Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,


ditandai oleh adanya hipergilkemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin
atau keduanya.1 Secara global jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 371
juta jiwa pada tahun 2012, dimana 95% diantaranya diabetes melitus tipe 2 (non
insulin dependent diabeties mellitus) dan 5% diabetes melitus tipe 1 (insulin
dependent diabeties mellitus).2
Data WHO menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di
seluruh dunia meningkat yaitu sebanyak 108 juta orang pada tahun 1980 dan 422
juta orang pada tahun 2014.3 Menurut estimasi data International Diabetes
Federation, Indonesia menempati urutan ke tujuh tertinggi di dunia setelah Cina,
India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Mexico. IDF juga memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 10 juta jiwa pada tahun 2015
menjadi 16,2 juta jiwa pada tahun 2040.4
Berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup
yang didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama di kota besar. Jika
tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga
akan meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes. Kaki diabetes adalah salah
satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes
masih mengecewakan baik bagi dokter maupun penyandang DM maupun
keluarganya. Kaki diabetes dapat berakhir dengan kecacatan maupun kematian.1
Di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perwatan penyandang DM selalu
menyanngkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM pasca
amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% meninggal dalam setahun
pasca amputasi dan sebanyak 37% meninggal 3 tahun pasca amputasi.1

1
Menurut Purwati (2013), bahwa di Indonesia terdapat 1785 penderita DM
memiliki komplikasi seperti neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati
(7,3%), makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), dan luka kaki diabetes (15%)
sedangkan angka kematian akibat ulkus kaki diabetik dan gangren mencapai 17-
23% serta angka amputasi mencapai 15-30%, selain itu angka kematian 1 tahun
pasca amputasi sebesar 14,8%. Hal ini didukung oleh data Riskesdas, bahwa
kenaikan jumlah penderita ulkus diabetika di Indonesia dapat terlihat dari
kenaikan prevalensi sebanyak 15%.5
Kurangnya pengetahuan atau kesadaran pasien sehingga pasien datang
biasanya dalam keadaan gangren yang berat sehingga sering harus dilakukan
amputasi. Selain itu kesadaran yang masih rendah pada masyarakat menjadi salah
satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian gangren
diabetikum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andhika bahwa, tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus dalam pencegahan
gangren diabetikum dalam kategori baik hanya 12%, hal tersebut dapat
disebabkan oleh kurangnya informasi mengengai gangren diabetikum.6
Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan, perencanaan makanan
yang baik, kegiatan jasmani yang memadai dan penggunaan obat berkhasiat
menurunkan konsentrasi glukosa darah seperti golongan sekretagog insulin
(sulfonilurea, repaglinid, dan nateglinid), golongan metformin, golongan inhibitor
alfa glukosidase, golongan tiazolidindion dan insulin. Dengan mengkombinasi
berbagai macam obat berkhasiat dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah
serta dapat mencapai sasaran pengendalian konsentrasi glukosa darah yang
optimal untuk pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM.1
Penatalaksanaan kaki diabetik dengan gangren harus dilakukan sesegera
mungkin. Komponen pentingnya dalam menajemen kaki diabetes dengan ulkus
atau gangren yaitu kendali metabolik, kendali vaskular, kendali infeksi, kendali
luka, kendali tekanan, dan penyuluhan. Dengan terlaksananya komponen-
komponen tersebut maka angka kematian dan amputasi pada gangren atau ulkus
diabetikum dapat dicegah.7

2
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-
teori tentang Gangren Diabetikum mulai dari definisi sampai diagnosis,
pentalaksanaan, dan prognosisnya.Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
dan mengenal Gangren Diabetikum, terutama tentang penegakan diagnosis dan
tatalaksananya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Defenisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hipergilkemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin
atau keduanya.1 Secara global jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 371
juta jiwa pada tahun 2012, dimana 95% diantaranya diabetes melitus tipe 2 (non
insulin dependent diabeties mellitus) dan 5% diabetes melitus tipe 1 (insulin
dependent diabeties mellitus).2
Gangren berasal dari kata Latin yaitu gangraena dan dari Yunani
gangraina yang berarti luka yang memakan, yang berakhir dengan kematian,
kematian jaringan biasanya dalam jumlah yang besar dan umumnya disebabkan
oleh kehilangan suplai vaskular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan
pembusukan. Gangren diabetik berupa gangren basah, biasanya dijumpai di kaki,
pada orang dengan diabetes melitus, disebabkan oleh neuropati, angiopati, dan
komplikasi lainnya.8
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler periferpada
tungkai bawah,9 selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai
kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.9
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat

4
dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan
gangren diabetik.9

1.3. Epidemiologi
Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi pada
penyandang diabetes setiap tahun.Sekitar 68% penderita gangren diabetik adalah
laki-laki, dan 10% penderita gangren mengalami rekuren.Sebagian besar
perawatan di RS Cipto Mangunkusumo menyangkut gangren diabetes, angka
kematian dan angka amputasi masing-masing sebesar 16% dan 25%
(2003).Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca-amputasi dan 37%
akan meninggal tiga tahun pasca-operasi.10

1.4. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau
menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik
tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah
ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak
tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati.Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik.5 Penyebab
gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium.
Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas gangren.10

1.5. Patofisiologi

5
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu:
iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,
motorik, dan autonom.10
1.5.1. Neuropati sensorik
Biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko
ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.10
1.5.2. Neuropati motorik
Mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal tulang,
arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux
rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.10
1.5.3. Neuropati autonom
Ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian
kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan
timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal
tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan
akson menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya
refleks otot dan atrofi otot.10
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini
disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang
ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku
menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan neurovaskular pada
penderitadiabetes diperberat dengan aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan
kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otototot kaki
karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang

6
menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita DM berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai bawah terutama
kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang.10
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hyperplasia membrane basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga
aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan
ulkus diabetikum.6 Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit
dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan
sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah
melambat dan memudahkan terbentuknya thrombus (gumpalan darah) pada
dinding pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki.10

Gambar 1. Patofisiologi gangren kaki diabetik10


1.5.4. Kelainan Vaskuler
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi makrovaskular
daridiabetes melitus. Penyakit arteri perifer ini disebabkan karena dinding arteri
banyak menumpuk plaque yang terdiri dari deposit platelet, sel-sel otot polos,
lemak, kolesterol dan kalsium.9

1.6 Klasifikasi

7
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik yaitu klasifikasi oleh
Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi
Wagner, klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang
dianjurkan oleh International Working Group On Diabetik Foot karena dapat
menentukan kelainan apa yang lebih dominan yakni vaskular, infeksi dan
neuropati, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan
baik, namun pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi
berdasarkan Wagner.10

1.6.1 Klasifikasi Menurut Edmonds


 Stage 1: Normal foot

Gambar 2.1 kaki yang normal


 Stage 2: High riskfoot

Gambar 2.2 Kaki denganrisikotinggi

 Stage 3: Ulceratedfoot

8
Gambar 2.3 Kaki dengan luka terbuka

 Stage 4: Infectedfoot

Gambar 2.4 Kaki dengan luka terinfeksi

 Stage 5: Necrotic foot

Gambar 2.5 Kaki dengan luka disertai jaringan nekrosis

 Stage 6: Unsaveable foot

9
Gambar 2.6 Kaki yang tidak terselamatkan

1.6.2. Klasifikasi MenurutWagner


a. Derajat0

Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau
lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan
komponen primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease;
kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah
yang kulitnya menjadi hipertropik dan anastesi), terjadi deformitas
berupa claw toes yaitu suatu kelainan bentuk jari kaki yang
melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint. Deformitas
lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput
longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropaticharcot.

Gambar 2.7 Kaki dengan kalus


b. DerajatI

Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan


menunjukkan terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak
satu faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi
yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang
hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih atau purulen
(ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. DerajatII

10
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda
pada grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang
membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau
sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih
dalam sampai menembus tendon dan tulang tetapi tidak terdapat
infeksi yang minimal.
d. DerajatIII

Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan


adanya abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase
dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan
oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi
nekrosis dan luka tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu
diperlukan hospitalisasi/perawatan di rumah sakit karena ulkus
yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses
dengan atau tanpaosteomielitis.
e. DerajatIV

Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau


lebih, gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki.
Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi
dengan salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan
insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan oksigenasi
tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area focal dari
nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan
peningkatan kerusakan jaringan,yang keduayaitu adanya infeksi
atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi
pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema
jaringanlokal.
f. DerajatV

Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-

11
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau


pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat0 : Perawatan lokal secara khusus tidakada.

b. DerajatI-IV: Pengelolaan medik dan tindakan bedahminor.

c. Derajat V: Tindakan bedahminor, bila gagal dilanjutkan dengan


tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi
bawahlutut).

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki


diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
a. Insisi : Abses atau selulitis yangluas.

b. Eksisi :Pada kakidiabetik derajatIdanII.

c. Debridement/nekrotomi : Pada kaki diabetik derajat II, III, IVdan V.

d. Mutilasi : Pada kaki diabetik derajat IVdan V.

e. Amputasi : Pada kaki diabetik derajatV.

1.7 Manifestasi Klinis


a. Kelainan Kuku
Kuku pada kaki diabetik lebih kasar tidak transparan, kehitaman dan retak-
retak dimana kuku tumbuh kedalam jaringan. Seperti diketahui kuku merupakan

12
sumber kuman baik pada orang diabetes maupun tidak, sehingga luka sekitar kuku
dengan mudah terinfeksi.11

b. Kelainan Kulit
Neuropati dan vaskulopati menyebabkan kulit menjadi kering, bersisik,
retak-retak, tampak pucat. Jika dijumpai bercak-bercak kehitaman, keadaan ini
akan memudahkan terjadinya infeksi baik bakterial maupun jamur. Pengerasan
kulit mudah terjadi pada telapak kaki gesekan halus yang berulang-ulang dalam
waktu lama, misalnya akibat pemakaian sepatu yang kurang baik. Pengerasan
kulit dan mata ikan yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan luka
yang sering tidak disadari sampai terjadinya infeksi dengan ditandai keluarnya
cairan dari kaki. Keadaan lain yang dapat dijumpai pada kaki diabetik adalah kulit
melepuh akibat trauma termis atau gesekan yang berulang-ulang (misalnya akibat
pemakaian sepatu yang sempit).11

c. Kelaianan Pergerakan
Neuropati dapat menyebabkan deformitas tulang dan sendi yang akan
mempengaruhi pergerakan yang ditandai dengan keterbatasan gerak pergelangan
kaki dan jari-jari kaki.11

d. Ulkus Gangren
Ulkus gangren terbentuk karena kerusakan lokal dari sebagian epidermis
atau seluruh dermis. Gangren adalah ulkus yang terinfeksi yang disertai dengan
kematian jaringan. Adanya neuropati pada kaki diabetes memudahkan terjadinya
luka pada kaki akibat trauma tajam, tumpul atau termis tanpa disadari penderita,
misalnya kaki tertusuk paku, gesekan sepatu dan kompres air panas. Vaskulopati
menyebabkan gangguan proses penyembuhan ulkus, mudah terinfeksi dan
berakhir dengan terjadinya gangren. Pengobatan yang kurang memadai dapat
mengakibatkan penderita diabetes melitus kehilangan kaki. 11

1.7 Diagnosis

13
Dalam mengevaluasi gangren diabetikum atau ulkus pada kaki diabetes
perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1.7.1 Anamnesis
Anamnesis umum meliputi lamanya menderita DM, kontrol glikemik baik
ke dokter umum maupun dokter spesialis penyakit dalam, penyakit penyerta,
gejala komplikasi, status nutrisi, alergi, riwayat faktor risiko, pengobatan yang
sudah diterima. Anamnesis terarah meliputi aktivitas sehari-hari, riwayat pajanan,
pemakaian sepatu, gejala neuropati, riwayat operasi kaki atau infeksi, serta adanya
klaudikasio. Secara khusus, perlu ditanyakan riwayat luka pasien, antara lain
meliputi lokasi, durasi, infeksi, kekambuhan, riwayat dirawat di rumah sakit,
riwayat trauma, perawatan luka, adanya bengkak, serta kelainan bentuk kaki
(Charcot) dan riwayat pengobatan.12
1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat ada
tidaknya sepsis, pemeriksaan sistematik organ untuk mencari komplikasi diabetes
yang lain, dan pemeriksaan ekstremitas dan kondisi luka lokal. Pemeriksaan
ekstremitas antara lain meliputi pemeriksaan vaskular (inspeksi, palpasi, Ankle
Brachial Indeks (ABI), pemeriksaan neuropati (vibrasi dengan garpu tala 128 Hz,
sensasi halus, diskriminasi, refleks, keseimbangan, sensasi suhu, raba, nyeri, dll).12
Untuk mengevaluasi gangren atau ulkus dengan atau tanpa infeksi dapat
menggunakan kriteria PEDIS (Perfusion, Extent, Depth, Infection, Sensation)
yang dikutip dari International Working Group on The Diabetic foot berikut ini:12
a. P-Perfusion (Perfusi) :
- Derajat 1 : Tidak ada gejala maupun tanda penyakit arteri perifer pada kaki yang
terkena,dikombinasi dengan :Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior yang
teraba, atauABI 0,9-1,10, atauToe Brachial Index (TBI) >0,6, atau Tekanan
oksigen transkutan (TcPO2) >60 mmHg.
- Derajat 2 : Gejala atau tanda penyakit arteri perifer, namun belum mencapai
critical limb ischemia (CLI).Adanya klaudikasio intermiten ABI < 0,9, namun
tekanan ankle > 50 mmHg, atauTBI < 0,6, namun tekanan darah sistolik ibu jari >

14
30 mmHg, atauTcPO2 30-60 mmHg, atauAda kelainan pada uji noninvasif yang
sesuai dengan penyakit arteri perifer tapi bukan merupakan suatu CLI.
- Derajat 3 : CLI
Tekanan sistolik ankle <50 mmHg, atau Tekanan sistolik ibu jari < 30 mmHg,
atauTcPO2 <30 mmHg.
b. E-Extent (ukuran)
Ukuran luka dalam sentimeter persegi.
c. D-Depth (kedalaman)

Derajat 1 : ulkus tebal superfisial yang tidak menembus jaringan di bawah dermis.
Derajat 2 : ulkus dalam menembus lapisan dibawah dermis hingga ke subkutan,
fascia, otot, atau tendon.
Derajat 3 : meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk tulang dan atau
sendi.
d. I-Infection (infeksi)

Derajat 1 : tidak ada gejala atau tanda infeksi.


Derajat 2 : infeki hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan (tanpa keterlibatan
jaringan yang terletak lebih dalam dan tanpa disertai tanda sistemik di bawah ini).
Setidaknya terdapat dua temuan di bawah ini :
 Pembengkakan atau indurasi lokal
 Eritema 0,5-2 cm di sekitar ulkus
 Nyeri lokal
 Hangat pada perabaan lokal

Duh purulen (sekret tebal, opak hingga putih atau sanguinosa). Penyebab
inflamasi lain seperti trauma, gout, Charcout neuro-osteoartropati akut, fraktur,
trombosis, statis vena harus disingkirkan.
Derajat 3: eritema > 2 cm ditambah salah satu temuan di atas, atau adanya infeksi
yang melibatkan struktur di bawah kulit dan jaringan subkutan, misalnya abses,
osteomyelitis, artritis septik, maupun fascilitis. Tidak ditemukan tanda respon
inflamasi sistemik.

15
Derajat 4: infeksi pada kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS), yaitu dua atau lebih keadaan di bawah ini :
 Suhu <36 atau >38 derajat Celcius
 Frekuensi denyut jantung >90x/menit
 Frekuensi nafas >20x/menit
 PaCO2 < 32 mmHg
 Hitung leukosit <4.000 atau .12.000 sel/mm 3
 10% bentuk imatur

e. S-Sensation (sensasi)

Derajat 1 : Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena
Derajat 2 : Terdapat kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena. Dalam
hal ini terdapat kehilangan persepsi pada salah satu pemeriksaan di bawah ini :
Tidak adanya sensasi tekanan pada pemeriksaan monofilamen 10 g pada 2 dari 3
titik plantar pedis.
Tidak adanya sensasi getar pada pemeriksaan garpu tala 128 Hz atau
ambang vibrasi > 25 V. Pemeriksaan dilakukan pada regio hallux.
1.7.3 Pemeriksaan Penunjang
- Hematologi dan Biokimia
Penghitungan WBC, LED, C-protein reaktif, biasanya digunakan untuk
membantu diagnosis. Namun, tidak sensitif dan tidak spesifik serta bisa saja tidak
meningkat pada infeksi lokal maupun superfisial. Sehingga 50% pasien dengan
infeksi kaki yang dalam tidak memiliki leukositosis. Oleh karena itu, hasil
normal tidak menghalangi untuk terjadinya infeksi. Tingkat protein C-reaktif telah
terbukti meningkat pada ulkus kaki diabetik, dan protein fase akut lainnya, seperti
ferritin, a1-antitrypsin, dan haptoglobulin, saat ini sedang dalam investigasi.
Kadar glukosa darah dan kadar hemoglobin A1c mungkin meningkat dalam
infeksi.12
- Faktor infeksi : kultur pus, penanda infeksi, dan foto polos pedis.
- Pemeriksaan Vaskular : ABI, USG Doppler, dan arteriografi.

16
1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetes secara holistik harus meliputi beberapa
kontrol yaitu: 10
- Mechanical control-pressure control
- Metabolic control
- Educational control
- Wound control
- Microbiological control
- Infection control
Pada tahap lanjut, perlu dilakukan wound control dan infection control,
dan semua faktor disertai kerjasama multidisiplin yang baik. Untuk stadium awal,
peran pencegahan sangat penting. Rehabilitasi medis dilakukan untuk distribusi
tekanan plantar kaki dengan menggunakan alas kaki khusus, serta berbagai usaha
non-weight bearing sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan.
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan kaki diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi
perlukaan kulit) dan pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan
sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).
1.8.1. Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu
dilakukan setiap saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko
dengan melakukan pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki secara mandiri
ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/ alas kaki
khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
1.8.2. Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner
sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan baik dan dikelola
bersama, meliputi:
Wound control
Microbiological control-infection control

17
Mechanical control-pressure control
Educational control
1.8.3. Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat
seperti aspirin yang dikatakan bermanfaat,akan bermanfaat pula untuk kaki DM.
Namun, sampai saat ini belum ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pembuluh darah kaki penyandang
DM.
1.8.4. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau kondisi klaudikasio
intermitten hebat, maka tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan, diperlukan pemeriksaan arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan
operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi pendek dapat dipikirkan prosedur
endovaskular. Pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.
Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat memperbaiki vaskularisasi
dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Masih
banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan
umum kaki diabetes.
1.8.5. Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Evaluasi luka harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah
debridement adekuat. Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan
luka dengan menyediakan tempat untuk bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan
debridement. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi
pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara
paling efektif adalah dengan metode autolysis debridement.

18
Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh
sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus lembap. Pada keadaan lembap,
enzim proteolitik secara selektif akan melepas jaringan nekrosis, sehingga mudah
lepas dengan sendirinya atau dibantu secara surgikal atau mekanikal. Pilihan lain
dengan menggunakan maggot. Saat ini terdapat banyak macam dressing
(pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka dan letak luka. Dressing
mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated dressing, alginate
dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber
dressing atau silver impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan
terinfeksi.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai
bagian dari dressing. Berbagai cara debridement non-surgikal seperti preparat
enzim dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik.
Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing dapat dipertahankan beberapa hari. Untuk kesembuhan luka kronik
seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus dipertahankan.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak
ke proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang
dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat
dimanfaatkan untuk wound control, seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor,
protease inhibitor, dan sebagainya, untuk mempercepat kesembuhan luka. Terapi
hiperbarik oksigen efikasinya masih minimal.
1.8.6. Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan
infeksi bakteri multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas,
mencakup kuman gram negatif dan positif (misalnya sefalosporin), dikombinasi
dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazole).
1.8.7. Pressure Control

19
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing),
luka selalu mendapat tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi
bila terletak di plantar seperti pada kaki Charcot.
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti:
a. Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses
b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head
resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy

1.9 Prognosis
Prognosis kaki diabetes bergantung pada berbagai faktor yang terlibat
dalam patosiologinya. Berat ringannya komplikasi dan penyakit penyerta lain juga
mempengaruhi prognosis. Seperti yang disebutkan di awal, angka kejadian
amputasi mencapai 25%. Oleh karena itu, penatalaksanaan secara holistik harus
ditekankan untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas kaki diabetes.

BAB III

20
LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis : 00.74.62.56

Tanggal masuk : 16/06/2018 Dokter ruangan :


dr. Wan Syrli
Jam : 22.35 Dokter Chief of Ward :
dr. Daniel
dr. Doni
Ruang : RA2. 3.1.4 Dokter Penanggung
Jawab Pasien : dr. Aron
Pase, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : TMF
Umur : 47tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Lingkingan 7 Pekan Labuhan

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri.
Telaah :Hal ini sudah dialami pasien secara perlahan-lahan sejak 1
bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Luka awalnya
berupa benjolan dengan ukuran ±1cm yang terletak di
telapak kaki kiri pasien lalu kemudian benjolan tersebut
membengkak dan berubah warna dari merah menjadi
sedikit membiru. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri dan

21
panas pada benjolan tersebut sehingga pasien sulit berjalan.
Benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan darah dan nanah
sehingga terbentuk luka borok. Pasien juga mengeluhkan
kebas-kebas pada kakinya. Riwayat demam naik turun
dijumpai dan diberi obat penurun demam. Riwayat DM
dijumpai sejak ±1 tahun ini dan tidak rutin kontrol. Riwayat
kadar gula darah tinggi dijumpai dengan nilai tertinggi
445mg/dL, riwayat sering haus, sering buang air kecil,
sering merasa lapar dialami oleh os. Penurunan nafsu
makan dijumpai disertai penurunan berat badan ±10kg
dalan 1 tahun ini. Riwayat hipertensi tidak dijumpai.
Riwayat merokok, minum alkohol disangkal. Riwayat
keluarga pasien menderita penyakit yang sama dijumpai
pada kakak pasien.
RPT : DM Type 2
RPO : gibendamid, metformin, insulin

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas :(-) Edema :( - )
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)

Saluran Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis: ( - )


Pernafasan Dahak :(-) Lain-Lain :(-)

Saluran Nafsu Makan : ( -) Penurunan BB : 10kg


Pencernaan Keluhan Mengunyah : ( - ) Keluhan Defekasi: ( - )
Keluhan Perut :(-) Lain-lain :(-)
Saluran Sakit BAK :(-) BAK tersendat: ( - )
Urogenital Mengandung Batu :(-) Keadaan urin : ( - )
Haid :(-) Lain-lain :(-)

22
Sendi dan Sakit pinggang :(-) Keterbatasan Gerak: ( + )
Tulang Keluhan persendian : ( - ) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi :(+) Gugup :(-)


Poliuri :(+) Perubahan Suara : ( - )
Polifagi :(+) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)


Lain-lain :(-)

Darah dan Pucat :(+) Perdarahan :(-)


Pembuluh Petechie :(-) Purpura :(-)
Darah Lain-lain :(-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)


Perifer

ANAMNESA FAMILI : Dijumpai riwayat keluarga dengan penyakit yang


sama pada kakak pasien.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah :Lemah
Tekanan darah : 130/90 mmHg Sikap paksa :(-)
Nadi : 90x/menit Refleks fisiologis: ( + )
Pernafasan : 24x/menit Refleks patologis: ( -)
Temperatur : 37⁰C

23
VAS : 3-4

Anemia (+), Ikterus (-/-), Dispnoe (-)


Sianosis (-/-), Edema (-/-), Purpura (-/-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi : Normal
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 155 cm

BW :
BW = 82 x 100% / 76
= 107,89,% (normal)

Indeks Massa Tubuh :BB/(TB)2


:
82/(1,76)2
: 26,4 (obese grade 1)

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterus (-/-),
pupil: isokor, refleks cahaya direk (+)/ indirek (+).
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Bibir : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)

24
Pembesaran kalenjar Limfa (-), Lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk ( - ), lain-lain (-)
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan :Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru.

Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Tidak teraba

Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI
Peranjakan : ± 1cm

Jantung
Batas atas jantung : ICR II LMCS
Batas kiri jantung : ICS V 1cm medial LMCS
Batas kanan jantung : ICS V LPSD

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)

25
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-), Heart
rate:96x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP= vesikuler pada kedua lapangan paru, ST= (-)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Lain-lain :-

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, undulasi (-), shifting dullness
(-), H/L/R tidak teraba

HATI
Permukaan :-
Konsistensi :-
Pinggir :-
Ukuran :-
Nyeri tekan :-

LIMFA
Pembesaran :-

26
GINJAL
Ballotement :-
TUMOR :-

Perkusi
Pekak hati : (-)
Pekak beralih : (-)

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)

PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)

INGUINAL : Pembesaran KGB (-)

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tdp
Spincter Ani : Tdp
Ampula : Tdp
Mukosa : Tdp
Sarung tangan : Tdp

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi : (-)
Lokasi : (-)

27
Jari tubuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab : (-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Lain-lain : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior ++ +
Arteri dorsalis pedis - +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain Ulcus diabetikum grade III-IV
dorsum pedis sinistra digiti I-V
disertai dengan jaringan nekrosis

28
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN Tanggal 16 Juni 2018

DARAH KEMIH TINJA


Hb: 8,2g/dL Warna: Kuning Warna: coklat
Eritrosit: 2,98x 106/mm3 Protein: - Konsistensi: lunak
Leukosit: 14,17x 103/ mm3 Reduksi: +3 Eritrosit: -
Trombosit: 568.000/l Bilirubin:- Leukosit: -
Ht: 25% Urobilinogen: - Amoeba/Kista: -
Hitung Jenis: Telur Cacing
Eosinofil : 0.00 Sedimen Ascaris: -
Basofil : 0.20 Eritrosit: 0-1/lpb Ankylostoma: -
Neutrofil : 82.20 Leukosit: 2-3/lpb T. Trichiura: -
Limfosit : 10.30 Epitel:- Kremi: -
Monosit : 7.30 Silinder: 1-2/lpb

METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu: 230 mg/dL

FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protrombin
- Pasien : 16,5 detik
- Kontrol : 14.00 detik
INR 1.19
APTT
- Pasien : 32.5 detik
- Kontrol : 32.9
Waktu Trombin
- Pasien : 16.5 detik
- Kontrol : 19.0
Fibrinogen : 473mg/dL
D-dimer : 141mg/dL
RESUME

29
ANAMNESA Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Telaah : Hal ini sudah dialami pasien
secara perlahan-lahan sejak 1
bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Luka awalnya
berupa benjolan ±1cm yang
terletak di telapak kaki kiri
pasien lalu kemudian benjolan
tersebut membengkak dan
berubah warna dari merah
menjadi sedikit membiru. Pasien
juga mengeluhkan rasa sakit dan
panas pada benjolan tersebut
sehingga pasien sulit berjalan.
Benjolan tersebut pecah dan
mengeluarkan darah dan nanah
sehingga terbentuk luka borok.
Riwayat demam naik turun
dijumpai dan diberi obat penurun
demam. Riwayat DM dijumpai
sejak ±1 tahun ini dan tidak rutin
kontrol. Riwayat kadar gula
darah tinggi dijumpai dengan
nilai tertinggi 445mg/dL.
Penurunan nafsu makan dijumpai
disertai penurunan berat badan
±10kg dalan 1 tahun ini. Riwayat
hipertensi tidak dijumpai.
Riwayat merokok, minum
alkohol disangkal. Pasien hobi

30
mengkonsumsi makanan dan
minuman yang manis. Riwayat
keluarga pasien menderita
penyakit yang sama dijumpai
pada kakak pasien.
STATUS PRESENT Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Obese Grade I
PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi :90x/i
Pernafasan : 24x/i
Temperatur : 36,6°C
Kepala:
Mata: Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Telinga/ Hidung: dalam batas normal
Leher:
Dalam batas normal
Thoraks:
Dalam batas normal
Suara pernafasan: vesikuler
Suara tambahan: -
Abdomen:
Soepel, H/L/R tidak teraba, normoperistaltik
Ekstremitas:
Ulcus diabeticum grade III/IV pada dorsum pedis
sinistra digiti I-V disertai dengan jaringan nekrotik.
LABORATORIUM Darah :
RUTIN Hb: 8,2 g/dL
Eritrosit: 2,98 x 106/mm3

31
Leukosit: 14,17x 103/ mm3
Trombosit: 568.000/l
KGD Sewaktu: 230 mg/dL
Waktu Protrombin
- Pasien : 16,5 detik
- Kontrol : 14.00 detik
INR 1.19
APTT
- Pasien : 32.5 detik
- Kontrol : 32.9
Waktu Trombin
- Pasien : 16.5 detik
- Kontrol : 19.0
Fibrinogen : 473mg/dL
Kemih: Reduksi +3
Tinja : -
DIAGNOSA BANDING - Ulcus diabeticum grade III/IV dorsum pedis sinistra +
DM type 2 + Anemia ec. Penyakit kronik
- Buerger Disease + DM type 2 + Anemia ec. Penyakit
kronik
- Peripheral Arterial Desease+ DM type 2 + Anemia ec.
Penyakit kronik
DIAGNOSA Ulcus diabeticum grade III/IV dorsum pedis sinistra +
SEMENTARA DM type 2 + Anemia ec. Penyakit kronik
PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring
Diet DM 1700 kkal
• Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro

Medikamentosa :
• Inj. Ceftriaxone 2g/24jam/iv

32
• Drip Metronidazole 500mg/8jam/iv
• Inj. Novorapid 8-8-8/
• Inj. Levemir 0-0-10
• Glostazol 2x50mg
• GV dengan NaCl 0,9% 2x sehari
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Urinalisa
2. KGD puasa, KGD 2 jam PP, HbA1C
3. Lipid profile
4. X-ray dorsalis pedia AP/L
5. ABI test
6. Funduskopi
7. Kultur pus/sensitivity test
8. RFT
9. Ferritin Serum Iron, TIBC, Reticulocyte count

BAB IV
FOLLOW UP

Tanggal S O A P
17Juni Borok di Sens: CM i. Ulkus  Tirah baring
2018 kaki TD: 130/80
Diabetikum  Diet DM
mmHg
HR: 88 x/i Grade III/IV 1700kkal
RR: 21 x/i
o/t pedis  IVFD Nacl
T: 36,9 ̊C
Kepala sinistra 0,9% 30 gtt/i

33
Normal ii. DM type 2 (makro)
Leher
iii. Anemia ec.  Inj. Ceftriaxon
Normal
2gr/24 jam IV
Thorax Penyakit
(H2)
Normal
Kronik  Drip
Abdomen
Normal Metronidazole
Ekstremitas 500mg/8jam/IV
Akraldingin (H2)
(+/-)  Inj Ketorolac
Gangren o/t 1amp/8hr/iv
pedis sinistra  Inj Ranitidine
1amp/12hr/iv
 Paracetamol
3x500mg

18Juni Borok di Sens: CM iv. Ulkus  Tirah baring


2018 kaki TD: 120/80
Diabetikum  Diet DM
mmHg
HR: 85 x/i Grade III/IV 1700kkal
RR: 19 x/i
o/t pedis  IVFD Nacl
T: 36,6 ̊C
Kepala sinistra 0,9% 30 gtt/i
Normal
v. DM type 2 (makro)
Leher
Normal vi. Anemia ec.  Inj. Ceftriaxon
Thorax 2gr/24 jam IV
Penyakit
Normal (H2)
Abdomen Kronik  Drip
Normal Metronidazole
Ekstremitas 500mg/8jam/IV
Akral dingin (H2)
(+/-)  Inj Ketorolac
Gangren o/t 1amp/8hr/iv
pedis sinistra
 Inj Ranitidine
1amp/12hr/iv
 Paracetamol
3x500mg

34
19Juni Borok di Sens: CM vii. Ulkus  Tirah baring
2018 kaki TD: 130/80
Diabetikum  Diet DM
mmHg
HR: 87 x/i Grade III/IV 1700kkal
RR: 16 x/i
o/t pedis  IVFD Nacl
T: 36,4 ̊C
Kepala sinistra 0,9% 30 gtt/i
Normal
viii. DM type 2 (makro)
Leher
Normal ix. Anemia ec.  Inj. Ceftriaxon
Thorax 2gr/24 jam IV
Penyakit
Normal (H2)
Abdomen Kronik  Drip
Normal Desease Metronidazole
Ekstremitas 500mg/8jam/IV
Akral dingin (H2)
(+/-)  Inj Ketorolac
Gangren o/t 1amp/8hr/iv
pedis sinistra
 Inj Ranitidine
1amp/12hr/iv
 Paracetamol
3x500mg

20Juni Borok di Sens: CM x. Ulkus  Tirah baring


2018 kaki TD: 110/70
Diabetikum  Diet DM
mmHg

35
HR: 88 x/i Grade III/IV 1700kkal
RR: 20 x/i
o/t pedis  IVFD Nacl
T: 38.2 ̊C
Kepala sinistra 0,9% 30 gtt/i
Normal
xi. DM type 2 (makro)
Leher
Normal xii. Anemia ec.  Inj. Ceftriaxon
Thorax 2gr/24 jam IV
Penyakit
Normal (H2)
Abdomen Kronik  Drip
Normal Desease Metronidazole
Ekstremitas 500mg/8jam/IV
Akral dingin (H2)
(+/-)  Inj Ketorolac
Gangren o/t 1amp/8hr/iv
pedis sinistra  Inj Ranitidine
1amp/12hr/iv
 Paracetamol
3x500mg
R/ Susul hasil
kultur pus dan
darah

21Juni Borok di Sens: CM xiii. Ulkus  Tirah baring


2018 kaki TD: 100/70
Diabetikum  Diet DM 1700
mmHg
Penurunan HR: 96 x/i Grade III/IV kkal
kesadaran RR: 22 x/i
o/t pedis  IVFD Nacl
T: 38.1 ̊C
Kepala sinistra 0,9% 30 gtt/i
Conj.
xiv. DM type 2 (makro)
Anemis
(+/+) xv. Anemia ec.  Inj. Ceftriaxon
Leher 2gr/24 jam IV
Penyakit
Normal (H2)
Thorax Kronik  Drip
Normal Desease Metronidazole
Abdomen 500mg/8jam/IV
Normal

36
Ekstremitas (H2)
Akral dingin  Inj Ketorolac
(+/-) 1amp/8hr/iv
Gangren o/t  Inj Ranitidine
pedis sinistra 1amp/12hr/iv
 Paracetamol
3x500mg
 Inj. Novorapid
8-8-8 IU
 Inj. Levemir 0-
0-8
 Klindamisin
3x1
 Pletal 1x100mg
 Cilostazol
1x100 mg

R/ susul hasil
kultur darah dan
pus
R/ susul assestment
BTKV

37
BAB V
DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Definisi
Gangren diabetik adalah infeksi, Pasien TMF, laki-laki, usia 47 tahun,
ulserasi atau destruksi jaringan ikat datang dengan keluhan luka pada kaki
dalam yang berhubungan dengan kiri. Hal tersebut dirasakan sejak ±1
neuropati, penyakit vaskuler perifer bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka
pada tungkai bawah, dan infeksi. awalnya berupa benjolan yang kemudian
benjolan tersebut pecah dan
mengeluarkan darah dan nanah sehingga
terbentuk luka borok. Pasien memiliki
riwayat DM sejak 1 tahun yang lalu

38
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering • Luka bercampur nanah pada seluruh
dijumpai pada gangren diabetik kaki kiri bawah
meliputi kelainan kuku, kelainan • Pasien sulit berjalan
kulit, kelainan pergerakan, dan ulkus
gangren.

39
Anamnesa Luka pada kaki kiri sudah dialami
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien secara perlahan-lahan sejak 1
merupakan hal yang sangat penting bulan yang lalu sebelum masuk rumah
dalam pendekatan pasien dengan sakit. Luka awalnya berupa benjolan
dugaan ulkus diabetikum. Keluhan ±1cm yang terletak di telapak kaki kiri
utama pasien dengan Gangren pasien lalu kemudian benjolan tersebut
adalah luka pada kaki yang membengkak dan berubah warna dari
membentuk ulkus diabetikum stage merah menjadi sedikit membiru. Pasien
IV-V. Riwayat penyakit sebelumnya juga mengeluhkan rasa sakit dan panas
merupakan hal penting karena pada benjolan tersebut sehingga pasien
dapat diketahui faktor resiko dan sulit berjalan. Benjolan tersebut pecah
riwayat diabetes melitus dan mengeluarkan darah dan nanah
sebelumnya.Adanya riwayat diabetes sehingga terbentuk luka borok. Riwayat
melitus dalam keluarga juga demam naik turun dijumpai dan diberi
merupakan hal penting. obat penurun demam. Riwayat DM
dijumpai sejak ±1 tahun ini dan tidak
rutin kontrol. Riwayat kadar gula darah
tinggi dijumpai dengan nilai tertinggi
445mg/dL. Penurunan nafsu makan
dijumpai disertai penurunan berat badan
±10kg dalan 1 tahun ini. Riwayat
hipertensi tidak dijumpai. Riwayat
merokok, minum alkohol disangkal.
Pasien hobi mengkonsumsi makanan
dan minuman yang manis. Riwayat
keluarga pasien menderita penyakit
yang sama dijumpai pada kakak pasien.

40
Pemeriksaan Fisik Sensorium :Compos Mentis
Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda Tekanan darah : 130/90 mmHg
klinis yang klasik tidak selalu Nadi :90x/i
ditemukan. Gambaran klasikGangren Pernafasan : 24x/i
adalah jaringan nekrotik dan melalui Temperatur : 36,6°C
kriteria PEDIS (Perfusion, Extent, Ekstremitas:
Depth, Infection, Sensation) Ulcus Diabeticum grade III/IV pada
dorsum pedis sinistra digiti I-V disertai
dengan jaringan nekrotik
Akral hangat (-/+)
Oedem (+/-)

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi dan biokimia Hb: 8,2 g/dL
Merupakan penghitungan WBC, Eritrosit: 2,98 x 106/mm3
LED, C-protein reaktif, biasanya Leukosit: 14,17x 103/ mm3
digunakan untuk membantu Trombosit: 568.000/l
diagnosis. KGD Sewaktu: 230 mg/dL
Waktu Protrombin
Faktor Infeksi yang meliputi kultur xvi. Pasien : 16,5 detik

41
pus, penanda infeksi dan foto polosxvii. Kontrol : 14.00 detik
pedis. INR 1.19
APTT
Pemeriksaan Vaskular : ABI,USGxviii. Pasien : 32.5 detik
Dropler, dan arteriografi xix. Kontrol : 32.9
Waktu Trombin
Tujuan utama dari pemeriksaan xx. Pasien : 16.5 detik
penunjang adalah untuk xxi. Kontrol : 19.0
menegakkan diagnosis Ulcus Fibrinogen : 473mg/dL
Diabetikum secara cepat dan aman,
oleh karena itu kombinasi dari
hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan hematologi dan
biokimia disertai dengan kultur pus
dan pemeriksaan vaskuler merupakan
pilihan pertama dalam diagnosis.

42
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetes secara Pada pasien ini diberi tatalaksana
holistik harus meliputi beberapa berupa:
kontrol yaitu:  Tirah baring
- Mechanical control-pressure control  Diet DM 1700 kkal
- Metabolic control  IVFD Nacl 0,9% 30 gtt/i (makro)
- Educational control  Inj. Ceftriaxon 2gr/24 jam IV
- Wound control
 Drip Metronidazole 500mg/8jam/IV
- Microbiological control
 Inj Ketorolac 1amp/8hr/iv
- Infection control
 Inj Ranitidine 1amp/12hr/iv
 Paracetamol 3x500mg

 Inj. Novorapid 8-8-8 IU


 Inj. Levemir 0-0-10
 Klindamisin 3x1
 Pletal 1x100mg
 Cilostazol 1x100 mg

43
BAB VI
KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki dengan inisial T, 47 tahun, berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium didiagnosa dengan gangren
diabetikum o/t pedis sinistra + DM tipe 2 + anemia ec penyakit kronis.
Penatalaksanaan yang diberikan selama pasien dirawat yaitu tirah baring, diet DM
1700 kkal, IVFD Nacl 0,9% 30 gtt/i (makro), Inj. Ceftriaxon 2gr/24 jam IV , drip
Metronidazole 500mg/8jam/IV , Inj Ketorolac 1amp/8hr/iv , Inj Ranitidine
1amp/12hr/iv, paracetamol 3x500mg, Inj. Novorapid 8-8-8 IU, Inj. Levemir 0-0-10,
klindamisin 3x1, pletal 1x100mg, cilostazol 1x100 mg

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji, S. Kaki diabetes, diabetes melitus. Dalam: Setiati, S, et al. Buku


ajar ilmu penyakit dalam jilid VI. Jakarta : BP FKUI; 2015.
2. American Diabetes Association. Standards of Medical Care In Diabetes‐
2015. The Journal of Clinical and Applaied Research and Education.
2015: Vol. 38: Supplement 1.
3. WHO. Global report on diabetes. 2016. Accessed 2018. Available at :
http://www.who.int/diabetes/publications/grd-2016/en/.
4. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas Seventh Edition. 2015.
Accessed 2018. Available at: http://www.idf.org.
5. Purwanti, O.S. Analisis Faktor-faktor risiko terjadi ulkus kaki pada pasien
diabetes melitus di RSUD Dr. Moewardi. Tesis. 2013. FIK:UI.
6. Permadani, A. D. Hubungan tingkat pengetahuan tentang ulkus kak
diabetik dengan pencegahan terjadinya ulku kaki diabetik pada pasien
diabetes melitus di rumah sakit dokter Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Skripsi. 2017. FIK: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
7. Perkeni. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia 2015. Jakarta. PB PERKENI. 2015.
8. Dorland, W. A. N. Kamus kedokteran dorlan. Edisi ke-31. Jakarta : EGC;
2012.
9. Rina, Rina (2015) Faktor-Faktor Risiko Kejadian Kaki Diabetik Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Tesis. 2015. Universitas Diponegoro
10. Kartika, R. W. Pengelolaan gangren kaki diabetik. IDI . 2017: Vol. 44:
No. 1
11. Wahyuni, Sri. Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro, Kadar Gula
Darah dan Perkembangan Kesembuhan Luka Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II Dengan Komplikasi Gangren di Bangsal Melati 1 RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Tesis. 2008.
12. Priantono, D., Sulistianingsih, D.P. Kaki diabetik. Dalam: Tanto, C, et al.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta : media aesculapius; 2014.

45

Anda mungkin juga menyukai