Anda di halaman 1dari 29

FIQIH MUNAKAHAT

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

oleh

1. M. Dava Pratama 20190420262


2. Syahrul Imawan Ssuandi 20190420263

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur alhamdulillah penulis ucapkan


kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan,
kesempatan serta pengetahuan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah yang berjudul “Fiqih
munakahat”. Sholawat serta salam kita haturkan kepada junjungan agung Nabi
Besar Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan
pedoman kepada kita jalan yang sebenar-benarnya jalan berupa ajaran agama
islam yang begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
Dalam kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Yang mengampu mata kuliah ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Mata
Kuliah ini masih memiliki banyak sekali kekurangan di dalamnya, sehingga dalam
kesempatan kali ini juga penulis bermaksud untuk meminta saran dan masukan
dari semua pihak demi terciptanya Makalah yang lebih baik lagi. Penulis juga
berharap agar Tugas Mata Kuliah yang telah penulis susun ini bisa bermanfaat
bagi rekan-rekan mahasiswa dan para pembaca.

Yogyakarta, 10 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan Makalah........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

A. Pengertian dan Hukum Pernikahan............................................................ 3

B. Urgensi menikah dalam agama.................................................................. 5


C. Rukun dan Syarat Sah Nikah dalam Agama Islam................................... 6
D. Talaq dan Iddah........................................................................................ 9
E. Poligami...................................................................................................
20

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 24

A. Saran............................................................................................................. 24
B. Kesimpulan..................................................................................................
24

Daftar Pustaka................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan,
ada lelaki ada perempuan, salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang
biak yang bertujuan untuk meneruskan generasi atau melanjutkan keturunan.
Oleh sebab itu Allah SWT memberikan manusia karunia berupa pernikahan
untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan
melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi
sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang
dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam
menjadikan lembaga pernikahan,agar lahir keturunan secara terhormat, maka
pernikahan adalah satu hal yang wajar jika  dikatakan sebagai suatu peristiwa
dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
Adapun makalah ini akan membahas mengenai pengertian dan hukum
pernikahan, urgensi menikah dalam agama, syarat dan rukun pernikahan, Talaq dan
idah

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari menikah?

2. Apa Dasar Hukum pernikahan?

3. Apa syarat dan rukun dalam pernikah?

4. Bagaimana kedudukan hukum talak dalam islam?

C. Tujuan Penulisan Masalah

1. Mengetahui pengertian dari pernikahan dalam islam

1
2. Mengetahui dasar hukum menikah dalam islam.

3. Mengetahui urgensi menikah dalam agama islam.

4. Mengetahui pengertian, syarat, dan kedudukan hukum talak dalam islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian dan Hukum Pernikahan


a. Pengertian Pernikahan
Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah menurut bahasa Indonesia
berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syariat, nikah artinyaPerjanjian (akad)
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrimnya untuk
membangun rumah tangga dan dengan pernikahan dapat menghalalkan hubungan
kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia
yang diridhoi oleh Allah SWT. Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974, pengertian pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami-istri untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan
oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.
Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam
penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina.

b. Hukum Pernikahan

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang
artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan
pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya
pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan
juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan
oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

3
-       Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun
dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

·         Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal
kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak
segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera
menikah

·         Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak

·         Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak
dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti
secara materiil.

4
B. Urgensi menikah dalam agama

Dalam pandangan islam, pernikahan merupakan salah satu bagian


kesempurnaan keagamaan seseorang. Meskipun orang itu sukses dalam hal
duniawi, memiliki pangkat dan jabatan. namun bila belum menikah, maka orang
tersebut belum menjalani separuh kewajiban agama.

Islam tidak menganjurkan kepada kita untuk hidup membujang karena


menikah adalah suatu yang sangat urgen dalam kehidupan. Allah SWT. Telah
berfirman dalam QS. An- Nur ayat 32 yang artinya:

“ Dan nikahlah kalian orang orang yang masih membujang diantara kamu,
dan juga orang orang yang layak (menikah) dari hamba - hamba sahayamu yang
laki laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia- Nya. Dan Allah Maha luas (pemberi Nya), Maha
mengetahui”

Begitu pentingnya anjuran menikah, ketika orang yang tidak punya apa apa
(miskin) Allah menjamin akan memberi kemampuan dengan karunia Nya
(mencukupi). Akan tetapi tidak sedikit orang yang masih ragu, untuk melakukan
pernikahan dengan berbagai alasan. Dalam sebuah hadits dikatakan ada tiga
golongan yang akan ditolong oleh Allah SWT.

“Dari abi hurairah, bahwasanya Rasullah SAW. Bersabda: Tiga golongan


yang Allah pasti akan menolong mereka: budak yang hendak menebus dirinya,
seorang yang menikah dengan tujuan menjaga kehormatannya dari prkara yang
diharamkan, dan seorang yang berjihad di jalan Allah.”

5
Setelah kita mengetahui tiga golongan tersebut maka janganlah kita takut dan
ragu untuk menikah karena Allah akan mencukupi segalanya.

C. Rukun dan Syarat Sah Nikah dalam Agama Islam

Menikah, suatu ibadah yang tertera di al-Quran merupakan bersatunya dua


insan antara satu laki-laki dan satu perempuan dalam janji suci. Karena menikah
bukanlah hal yang mudah, di mana kamu memulai kehidupanmu yang baru
bersamanya sampai maut memisahkan.
Dalam pernikahan terdapat rukun dan syarat sah nikah, hal ini yang harus ada.
Apabila salah satunya nggak ada, maka pernikahan dianggap nggak sah di mata
agama. Bagimu yang berencana untuk membangun bahtera rumah tangga bersama
pasangan, berikut adalah rukun dan syarat sah nikah. 

1. Ada mempelai laki-lakibridestory.com/ Speculo

W Sejatinya pernikahan dimulai pada saat akad nikah dilaksanakan.


Bagaimana bisa akan akan berlangsung jika mempelai laki-lakinya nggak ada.
Akad juga nggak bisa diwakilkan karena pada saat berlangsungnya akad juga
merupakan proses penyerahan tanggung jawab wali mempelai perempuan ke
mempelai laki-laki.

2. Ada mempelai perempuanbridestory.com/ Specu

lo We Pada syariat Islam, disebutkan juga sahnya pernikahan saat ada mempelai
perempuan yang halal untuk dinikahi. Seorang laki-laki dilarang untuk
memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi. Haram untuk dinikahi di
antaranya, pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.

3. Ada wali nikah bagi perempuan

6
Selain ada mempelai laki-laki dan perempuan, juga diperlukan wali nikah.
Wali merupakan orangtua mempelai perempuan baik ayah, kakek, ataupun
saudara dari garis keturunan ayah. Jika diurutkan yang berhak menjadi wali di
antaranya ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung (kakak atau
adik), saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah (pakde atau om), anak laki-
laki dari saudara kandung ayah.

4. Ada saksi nikah 2 orang laki-laki

Dibutuhkan dua saksi nikah laki-laki yang mempunyai enam persyaratan,


yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Dua orang saksi ini dapat
diwakilkan oleh pihak keluarga, tetangga ataupun orang yang dapat dipercaya
untuk menjadi seorang saksi. Jika nggak ada saksi maka pernikahan tersebut
nggak sah di mata hukum dan agama.

5. Ijab dan qabul

Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan
penghulu, wali dan saksi. Saat kalimat “saya terima nikahnya”, maka dalam waktu
bersamaan dua mempelai laki-laki dan perempuan sah untuk menjadi sepasang
suami istri. Pada rukun nikah ini harus dipenuhi semuanya dan nggak bisa ditawar
lagi.

Syarat Pernikahan

1. Beragama Islam bagi pengantin laki-laki

Bri Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai
laki-laki dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika

7
seorang muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan
qabul secara Islam.

2. Bukan laki-laki mahrom bagi calon istridestory.com/ Antiji

tt Pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang


nggak mempunyai ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai
perempuan merupakan mahrom mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena
itu mengecek riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya pernikahan.

3. Mengetahui wali akad nikah

Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi


seorang laki-laki, mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan.
Apabila ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh
kakeknya. Pada syariat Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam
sebuah pernikahan.

Walaupun diperkenankan, penggunaan wali hakim ini juga nggak sembarangan.


Karena ada seorang ayah yang nggak diperkenankan menjadi wali anaknya
sendiri. Tetapi ada pula meskipun nggak serumah tetapi seorang ayah berhak
menjadi seorang wali bagi mempelai perempuan. 

4. Tidak sedang melaksanakan haji

Brid Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan.
Akan tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk
melakukan pernikahan. Seperti yang tertera dalam hadist berikut:

“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh


dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim no. 3432)

5. Tidak karena paksaan

8
Brid Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh
karena itu pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua
mempelai untuk hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan
pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai
untuk memulai hidup bersama.

D. Talaq dan Iddah

Pengertian Talak, Talak diambil dari kata  ithlaq, artinya melepaskan


atau irsal artinya memutuskan atau  tarkun artinya meninggalkan,
firaakun artinya perpisahan. Dalam istilah agama islam, talak adalah melepaskan 
hubungan perkawinan atau bubarnya perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum
Islam, talak adalah ikrar suami  dihadapan sidang Pengadilan Agama karena suatu
sebab tertentu. Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan  sehingga setelah
hilangnya ikatan perkawinan  itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini
terjadi dalam hal talak ba’in. Adapun arti mengurangi melepaskan ikatan
perkawinan adalah berkurangnya jumlah jatuhnya talak yang satu menjadi hak
suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang
hak talak itu, yaitu dalam talak raj’i.
Syarat-syarat talak
Suami yang dapat melakukan talak harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Pihak yang menjatuhkan talak (Suami)

 Baligh. Ulama bersepakat bahwa suami  yang diperbolehkan menjatuhkan


talak atau menceraikan istrinya  adalah orang yang baligh dan berdasarkan
pilihan sendiri.

 Berakal sehat. Orang yang sedang sakit atau orang gila tidak sah
menjatuhkan talak kepada isterinya.
 Khiyar. Tidak ada unsur paksaan dalam menjatuhkan talak.

2. Pihak yang terkena Talak (istri)


1. Istri itu masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Seperti istri
yang masih menjalani masa iddah talak raj’i.

9
2. Kedudukan istri yang ditalak  harus berdasarkan  akad perkawinan  yang
sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang bathil, seperti akad nikah
terhadap perempuan dalam masa iddah-nya atau akad nikah dengan
perempuan saudara istrinya (mengadu dua perempuan yang bersaudara
atau akad nikah dengan anak tiri itu berada dalam pemeliharaannya, talak
yang demikian tidak dianggap ada.

Ditinjau dari ucapan suami, talak terbagi menjadi dua bagian:

1. Talak Sharih, yaitu talak yang diucapkan dengan jelas sehingga ucapan
tersebut tidak bisa diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian,
seperti”Aku talak engkau atau aku cerai engkau”.
2. Talak Kinayah, yaitu ucapan talak yang diucapkan dengan kata-kata yang
secara tidak langsung/tersurat atau melalui sindiran, kata-kata tersebut
dapat diartikan lain, seperti “pulanglah kamu” dan sebagainya. Menurut
Maliki, kata-kata kinayah itu ada dua jenis.

1. Kinayah Dhahiriyah

Yaitu kata-kata yang mengarah pada talak. Kata-kata yang dhahir, misalnya
ucapan suami kepada istrinya, “kamu tidak bersuami lagi, ber iddah kamu”. Yang
dimaksud dengan niat atas kehendak sendiri adalah talak bukan dalam keaadaan
terpaksa, kehilangan kesadaran atau mabuk.
2. Kinayah Muhtamilah

Yaitu sindiran yang mengandung arti talak. Contohnya, “Aku tidak mau
melihatmu lagi”, batasan antara sindiran yang dhahir dan yang  muhtamilah

10
sangatlah tipis sehingga kadang-kadang sulit untuk dipisahkan. Ditinjau dari masa
berlakunya, talak dibagi menjadi dua:

1. Berlaku seketika, yaitu ucapan suami kepada istri dengan kata-kata talak
yang tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Artinya, ada
kekuatan hukum setelah selesai mengucapakan kata-kata talak, seperti
“Engkau tertalak langsung.” Maka talak berlaku seketika.

2. Berlaku untuk waktu tertentu, artinya ucapan talak digantungkan pada


waktu tertentu atau pada perbuatan istri, seperti “Engkau tertalak jika
engkau pergi kerumah seorang”.

Macam-macam Talak

Secara garis besar, ditinjau dari boleh dan tidaknya rujuk, talak dapat dibagi
menjadi dua macam.

1. Talak Raj’i

Talak raj’i adalah talak ketika suami masih mempunyai hak untuk


merujuk atau talak  yang masih memungkinkan bagi suami untuk kembali
kepada istrinya tanpa akad nikah baru. Talak pertama dan kedua yang
dijatuhkan suami terhadap istri  yang sudah pernah dicampuri dan bukan atas
permintaan istri yang disertai tebusan (‘iwad), selama masih dalam masa iddah
disebut juga talak raj’i. Dengan demikian, apabila seorang suami menjatuhkan
talak pertama atas istri suami dapat merujuknya tanpa harus melakukan akad
nikah baru selama masa iddah-nya belum habis. Talak raj’i terjadi hanya pada
talak pertama dan talak kedua berdasarkan firman Allah SWT.

‫ا‬Gَ‫ ْيئًا إِاَّل أَ ْن يَخَ اف‬G‫ْري ٌح بِإِحْ َسا ٍن ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َش‬ ِ ‫ُوف أَوْ تَس‬ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ُ ‫الطَّاَل‬
ٌ ‫ق َم َّرتَا ِن ۖ فَإ ِ ْم َسا‬
ۚ ‫دُوهَا‬Gَ‫ دُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْعت‬G‫ك ُح‬ َ G‫ ِه ۗ تِ ْل‬Gِ‫َت ب‬
ْ ‫د‬Gَ‫أَاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ ۖ فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفت‬
َ‫َو َم ْن يَتَ َع َّد ُحدُو َد هَّللا ِ فَأُو ٰلَئِكَ هُ ُم الظَّالِ ُمون‬

11
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. " (QS. Al-Baqarah ayat 229). 

2. Talak Ba’in

Talak ba’in adalah talak yang tidak memungkinkan suaminya untuk


rujuk kepada istrinya, kecuali dengan melakukan akad nikah baru. Talak
ba’in ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

1. Talak Ba’in Sughra (kecil), yaitu talak satu atau dua yang dijatuhkan
kepada istri yang belum pernah dicampuri, talak satu atau dua yang
dilakukan atas permintaan seorang istri dengan membayar tebuasan
(‘iwadh), atau talak satu atau dua yang dijatuhkan kepada istriyang pernah
dicampuri bukan atas permintaan  dan tidak membayar (‘iwadh) setelah
massa iddahnya habis.

2. Talak Ba’in Kubra (besar), yaitu talak yang dijatuhkan sebanyak tiga kali.
Suami yang telah menjatuhkan talak tiga kali tidak boleh rujuk  kepada
istrinya kecuali istrinya tersebut telah melakukan pernikahan  dengan laki-
laki lain telah melakukan hubungan jima’ dengan suami baru, kemudian
terjadi perceraian dalam perceraian baru itu tidak boleh  direncanakan
sebelumnya. Dengan kata lain, suami yang telah menjatuhkan talak tiga
kali terhadap istrinya, tiba-tiba dia menyesal, tidak boleh meminta orang
lain untuk menikahi istrinya itu, dengan meminta setelah beberapa waktu 
menggaulinya  kemudian menceraikannya. 

12
Ditinjau dari benar dan tidaknya talak, para ulama membaginya menjadi beberapa
macam:

1. Talak Sunni 

Yaitu talak yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dan petunjuk yang ada
dalam syariat islam, yaitu dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dikatakan
talak sunni jika memenuhi empat syarat berikut:

 Istri yang ditalak sudah pernah digauli.

 Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam
keadaan tidak haid.

 Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keaadaan suci, baik di


permulaan, di pertengahan, maupun diakhir suci.

 Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci.

2. Talak bid’iy

Yaitu talak yang dijatuhkan menyimpang dari tuntunan dan tatanan


syariat islam.

 Talak yang dijatuhkan sekaligus.

 Talak yang dijatuhkan ketika istri sedang hamil.

 Talak yang dijatuhkan ketika istri sedang haid.

3. Talak la sunni wa la bad’iy

Yakni talak yang tidak termasuk talak sunni dan bukan talak bid’iy,
yaitu:

13
 Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah digauli.

 Talak yang dilakukan kepada istri yang belum pernah haid atau
menopause.

 Talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil. 

Hukum Talak

Dilihat dari sisi kemaslahatan dan kemudaratannya hukum talak ada lima (5):

1. Wajib, yaitu talak yang dijatuhkan oleh pihak hakim (penengah) karena
perpecahan antara suami dan istri yang tidak mungkin disatukan kembali
dan talak adalah jalan satu-satunya.

2. Makruh, yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.

3. Mubah, yaitu talak yang dilakukan karena adanya kebutuhan. Misalnya,


karena buruknya akhlak istri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya
mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

4. Sunnah, yaitu talak yang dilakukan ketika istri mengabaikan hak-hak


Allah SWT. Yang telah diwajibkan kepadanya. Misalnya, shalat, zakat,
puasa dan kewajiban lainnya, sedangkan suami juga tidak mampu 
memaksanya atau istrinya sudah tidak lagi mampu menjaga  kehormatan
dirinya.

5. Mazhur (terlarang), yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid.
Sesuai dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 1.

Talak yang bertentangan dengan syariat :

Terdapat 3 jenis talak yang bertentangan dengan syari'at islam, yaitu sebagai
berikut: 

1. Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika haid atau nifas.

14
2. Jika seorang suami menceraikan istrinya dalam keadaan suci, ia telah
menyetubuhinya pada masa suci tersebut.

3. Seorang suami menjatuhkan talak tiga kepada istrinya sekaligus.

IDDAH

1. Pengertian Iddah
Iddah diambil dari kata al-adddan al-ihshâ,yaitu sesuatu yang
dihitungoleh perempuan.Iddah adalah sebutan dari masa bagi
perempuan untuk menunggu dan mencegahnya untuk menikah setelah
suaminya wafat atau
setelah berpisah dengannya. Kemudian karena sebab-sebab itu, maka
masa iddah-nya terhitung.Firman Allah Swt.,

G‫ ي‬Gِ‫ ف‬Gُ ‫ هَّللا‬G‫ق‬ َ GGَ‫ ل‬G‫خ‬Gَ G‫ ا‬GG‫ َم‬G‫ن‬Gَ G‫ ْم‬Gُ‫ ت‬G‫ ْك‬Gَ‫ ي‬G‫ن‬Gْ Gَ‫ن أ‬
َّG Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬GُّG‫ ل‬G‫ ِح‬Gَ‫ اَل ي‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ٍء‬G‫ و‬G‫ ُر‬GGُ‫ ق‬Gَ‫ ة‬Gَ‫ اَل ث‬Gَ‫َّ ث‬G‫ ن‬G‫ ِه‬G‫ ِس‬Gُ‫ ف‬G‫ ْن‬Gَ‫ أ‬Gِ‫ ب‬G‫ن‬Gَ G‫ص‬ َ G‫ ُم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫و‬Gَ
Gُ G‫ ا‬Gَ‫َّ ق‬G‫ ل‬G‫ط‬
Gْ َّG‫ ب‬G‫ر‬Gَ Gَ‫ ت‬Gَ‫ ي‬G‫ت‬
G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫ك‬َ GGGِ‫ ل‬G‫ َذ‬Gٰ G‫ ي‬Gِ‫َّ ف‬G‫ ن‬G‫ ِه‬GِّG‫ د‬G‫ر‬Gَ GGGِ‫ ب‬G‫ق‬ ُّ GGG‫ َح‬Gَ‫َّ أ‬G‫ ن‬Gُ‫ ه‬Gُ‫ ت‬Gَ‫ل‬G‫ و‬GGُG‫ ع‬Gُ‫ ب‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ِر‬GGG‫آْل ِخ‬G‫ ا‬G‫م‬Gِ G‫و‬Gْ GGGَ‫ ي‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫ َو‬Gِ ‫هَّلل‬G‫ ا‬Gِ‫َّ ب‬G‫ ن‬G‫ ِم‬G‫ؤ‬Gْ GGُG‫ن ي‬ َّG G‫ ُك‬G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫ن‬ َّ G‫ ِه‬G‫ ِم‬G‫ ا‬GGG‫ َح‬G‫ر‬Gْ Gَ‫أ‬
Gُ ‫ هَّللا‬G‫ َو‬Gۗ Gٌ‫ ة‬GGG‫ َج‬G‫ر‬Gَ G‫َّ َد‬G‫ ن‬G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ل‬Gِ G‫ ا‬GGG‫ َج‬GِّG‫ر‬G‫ ل‬Gِ‫ ل‬G‫ َو‬Gۚ G‫ف‬ Gِ G‫ و‬G‫ر‬Gُ G‫ ْع‬G‫ َم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬GGGِ‫ ب‬G‫ن‬
َّ G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ ي‬G‫َّ ِذ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫ ُل‬GGG‫ ْث‬G‫ن ِم‬ َّG Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ا‬G‫ اَل ًح‬GG‫ص‬G Gْ Gِ‫ إ‬G‫ا‬G‫ و‬G‫ ُد‬G‫ ا‬G‫ َر‬Gَ‫أ‬
Gٌ‫م‬G‫ ي‬G‫ ِك‬G‫ َح‬G‫ ٌز‬G‫ ي‬G‫ ِز‬G‫َع‬

Artinya “ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri


(menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al-Baqarah: 228).

2. Perhitungan Iddah
Masa iddah dimulai setelah terjadinya tiga perkara:18 talak, fasakh atau
kematian. Adapun perhitungan „iddah bagi seorang perempuan yang telah
berpisah dari suaminya:

15
1.) Iddah wanita yang belum disetubuhi, maka tidak ada iddah baginya.
Firman Allah Swt.: Surah Al-Azhab [33]: 49.

َّG Gُ‫ه‬G‫ و‬GGُّ‫ س‬G‫ َم‬Gَ‫ ت‬G‫ن‬Gْ Gَ‫ أ‬G‫ل‬Gِ GG‫ ْب‬Gَ‫ ق‬G‫ن‬Gْ G‫ ِم‬G‫ن‬
G‫ ْم‬G‫ ُك‬Gَ‫ ل‬G‫ ا‬GG‫ َم‬Gَ‫ن ف‬ َّ Gُ‫ه‬G‫ و‬GG‫ ُم‬Gُ‫ ت‬G‫َّ ْق‬G‫ ل‬G‫ط‬ ِ G‫ ا‬GGَ‫ ن‬G‫ ِم‬G‫ؤ‬Gْ G‫ ُم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫ ُم‬Gُ‫ ت‬G‫ح‬Gْ G‫ َك‬Gَ‫ ن‬G‫ ا‬G‫ َذ‬Gِ‫ إ‬G‫ا‬G‫ و‬GGُ‫ ن‬G‫ َم‬G‫ آ‬G‫ن‬Gَ G‫ ي‬G‫َّ ِذ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫ ا‬Gَ‫ ه‬GُّG‫ ي‬Gَ‫ أ‬G‫ا‬
َ َّG‫ م‬Gُ‫ ث‬G‫ت‬
‫اًل‬G‫ ي‬G‫ ِم‬G‫ َج‬G‫ ا‬G‫ ًح‬G‫ ا‬G‫ر‬Gَ G‫ن َس‬ َّG Gُ‫ه‬G‫ و‬G‫ ُح‬GِّG‫ ر‬G‫ َس‬G‫و‬Gَ َّG‫ ن‬Gُ‫ه‬G‫ و‬G‫ ُع‬Gِّ‫ ت‬G‫ َم‬Gَ‫ ف‬Gۖ G‫ ا‬Gَ‫ ه‬Gَ‫ن‬G‫ و‬G‫ ُّد‬Gَ‫ ت‬G‫ ْع‬Gَ‫ ت‬G‫َّ ٍة‬G‫ د‬G‫ ِع‬G‫ن‬Gْ G‫ن ِم‬ َّG G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫َع‬

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-


perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.

2.) Iddah wanita yang haid adalah tiga kali „quru. Firman Allah Swt.:
Surah Al Baqarah [2]: 228.

G‫ ي‬Gِ‫ ف‬Gُ ‫ هَّللا‬G‫ق‬ َ GGَ‫ ل‬G‫خ‬Gَ G‫ ا‬GG‫ َم‬G‫ن‬Gَ G‫ ْم‬Gُ‫ ت‬G‫ ْك‬Gَ‫ ي‬G‫ن‬Gْ Gَ‫ن أ‬
َّG Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬GُّG‫ ل‬G‫ ِح‬Gَ‫ اَل ي‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ٍء‬G‫ و‬G‫ ُر‬GGُ‫ ق‬Gَ‫ ة‬Gَ‫ اَل ث‬Gَ‫َّ ث‬G‫ ن‬G‫ ِه‬G‫ ِس‬Gُ‫ ف‬G‫ ْن‬Gَ‫ أ‬Gِ‫ ب‬G‫ن‬Gَ G‫ص‬ Gُ G‫ ا‬Gَ‫َّ ق‬G‫ ل‬Gَ‫ ط‬G‫ ُم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫و‬Gَ
Gْ َّG‫ ب‬G‫ر‬Gَ Gَ‫ ت‬Gَ‫ ي‬G‫ت‬
G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫ك‬َ GGGِ‫ ل‬G‫ َذ‬Gٰ G‫ ي‬Gِ‫َّ ف‬G‫ ن‬G‫ ِه‬GِّG‫ د‬G‫ر‬Gَ GGGِ‫ ب‬G‫ق‬ ُّ GGG‫ َح‬Gَ‫َّ أ‬G‫ ن‬Gُ‫ ه‬Gُ‫ ت‬Gَ‫ل‬G‫ و‬GGُG‫ ع‬Gُ‫ ب‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ِر‬GGG‫آْل ِخ‬G‫ ا‬G‫م‬Gِ G‫و‬Gْ GGGَ‫ ي‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫ َو‬Gِ ‫هَّلل‬G‫ ا‬Gِ‫َّ ب‬G‫ ن‬G‫ ِم‬G‫ؤ‬Gْ GGُG‫ن ي‬ َّG G‫ ُك‬G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫ن‬ َّ G‫ ِه‬G‫ ِم‬G‫ ا‬GGG‫ َح‬G‫ر‬Gْ Gَ‫أ‬
Gُ ‫ هَّللا‬G‫ َو‬Gۗ Gٌ‫ ة‬GGG‫ َج‬G‫ر‬Gَ G‫َّ َد‬G‫ ن‬G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ل‬Gِ G‫ ا‬GGG‫ َج‬GِّG‫ر‬G‫ ل‬Gِ‫ ل‬G‫ َو‬Gۚ G‫ف‬ Gِ G‫ و‬G‫ر‬Gُ G‫ ْع‬G‫ َم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬GGGِ‫ ب‬G‫ن‬
َّ G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ ي‬G‫َّ ِذ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫ ُل‬GGG‫ ْث‬G‫ن ِم‬ َّG Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ َو‬Gۚ G‫ ا‬G‫ اَل ًح‬GG‫ص‬G Gْ Gِ‫ إ‬G‫ا‬G‫ و‬G‫ ُد‬G‫ ا‬G‫ َر‬Gَ‫أ‬
Gٌ‫م‬G‫ ي‬G‫ ِك‬G‫ َح‬G‫ ٌز‬G‫ ي‬G‫ ِز‬G‫َع‬

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali


quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.

3.) Iddah wanita yang tidak haid adalah tiga bulan. Firman Allah Swt.:
Surah Ath Thalaq [65]: 4.

16
G‫ ْم‬Gَ‫ ل‬G‫ ي‬Gِ‫اَّل ئ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫و‬Gَ G‫ ٍر‬Gُ‫ ه‬GG‫ش‬G Gْ Gَ‫ أ‬Gُ‫ ة‬GGGَ‫ اَل ث‬Gَ‫َّ ث‬G‫ ن‬Gُ‫ ه‬Gُ‫َّ ت‬G‫ د‬GGG‫ ِع‬Gَ‫ ف‬G‫ ْم‬Gُ‫ ت‬G‫ ْب‬Gَ‫ ت‬G‫ر‬Gْ G‫ ا‬G‫ ِن‬Gِ‫ إ‬G‫ ْم‬G‫ ُك‬Gِ‫ئ‬G‫ ا‬GG‫س‬G
Gَ Gِ‫ ن‬G‫ن‬Gْ G‫ ِم‬G‫ض‬ ِ G‫ ي‬G‫ ِح‬G‫ َم‬G‫ ْل‬G‫ ا‬G‫ن‬Gَ G‫ ِم‬G‫ن‬Gَ GG‫س‬G Gْ Gِ‫ ئ‬Gَ‫ ي‬G‫ ي‬Gِ‫اَّل ئ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫و‬Gَ
Gِ‫ ه‬G‫ ِر‬GGG‫ ْم‬Gَ‫ أ‬G‫ن‬Gْ G‫ ِم‬Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ل‬Gْ G‫ َع‬G‫ج‬Gْ Gَ‫ ي‬Gَ ‫ هَّللا‬G‫ق‬ِ َّG‫ ت‬Gَ‫ ي‬G‫ن‬Gْ G‫ َم‬G‫ َو‬Gۚ ‫ن‬ َّG Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ ْم‬G‫ َح‬G‫ن‬Gَ G‫ ْع‬G‫ض‬ َ Gَ‫ ي‬G‫ن‬Gْ Gَ‫ن أ‬ Gُ ‫اَل‬G‫ و‬Gُ‫ أ‬G‫و‬Gَ Gۚ G‫ن‬Gَ G‫ض‬
َّG Gُ‫ ه‬Gُ‫ ل‬G‫ج‬Gَ Gَ‫ أ‬G‫ل‬Gِ G‫ ا‬G‫ َم‬G‫ح‬Gْ Gَ ‫أْل‬G‫ ا‬G‫ت‬ Gْ G‫ح‬Gِ Gَ‫ي‬
G‫ ا‬G‫ ًر‬G‫ ْس‬Gُ‫ي‬

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di


antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang
hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

4.) Iddah wanita yang masih haid tapi tidak terlihat haid adalah selama
setahun. Syafi‟i berkata, “Hal ini yang diputuskan oleh Umar bin Khattab
r.a. kepada Muhajirin dan Anshar. Tidak ada satupun dari mereka yang
membantah keputusan Umar bin Khattab r.a. ini.”

5.) Iddah wanita dalam keadaan hamil adalah hingga melahirkan.20


Firman Allah Swt.: Surah Ath Thalaq [65]: 4.

Gَ Gَ‫ ي‬G‫ن‬Gْ Gَ‫ن أ‬


َّG‫ ن‬Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ ْم‬G‫ َح‬G‫ن‬Gَ G‫ع‬Gْ G‫ض‬ Gُ ‫اَل‬G‫ و‬Gُ‫ أ‬G‫ۚ َو‬
َّG Gُ‫ ه‬Gُ‫ ل‬G‫ َج‬Gَ‫ أ‬G‫ ِل‬G‫ ا‬G‫ َم‬G‫ح‬Gْ Gَ ‫أْل‬G‫ ا‬G‫ت‬

…….dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka


itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.

6.) Iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah selama 4


bulan 10 hari. Firman Allah Swt.: Surah Al Baqarah [2]: 234.

G‫ ا‬G‫ ًر‬G‫ ْش‬G‫ َع‬G‫ َو‬G‫ ٍر‬Gُ‫ ه‬G‫ ْش‬Gَ‫ أ‬Gَ‫ ة‬G‫ َع‬Gَ‫ ب‬G‫ر‬Gْ Gَ‫َّ أ‬G‫ ن‬G‫ ِه‬G‫ ِس‬Gُ‫ ف‬G‫ ْن‬Gَ‫ أ‬Gِ‫ ب‬G‫ن‬Gَ G‫ص‬
Gْ َّG‫ ب‬G‫ر‬Gَ Gَ‫ ت‬Gَ‫ ي‬G‫ ا‬G‫ ًج‬G‫ ا‬G‫ َو‬G‫ز‬Gْ Gَ‫ أ‬G‫ن‬Gَ G‫ و‬G‫ ُر‬G‫ َذ‬Gَ‫ ي‬G‫ َو‬G‫ ْم‬G‫ ُك‬G‫ ْن‬G‫ ِم‬G‫ن‬Gَ G‫و‬Gْ َّG‫ ف‬G‫ َو‬Gَ‫ ت‬Gُ‫ ي‬G‫ن‬Gَ G‫ ي‬G‫َّ ِذ‬G‫ل‬G‫ ا‬G‫و‬Gَ

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan


meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.

17
7.) Iddah wanita istihadah adalah sama dengan kebiasaan haidnya.
Namun apabila tergolong wanita yang menopause maka „iddah-nya akan
berakhir setelah melewati masa tiga bulan.

3. Hak dan Kewajiban Perempuan dalam masa Iddah

Allah mewajibkan „iddah bagi wanita muslimah demi melindungi


kehormatan keluarga serta menjaga dari perpecahan dan pencampuran nasab. Hal
ini merupakan ibadah karena merupakan wujud pelaksanaan perintah Allah Swt.
terhadap muslimah-muslimah dimuka bumi. Islam sangat hati-hati menjaga
martabat perkawinan, serta mengajarkan untuk menghormati ikatan perkawinan.
Sebagaimana ikatan perkawinan tidak terlaksana kecuali adanya wali dan saksi,
maka ikatannya juga tidak terlepas kecuali dengan menunggu dalam jangka waktu
yang lama. Adapun hikmah dari menjalankan „iddah bagi seorang perempuan
yang telah berpisah dari suaminya:

1) Mengetahui kebebasan rahim dari pencampuran nasab.

2) Memberi kesempatan dan peluang kepada suami dan istri yang telah bercerai
untuk rujuk kembali memperbaiki hubungan (dalam talak raj‟i). Merupakan
bentuk kasih sayang Allah Swt. kepada hamba-Nya dengan menyadari bahwa
selama masa menunggu itu orang akan sadar betapa nikmat hidup berkeluarga dan
betapa meruginya hidup sendirian.

3) Menghormati almarhum suami yang meninggal, bila „iddah-nya ditinggal mati


oleh suami.

4) Menjunjung tinggi pernikahan. „Iddah dapat dimanfaatkan untuk menghimpun


orang-orang arif lalu mengompromikan permasalahan dan memberikan tempo
untuk berpikir panjang. Jika tidak demikian, pernikahan tidak ubahnya seperti
permainan anak-anak disusun dengan cepat dan dirusak dengan cepat pula.

4. Larangan dalam Masa Iddah

18
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa istri yang sedang menjalani masa „iddah
berkewajiban untuk menetap di rumah dimana dia dahulu tinggal bersama sang
suami sampai selesai masa „iddahnya dan tidak diperbolehkan baginya keluar dari
rumah tersebut. Sedangkan si suami juga tidak boleh mengeluarkan ia dari
rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surat al-Thalak ayat
pertama. Seandanya terjadi perceraian diantara mereka berdua, sedang istrinya
tidak berada di rumah dimana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga,
maka si istri wajib kembali kepada suaminya untuk sekedar suaminya
mengetahuinya dimana ia berada. Ulama fiqh mengemukakan bahwa ada
beberapa larangan bagi perempuan yang sedang menjalani masa „iddahnya antara
lain:

1) Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan


maupun melalui sindiran, akan tetapi untuk wanita yang menjalani „iddah
kematian suami pinangan dapat dilakukan secara sindiran.

2) Dilarang keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain Mazhab Hanbali


sepakat menyatakan bahwa perempuan yang menjalani „iddah dilarang keluar
rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, akan tetapi Ulama‟ Mazhab
Hanbali berpendapat bahwa wanita yang dicerai baik cerai hidup maupun cerai
mati boleh keluar rumah.

3) Al-Ahdad artinya membatasi diri. Yang dimaksud dengan membatasi


diri disini ialah larangan memakai perhiasan yang bermewah-mewah dan wangi-
wangian.

5. Hak-hak Istri dalam masa ‘Iddah

Fuqaha sependapat bahwa istri yang sedang ber‟iddah bak talak raj‟i
maupun hamil memperoleh nafkah dan tempat tinggal31, berdasarkan firman
Allah:

19
َّ G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ا‬G‫ و‬Gُ‫ ق‬GِّG‫ ي‬GG‫ض‬G
G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫ َو‬Gۚ G‫ن‬ Gَ Gُ‫ ت‬Gِ‫ن ل‬ Gَ Gُ‫ اَل ت‬G‫و‬Gَ G‫ ْم‬G‫ ُك‬G‫ ِد‬GGْG‫ ج‬G‫ ُو‬G‫ن‬Gْ G‫ ِم‬G‫ ْم‬Gُ‫ ت‬G‫ ْن‬G‫ َك‬G G‫ َس‬G‫ث‬
َّG Gُ‫ه‬G‫ و‬GُّG‫ر‬G‫ ا‬GG‫ض‬G Gُ G‫ ْي‬G‫ح‬Gَ G‫ن‬Gْ G‫ن ِم‬َّG Gُ‫ه‬G‫ و‬Gُ‫ ن‬G‫ ِك‬G‫ ْس‬Gَ‫أ‬
َّG‫ ن‬Gُ‫ه‬G‫ و‬Gُ‫ت‬G‫ آ‬GGGGَ‫ ف‬G‫ ْم‬G‫ ُك‬Gَ‫ ل‬G‫ن‬Gَ G‫ ْع‬GGG‫ض‬ Gَ G‫ر‬Gْ Gَ‫ أ‬G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬GGGGَ‫ ف‬Gۚ َّG‫ ن‬Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ ْم‬G‫ َح‬G‫ن‬Gَ G‫ ْع‬GGG‫ض‬G Gَ Gَ‫ ي‬G‫ى‬Gٰ َّG‫ ت‬G‫ َح‬G‫ن‬ َّ G‫ ِه‬G‫ ْي‬Gَ‫ ل‬G‫ َع‬G‫ا‬G‫ و‬Gُ‫ ق‬Gِ‫ ف‬G‫ ْن‬Gَ‫ أ‬GGGGَ‫ ف‬G‫ ٍل‬GGGG‫ ْم‬G‫ َح‬G‫ت‬ ِ ‫اَل‬G‫ و‬Gُ‫َّ أ‬G‫ ن‬G‫ُك‬
G‫ى‬ Gٰ G‫ر‬Gَ G‫خ‬Gْ Gُ‫ أ‬Gُ‫ ه‬Gَ‫ ل‬G‫ ُع‬G‫ض‬ Gٍ G‫ و‬G‫ر‬Gُ G‫ ْع‬G‫ َم‬Gِ‫ ب‬G‫ ْم‬G‫ ُك‬Gَ‫ ن‬G‫ ْي‬Gَ‫ ب‬G‫ا‬G‫ و‬G‫ر‬Gُ G‫ ِم‬Gَ‫ ت‬G‫ ْأ‬G‫و‬Gَ Gۖ ‫ن‬
Gِ G‫ر‬Gْ Gُ‫ ت‬G‫ َس‬Gَ‫ ف‬G‫م‬Gْ Gُ‫ ت‬G‫ر‬Gْ G‫ َس‬G‫ ا‬G‫ َع‬Gَ‫ ت‬G‫ن‬Gْ Gِ‫ إ‬G‫و‬Gَ Gۖ G‫ف‬ َّG Gُ‫ ه‬G‫ َر‬G‫ و‬G‫ ُج‬Gُ‫أ‬

Artinya “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat


tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu
sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan
lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”(QS. Ath-Thalaq: 6)

Kemudian fuqaha berselisih pendapat mengenai tempat tinggal dan nafkah


bagi istri yang ditalak. Diantara pendapat tersebut adalah:

1.) Wanita yang taat dalam „iddah raj‟i berhak menerima tempat
tinggal, pakaian, dan segala keperluan hidupnya, kecuali istri
durhaka yang tidak berhak menerima apa-apa.
2.) Wanita yang berada dalam „iddah ba‟in, jika mengandung
maka ia juga berhak atas tempat tinggal, makanan dan pakaian.
3.) Wanita yang berada dalam „iddah ba‟in yang tidak hamil,
hanya berhak mendapatkan tempat tinggal, tidak untuk yang
lain.

E. Poligami

Islam pada dasarnya berkonsep monogami dalam aturan pernikahan, tetapi


memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini). Islam
memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang
suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya

20
Di dalam Al-Quran surat An-nisa ayat ke-129 juga mengatakan bahwa "Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian"

Surat an-nisa ayat ke-129 mengatakan bahwa seorang suami harus dapat berbuat
adil terhadap seluruh istrinya, dan mengatakan bahwa kalau seorang suami tidak
bisa berbuat adil kepada isteri-isterinya nanti, sebaiknya tidaklah melakukan
poligami.

Sejumlah ulama menilai bahwa hukum poligami memiliki paham yang


berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau
menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun
nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal untuk poligami, diantaranya :

1. Harus mampu berbuat adil

Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya.
Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan
kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya
yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari
kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR.
Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)

Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya
merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah
bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu
istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.

Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat
adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)

21
2. Tidak membuat lalai beribadah kepada Allah SWT

Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya


kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan
syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah
baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman,


sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-
Taghabun: 14)

3. Mampu menjaga kehormatan para istrinya

Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga


istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami,
otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus
dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan
kerusakan.

Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu
memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia
menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap
hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan
kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para
pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah,
maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Mampu memberi nafkah lahir dan batin

22
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi
kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara
nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak
untuk dilarang berpoligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu
menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)

5. Dilarang berpoligami dengan dua wanita yang bersaudara

Dalam melakukan poligami, sebaiknya pilihlah istri-istri dari keturunan


yang berbeda-beda. Pernikahan yang dilakukan terhadap dua wanita yang masih
memiliki hubungan darah erat (misalnya saudara atau bibi) tidak diperbolehkan
dalam islam. Allah subhanahu wa taala berfirman:

“(Diharamkan atas kamu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan


yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa’:23)

6.  Jumlah istri maksimal 4 orang

Banyak pria yang menjadikan dalil poligami agar ia bisa menikah lagi dan
lagi tanpa mengenal batasan. Bahkan tak sedikit pria-pria yang menikahi wanita
hingga 5 sampai 10 kali hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Hal ini tentu tidak
benar. Berdasarkan syariat agama, poligami hanya boleh dilakukan sebanyak 4
kali, tidak lebih dari itu. Pendapat ini didasari oleh firman Allah SWT:

“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-


perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (QS an-Nisaa’: 3)

23
Tujuan poligami adalah semata-mata untuk membantu wanita-wanita yang belum
menikah, wanita tak mampu, atau janda agar ada seseorang yang menafkahi.
Sebab menikah bisa menaikkan kedudukan wanita. Menikah juga mempermudah
wanita untuk masuk surga. Maka itu, Allah SWT memperbolehkan berpoligami.
Namun Allah membantasi jumlahnya, karena Allah tahu bahwa poligami itu sulit
bagi pria. Sedikit saja pria berlaku tak adil terhadap istri-istrinya, maka
perbuatannya bisa menjerumuskannya ke dalam neraka. Maka itu, cukup empat
orang istri saja.
“Dari Qais Ibnu Al-Harits ia berkata: Ketika masuk Islam saya memiliki delapan
istri, saya menemui Rasulullah dan menceritakan keadaan saya, lalu beliau
bersabda: “Pilih empat diantara mereka”. (HR. Ibnu Majah)

BAB III
PENUTUP

A. Saran
pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.  dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

A. Simpulan

Dalam islam dianjurkan untuk Menikah. sebelum melaksanakan


pernikahan harus memulai dengan pinangan. yang dimaksud meminang atau
khitbah adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk
menikahinya,baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun oleh pihak
yang dipercayainya sesuai dengan aturan agama.yang dimaksud dengan nikah
adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban

24
serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan mahram.

DAFTAR PUSTAKA

Juanda. 2016. Fiqih Muamalah Prinsip-Prinsip Praktis Bermuamalah secara


Syar’i. Salma Idea.

Marzuki, khoirul. Fiqih munakahat, 2017 http://khoirul-


marzuky.blogspot.com/2017/05/makalah-munakahat-pernikahan.html ( 9
April 2020)

Firdani, Afrizaldi. Pernikahan dalam islam, 2014 http://aldy-


firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html
( 9 April 2020)

https://www.gomuslim.co.id/read/belajar_islam/2020/01/26/17109/-p-kamu-harus-
tahu-ini-enam-syarat-poligami-dalam-islam-nbsp-p-.html

25
Ismail, H., & Khotamin, N. A. (2017). Faktor dan Dampak Perkawinan Dalam Masa Iddah
(Studi Kasus di Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah). Jurnal Mahkamah: Kajian
Ilmu Hukum dan Hukum Islam, 2(1), 135-160.

https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-
nikah/full

http://yuk-menikah.blogspot.com/2017/10/pengertian-talak-dan-iddah.html

26

Anda mungkin juga menyukai