Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Disusun Oleh :

Nama : Anggi Putri Rahayu

NIM : F0B020002

Prodi : Analisis Kimia

Dosen Pengampu :
1. Dr. Diah Riski Gusti, S. Si., M.Si.
2. Dr. Lenny Marlinda, S. T., M. T.
3. Heriyanti, ST., M. Sc., M. Eng.

P r ogram Studi D-III Analisis Kimia


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi
2021
PERCOBAAN 7
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

I. Tujuan
Menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu
zat dan menghitung panas kelarutannya.

II. Landasan teori


Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam
sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Yang dimaksud
dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut adalah banyaknya
suatu zat yang dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada
kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/ liter. Jadi bila
batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas
kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi
larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu
pelarutan. (Hoedijono, 1990).
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.
Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent adalah
substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah
solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas,
sangat dimungkinkan untuk memiliki semblan tipe larutan yang
berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas,
cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini
larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan
dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas. (Yazid, 2005).
Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah
larut, dapat larut (Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly Soluble),
dan tidak dapat larut. Beberapa variabel, misalnya ukuran ion-ion,
muatan dari ion-ion, interaksi atara ion-ion, interaksi antara solute dan
solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute
relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan kelarutan antara lain:
1. Sifat alami dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble
dengan substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung
untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak
miscible dengan substansi polar lainnya.
2. Efek dari temperature terhadap kelarutan
Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang
terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur
tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang besar dari
zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada
liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan
kelarutan (Solubilitas).
3. Efek tekanan pada kelarutan
Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil
pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang
besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelaruatn gas dalam cairan
berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga
sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat
jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat.
4. Kelajuan dari zat terlarut
a. Ukuran partikel
b. Temperatur dari solvent
c. Pengadukan dari larutan
d. Konsentrasi dari larutan (Sukardjo, 1997).
Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan
dalam penerapan prinsip Le. Chateliers untuk menghitung efek
temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan terminology dari
thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalphy dari sistem
telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar
vaporization atau DHv). Perubahan entalphy untuk proses diberikan
dengan mengurangi entalpy akhir sistem dengan entalphy mula-mula.

DH = Hhasil - Hhasil

Secara umum DH positif untuk setiap perubahan maksroskopik yang


terjadi pada tekanan konstan jika energi panas mengalir keluar. Proses
dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut proses endotermik,
sedangkan entalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik.
Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut
terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama,
dan sistem adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu
eksotermik atau endotermik tergantung pada temperatur dan sifat
alamiah solute dan solvent untuk memprediksi efek dari perubahan
temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip Le-Chatekiers, sangatlah
diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi untuk proses
pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (DH1)
sebagai jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (DH1
positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan (DH1 negatif) untuk menjaga
agar temperatur tetap konstan yang mana didalamnya terdapat satu mol
zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati larutan
jenuh untuk menghasilkan larutan jernuh.
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan
temperatur menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan
solute memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka
meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir semua
perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses
endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses
eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi secara
spontan adalah reaksi eksotermik. (Sukardjo, 1997).
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus
H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam karboksilat
paling sederhana ini bisa digambarkan dengan rumus HOOC – COOH.
Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat dari
asam asetat. Dianionnya, dikenal sebagai oksalat, juga akan pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium (CaOOC-COOCa), penyusun
utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat memiliki
massa molar 90.30 gr mol-1, dengan penampilan berupa kristal putih,
densitasnya 1,90 gr cm-3. Kelrutan dalam air yaitu 90 gr dm-3 (pada suhu
2OoC) dan keasamannya (pKa) yaitu 1, 38, 4, 28. Titik nyala yaitu 166 oC.
Senyawa-senyawa yang terkait yaitu Oksalil klorida, Dinadium oksalat,
Kalsium oksalat, dan Fenil oksalat ester. Data diatas berlaku pada
temperatur dan tekanan standar (25oC, 100 kPa). (Fikri, 2012).
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda
kaustik atau soda hidroksida adalah sejenis basa logam kauslik. NaOH
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia
digunkan diberbagai macam industri, kebanyakan digunakan sebagai
basa dalam proses tekstil, air minum, sabun dan detergen. NaOH adalah
basa yang paling umum digunakan dilabolatorium kimia. NaOH murni
berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet, serpihan,
butiran ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara
spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika larutan. Ia juga larut
dalam etanol dan metanol. Walaupun kelarutan NaOH dalam kedua
cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan KOH. Tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non polar lainnya, meninggalkan noda kuning pada kain
dan kertas. Massa molar NaOH yaitu 39,9971 gr/mol. Penampilan
berupa zat padat putih, densitasnya 2,1 gr/cm3, padat, titik lelehnya
3,8oC (591 K), titik didih 1390oC (1663 K), kelarutan dalam air 111
gr/100 ml (20oC), kebebasan (pKe) yaitu – 2, 43, titik nyalanya yairu
tidak mudah menguap.
Indikator adalah suatu zat pennjuk yang dapat
membedakan larutan, asam atau basa atau netral. Alearts dan Santika
(1984) melampirkan beberapa indikator dan perubahannya pada trayek
pH tertentu, kegunaan indikator ini adalah untuk mengetahi beberapa
kira-kira pH suatu larutan. Disamping itu juga digunakan untuk
mengetahui titik akhir konsentrasi pada beberapa analisa kuantitatif
senyawa organik dan senyawa anorganik.
Fenol ftalein adalah indkator titras iyang lain yang sering
digunakan dan fenol ftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang
lain. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-
ionnyaberwanra merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih
menggeser posisi kesetimbangan kearah kiri dan mengubah indikator
menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion
hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah kekanan untuk
menggantikannya mengubah indikator menjadi merah muda. Setelah
tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna merah muda
dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda pucat, hal ini sulit
untuk mendeteksinya dengan akurat. (Porter, 2008).
III. Prosedur Kerja
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
- Termostat 0-50 C
- Thermometer 50 C
- Buret 50
- Erlenmeyer 250 ml
- Gelas takar 250 ml
- Pipet volume 10 ml
- Pengaduk gelas
- Tabung reaksi

Bahan :

- Asam oksalat
- Larutan NaOH 0,5 N
- Indikator PP
- Es batu dan Garam dapur
3.2 Skema kerja

100 ml larutan Air Garam dapur Pecahan es batu


asam

Tabung reaksi Termostat

Termostat diaduk agar


temperatur 5

Type equation here.

Diambil 10 ml asam
2 tetes PP
oksalat

Di tritasi dengan larutan 0,5 M NaOH

Titrasi diulangi 2 kali

Thermostat lalu diatur untuk


pengamatan pada temperatur 10 ,
15 , 20 dan 25 .

Sementara untuk proses penurunan


temperatur larutan diukur pada
temperatur 25 , 20 , 15 , dan 10
IV. Hasil dan Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Proses Kenaikan temperatur
Volume V Kelarutan
No Suhu P air H2C2O4 V1 V2 Rata- (s)
(g/cm3) ml rata (mol/1000g)

1. 5 0,999967 10 9,8 10,1 99,5 0,9950

2. 10 0,99924 10 10,7 11,1 10,9 1,091

3. 15 0,99851 10 11,6 11,8 11,7 1,172

4. 20 0,99778 10 13,3 13,5 13,4 1,343

5. 25 0,9997048 10 14,1 14,2 14,15 1,4192

Nilai panas kelarutan = 12,654 kj/mol

Tabel 4.2 Proses Penurunan temperatur


Volume V Kelarutan
No Suhu P air H2C2O4 V1 V2 Rata- (s)
(g/cm3) ml rata (mol/1000g)

1. 25 0,997048 10 23 23 23 2,3068

2. 20 0,99793 10 19,3 19,3 19,3 1,934

3. 15 0,99881 10 15,4 15,5 15,45 1,5468

4. 10 0,999703 10 13,8 13,7 13,75 1,3754

Nilai panas kelarutan = 24,842 kj/mol


Pada percobaan ini akan ditentukan pengaruh temperatur
terhadap kelarutan suatu larutan zat, serta menghitung besarnya panas
kelarutan . Larutan yang akan diuji pada percobaan ini yakni larutan
asam oksalat jenuh. Larutan asam oksalat memiliki rumus H2C2O4.
Larutan asam oksalat dikatakan jenuh dimana pada larutan
terdapat kesetimbangan antara zat terlarut dan zat tidak terlarut. Saat
telah terjadi kesetimbangan maka pada kesetimbangan tersebut kecepatan
larutan untuk melarut akan sama dengan kecepatan mengendap yang
artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Akan tetapi jika
kesetimbangan diganggu seperti merubah temperatur maka konsentrasi
larutan akan berubah yang ditandai dengan berubahnya kelarutan larutan
tersebut. Sehingga larutan asam oksalat jenuh ini dapat digunakan pada
percobaan ini karena kejenuhannya tersebut yang menyebabkan larutan ini
sensitiv terhadap perubahan temperatur.
Pada percobaan ini besarnya panas pelarutan dilakukan dalam
dua kondisi yakni pada saat kenaikan temperatur (pada percobaan ini
temperatur 5 ) dan pada penurunan temperatur (pada percobaan ini
temperatur dari 25-10 ). Pada proses kenaikan temperatur pada termostat
dibuat sesuai dengan temperatur yang diinginkan (misalnya 5 )dengan
menambahkan es batu dan garam. Adanya garam akan membantu es
semakin dingin dan tidak mudah mencair. Hal ini dikarenakan saat es
ditaburi garam maka akan terbentuk lapisan garam dan air. Titik beku es
garam lebih rendah dari pada titik beku air pada umumnya. Hal tersebut
juga dilakukan pada proses penurunan temperatur.
Thermostat pada percobaan ini berfungsi sebagai alat untuk
mengatur temperatur agar selalu tetap. Sehingga temperatur yang telah
diatur pada thermostat akan terus dipertahankan (tidak mudah berubah).
Hal ini jelas berbeda jika digunakan baskom biasa yang dapat dengan
mudah berubah dalam temperatur ruang. Hal tersebut dapat terjadi karena
bahan pada termostat telah didesain untuk tidak mudah menyerap panas
dari temperatur ruang.
Saat temperatur tabung reaksi telah sesuai dengan temperatur
yang diinginkan larutan asam oksalat yang jenuh menyebabkan larutan ini
mudah membentuk endapan. Sehingga saat pengambilan larutan
diusahakan endapan larutan H2C2O4 ini tidak ikut terambil karena dapat
menyumbat pipet ukur, sehingga larutan akan sulit diambil. Kemudian ke
dalam larutan yang telah diambil dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
Penggunaan indikator PP disini karena larutan asam oksalat akan ditritasi
dengan NaOH. Proses titrasi yang terjadi yakni antara asam lemah (H2C2O4)
sehingga diperkirakan larutan akan bersifat basa saat mencapai titik
keseimbangan. Indikator PP merupakan indikator dengan rentang pH 8,2-
10, dimana pada kondisi asam berwarna bening dan pada kondisi basa
berwarna merah muda.
Proses titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,5 M
dilakukan untuk mendeteksi banyaknya asam oksalat yang larut dalam air.
Saat terjadi perubahan warna (dari bening menjadi merah muda)
menandakan banyaknya zat yang larut yang dilihat dari volume NaOH 0,5
M yang dibutuhkan hingga terjadi titik ekivalen.
Reaksi yang terjadi saat larutan asam oksalat jenuh direaksiakan
dengan larutan NaOH 0,5 M adalah sebagai berikut :
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4(aq) + 2H2O(I)
Setiap percobaan titrasi dilakukan sebanyak 2 kali. Pengulangan ini
bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang relatif dekat dengan hasil volume
yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya (lebih akurat).
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil bahwa baik pada
proses kenaikan temperatur maupun penurunan temperatur menunjukkan
bahwa semakin tinggi temperatur maka volume larutan NaOH 0,5 M yang
digunakan akan semakin banyak pula. Hal ini disebabkan karena semakin
tinggi temperatur maka tumbukan antar partikel-partikel dalam zat
tersebut semakin cepat sehingga akan mempercepat terjadinya reaksi.
Reaksi yang dimaksud yakni pelarutan zat terlarut dalam larutan asam
oksalat jenuh.
Berdasarkan nilai volume NaOH tersebut, maka dapat
ditentukan nilai kelarutannya (S). Pada proses kenaikan temperatur
diperoleh pada suhu 5 kelarutannya 0,9950 mol/1000g pada suhu 10
kelarutannya 1,091 mol/1000g pada suhu 15 kelarutannya 1,172
mol/1000g pada suhu 20 kelarutannya 1,343 mol/1000g dan pada suhu
25 kelarutannya 1,4192 mol/1000g. Sedangkan pada proses penurunan
suhu diperoleh pada suhu 25 kelarutannya 2.3068 mol/1000g pada suhu
20 kelarutannya 1,934 mol/1000g pada suhu 15 kelarutannya 1,5468
mol/1000g dan pada suhu 10 kelarutannya 1,375 mol/1000g.
Adanya nilai kelarutan (S) tersebut maka dapat ditentukan nilai
panas pelarutan ( ) pada setiap proses (kenaikan dan penurunan
temperatur). Dengan menggunakan persamaan van’t hoff yakni

, penentuan nilai panas temperatur dilakukan dengan membuat

grafik hubungan antara 1/T vs In S pada tiap proses (kenaikan dan


penurunan suhu) dimana grafik yang terbentuk merupakan garis lurus.

Pada garis tersebut menunjukkan s lope dan intersep C.


Pada proses kenaikan suhu diperoleh persamaan garisnya y = -
1,522 x – 5,464. Berdasarkan persamaan garis tersebut dapat ditentukan
nilai penurunan suhu diperoleh 24,842 kj/mol.

Grafik 1/T vs In S
14

12 y = 0.9386x + 2.0478
R² = 0.5162
10

8
In S

6 Volume
Linear (Volume)
4

0
0 2 4 6 8 10 12
1/T

Grafik 4.1 Kenaikan temperatur


Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara 1/T vs In S
pada penentuan kelarutan asam oksalat jenuh sebagai fungsi temperatur,
dimana semakin tinggi temperatur maka kelarutannya juga semakin besar.
Berdasarkan grafik tersebut 0,9386 x + 2,00478 R2 = 0,5162. Persamaan

garis tersebut menyatakan . Gradient garis dinyatakan


sehingga dapat diperoleh untuk kenaikan temperatur yakni 12,654
kj/mol.
Grafik 1/T vs In S
14

12 y = 1.2632x + 0.9825
10 R² = 0.5684

8
In S

6 Volume

4 Linear (Volume)

0
0 2 4 6 8 10
1/T

Grafik 4.2 Penurunan temperatur


Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara 1/T vs In S
pada penentuan kelarutan asam oksalat jenuh sebagai fungsi temperatur,
dimana semakin rendah temperatur maka kelarutannya juga semakin kecil.
Berdasarkan grafik tersebut y = 1,2632 x + 0,9825 R2 = 0,5684. Persamaan

garis tersebut menyatakan . Gradient garis dinyatakan


sehingga dapat diperoleh untuk kenaikan temperatur yakni 24,842
kj/mol.
V. Kesimpulan
5.1 Kesimpulan
1. Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut
dengan jumlah maksimum, dimana terjadi kesetimbangan antara
partikel yang terlarut dan yang tidak melarut.
2. Semakin tinggi suhu, kelarutan suatu zat akan semakin tinggi.
Nilai kelarutan asam oksalat jenuh terhadap suhu adalah sebagai
berikut :
a. Proses kenaikan suhu
Pada proses kenaikan temperatur diperoleh pada suhu 5
kelarutannya 0,9950 mol/1000g pada suhu 10 kelarutannya
1,091 mol/1000g pada suhu 15 kelarutannya 1,172
mol/1000g pada suhu 20 kelarutannya 1,343 mol/1000g
dan pada suhu 25 kelarutannya 1,4192 mol/1000g
b. Proses penurunan suhu
pada proses penurunan suhu diperoleh pada suhu 25
kelarutannya 2.3068 mol/1000g pada suhu 20 kelarutannya
1,934 mol/1000g pada suhu 15 kelarutannya 1,5468
mol/1000g dan pada suhu 10 kelarutannya 1,375
mol/1000g
3. Nilai panas pelarutan ( ) asam oksalat jenuh pada proses
kenaikan 12,654 kj/mol, sedangkan pada penurunan suhu
diperoleh 24,842 kj/mol.

5.2 Saran
Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya melakukan
persiapan secara matang dan melaksanakan percobaan dan lebih teliti
dalam melakukan pengamatan serta lebih hati-hati. Selain itu sebaiknya
dapat menguasai materi praktikum dan alur kerja praktikum sehingga
kesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan diperoleh hasil yang
maksimal.
DAFTAR ISI

Fikri. 2012. “Kelarutan Dan Stabilitas Kimia Kompleks Didanosin Dengan


Nikotinamid Atau L-Argini”. Jurnal Sains Materi Indonesia.
Vol 15. No 2 : 94-102.
Ismarwanto. 1990. Kimia Analisa Bag 1. Surabaya : FTI ITS.
Porter, S. 2008. “Polymorphism in Carbazepine Cocrystal”. International
Journal Crystal Growth Design. Vol 8. No 2 : 89-96.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta.
Yazid. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai