Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KULIAH

RANGKUMAN
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Penulis :
Nama : Indari
NPM : 16040243
Dosen : Andriyani Prawitasari, SE.,MM

UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU


FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang selalu membimbing hamba-Nya. Atas
pertolongan dan tuntunan-Nya penulis bisa mengerjakan tugas kuliah rangkuman yang
berjudul “ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI” dan dapat menyelesaikannya.
Penulis berusaha untuk membuat rangkuman ini sebaik mungkin, namun karena
keterbatasan yang ada, sangat terbuka kemungkinan terdapat kesalahan. Karena itu
penulis mengharap masukan positif dari semua pihak untuk perbaikan rangkuman ini.
Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang tidak
terhingga kepada semua pihak yang langsung maupun tidak langsung, turut andil dan
memotivasi penyelesaian rangkuman ini.
Penulis menyadari bahwa rangkuman ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga penulisan rangkuman ini bermanfaat bagi semua pihak.

Manna, 12 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................................iii
BAB 1 Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi
1.1 Pengertian Hukum.....................................................................1
1.2 Tujuan Hukum dan Sumber-sum..............................................1
1.3 Manfaat Hukum dari Berbagai Aspek.......................................2
1.4 Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi...............................2
BAB 2 Subyek dan Obyek Hukum
2.1 Subyek Hukum..........................................................................4
2.2 Obyek Hukum Obyek Hukum ...............................................5
BAB 3 Hukum Perdata
3.1 Sejarah Singkat Hukum Perdata...............................................7
3.2 Pengertian Hukum Perdata........................................................8
3.3 Keadaan Hukum Di Indonesia..................................................8
3.4 Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia.................................9
BAB 4 Hukum Perikatan
4.1 Pengertian Hukum Perikatan....................................................10
4.2 Dasar Hukum Perikatan...........................................................11
4.3 Asas-Asas Hukum Perikatan....................................................11
4.4 Wanprestasi dan akibat-akibatnya............................................11
4.5 Hapusnya Perikatan..................................................................12
BAB 5 Hukum Perjanjian
5.1 Pengertian Standar Kontrak......................................................13
5.2 Macam-macam Perjanjian.........................................................14
5.3 Syarat Sahnya Perjanjian...........................................................18
5.4 Saat Lahirnya Perjanjian...........................................................19
5.5 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian.........................20
BAB 6 Hukum Dagang ( KUHD )
6.1 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang 21

iii
6.2 Berlakunya Hukum Dagang.............................................................21
6.3 Bentuk-bentuk Badan Usaha.....................................................22
BAB 7 Wajib Daftar Perusahaan
7.1 Dasar hukum wajib daftar perusahaan......................................23
7.2 Ketentuan wajib daftar perusahaan...........................................24
7.3 Tujuan wajib daftar perusahaan................................................24
7.4 Kewajiban pendaftaran.............................................................25
7.5 Cara & tempat serta waktu pendaftaran....................................25
7.6 Hal – hal yang wajib didaftarkan..............................................25
BAB 8 Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).........................26
8.2 Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual.......................................26
8.3 Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.............26
8.4 Hak Cipta..................................................................................27
8.5 Hak Paten..................................................................................27
8.6 Hak Merk..................................................................................28
8.7 Desain Industri..........................................................................29
8.8 Rahasia Dagang.........................................................................29
BAB 9 Wajib Daftar Perusahaan
9.1 Pengertian Konsumen...............................................................30
9.2 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen...............................30
9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen.................................................31
9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha............................................32
9.5 Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha...............................33
9.6 Tanggung Jawab Pelaku Usaha.................................................33
9.7 Sanksi Pelaku Usaha.................................................................34
BAB 10 Penyelesaian Sengketa Ekonomi
10.1 Pengertian Sengketa.................................................................36
10.2 Cara-cara Penyelesaian Sengketa..............................................36
10.3 Perbandingan antara perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi.........37
Daftar Pustaka............................................................................................................v

iv
BAB I
Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi
1.1 Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui
lembaga atau institusi hukum.
Pengertian Hukum menurut para ahli
 Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri
manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. 
 J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib.
 Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat
masyarakat tetapi juga hakim.
 R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang
dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai
ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
 Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang
mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
1.2 Tujuan Hukum dan Sumber-sumber Hukum 
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas
keadilan dari masyarakat itu.
  Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan
yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang
apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.

1
1.3 Manfaat Hukum dari Berbagai Aspek
Instrumen hukum yang berkaitan dengan sumber daya alam dalam sistem
hukum hukum Indonesia seperti : (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria; (2) UU No. 11 Tahun 1967  tentang Pertambangan;
(3) UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; (4) UU No. 9 Tahun 1985
tentang Perikanan; dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; pada
dasarnya memiliki karakteristik dan kelemahan-kelemahan substansial seperti
berikut:
1. Berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (resources use-oriented)
sehingga mengabaikan kepentingan konservasi dan keberlanjutan fungsi
sumber daya alam, karena hukum semata-mata digunakan sebagai perangkat
hukum (legal instrument) untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan
ekonomi (economic growth) dan peningkatan pendapatan dan devisa negara.
2. Berorientasi dan berpihak pada pemodal-pemodal besar (capital oriented),
sehingga mengabaikan akses dan kepentingan serta mematikan potensi-
potensi perekonomian masyarakat adat/lokal.
3. Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang
berpusat pada negara/pemerintah (state-based resource management),
sehingga orientasi pengelolaan sumberdaya alam bercorak sentralistik.
4. Manajemen pengelolaan sumber daya alam menggunakan pendekatan
sektoral, sehingga sumber daya alam tidak dilihat sebagai sistem ekologi
yang terintegrasi (ecosystem).
5. Corak sektoral dalam kewenangan dan kelembagaan mennyebabkan tidak
adanya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengelolaan sumber
daya alam
6. Tidak diakui dan dilindunginya hak-hak asasi manusia secara utuh, terutama
hak-hak masyarakat adat/lokal dan kemajemukan hukum dalam penguasaan
dan pemanfaatan sumber daya alam.
1.4. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih
dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat

2
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa
ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan
ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
 Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
 a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum
perusahaan dan hukum penanaman modal).
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan
hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).

3
BAB 2
Subyek dan Obyek Hukum
2.1 Subyek Hukum
Subyek hukum adalah siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk
bertindak didalam hukum atau dengan kata lain siapa yang cakap menurut hukum
untuk mempunyai hak.
Menurut Ilmu hukum, subyek hukum adalah orang atau person dari setiap badan
hukum
 ORANG sebagai sebagai subyek hukum dibedakan dalam 2 pengertian :
a. NATURLIJKE PERSOON (MENSELIJK PERSON), yang disebut
orang dalam bentuk manusia
b. RECHTS PERSOON, yang disebut orang dalam bentuk Badan Hukum
atau orang yang diciptakan hukum secara fiksi.
Badan Hukum (Rechts Persoon), terbagi 2 :
1) Badan Hukum Publik, yang sifatnya terlihat unsur kepentingan
public yang ditangani oleh Negara.
2) Badan Hukum Privat, yang sifatnya terlihat unsur-unsur
kepentingan individual dalam Badan Swasta.
 MANUSIA sebagai subyek hukum
 Manusia sebagai pribadi (Naturlijke person) sebagai subyek hukum
mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya, dan dijamin oleh
hukum yang berlaku.
 Manusia sebagai subyek hukum diatur secara luas pada Buku I tentang
Orang dalam KUHPer, Undang-Undang Orang Asing, dan beberapa
perundang-undangan lain.
 Pasal 2 KUHPer menegaskan “anak yang ada dalam kandungan seorang
perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak
menghendakinya, namun bila si anak itu mati sewaktu dilahirkan,
dianggap ia tidak pernah ada”
 BADAN HUKUM sebagai subyek hukum
 Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak sebagai manusia.

4
 Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi dan mungkin pula
kumpulan dari Badan Hukum yang pengaturannya sesuai & menurut
hukum yang berlaku.
 Badan Hukum sebagai pembawa hak (tidak berjiwa), dimana ia dapat
melakukan sebagai pembawa hak manusia, contoh : dapat melakukan
persetujuan, dapat memiliki kekayaan.
 Perbedaan MANUSIA & BADAN HUKUM
1. Badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan
2. Badan hukum tidak dapat melakukan hukuman penjara (kecuali denda)
3. Badan hukum bertindak dengan perantara pengurus.
 BADAN HUKUM, terdiri dari :
1. Publik, yaitu Negara, Kotamadya, Desa
2. Perdata, yaitu PT, Yayasan, Lembaga, Koperasi
2.2 Obyek Hukum
- Biasa disebut BENDA (zaak)
- BENDA menurut KUHP Pasal 499
“segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang”
- BENDA yang bersifat tidak kebendaan, hanya dapat dirasa oleh panca indera,
tidak dapat dilihat dan tidak dapat direalisasikan. Contoh : Merk perusahaan,
paten, ciptaan musik.
- BENDA yang bersifat kebendaan (Zakelijk rechten atau Materiele Qoederen)
dapat dibagi:
1. Benda bertubuh (berwujud)
“benda ini dapat dilihat, diraba, dirasa, dengan panca indera”
Terbagi menjadi :
a. Benda bergerak (benda tidak tetap)
1) Benda yang dapat dihabiskan, adalah beras, minyak, uang.
2) Benda yang tidak dapat dihabiskan, adalah mobil, perhiasan, pulpen, arloji,
dsb.
b. Benda tidak bergerak (benda tetap), yaitu Tanah, rumah, pabrik, kapal 20
m3 keatas, gedung, hak pakai, hak usaha, dll.
2. Benda tidak bertubuh (Tidak berwujud)

5
“benda ini dapat dirasakan dengan panca indera tetapi tidak dapat dilihat
dan diraba, tapi bisa direalisasikan menjadi 1 kenyataan”
Contoh : surat-surat berharga, wesel, cek, saham, obligasi, sertifikat.

6
BAB 3
Hukum Perdata
3.1 Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di
Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua
Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum
Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan
setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum
asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-
peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian
hukum yang menunjang, sehingga orang mencari  jalan untuk kepastian hukum
dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata
dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang
juga dapat disebut “Code Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum
yang belum ada di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan
badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar
abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan
nama “Code de Commerce”.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811),
maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor
het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais
atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda
(Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan
dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan
jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari
Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari
Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan

7
terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini
adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar
sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce. Dan pada tahun
1948, kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di
Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
3.2 Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan
di dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum
Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan
kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat
tertentu. Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil
yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata
yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana
caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
3.3 Keadaan Hukum Di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih
bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman
ini ada 2 faktor yaitu:
1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa
Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku
bangsa.
2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163.I.S.
yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
 Golongan Eropa dan yang dipersamakan
 Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan
yang dipersamakan.

8
 Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
3.4 Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat :
1) Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi :
 Buku I : Berisi mengenai orang
 Buku II : Berisi tentanng hal benda
 Buku III : Berisi tentang hal perikatan
 Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa
2) Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi) Mengatur tentang manusia
sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak
sendiri.
II. Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan
hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua
dengan anak, perwalian dan lain-lain.
III. Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur
dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas
suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang
antara lain :
 hak seseorang pengarang atau karangannya
 hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu
pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk,
dinamakan hak mutlak.
IV. Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal
dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

9
BAB 4
Hukum Perikatan
4.1. Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang
hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi(pers onal law).
Definisi Perikatan Menurut para ahli
Hofmann
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum
sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain,
yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan
antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan
pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Subekti
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang
dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan
yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu
yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak
melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

10
IV.2Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang. Hal ini tergambar dalam Pasal
1352 KUH Perdata : ”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang,
timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang.
Perikatan terjadi karena undang-undang semata yaitu yang ada dalam
pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan
anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
IV.3 Asas-Asas Hukum Perikatan
Azas azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
1. Asas Kebebasan Berkontrak, Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam
Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme, Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir
pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas
konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
IV.4Wanprestasi dan akibat-akibatnya
Para debitur berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak
melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur
dianggap melakukan inkar janji (wanprestasi).
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya,

11
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan,
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat,
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yakni :
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi).
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian.
3. Peralihan Risiko
4.5 Hapusnya Perikatan
Hapusnya Perikatan menurut pasal 1381:
1. Pembayaran.
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3. Pembaharuan utang.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi.
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Kebatalan atau pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10. Lewatnya waktu.

12
BAB 5
Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUHP perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian
ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran
bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus
terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk
melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana
perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah
pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
5.1. Pengertian Standar Kontrak
 Standar Kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu
secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak
terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan
perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
 perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir
(Mariam Badrulzaman)
Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman
bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun
terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar,
ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan
bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang
ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan,
dan ukuran.
Jenis-jenis kontrak standar
 Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum
mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
 Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan,
dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:

13
a. kontrak standar menyatu;
b. kontrak standar terpisah.
 Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandatangani
b. kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan.
5.2 Macam-macam Perjanjian
A. Perjanjian Jual-beli
Pengaturan tentang Jual beli sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima,
yang pada Pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
B.  Perjanjian Tukar Menukar
Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa tukar menukar ialah suatu
persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling
memberikan suatu barang secara bertibal balik, sebagai gantinya barang lain.
Objek tukar menukar, dalam KUHPerdata adalah semua yang dapat
diperjual belikan, maka dapat menjadi objek tukar menukar. Terhadap hal ini
juga dalam KUH Perdata menyatakan bahwa semua pengaturan tentang jual beli
juga berlaku untuk perjanjian tukar menukar.
C. Perjanjian Sewa-Menyewa
Ketentuan KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat
pada Pasal 1548 yang berbunyi:
”Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada yang lain kenikmatan dari
suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga
yang oleh pihak yanag tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.
D. Perjanjian Persekutuan
Perjanjian persekutuan berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainnya
yang juga bertujuan untuk mencari keuntungan bersama seperti Firma, maupun
Perseroan Terbatas, dikarenakan dalam persekutuan perjanjian hanya lah antara
para pihak yang mengikatkan dirinya dan tidak mempunyai pengaruh ke luar
kepada pihak yang lain. Begitu juga sebalikna, pihak ketiga tidak mempunyai

14
kepentingan  bagaimana diaturnya kerjasama dalam persekutuan itu, karena para
sekutu bertanggungjawab secara pribadi atau perseorangan tentang hutang-
hutang yang mereka buat.
E. Perjanjian Perkumpulan
Perjanjian Perkumpulan menurut perjanjian yang dibuat oleh para pihak
yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan
tertentu, dalam hal mana kerja sama ini disusun dengan bentuk dan cara
sebagaimana yang diatur dalam “anggaran dasar” ataupun “statuten” nya.
F. Perjanjian Hibah
Perjanjian Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah
(pemberi hibah) pada masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik
kembali, menyerahkan sesuat barang guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada Pasal 1666
sampai dengan 1693 KUH Perdata.
Menelaah dari pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
perjanjian adalah bersifat sepihak, dikarenakan dalam perjanjian ini pihak
penerima hibah tidak perlu memberikan kontraprestasi sebagai imbalan kepada
pihak penghibah.
G. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian Penitipan barang merupakan suatu perjanian riil yang baru
akan terjadi apabila seseorang  telah menerima sesuatu barang dari seorang lain
dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam
wujud asal. Dasar hukumnya bisa dapati pada Pasal 1694 KUH Perdata.
H. Perjanjian Pinjam-Pakai
Perjanjian pinjam pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan
Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakai
atau setelah lewat waktu tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan umum
bisa kita dapatkan pada Pasal 1794 KUH Perdata. Perjanjian pinjam pakai
mensyaratkan pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan barangnya dan
memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik . dan terhadap

15
objeknya ditentukan adalah setiap barang yang dapat dipakai oleh orang dan
mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian.
I. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang
sama pula. Ketentuan umum terhadapnya dalapat kita lihat pada Pasal 1754
KUH Perdata.
Perjanjian pinjam meminjam mensyaratkan bahwa pihak yang
meminjamkan barang tidak boleh meminta kembali apa yang telah
dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian. Sedangkan si peminjam adalah berkewajiban untuk
mengembalikanya dalam bentuk dan jumlah serta mutu yang sama.
J. Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian ini adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak adalah
bergantung pada suatu keadaan yang belum tentu. Yang termasuk dalam
perjanjian ini adalan perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup dan perjudian
dan pertaruhan. Pasal 1774 KUH perdata mengatur tentang perjanjian untung-
untungan yang menyatakan bahwa suatu perjanjian untung-untungan adalah
suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, adalah bergantung kepada suatu keadaan yang
belum tentu.
K. Perjanjian Penanggungan
Penanggungan adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga,
guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya
si berhutang ketika orang ini sendiri tidak memenuhinya. Ketentuan tentang
penaggungan  kita dapatipada Pasal 1820 KUH Perdata.
L. Perjanjian Perdamaian
Pasal 1851 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian perdamaian, yang
merupakan perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan,

16
menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian perdamaian
harus dibuat dalam bentuk tertulis, apabila terjadi perdamaian dibuat secara
tidak tertulis adalah tidak sah.
Perjanjian perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang termaktub
dalam perjanjian tersebut, oleh karena itu, setiap perdamaian hanya mengakhiri
apa yang dimaksud dalam perjanjian baik dirumskan secara khusus maupun
umum.
M. Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim dalam hal mana pengangkut mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim adalah
mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
Objek dari perjanjian pengangkutan adalah barang dan orang. Untuk
pengangkutan barang, biasanya ditandai dengan tanda bukti pengiriman barang
berupa surat angkutan dan sifatnya adalah wajib ada. Isinya denga  tegas harus
mencantumkan tentang muatan yang diangkut serta bagaimana tanggung jawab
dari pengangkut. Dalam perkembangannya, perjanjian pengangkut dituangkan
dalam suatu kontrak standar yang klausula-klausula nya telah ditentukan secara
sepihak oleh pihak pengangkut, dan seringkali juga membatasi tanggung jawab
pengangkut dalam perjanjian tersebut.
Untuk perjanjian pengangkutan orang adalah ditandai dengan diterbitkannya
tanda bukti berupa tiket atau karcis penumpang.
N. Perjanjian Kredit
Perjanjian ini adalah perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
ibalan atau pembagian keuntungan.
O. Perjanjian Pembiayaan Konsumen

17
Yaitu perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran.
P. Perjanjian Kartu Kredit
Yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang dapat dimanfaatkan
pemegangnya untuk pembayaran barang dan jasa.
Q. Perjanjian Ke-Agen-an
Yaitu perjanjian dimana agen adalah perusahaan yang bertindak atas
nama prinsiple untuk kemudian menyalurkannya kepada konsumen dengan
mendapatkan komisi. Barang-barang adalah tetap menjadi milik nya si prinsiple.
R. Perjanjian Distributor
Yang mana dalam perjanjian ini, distributor bertindak atas namanya
sendiri ia membeli suatu barang dari produsen dan menjualnya kembali kepada
konsumen untuk kepentingan sendiri.
S. Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing)
Perjanjian sewa guna usaha (leasing) ini adalah perjanjian yang
memberikan barang modal, baik dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak
opsi (operating list) untuk dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu
tertentu dengan pembayaran berkala;
T. Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement)
Yaitu pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi
Perdagangan dalam dan luar negeri;
U. Perjanjian Modal Ventura
Yaitu perjanjian penyertaan modal usaha dalam suatu perusahaan mitra
dalam mencapai tujuan tertentu seperti pengembangan suatu penemuan baru,
pengembangan perusahaan awal yang kesulitan modal, pengembangan proyek
penelitian dan rekayasa serta berbagai pengembangan usaha dengan
menggunakan teknologi.
5.3 Syarat Sahnya Perjanjian
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat
komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :

18
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan,
dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah
dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata
adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak
dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang
yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh
para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal
5.4 Saat Lahirnya Perjanjian
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah
ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat
pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya
kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya
kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban,
tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai
sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

19
5.5 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak
yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan
oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam
melaksanakan perjanjian.

20
BAB 6
Hukum Dagang ( KUHD )
Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata.
Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan)
aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ( KUHPer ).
6.1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan
yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang
dari hukum perdata adalah hukum perikatan.
Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum
harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang
menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak
yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang
(Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum
perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur
dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD). Menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum
dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex
generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
6.2 Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja
yang melakukan perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan
Dagang, dirubah menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas
sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
• Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus – menerus, bertindakkeluar,

21
untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan perjanjian –
perjanjian perdagangan.
• Menurut Undang – undang Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap
bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus, dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara
Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba
6.3 Bentuk-bentuk Badan Usaha
Usaha dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Di Indonesia kita mengenal 3
macam bentuk badan usaha, yaitu :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Swasta
3. Koperasi.

22
BAB 7
Wajib Daftar Perusahaan
7.1. Dasar hukum wajib daftar perusahaan
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal
23  Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang
disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah
hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero
diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang
diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie
dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat
kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan
mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan
perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur
dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus
menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1
UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar
Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU
No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang
berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56
KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971
dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan
Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan
Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib
Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-
DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan
ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan
guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan,
pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha

23
dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk
penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
7.2 Ketentuan wajib daftar perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib
daftar perusahaan adalah :
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau
berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan
serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap
mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Termasuk juga perusahaan-perusahaan
yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum
yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan,
pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba;
Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
7.3 Tujuan wajib daftar perusahaan
Tujuan daftar perusahaan :
 Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi
identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
 Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
 Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
 Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
 Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.

24
 Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud
dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat
dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
7.4 Kewajiban pendaftaran
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran
wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau
dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
7.5 Cara & tempat serta waktu pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang
ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran
perusahaan, yaitu :
- di tempat kedudukan kantor perusahaan;
- di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan
atau kantor anak perusahaan;
- di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang

mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.


7.6 Hal – hal yang wajib didaftarkan
Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ;
perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa
oleh perbedaan bentuk perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib
didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
 Umum
 Mengenai Pengurus dan Komisaris
 Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
 Mengenai Setiap Pemegang Saham
 Akta Pendirian Perseroan

25
BAB 8
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)


Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak ekslusif yang diberikan suatu
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual:
• Prinsip ekonomi
• Prinsip keadilan
• Prinsip kebudayaan
• Prinsip sosial
8.2 Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industri (industrial property
right).
Hak Cipta (copyright) adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur
segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan
hukum.
8.3 Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
 Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO)
 Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
 Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
 Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
 Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention
for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the
World Intellectual Property Organization
 Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law
Treaty

26
 Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention
for the Protection of Literary and Artistic Works
 Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights
Treaty
8.4 Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta : Hak
Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (Pasal 1 ayat 1).
Dasar Hukum Hak Cipta:
• UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
• UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982
Nomor 15)
• UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
• UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara
RI Tahun 1997 Nomor 29)
8.5 Hak Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
• Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
• Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya
di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk
melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).

27
• Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri.
• Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu
penemuan (baru) di bidang teknologi.
Dasar Hukum Hak Paten:
•UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989
Nomor 39)
•UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
•UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001
Nomor 109)
8.6 Hak Merk
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
• Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1)
• Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang
dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar
perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
• Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Dasar Hukum Hak Merk:
• UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992
Nomor 81)
• UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992
tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
• UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001
Nomor 110).

28
8.7 Desain Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
8.8 Rahasia Dagang
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

29
BAB 9
Perlindungan Konsumen

9.1 Pengertian Konsumen


Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
9.2 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
 Asas perlindungan konsumen, Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen
pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
 Asas manfaat, Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha
secara keseluruhan.
 Asas keadilan, asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
 Asas keseimbangan, asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah
dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan keselamatan
konsumen.
 Asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas ini dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
 Asas kepastian hukum,asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam

30
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian
hukum.

Tujuan perlindungan konsumen


Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
 mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
 Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen adalah :
 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa
 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan

31
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Kewajiban konsumen adalah :


 membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
 beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
 membayar dengan nilai tukar yang disepakati
 mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut

9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha


Hak pelaku usaha adalah :
 hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
 hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikat tidak baik;
 hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan
hukum sengketa konsumen;
 hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
 hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah :


 beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

32
 memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
 memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
 menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
 memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang
yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
 memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian  dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
 memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
9.5 Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam
Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3
kelompok, yakni:
 larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
 larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
 larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
9.6 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat
dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product
Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang
bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang piaraan
dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara
masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah). Selanjutnya,
termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang
sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.

33
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product
liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for
injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has
been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the
manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured
by the use of product
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu
tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu
produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam
suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang
atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
9.7 Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
a. Sanksi Perdata :
- Ganti rugi dalam bentuk :
- Pengembalian uang atau
- Penggantian barang atau
- Perawatan kesehatan, dan/atau
- Pemberian santunan
- Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

b. Sanksi Administrasi : Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah),


melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
c. Sanksi Pidana :
 Kurungan :
- Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah)
(Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal
18
- Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1)huruf d dan f

34
•Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999
tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit 
berat, cacat tetap atau kematian
•Hukuman tambahan , antara lain :
- Pengumuman keputusan Hakim
- Pencabuttan izin usaha;
- Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
- Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
- Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

35
BAB 10
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
10.1 Pengertian Sengketa
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dengan yang lain.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi
kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary
citizens) untuk perkara di pengadilan.

10.2 Cara-cara Penyelesaian Sengketa


A. Negosiasi
Sengketa tanah merupakan salah satu masalah yang tidak mudah
diselesaikan dan harus diselesaikan secara hati-hati. Sebab, nuansa
kekerasan begitu terasa setiap kali sengketa tanah terjadi.Tak hanya
disimbolkan dengan kehadiran alat berat atau aparat, tapi juga benturan
fisik antar pihak yang bersengketa. Masalah sengketa tanah tidak hanya
menyangkut undang-undang, tapi juga implementasinya di lapangan.
Penyelesaian melalui jalur hukum (litigasi) pun tidak dapat selalu
menjanjikan keadilan, sedang jalan damai (nonlitigasi) juga tak mudah
untuk ditempuh.
B. Mediasi
Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok
(individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi
internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar
para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan
dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh:

36
mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika,
Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari
penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi
yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian
sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp
David 1979
C. Arbitrase
mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam Black’s
Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi
(consultasion) adalah: “act of consuling or confering: e.g. patient with
doctor; client with Lawyer. Deliberation of person on some subject. A
conference between the counsel enganged in a cae, to discuss its
question or arrange the method Of conducting”
10.3 Perbandingan antara perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi
a. Negosiasi atau perundingan               
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang
bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan
kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta
win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.
Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan
diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah
win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena
hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi
pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari
sistem ini adalah: ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena
sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara
sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini).

37
DAFTAR PUSTAKA

F.Katuuk, Neltje (1994) ,Diktat Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis, Gunadarma Jakarta
Kadir Muhammad.,SH. Prof.Abdul,(1999). Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti Bandung
Kansil., S.H ., Drs.C.S.T..(2005) Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 1, , PTt.Pradya
Paramita Jakarta
Kansil., S.H ., Drs.C.S.T..(2005)., Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 2, , PTt.Pradya
Paramita JakartA
Burton Simatupang . Richard, S.H (2003).,Aspek Hukum dalam Bisnis Edisi Revisi,.,
Rineka Cipta Jakarta
Margono, S.H, Suyud.(2001). Hak Kekayaan Intelektual, C.V. Novindo Pustaka
Mandiri, Jakarta
http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
http://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/syarat-sahnya-perjanjian-saat-
lahirnya-perjanjian-dan-pembatalan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-16/

38

Anda mungkin juga menyukai