oleh
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Saran............................................................................................................. 24
B. Kesimpulan..................................................................................................
24
Daftar Pustaka................................................................................................... 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1
2. Mengetahui dasar hukum menikah dalam islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
b. Hukum Pernikahan
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang
artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan
pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya
pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan
juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan
oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
3
- Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun
dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal
kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak
segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera
menikah
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak
dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti
secara materiil.
4
B. Urgensi menikah dalam agama
“ Dan nikahlah kalian orang orang yang masih membujang diantara kamu,
dan juga orang orang yang layak (menikah) dari hamba - hamba sahayamu yang
laki laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia- Nya. Dan Allah Maha luas (pemberi Nya), Maha
mengetahui”
Begitu pentingnya anjuran menikah, ketika orang yang tidak punya apa apa
(miskin) Allah menjamin akan memberi kemampuan dengan karunia Nya
(mencukupi). Akan tetapi tidak sedikit orang yang masih ragu, untuk melakukan
pernikahan dengan berbagai alasan. Dalam sebuah hadits dikatakan ada tiga
golongan yang akan ditolong oleh Allah SWT.
5
Setelah kita mengetahui tiga golongan tersebut maka janganlah kita takut dan
ragu untuk menikah karena Allah akan mencukupi segalanya.
lo We Pada syariat Islam, disebutkan juga sahnya pernikahan saat ada mempelai
perempuan yang halal untuk dinikahi. Seorang laki-laki dilarang untuk
memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi. Haram untuk dinikahi di
antaranya, pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
6
Selain ada mempelai laki-laki dan perempuan, juga diperlukan wali nikah.
Wali merupakan orangtua mempelai perempuan baik ayah, kakek, ataupun
saudara dari garis keturunan ayah. Jika diurutkan yang berhak menjadi wali di
antaranya ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung (kakak atau
adik), saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah (pakde atau om), anak laki-
laki dari saudara kandung ayah.
Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan
penghulu, wali dan saksi. Saat kalimat “saya terima nikahnya”, maka dalam waktu
bersamaan dua mempelai laki-laki dan perempuan sah untuk menjadi sepasang
suami istri. Pada rukun nikah ini harus dipenuhi semuanya dan nggak bisa ditawar
lagi.
Syarat Pernikahan
Bri Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai
laki-laki dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika
7
seorang muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan
qabul secara Islam.
Brid Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan.
Akan tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk
melakukan pernikahan. Seperti yang tertera dalam hadist berikut:
8
Brid Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh
karena itu pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua
mempelai untuk hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan
pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai
untuk memulai hidup bersama.
Berakal sehat. Orang yang sedang sakit atau orang gila tidak sah
menjatuhkan talak kepada isterinya.
Khiyar. Tidak ada unsur paksaan dalam menjatuhkan talak.
9
2. Kedudukan istri yang ditalak harus berdasarkan akad perkawinan yang
sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang bathil, seperti akad nikah
terhadap perempuan dalam masa iddah-nya atau akad nikah dengan
perempuan saudara istrinya (mengadu dua perempuan yang bersaudara
atau akad nikah dengan anak tiri itu berada dalam pemeliharaannya, talak
yang demikian tidak dianggap ada.
1. Talak Sharih, yaitu talak yang diucapkan dengan jelas sehingga ucapan
tersebut tidak bisa diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian,
seperti”Aku talak engkau atau aku cerai engkau”.
2. Talak Kinayah, yaitu ucapan talak yang diucapkan dengan kata-kata yang
secara tidak langsung/tersurat atau melalui sindiran, kata-kata tersebut
dapat diartikan lain, seperti “pulanglah kamu” dan sebagainya. Menurut
Maliki, kata-kata kinayah itu ada dua jenis.
1. Kinayah Dhahiriyah
Yaitu kata-kata yang mengarah pada talak. Kata-kata yang dhahir, misalnya
ucapan suami kepada istrinya, “kamu tidak bersuami lagi, ber iddah kamu”. Yang
dimaksud dengan niat atas kehendak sendiri adalah talak bukan dalam keaadaan
terpaksa, kehilangan kesadaran atau mabuk.
2. Kinayah Muhtamilah
Yaitu sindiran yang mengandung arti talak. Contohnya, “Aku tidak mau
melihatmu lagi”, batasan antara sindiran yang dhahir dan yang muhtamilah
10
sangatlah tipis sehingga kadang-kadang sulit untuk dipisahkan. Ditinjau dari masa
berlakunya, talak dibagi menjadi dua:
1. Berlaku seketika, yaitu ucapan suami kepada istri dengan kata-kata talak
yang tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Artinya, ada
kekuatan hukum setelah selesai mengucapakan kata-kata talak, seperti
“Engkau tertalak langsung.” Maka talak berlaku seketika.
Macam-macam Talak
Secara garis besar, ditinjau dari boleh dan tidaknya rujuk, talak dapat dibagi
menjadi dua macam.
1. Talak Raj’i
اGَ ْيئًا إِاَّل أَ ْن يَخَ افGْري ٌح بِإِحْ َسا ٍن ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َش ِ ُوف أَوْ تَسٍ ك بِ َم ْعر ُ الطَّاَل
ٌ ق َم َّرتَا ِن ۖ فَإ ِ ْم َسا
ۚ دُوهَاGَ دُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْعتGك ُح َ G ِه ۗ تِ ْلGَِت ب
ْ دGَأَاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ ۖ فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفت
ََو َم ْن يَتَ َع َّد ُحدُو َد هَّللا ِ فَأُو ٰلَئِكَ هُ ُم الظَّالِ ُمون
11
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. " (QS. Al-Baqarah ayat 229).
2. Talak Ba’in
1. Talak Ba’in Sughra (kecil), yaitu talak satu atau dua yang dijatuhkan
kepada istri yang belum pernah dicampuri, talak satu atau dua yang
dilakukan atas permintaan seorang istri dengan membayar tebuasan
(‘iwadh), atau talak satu atau dua yang dijatuhkan kepada istriyang pernah
dicampuri bukan atas permintaan dan tidak membayar (‘iwadh) setelah
massa iddahnya habis.
2. Talak Ba’in Kubra (besar), yaitu talak yang dijatuhkan sebanyak tiga kali.
Suami yang telah menjatuhkan talak tiga kali tidak boleh rujuk kepada
istrinya kecuali istrinya tersebut telah melakukan pernikahan dengan laki-
laki lain telah melakukan hubungan jima’ dengan suami baru, kemudian
terjadi perceraian dalam perceraian baru itu tidak boleh direncanakan
sebelumnya. Dengan kata lain, suami yang telah menjatuhkan talak tiga
kali terhadap istrinya, tiba-tiba dia menyesal, tidak boleh meminta orang
lain untuk menikahi istrinya itu, dengan meminta setelah beberapa waktu
menggaulinya kemudian menceraikannya.
12
Ditinjau dari benar dan tidaknya talak, para ulama membaginya menjadi beberapa
macam:
1. Talak Sunni
Yaitu talak yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dan petunjuk yang ada
dalam syariat islam, yaitu dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dikatakan
talak sunni jika memenuhi empat syarat berikut:
Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam
keadaan tidak haid.
2. Talak bid’iy
Yakni talak yang tidak termasuk talak sunni dan bukan talak bid’iy,
yaitu:
13
Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah digauli.
Talak yang dilakukan kepada istri yang belum pernah haid atau
menopause.
Hukum Talak
Dilihat dari sisi kemaslahatan dan kemudaratannya hukum talak ada lima (5):
1. Wajib, yaitu talak yang dijatuhkan oleh pihak hakim (penengah) karena
perpecahan antara suami dan istri yang tidak mungkin disatukan kembali
dan talak adalah jalan satu-satunya.
2. Makruh, yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.
5. Mazhur (terlarang), yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid.
Sesuai dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq ayat 1.
Terdapat 3 jenis talak yang bertentangan dengan syari'at islam, yaitu sebagai
berikut:
14
2. Jika seorang suami menceraikan istrinya dalam keadaan suci, ia telah
menyetubuhinya pada masa suci tersebut.
IDDAH
1. Pengertian Iddah
Iddah diambil dari kata al-adddan al-ihshâ,yaitu sesuatu yang
dihitungoleh perempuan.Iddah adalah sebutan dari masa bagi
perempuan untuk menunggu dan mencegahnya untuk menikah setelah
suaminya wafat atau
setelah berpisah dengannya. Kemudian karena sebab-sebab itu, maka
masa iddah-nya terhitung.Firman Allah Swt.,
G يGِ فGُ هَّللاGق َ GGَ لGخGَ G اGG َمGنGَ G ْمGُ تG ْكGَ يGنGْ Gَن أ
َّG Gُ هGَ لGُّG لG ِحGَ اَل يG َوGۚ G ٍءG وG ُرGGُ قGَ ةGَ اَل ثGََّ ثG نG ِهG ِسGُ فG ْنGَ أGِ بGنGَ Gص َ G ُمG ْلG اGوGَ
Gُ G اGََّ قG لGط
Gْ َّG بGرGَ Gَ تGَ يGت
GنGْ Gِ إGكَ GGGِ لG َذGٰ G يGَِّ فG نG ِهGِّG دGرGَ GGGِ بGق ُّ GGG َحGََّ أG نGُ هGُ تGَلG وGGُG عGُ بG َوGۚ G ِرGGGآْل ِخG اGمGِ GوGْ GGGَ يG ْلG اG َوGِ هَّللG اGَِّ بG نG ِمGؤGْ GGُGن ي َّG G ُكGنGْ Gِ إGن َّ G ِهG ِمG اGGG َحGرGْ Gَأ
Gُ هَّللاG َوGۗ Gٌ ةGGG َجGرGَ Gَّ َدG نG ِهG ْيGَ لG َعGلGِ G اGGG َجGِّGرG لGِ لG َوGۚ Gف Gِ G وGرGُ G ْعG َمG ْلG اGGGِ بGن
َّ G ِهG ْيGَ لG َعG يGَّ ِذGلG اG ُلGGG ْثGن ِم َّG Gُ هGَ لG َوGۚ G اG اَل ًحGGصG Gْ Gِ إGاG وG ُدG اG َرGَأ
GٌمG يG ِكG َحG ٌزG يG ِزGَع
2. Perhitungan Iddah
Masa iddah dimulai setelah terjadinya tiga perkara:18 talak, fasakh atau
kematian. Adapun perhitungan „iddah bagi seorang perempuan yang telah
berpisah dari suaminya:
15
1.) Iddah wanita yang belum disetubuhi, maka tidak ada iddah baginya.
Firman Allah Swt.: Surah Al-Azhab [33]: 49.
َّG GُهG وGGُّ سG َمGَ تGنGْ Gَ أGلGِ GG ْبGَ قGنGْ G ِمGن
G ْمG ُكGَ لG اGG َمGَن ف َّ GُهG وGG ُمGُ تGَّ ْقG لGط ِ G اGGَ نG ِمGؤGْ G ُمG ْلG اG ُمGُ تGحGْ G َكGَ نG اG َذGِ إGاG وGGُ نG َمG آGنGَ G يGَّ ِذGلG اG اGَ هGُّG يGَ أGا
َ َّG مGُ ثGت
اًلG يG ِمG َجG اG ًحG اGرGَ Gن َس َّG GُهG وG ُحGِّG رG َسGوGَ َّG نGُهG وG ُعGِّ تG َمGَ فGۖ G اGَ هGَنG وG ُّدGَ تG ْعGَ تGَّ ٍةG دG ِعGنGْ Gن ِم َّG G ِهG ْيGَ لGَع
2.) Iddah wanita yang haid adalah tiga kali „quru. Firman Allah Swt.:
Surah Al Baqarah [2]: 228.
G يGِ فGُ هَّللاGق َ GGَ لGخGَ G اGG َمGنGَ G ْمGُ تG ْكGَ يGنGْ Gَن أ
َّG Gُ هGَ لGُّG لG ِحGَ اَل يG َوGۚ G ٍءG وG ُرGGُ قGَ ةGَ اَل ثGََّ ثG نG ِهG ِسGُ فG ْنGَ أGِ بGنGَ Gص Gُ G اGََّ قG لGَ طG ُمG ْلG اGوGَ
Gْ َّG بGرGَ Gَ تGَ يGت
GنGْ Gِ إGكَ GGGِ لG َذGٰ G يGَِّ فG نG ِهGِّG دGرGَ GGGِ بGق ُّ GGG َحGََّ أG نGُ هGُ تGَلG وGGُG عGُ بG َوGۚ G ِرGGGآْل ِخG اGمGِ GوGْ GGGَ يG ْلG اG َوGِ هَّللG اGَِّ بG نG ِمGؤGْ GGُGن ي َّG G ُكGنGْ Gِ إGن َّ G ِهG ِمG اGGG َحGرGْ Gَأ
Gُ هَّللاG َوGۗ Gٌ ةGGG َجGرGَ Gَّ َدG نG ِهG ْيGَ لG َعGلGِ G اGGG َجGِّGرG لGِ لG َوGۚ Gف Gِ G وGرGُ G ْعG َمG ْلG اGGGِ بGن
َّ G ِهG ْيGَ لG َعG يGَّ ِذGلG اG ُلGGG ْثGن ِم َّG Gُ هGَ لG َوGۚ G اG اَل ًحGGصG Gْ Gِ إGاG وG ُدG اG َرGَأ
GٌمG يG ِكG َحG ٌزG يG ِزGَع
3.) Iddah wanita yang tidak haid adalah tiga bulan. Firman Allah Swt.:
Surah Ath Thalaq [65]: 4.
16
G ْمGَ لG يGِاَّل ئGلG اGوGَ G ٍرGُ هGGشG Gْ Gَ أGُ ةGGGَ اَل ثGََّ ثG نGُ هGَُّ تG دGGG ِعGَ فG ْمGُ تG ْبGَ تGرGْ G اG ِنGِ إG ْمG ُكGِئG اGGسG
Gَ Gِ نGنGْ G ِمGض ِ G يG ِحG َمG ْلG اGنGَ G ِمGنGَ GGسG Gْ Gِ ئGَ يG يGِاَّل ئGلG اGوGَ
Gِ هG ِرGGG ْمGَ أGنGْ G ِمGُ هGَ لGلGْ G َعGجGْ Gَ يGَ هَّللاGقِ َّG تGَ يGنGْ G َمG َوGۚ ن َّG Gُ هGَ لG ْمG َحGنGَ G ْعGض َ Gَ يGنGْ Gَن أ Gُ اَلG وGُ أGوGَ Gۚ GنGَ Gض
َّG Gُ هGُ لGجGَ Gَ أGلGِ G اG َمGحGْ Gَ أْلG اGت Gْ GحGِ Gَي
G اG ًرG ْسGُي
4.) Iddah wanita yang masih haid tapi tidak terlihat haid adalah selama
setahun. Syafi‟i berkata, “Hal ini yang diputuskan oleh Umar bin Khattab
r.a. kepada Muhajirin dan Anshar. Tidak ada satupun dari mereka yang
membantah keputusan Umar bin Khattab r.a. ini.”
G اG ًرG ْشG َعG َوG ٍرGُ هG ْشGَ أGَ ةG َعGَ بGرGْ Gََّ أG نG ِهG ِسGُ فG ْنGَ أGِ بGنGَ Gص
Gْ َّG بGرGَ Gَ تGَ يG اG ًجG اG َوGزGْ Gَ أGنGَ G وG ُرG َذGَ يG َوG ْمG ُكG ْنG ِمGنGَ GوGْ َّG فG َوGَ تGُ يGنGَ G يGَّ ِذGلG اGوGَ
17
7.) Iddah wanita istihadah adalah sama dengan kebiasaan haidnya.
Namun apabila tergolong wanita yang menopause maka „iddah-nya akan
berakhir setelah melewati masa tiga bulan.
2) Memberi kesempatan dan peluang kepada suami dan istri yang telah bercerai
untuk rujuk kembali memperbaiki hubungan (dalam talak raj‟i). Merupakan
bentuk kasih sayang Allah Swt. kepada hamba-Nya dengan menyadari bahwa
selama masa menunggu itu orang akan sadar betapa nikmat hidup berkeluarga dan
betapa meruginya hidup sendirian.
18
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa istri yang sedang menjalani masa „iddah
berkewajiban untuk menetap di rumah dimana dia dahulu tinggal bersama sang
suami sampai selesai masa „iddahnya dan tidak diperbolehkan baginya keluar dari
rumah tersebut. Sedangkan si suami juga tidak boleh mengeluarkan ia dari
rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surat al-Thalak ayat
pertama. Seandanya terjadi perceraian diantara mereka berdua, sedang istrinya
tidak berada di rumah dimana mereka berdua menjalani kehidupan rumah tangga,
maka si istri wajib kembali kepada suaminya untuk sekedar suaminya
mengetahuinya dimana ia berada. Ulama fiqh mengemukakan bahwa ada
beberapa larangan bagi perempuan yang sedang menjalani masa „iddahnya antara
lain:
Fuqaha sependapat bahwa istri yang sedang ber‟iddah bak talak raj‟i
maupun hamil memperoleh nafkah dan tempat tinggal31, berdasarkan firman
Allah:
19
َّ G ِهG ْيGَ لG َعGاG وGُ قGِّG يGGضG
GنGْ Gِ إG َوGۚ Gن Gَ Gُ تGِن ل Gَ Gُ اَل تGوGَ G ْمG ُكG ِدGGْG جG ُوGنGْ G ِمG ْمGُ تG ْنG َكG G َسGث
َّG GُهG وGُّGرG اGGضG Gُ G ْيGحGَ GنGْ Gن ِمَّG GُهG وGُ نG ِكG ْسGَأ
َّG نGُهG وGُتG آGGGGَ فG ْمG ُكGَ لGنGَ G ْعGGGض Gَ GرGْ Gَ أGنGْ Gِ إGGGGَ فGۚ َّG نGُ هGَ لG ْمG َحGنGَ G ْعGGGضG Gَ Gَ يGىGٰ َّG تG َحGن َّ G ِهG ْيGَ لG َعGاG وGُ قGِ فG ْنGَ أGGGGَ فG ٍلGGGG ْمG َحGت ِ اَلG وGَُّ أG نGُك
Gى Gٰ GرGَ GخGْ Gُ أGُ هGَ لG ُعGض Gٍ G وGرGُ G ْعG َمGِ بG ْمG ُكGَ نG ْيGَ بGاG وGرGُ G ِمGَ تG ْأGوGَ Gۖ ن
Gِ GرGْ Gُ تG َسGَ فGمGْ Gُ تGرGْ G َسG اG َعGَ تGنGْ Gِ إGوGَ Gۖ Gف َّG Gُ هG َرG وG ُجGُأ
1.) Wanita yang taat dalam „iddah raj‟i berhak menerima tempat
tinggal, pakaian, dan segala keperluan hidupnya, kecuali istri
durhaka yang tidak berhak menerima apa-apa.
2.) Wanita yang berada dalam „iddah ba‟in, jika mengandung
maka ia juga berhak atas tempat tinggal, makanan dan pakaian.
3.) Wanita yang berada dalam „iddah ba‟in yang tidak hamil,
hanya berhak mendapatkan tempat tinggal, tidak untuk yang
lain.
E. Poligami
20
Di dalam Al-Quran surat An-nisa ayat ke-129 juga mengatakan bahwa "Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian"
Surat an-nisa ayat ke-129 mengatakan bahwa seorang suami harus dapat berbuat
adil terhadap seluruh istrinya, dan mengatakan bahwa kalau seorang suami tidak
bisa berbuat adil kepada isteri-isterinya nanti, sebaiknya tidaklah melakukan
poligami.
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya.
Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan
kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya
yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari
kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR.
Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya
merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah
bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu
istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat
adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)
21
2. Tidak membuat lalai beribadah kepada Allah SWT
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu
memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia
menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap
hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan
kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para
pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah,
maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
22
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi
kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara
nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak
untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu
menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Banyak pria yang menjadikan dalil poligami agar ia bisa menikah lagi dan
lagi tanpa mengenal batasan. Bahkan tak sedikit pria-pria yang menikahi wanita
hingga 5 sampai 10 kali hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Hal ini tentu tidak
benar. Berdasarkan syariat agama, poligami hanya boleh dilakukan sebanyak 4
kali, tidak lebih dari itu. Pendapat ini didasari oleh firman Allah SWT:
23
Tujuan poligami adalah semata-mata untuk membantu wanita-wanita yang belum
menikah, wanita tak mampu, atau janda agar ada seseorang yang menafkahi.
Sebab menikah bisa menaikkan kedudukan wanita. Menikah juga mempermudah
wanita untuk masuk surga. Maka itu, Allah SWT memperbolehkan berpoligami.
Namun Allah membantasi jumlahnya, karena Allah tahu bahwa poligami itu sulit
bagi pria. Sedikit saja pria berlaku tak adil terhadap istri-istrinya, maka
perbuatannya bisa menjerumuskannya ke dalam neraka. Maka itu, cukup empat
orang istri saja.
“Dari Qais Ibnu Al-Harits ia berkata: Ketika masuk Islam saya memiliki delapan
istri, saya menemui Rasulullah dan menceritakan keadaan saya, lalu beliau
bersabda: “Pilih empat diantara mereka”. (HR. Ibnu Majah)
BAB III
PENUTUP
A. Saran
pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
A. Simpulan
24
serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan mahram.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gomuslim.co.id/read/belajar_islam/2020/01/26/17109/-p-kamu-harus-
tahu-ini-enam-syarat-poligami-dalam-islam-nbsp-p-.html
25
Ismail, H., & Khotamin, N. A. (2017). Faktor dan Dampak Perkawinan Dalam Masa Iddah
(Studi Kasus di Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah). Jurnal Mahkamah: Kajian
Ilmu Hukum dan Hukum Islam, 2(1), 135-160.
https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-
nikah/full
http://yuk-menikah.blogspot.com/2017/10/pengertian-talak-dan-iddah.html
26