi normal,

begitu juga keseimbangan energi yang berlebihan atau berkurangnya pengeluaran

energi dalam jangka panjang berpotensi terjadinya kegemukan. Faktor yang diduga

sebagai penyebab rendahnya asupan makanan yaitu adanya beberapa gangguan dalam

konsumsi makanan seperti mempunyai keluhan kesehatan pada organ pencernaan,

keterbatasan makanan, melakukan diet ketat, kebiasaan malas makan karena kurang

selera terhadap makanan atau karena makanan yang tersedia tidak menarik.

Asupan makan merupakan sejumlah makanan yang dimakan seseorang dengan

tujuan tertentu. Dalam aspek gizi tujuan mengonsumsi makanan adalah untuk

mendapatkan sejumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Asupan makan yang cukup akan

memberikan kesehatan yang optimal. Tiap zat gizi yang masuk akan memberikan

fungsi yang penting bagi tubuh salah satunya adalah pemberi energi atau tenaga untuk

melakukan aktivitas. Apabila asupan makan kurang dari kebutuhan maka aktivitas tidak

dapat berjalan dengan optimal (Suharjo dan Kusharto, 1998).

22
G. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi

Protein adalah bagian semua sel hidup dan bagian terbesar tubuh sesudah air.

Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di

dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam

jaringan lain dan cairan tubuh (Almatsier, 2001)

Protein merupakan zat gizi yang penting karena paling erat hubungannya

dengan proses-proses kehidupan. Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua

yaitu protein yang berasal dari hewan (protein hewani), seperti daging, telur, susu dan

produk olahan susu. Sedangkan protein yang berasal dari tumbuhan (protein nabati)

misalnya kacang-kacangan (Sediaoetama, 1991).

Dalam proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-satuan dasar

kimia, kemudian diserap dan dibawa oleh aliran darah ke seluruh tubuh, dimana sel-sel

jaringan mempunyai kemampuan untuk mengambil asam amino yang diperlukan untuk

kebutuhan membangun dan memelihara kesehatan jaringan (Suharjo, 1989).

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.

Rendahnya asupan protein dapat menyebabkan seseorang mengalami gizi kurang, dan

konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi

protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier, 2001).

H. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium dengan Status Gizi

Kalsium merupakan salah satu mineral yang memegang peran penting pada

berbagai proses yang terjadi dalam tubuh. Mineral ini berguna untuk membentuk serta

mempertahankan tulang dan gigi agar tetap sehat, mencegah osteoporosis, membantu

23
proses pembekuan darah dan penyembuhan luka, menghantarkan sinyal ke dalam sel-

sel saraf, mengatur kontraksi otot, membantu transport ion melalui membran, serta

sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim (Triarsari, 2010).

Kurangnya konsumsi kalsium dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan,

tulang rapuh, dan kejang otot.  Selain itu, mudah terjadi infeksi saluran kemih.

Rendahnya kadar kalsium juga mempengaruhi penyerapan mineral lain seperti Fe, Zn,

dan Mg. Sumber kalsium terbaik adalah dari makanan sehari-hari. Bahan makanan

seperti sayur-sayuran hijau (misalnya, bayam, daun ubi, brokoli, sawi), ikan teri, udang

kering, tahu, kacang-kacangan, ikan salmon, ikan sarden, susu dan hasil olahannya,

merupakan contoh makanan yang kaya kalsium. Jika asupan makanan kita sehari-hari

kurang kalsium, sebagai alternatif terakhir adalah mencukupi kebutuhan tersebut dari

suplemen kalsium. Konsumsi kalsium sebaiknya jangalah berlebihan. Konsumsi

kalsium yang terlalu tinggi (lebih 2500 mg/hari) dapat menyebabkan batu ginjal dan

susah buang air besar (konstipasi) (Triarsari, 2010).

24
I. Kerangka Fikir dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Fikir

Lansia merupakan kepanjangan dari lanjut usia, yang berarti orang yang

sudah berusia lanjut. Menurut ketentuan WHO, bahwa batas usia dari para Lansia

adalah 60 tahun ke atas (Prodia, 1997), sedangkan di Indonesia sekitar usia 55 tahun

ke atas (Wirakusumah, 2002).

Kalsium merupakan salah satu mineral yang memegang peran penting pada

berbagai proses yang terjadi dalam tubuh. Mineral ini berguna untuk membentuk

serta mempertahankan tulang dan gigi agar tetap sehat, mencegah osteoporosis.

Menurut Davis dkk. (1990) dalam Hery (2008) pada Lansia kurang energi

protein merupakan interaksi adanya penyakit kronik, malabsorbsi, kemiskinan

maupun faktor-faktor psikososial yang mempunyai dampak buruk antara lain

anemia gizi, penurunan imunitas, gangguan penyembuhan luka, dan mudah terjatuh.

Lansia membutuhkan energi dan protein untuk mengganti jaringan-jaringan yang

rusak atau aus. Jika konsumsi energi dan protein yang diperoleh dari makanan itu

mencukupi maka akan diperoleh status gizi yang baik

2. Kerangka Teori

a. Kerangka teori

Menurut Moehji (2003) mengatakan bahwa asupan energi yang kurang

dari kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan berat badan atau berpengaruh

pada status gizi.

Rendahnya asupan protein dapat menyebabkan seseorang mengalami

gizi kurang, dan konsumsi protein secara berlebihan tidak menguntungkan

25
tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat

menyebabkan obesitas (Almatsier, 2001).

Kurangnya konsumsi kalsium dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan, tulang rapuh, dan kejang otot.  Selain itu, mudah terjadi infeksi

saluran kemih. Konsumsi kalsium yang terlalu tinggi (lebih 2500 mg/hari) dapat

menyebabkan batu ginjal dan susah buang air besar (konstipasi) (Triarsari,

2010).

26
b. Kerangka konsep

Konsumsi Energi,
Protein dan Kalsium

Aktivitas fisik

Umur

Jenis Kelamin

Genetik Status Gizi


Lansia
Hormonal

Pengetahuan

Pendidikan

Pekerjaan
v
Penyakit

Gaya Hidup

Stres

Sumber: Edmon (2007) dalam Hery (2008)


Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan Variabel yang diteliti

: Hubungan Variabel yang tidak diteliti

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan

Cross Sectional Study.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 s.d. 21 September Tahun 2010 di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Lansia yang menetap dan tinggal di

Panti Sosial Tresna Werdha yaitu sebanyak 90 Lansia.

3. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula,

sebanyak 74 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

Simpel Random Sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut :

1. Lansia yang tinggal dan menetap di Panti Sosial Tresna Werdha

Minaula, sekurang-kurangnya 3 bulan

2. Dalam keadaan sehat/tidak sakit

3. Bersedia menjadi responden

28
Untuk menghitung besarnya sampel yang populasinya lebih kecil dari 10000

mengunakan rumus (Notoatmodjo, 2004) :

n =

n= 90
90.(0,00)² + 1

n= 90
90 (0,0025) + 1

n= 90
1,225

n= 73, 47 sampel

n= 74

Keterangan

N = Jumlah populasi

n = Besar sampel

d = Besar presisi 5% atau 0,05

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data identitas responden meliputi : umur, jenis kelamin, pendidikan, sosial

ekonomi, dll. di peroleh melalui wawancara kepada responden.

b. Data konsumsi energi dan protein Lansia diperoleh menggunakan recall 2 x 24

jam.

c. Data status gizi diperoleh dari hasil pengukuran antropometri berdasarkan IMT

(Indeks Massa Tubuh)

29
2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data demografi/profil Panti Sosial Tresna Werdha

Minaula diperoleh menggunakan metode dokumentasi.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Data recall konsumsi energi dan protein, diolah menggunakan Nutrisurvey tahun

2007, hasilnya dirata-ratakan dan dibandingkan dengan AKG.

b. Data status gizi, diolah menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) berdasarkan

hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian dibandingkan dengan

kriteria objektif. Adapun rumus IMT adalah :

IMT = BB/(TB)2

Keterangan : IMT = Indeks Masa Tubuh,

BB = Berat Badan (Kg)

TB = Tinggi badan (Cm)

Dengan kriteria objektif :

Kurus apabila IMT < 18,5

Normal apabila IMT ≥ 18,5

(Supariasa. dkk, 2002).

30
2. Analisis Data

Untuk menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi, protein,kalsium

dengan status gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari

Sulawesi Tenggara Tahun 2010 digunakan uji chi square secara komputerisasi,

dengan interpretasi hasil uji Ha diterima jika p < 0,05 pada tingkat kepercayaan

95%.

F. Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

G. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Tingkat konsumsi energi adalah jumlah asupan energi

yang dikonsumsi oleh Lansia perhari, dengan kategori berdasarkan Widya Karya

Pangan dan Gizi (2008) sebagai berikut:

a. Cukup apabila konsumsi energi sehari ≥ 90% dari AKG

b. Kurang apabila konsumsi energi sehari < 90% dari AKG

2. Tingkat konsumsi protein adalah jumlah asupan protein

yang dikonsumsi oleh Lansia perhari, dengan kategori berdasarkan Widya Karya

Pangan dan Gizi (2004) sebagai berikut:

a. Cukup apabila konsumsi protein sehari ≥ 90% dari AKG

b. Kurang apabila konsumsi protein sehari < 90% dari AKG

31
3. Status Gizi adalah keadaan kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi zat gizi

dan penggunaanya oleh tubuh yang dihitung menggunakan Indeks Massa Tubuh

(IMT) berdasarkan BB/TB, dengan kriteria objektif :

a. Kurus apabila IMT < 18,5

b. Normal apabila IMT ≥ 18,5

(Supariasa. dkk, 2002)

4. Lansia adalah orang yang berusia sekitar usia 55 tahun ke atas

(Wirakusumah, 2002).

32
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


a. Sejarah Panti Sosial Tresna Werda Kendari

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Minaula Kendari merupakan

yayasan milik pemerintah daerah yang berada dibawah naungan Departemen

Sosial, dan salah satu unit pelaksana teknis di bidang kesejahteraan sosial bagi

para lanjut usia (Lansia). Penyelenggaraan kegiatan penyantunan Lansia di

PSTW Kendari sudah dmulai sejak tahun 1979, namun kegiatan secara

fungsional baru dimulai sejak tanggal 1 April 1980. PSTW Minaula Kendari

terletak di jalan Wolter Monginsidi, Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe

Selatan. Adapun batas-batas wilayah PSTW Minaula Kendari adalah sebagai

berikut :

1. Sebelah barat berbatasan dengan lahan tidur

2. Sebelah timur berbatasan dengan perkampungan masyarakat desa rano Oha

3. Sebelah utara berbatasan dengan jalan poros

4. Sebelah selatan berbatasan dengan bandara haluoleo

Sebagai salah satu yayasan sosial yang sifatnya non komersial PSTW

Minaula memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lansia seperti

tempat penampungan/tempat tinggal, jaminan hidup berupa makanan, pakaian,

pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk olah raga, bimbingan

33
sosial, mental serta agama sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dalam

suasana yang tenteram lahir dan batin.

b. Sumber Dana Panti Sosial Tresna Werdha Kendari

Sumber dana untuk kegiatan operasional PSTW berasal dari APBN,

serta para donatur yang berasal dari para Dermawan, organisasi sosial dan pihak

swasta.

c. Jumlah Lansia Penghuni Panti Sosial Tresna Werda Kendari

Berdasarkan Data Bulan September 2010, jumlah Lansia yang

menghuni panti sosial Tresna Werdha Kendari berjumlah 90 orang, yang terdiri

atas 40 orang laki-laki dan 50 orang perempuan.

2. Gambaran Umum Sampel

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut jenis

kelamin sebagian besar 58,1 % adalah perempuan. Sebaran sampel menurut

jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 31 41,9
Perempuan 43 58,1
Jumlah 74 100

b. Tingkat pendidikan

34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut tingkat

pendidikan sebagian besar 78,37 % adalah tidak tamat sekolah. Distribusi

sampel menurut tingkat pendidikan, dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Distribusi Sampel Menurut Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan N %
Tidak sekolah 58 78,37
Tidak tamat SD 0 0
Tamat SD 16 21,63
Tamat SMP 0 0
Tamat SMA 0 0
Tamat Akademi/PT 0 0
Lainya 0 0
Jumlah 74 100

c. Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut umur

sebagian besar 56,75 % berada pada umur 61-70 tahun. Distribusi sampel

menurut umur, dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Distribusi Sampel Menurut Umur Lansia

Umur N %
61-70 42 56,75
71-80 26 35,13
81-90 6 8.12
Jumlah 74 100
3. Analisis Univariat
a. Tingkat Konsumsi Energi

35
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut tingkat

konsumsi energi sebagian besar (64,9%) sampel memiliki tingkat konsumsi

energi kategori cukup. Distribusi sampel menurut tingkat konsumsi energi dapat

dilihat pada tabel 4 berikut :

Tabel 4. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Konsumsi Energi

Tingkat Konsumsi Energi N %


Cukup 48 64,9
Kurang 26 35,1
Jumlah 74 100

b. Tingkat Konsumsi Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut tingkat

konsumsi protein sebagian besar 52,7% termasuk kategori kurang. Distribusi

sampel menurut tingkat konsumsi protein dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Konsumsi Protein

Tingkat Konsumsi Energi N %


Cukup 35 47,3
Kurang 39 52,7
Jumlah 74 100

c. Tingkat Konsumsi Kalsium

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut tingkat

tingkat konsumsi kalsium sebagian besar 58,1% termasuk kategori kurang.

36
Distribusi sampel menurut tingkat konsumsi kalsium dapat dilihat pada tabel 6

berikut.

Tabel 6. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Konsumsi Kalsium

Tingkat Konsumsi Kalsium N %


Cukup 31 41,9
Kurang 43 58,1
Jumlah 74 100

d. Status Gizi

Hasil penelitian tentang status gizi Lansia, menunjukkan bahwa

sebagian besar 70,3 % status gizi Lansia dalam kategori normal. Distribusi

sampel menurut status gizi dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Distribusi Sampel Menurut Status Gizi

Status Gizi N %
Normal 52 70,3
Kurus 22 29,7
Jumlah 74 100

4. Analisis Bivariat

a. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi


Lansia
Tabel 9. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi

Tingkat Konsumsi Status Gizi Jumlah Hasil


Normal Kurus
Energi Uji

37
n % n % n %
Cukup 42 80,8 6 27,3 48 64,9
Kurang 10 19,2 16 72,7 26 35,1 P=0,00
Jumlah 52 100 22 100 74 100

Tabel 9 menunjukan bahwa dari 52 Lansia dengan status gizi normal,

sebagian besar (80,8%) memiliki tingkat konsumsi energi kategori cukup, dan

dari 22 Lansia dengan status gizi kategori kurus sebagian besar 72,7 % memiliki

konsumsi energi kategori kurang.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square, diperoleh nilai p = 0,00

(p< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat konsumsi

energi dengan status gizi Lansia.

b. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi


Lansia

Tabel 10. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi

Tingkat Konsumsi Status Gizi Hasil


Jumlah
Normal Kurus
Protein n % n % n % uji
Cukup 30 57,7 5 22,7 35 47,3
Kurang 22 42,3 17 77,3 39 52,7 P=0,00
Jumlah 52 100 22 100 74 100

Tabel 10 menunjukan bahwa dari 52 Lansia dengan status gizi normal,

sebagian besar (57,7%) memiliki tingkat konsumsi protein kategori cukup, dan

dari 22 Lansia dengan status gizi kategori kurus sebagian besar (77,3 %)

memiliki konsumsi protein kategori kurang.

38
Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square, diperoleh nilai p = 0,00

(p< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat konsumsi

protein dengan status gizi Lansia.

c. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium dengan Status Gizi


Lansia

Tabel 11. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium dengan Status Gizi

Tingkat Konsumsi Status Gizi Hasil


Jumlah
Normal Kurus
Kalsium n % n % n % uji
Cukup 25 48,1 6 27,3 31 41,9
Kurang 27 51,9 16 72,7 43 58,1 P=0,09
Jumlah 52 100 22 100 74 100

Berdasarkan tabel 11 di atas menunjukkan bahwa dari 52 lansia dengan

status gizi normal, sebagian besar (51,9%) justru memiliki konsumsi kalsium

kategori kurang dan dari 22 lansia dengan status gizi kategori kurus sebagian

besar (72,7 %) mengonsumsi kalsium kategori kurang.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square, diperoleh nilai p = 0,09

(p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

konsumsi kalsium dengan status gizi Lansia.

B. Pembahasan

1. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lansia

Energi adalah kekuatan untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, satu

energi dinyatakan dalam unit panas dan kalori. Satu kalori adalah jumlah panas

yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 derajat celsius. Satu kilo kalori adalah

39
0,001 kilo kalori. Istilah kalori digunakan untuk mengatakan energi secara umum

(Suhardjo, 1989).

Hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan

status gizi Lansia menemukan bahwa 52 Lansia dengan status gizi normal, sebagian

besar (80,8%) memiliki tingkat konsumsi energi kategori cukup, sebaliknya dari 22

lansia dengan status gizi kategori kurus, 72,7 % memiliki konsumsi energi kategori

kurang. Data ini juga diperkuat oleh hasil analisis statistik dengan uji Chi Square,

dimana diperoleh nilai p = 0,00 (p< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi Lansia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Davis dkk. (1990)

dalam Hery (2008) bahwa gizi yang cukup merupakan faktor utama dalam

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup. Masalah gizi yang terjadi pada

lanjut usia adalah kurang energi protein (KEP) yang di tandai dengan IMT < 18,5.

Pada Lansia, kurang energi protein merupakan interaksi adanya penyakit kronik,

malabsorbsi, kemiskinan maupun faktor-faktor psikososial yang mempunyai

dampak buruk antara lain anemia gizi, penurunan imunitas, gangguan penyembuhan

luka, dan mudah terjatuh. Lansia membutuhkan energi protein untuk mengganti

jaringan-jaringan yang rusak atau aus. Jika konsumsi energi protein yang diperoleh

dari makanan itu mencukupi maka akan diperoleh status gizi yang baik.

2. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lansia

40
Protein adalah senyawa organik yang besar yang mengandung atom karbon,

hidrogen, oksigen dan nitrogen, beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor,

besi atau mineral lain (Winarno, 1997).

Hasil penelitian tentang hubungan tingkat konsumsi protein dengan status

gizi lansia menemukan bahwa dari 52 Lansia dengan status gizi normal, sebagian

besar (57,7%) memiliki tingkat konsumsi protein kategori cukup, sebaliknya dari 22

lansia dengan status gizi kategori kurus sebesar 77,3 % memiliki konsumsi protein

kategori kurang. Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square, diperoleh nilai p =

0,00 (p< 0,00) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat konsumsi

protein dengan status gizi Lansia.

Menurut Almatsier (2001) protein tubuh berada dalam keadaan dinamis

yang secara bergantian dipecah dan disintesis kembali. Dinding usus yang setiap 4-6

hari harus diganti, membutuhkan sintesis 70 gram protein setiap hari. Tubuh sangat

efisien memelihara protein yang dapat digunakan untuk memelihara jaringan,

mengatur keseimbangan air yang terdapat di dalam sel, di antara sel, dan di dalam

pembuluh darah. Selain itu, protein juga dapat menghalangi pengaruh toksik bahan-

bahan beracun. Seseorang yang kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-

bahan beracun dan obat-obatan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat

digantikan oleh zat lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dari jaringan

Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa protein merupakan komponen zat

gizi yang mempengaruhi status gizi seseorang.

Tubuh sangat memerlukan protein atau zat putih telur sebagai zat pembentuk

atau pembangun. Golongan Lansia membutuhkan protein guna mengganti jaringan-

41
jaringan yang rusak sehingga kebutuhan protein Lansia tidak jauh berbeda dengan

orang dewasa. Pada Lansia sebaiknya mengonsumsi protein hewani (susu, telur,

daging, dan ikan).

3. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium dengan Status Gizi Lansia

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh

manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang

dan gigi. Satu persen kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa

kalsium yang satu persen ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan

sulit membeku, transmisi saraf terganggu, dan sebagainya (Anonim, 2008).

Hasil penelitian tentang hubungan konsumsi kalsium dengan stattus gizi

lansia menunjukkan bahwa dari 52 Lansia dengan status gizi normal, sebagian besar

(51,9%) justru memiliki konsumsi kalsium kategori kurang dan dari 22 Lansia

dengan status gizi kategori kurus sebesar 72,7 % memiliki konsumsi kalsium

kategori kurang. Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square, diperoleh nilai p =

0,09 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

konsumsi kalsium dengan status gizi Lansia.

Hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

konsumsi kalsium dengan status gizi Lansia, menunjukkan bahwa meskipun

kalsium merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi, namun dampak

kurangnya tingkat konsumsi kalsium terhadap status gizi terjadi dalam waktu yang

cukup panjang. Lansia dengan konsumsi kalsium yang kurang akan secara langsung

mempengaruhi kekuatang tulang, tetapi tidak langsung mempengaruhi status gizi.

42
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Anonim (2008) apabila makanan

yang dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan kalsium, maka tubuh akan

mengambilnya dari tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan

kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan

mengalami pengeroposan tulang.

43
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

a. Tingkat konsumsi energi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota

Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010 sebesar 64,9% termasuk kategori cukup,

dan 35,1% kategori kurang.

b. Tingkat konsumsi protein Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota

Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010 sebesar 47,3% termasuk kategori cukup,

dan 52,7 % kategori kurang.

c. Tingkat konsumsi kalsium Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota

Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010 sebesar 41,9% termasuk kategori cukup,

dan 58,1% kategori kurang.

d. Status Gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi

Tenggara Tahun 2010 sebesar 70,3% termasuk kategori normal, dan 29,7 %

kategori kurus.

e. Ada hubungan antara konsumsi energi dengan dengan status gizi Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

f. Ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi Lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

44
g. Tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi kalsium dengan status gizi Lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

2. Saran

1. Mengingat status gizi Lansia kategori kurus masih cukup tinggi yakni 29,7% dan

adanya hubungan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap status gizi, peneliti

menyarankan agar pihak pengelola Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari

lebih memberikan perhatian dalam penyediaan makanan sumber energi dan protein

serta perlu memberikan motifasi kepada para Lansia agar menghabiskan makanan

yang diberikan.

2. Diharapkan bagi kepala Dinas sosial agar lebih memperhatikan kondisi atau

keadaan status gizi lansia yang tinggal dipanti sosial tresna werdha

45
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anonim, 2008. Kalsium bagi Lansia. http://etd.eprints.ums.ac.id. diakses tanggal 20 April
2010.

Arisman, 2004. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. Widya Medika,
Jakarta.

Baidhowi, 2005. Pola Konsumsi dan Status gizi Lansia di kecamatan Kraton Kota
Yogyakarta. http://digilib.UGM.ac.id. Diakses tanggal 21 April 2010.

Darmojo, 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Hipocrates: Jakarta.

Khomsan, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penerbit Swadaya : Jakarta.

Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. Gunung Mulia : Jakarta.

Handajani, 1995. Pangan dan Gizi. Penerbit Medyatama Sarana :Jakarta.

Hery, 2008. Menangani Gizi Paruh Baya, www.gizi net.com. Diakses tanggal 21 April
2010.

Lestern, 1971. Hubungan Tingkat Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Usia Lanjut
Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Luhur Jambi. Karya Tulis Ilmiah,
Program Study Gizi Kesehatan FK. UGM:Yogyakarta. http://digilib.unnes.ac.id.
Diakses tanggal 21 April 2010.

Margatan, 1996. Gizi pada Manula Perlu Perhatian Khusus, www. Bali- Post.com. Diakses
tanggal 21 April 2010.

Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta :Bhrata Karya Aksara.

Sediaoetomo, Ahmad Djaeni, 1991. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I.
Jakarta : Dian Rakyat.

Suhardjo. 1989. Pangan dan Gizi Pertanian. Jakarta: UI Pres\

Suharjo dan Kusharto , 1988. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Penerbit Yrama Widya. Jakarta.

Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran : 36-37

Sumosardjun, 1996. Lansia. Orasi Ilmiah Penerimaan Guru Besar FKG Universitas
Hasanudin, Makasar. http://www.unhas.ac.id. Diakse tanggal 20 Juni 2010.

46
Sumiyati, 2007. Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Dengan Status
Gizi Pada Lansia Di Panti Wreda Pucang Gading Semarang.
http://www.unnes.ac.id. Diakse tanggal 20 Juni 2010.

Triarsari, 2010, Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan,
Direktorat Gizi Masyarakat. Depkes RI: Jakarta.http://www.Kesmas.com. Diakse
tanggal 20 Juni 2010.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Wirakusumah, 2002. Tingkat dan Ragam Konsumsi Pangan Golongan Usia Lanjut di
Panti Werdha Budi Luhur dan Hanna Di Yogyakarta. http://www.unhas.ac.id.
Diakses tanggal 20 Juni 2010.
Zainuddin, 2006. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi
Manula yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
dengan Manula yang Tinggal Bersama Keluarga di Kelurahan Sambuli
Kota Kendari. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Gizi

47
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein, dan Kalsium dengan Status
Gizi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2010.

A. Identitas Responden

1 Kode responden :

2 Nama :

3 Umur :

4 Jenis Kelamin :

5 Berat Badan :

6 Tinggi Badan :

11. Pendidikan Terakhir

a. Tidak Sekolah e. Tamat SMA

b. Tidak Tamat SD f. Tamat Akademik/PT

c. Tamat SD g. Lainnya (sebutkan)

d. Tamat SMP

48
B. Konsumsi Energi Dan Protein

FORMULIR RECALL 24 JAM


(Hari Pertama)

Kode Sampel : .................................. Tanggal Wawancara : ..................


Nama Sampel : .................................. Umur/Tanggal Lahir : .................
Waktu Bahan Berat Kalori Protein Fe Vit C Ca
Hidangan URT (mg) (mg)
Makan Makanan (gr) (gr) (gr) (gr)

Total
Kebutuhan
% AKG

49
FORMULIR RECALL 24 JAM
(Hari Kedua)

Kode Sampel : .................................. Tanggal Wawancara : ..................


Nama Sampel : .................................. Umur/Tanggal Lahir : .................
Waktu Bahan Berat Kalori Protein Fe Vit C Ca
Hidangan URT (mg) (mg)
Makan Makanan (gr) (gr) (gr) (gr)

Total
Kebutuhan
% AKG

50
C. Status Gizi Lansia

Formulir Pengukuran Antropometri

Tanggal Jenis Umur BB TB


No Nama Status Gizi
Lahir Kelamin (Tahun) (Kg) (Cm)

51
52

Anda mungkin juga menyukai