Anda di halaman 1dari 3

BAB III

ASPEK PASAR
3.1 KONDISI PASAR
3.1.1 Konsumen
Konsumen merupakan pembeli ekonomis, yakni orang yang
mengetahui semua fakta dan secara logis membandingkan pilihan yang ada
berdasarkan biaya dan nilai manfaat yang diterima untuk memperoleh
kepuasan terbesar dari uang dan waktu yang mereka korbankan (McCarthy &
Perreault,1995).
Target konsumen kami dari bisnis jamu herbal ini adalah penduduk
daerah wilayah Semarang dengan gender laki-laki dan perempuan yang rentan
usianya berkisar 20 – 59 tahun.
3.1.2 Segmentasi demografi
Dalam memasarkan produk jamu herbal kami lebih mengarah kepada
pria dan wanita dewasa yang berusia 20 – 59 tahun yang mana usia tersebut
merupakan usia memulai untuk bekerja sampai berhenti bekerja dimana
mereka membutuhkan supplement tambahan untuk menambah tenaga dan
membutuhkan obat/minuman herbal untuk menjaga kesehatan tubuh.
Data gender dan usia yang kami dapatkan dari website resmi Badan
Pusat Statistika Semarang adalah dimana pada tahun 2019 jumlah gender laki-
laki berusia 20 – 59 tahun berjumlah sebesar 536.247 ribu jiwa, sedangkan
jumlah gender perempuan berusia 20 – 59 tahun berjumlah sebesar 559.670
ribu jiwa. (BPS, 2019)
3.1.3 Kondisi
Alasan kami memilih lokasi wilayah Semarang untuk memasarkan
produk kami ialah dari data yang kami dapatkan dari website BPS Semarang
dengan jumlah penduduk usia 20 – 59 tahun yang sangat besar untuk segi
konsumen dan wilayah Semarang yang dikelilingi oleh gedung perkantoran,
mall, maupun industri atau pabrik yang mana terdapat banyak tenaga kerja
yang diserap sehingga cukup strategis untuk dipasarkan di wilayah Semarang.
3.1.4 Perkembangan dan Permintaan Produk
Dari beberapa tanaman obat, rimpang-rimpangan yang paling banyak
diproduksi adalah tanaman jahe, laos/lengkuas, kencur, kunyit dan temulawak.
Salah satu jenis rimpang-rimpangan yang banyak digunakan dalam industri
obat tradisional dan jamu adalah jahe dan kunyit (Pusat Data dan Informasi
Pertanian, Kementan, 2014). Berikut kami berikan data konsumsi Jahe dan
Kunyit di Indonesia ;
Tabel 3.1 Konsumsi Jahe dan Kunyit

Selama periode tahun 2011–2015, tren perkembangan konsumsi jahe


Indonesia cenderung naik sebesar 21,9%. Konsumsi jahe pada tahun 2014
sebesar 167.687 ton dan meningkat menjadi 282.025 ton pada tahun 2015.
Besarnya konsumsi jahe pada tahun 2015 ini kemungkinan dipengaruhi
dengan mulai sadarnya masyarakat untuk kembali mengunakan bahan-bahan
alami yang dapat digunakan sebagai obat.

Gambar 3.1 Perkembangan Konsumsi Jahe di Indonesia, 2011 – 2015


Sumber : BPS (2016), diolah.

Selama 2011-2015 ekspor jahe dunia tumbuh 8,6% per tahun. Pada
tahun 2015 permintaan ekspor jahe dunia mencapai USD 756 juta. Indonesia
sebagai eksportir ke-7 dunia untuk komoditas ini mengalami pertumbuhan
ekspor rata-rata 146% per tahun pada periode yang sama. Indonesia adalah
negara yang mengalami pertumbuhan ekspor terbesar untuk komoditas jahe di
dunia. Peningkatan kontribusi Indonesia sebagai penghasil jahe dunia tidak
hanya dari segi nilai perdagangan tapi juga pangsa pasarnya. Tahun 2011,
Indonesia memberikan 0,18% pasokan jahe dunia dan pada tahun 2015
menjadi 2,4%. Hal ini menjadi peluang bagi petani jahe untuk meningkatkan
produksi guna memenuhi permintaan dunia yang sedang tumbuh.
Gambar 3.2 Permintaan Jahe Dunia, 2011 – 2015
Sumber : Trademap (2016)

Untuk tanaman obat kunyit, perkembangan konsumsi kunyit Indonesia


cenderung fluktuatif. Perkembangan konsumsi kunyit pada tahun 2014 sebesar
108.525 ton, sedangkan pada tahun 2015 turun menjadi sebesar 103.240 ton.

Anda mungkin juga menyukai