Anda di halaman 1dari 32

NARASI PROMOSI KESEHATAN

“KONSEP DASAR PERUBAHAN PERILAKU PADA IBU HAMIL DAN IBU


BERSALIN”

Dosen pembimbing :
Dwi Estuning Rahayu, S.Pd, S.Kep. Ns, M.Sc

Disusun Oleh Kelompok 2 Semester VI :


1. Annisa Arum Shinta D (P17321181002)
2. Dian Lutfi Rahmawati (P17321181008)
3. Kurnia Putri Cantyka (P17321183013)
4. Diajeng Fenti S (P17321183017)
5. Iva Satya Ratnasari (P17321183023)
6. Mirza Aulia Cahyani (P17321183028)
7. Natasya Farhana Niam (P17321183033)
8. Inas Zhafirah (P17321183036)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN i

DAFTAR ISI ii

1. Konsep Dasar Perilaku Pada Ibu Hamil 1

A. Definisi Perilaku Ibu Hamil 1

B. Batasan Bentuk Perilaku Ibu Hamil 2

C. Domain Perilaku Ibu Hamil 2

D. Proses dan Perubahan Perilaku Ibu Hamil 9

E. Teori Perubahan Perilaku Ibu Hamil 11

2. Konsep Dasar Perilaku Pada Ibu Bersalin 16

A. Definisi Perilaku Ibu Bersalin 16

B. Batasan Bentuk Perilaku Ibu Bersalin 17

C. Domain Perilaku Ibu Bersalin17

D. Proses dan Perubahan Perilaku Ibu Bersalin 23

E. Teori Perubahan Perilaku Ibu Bersalin 24

DAFTAR PUSTAKA 28

ii
1. KONSEP DASAR PERILAKU PADA IBU HAMIL

A. Definisi Perilaku Ibu Hamil


Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara
langsung dan tidak langsung (Notoatmodjo, 2012). Menurut Skiner (1938) dalam
Notoatmodjo (2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme tersebut merespons, maka teori
Skinner ini disebut teori "S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional (Prawirohardjo,
2008 dalam Kumalasari, 2015). Kehamilan terbagi dalam tiga trimester, dimana
trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke
13 hingga 27), dan trimester tiga 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke 40).
(Prawirohardjo, 2010). Menurut Hutahaean, (2013) kehamilan merupakan proses
fisiologis yang memberikan perubahan pada ibu maupun lingkungannya. Dengan
adanya kehamilan maka seluruh sistem genetalia wanita mengalami perubahan yang
mendasar untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim
selama proses kehamilan berlangsung.
Perilaku ibu hamil agar mendapatkan kehamilan dan persalinan yang aman :
a. Mengenal tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan persalinan serta mempunyai
rencana pendanaan untuk mendapatkan pertolongan segera oleh dokter atau
bidang medis apabila terjadi masalah.
b. Semua ibu hamil harus memeriksakan kehamilan sedikitnya 4 kali dan melahirkan
dengan pertolongan dokter atau bidan.
c. Penyakit dan kematian ibu bayi dapat dikuarangi jika ibu melahirkan dengan
pertolongan dokter atau bidan.
d. Semua ibu hamil memerlukan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

1
e. Menghhindari rokok, minum alkohol, menggunakan narkoba dan bahan beracun
lainnya yang berbahaya bagi kesehatan ibu hamil
f. Menghindari kekerasan fisik pada perempuan dan anak. Kekerasan pada ibu hamil
dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandungnya.
g. Setiap perempuan memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
berkualitas terutama masa kehamilan, saat melahirkan, dan masa nifas.

B. Batasan Bentuk Perilaku Ibu Hamil


Batasan bentuk perilaku menurut Notoatmodjo (2012) sebagai berikut:
a. Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain, misalnya : seseorang ibu hamil diberikan pengetahuan
tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan atau kunjungan ANC, ibu hamil
tersebut sadar dan memahami pentingnya pemeriksaan kehamilan adalah untuk
mengenali lebih awal apabila ada masalah atau tanda bahaya pada kehamilannya.
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata dan terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain, misalnya: seorang ibu hamil datang ke BPM untuk
memeriksakan kehamilannya.

C. Domain Perilaku Ibu Hamil

Domain perilaku menurut Benyamin Bloom ada tiga yaitu, kognitif, afektif,
dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan ini menentukan untuk
terbentuknya perilaku baru. Secara umum, timbulnya perilaku diawali dari adanya
domain kognitif. Individu tahu adanya stimulus, sehingga terbentuk pengetahuan
baru. Selanjutnya, timbul respon batin dalam bentuk sikap individu terhadap obyek
yang diketahuinya.

Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil


pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan. Pada

2
akhirnya, obyek yang telah diketahui dan disadari secara penuh akan menimbulkan
respon berupa tindakan (psikomotor). Jadi urutan terbentuknya perilaku baru adalah
sebagai berikut.

1. Kognitif atau Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari rasa ingin tahu yang terjadi melalui
proses sensoris panca indera, khususnya mata dan telinga terhadap obyek
tertentu. Pengetahuan adalah informasi yang terorganisasi, sehingga dapat
diterapkan untuk pemecahan masalah. Pengetahuan dapat dimaknai sebagai
informasi yang dapat ditindaklanjuti atau informasi yang dapat digunakan
sebagai dasar bertindak, untuk mengambil keputusan dan menempuh arah atau
strategi baru.

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan seseorang


untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto bahwa kognitif
adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau
peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali
ditujukan kepada ide-ide belajar.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan diperoleh melalui dua cara, yaitu :


a. Cara tradisional (ilmiah)
Cara tradisional (ilmiah) meliputi cara coba dan salah (trial and error),
cara kekerasan (otoriter), berdasarkan pengalaman pribadi, dan melalui
jalan pikiran.
b. Cara modern (non ilmiah)
Cara modern yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil
pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya
diambil kesimpulan.

Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut Bloom dalam


Notoatmodjo terdapat enam tingkatan, yaitu:
1) Tahu

3
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : ibu hamil
tahu pentingnya pemeriksaan kehamilan adalah untuk mengenali lebih
awal apabila ada masalah atau tanda bahaya pada kehamilannya. Untuk
mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2) Memahami
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahuinya tersebut.
3) Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4) Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahuinya.
5) Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,
sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang sudah ada.
6) Evaluasi.
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat
(Notoatmodjo, 2003).

4
Menurut Depkes RI (2003), salah satu komplikasi kehamilan yaitu
kematian Ibu dan Bayi yang tinggi. Sebagian besar kasus tersebut
dapat dicegah, bila kesehatan ibu selama hamil selalu terjaga melalui
pemeriksaan antenatal yang teratur dan pertolongan yang bersih dan
aman. Seringnya terjadi kematian pada saat persalinan, lebih banyak
disebabkan karena tingginya perdarahan. Selain itu ada juga penyebab
lain yang bisa menimbulkan kematian pada ibu hamil yaitu adanya 4
terlalu dan 3 terlambat.

Menurut Buku KIA 2016, kasus 3 terlambat, meliputi :


a. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan
mengambil keputusan.
b. Terlambat dirujuk ke fasilitas kesehatan.
c. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Kasus 4 terlalu, meliputi :
a. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)
b. Terlalu muda hamil (dibawah usia 20 tahun)
c. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)
d. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)
Adapun pengetahuan yang harus dimiliki oleh ibu hamil untuk
mendukung keberhasilan dalam kehamilannya yaitu:

1. Hindari 4T
4T adalah Terlalu tua, Terlalu muda, Terlalu banyak dan
Terlalu dekat. “4T” seringkali menjadi pemicu kematian Ibu,
sehingga harus dihindari. Sesuai yang disampaikan oleh wakil
Kemenkes RI, bahwa kematian ibu terjadi pada perempuan yang
terlalu muda untuk hamil, ada juga yang terlalu tua untuk hamil,
jarak kehamilan yang terlalu berdekatan, serta kehamilan yang
terlalu sering. Sebaiknya wanita hamil dalam masa yang dianjurka
yaitu 20-35 tahun. Jarak kelahiran anak minimal 2 tahun dan dapat
diatur menggunakan Keluarga Berencana (KB) serta cukup untuk
memiliki 2 anak saja.
2. Laksanakan Antenatal Care (ANC)

5
ANC dilakukan sebegai upaya untuk memelihara dan scrining
risiko kehamilan secara dini sehingga akan dilakukan intervensi
yang tepat dan segera apabila ditemukan permasalahan pada
kehamilan ibu. ANC yang baik yaitu : min 2 kali pada trimester 1
(K1), min 1 kali trimester 2, dan min 2 kali trimester 3 (K4). Pada
pelaksanaan ANC ibu hamil akan mendapatkan pendidikan tentang
perawatan kehamilan, identifikasi tenaga kesehatan terhadap ibu
hamil risiko tinggi, penanganan ibu hamil risiko tinggi. Bentuk
intervensi pada ANC berupa pemeriksaan fisik, standar pelayanan
minimal, pengobatan penyakit, nasehat dan konseling, persiapan
persalinan, perawatan bayi baru lahir, persiapan memberikan ASI
Eksklusif serta perencanaan KB. Dalam melaksanakan pelayanan
Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan
oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10 T.
Pelayanan dilakukan pada ibu hamil dengan memenuhi
kriteria 10 T yaitu:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan;
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LiLA);
4) Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri);
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan;
7) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan;
8) Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin
darah (Hb), pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya), pemeriksaan protein urin (bila ada
indikasi); yang pemberian pelayanannya disesuaikan dengan
trimester kehamilan;
9) Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan;
10)Temu wicara (konseling)
3. Pemenuhan Gizi Ibu Hamil

6
Pola konsumsi yang baik oleh ibu hamil harus dilakukan untuk
menunjang kesehatan baik saat hamil, melahirkan hingga menyusui.
Makan dengan pola gizi seimbang, lebih banyak daripada sebelum
hamil, disarankan untuk bertanya tentang makanan berizi saat
pemeriksaan kehamilan. Perlu diketahui bahwa tidak ada pantangan
makanan selama hamil. Ibu hamil dilarang minum jamu, minuman
keras atau merokok karena membahayakan kandungan. Sebaiknya
ibu hamil menjalani diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain
itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen
tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi,
aspirin dosis rendah, dan kalium untuk mencegah terjadinya pre-
eklampsia dan eklampsia. (Febriana, Rahfiludin, & P, 2017)
4. Perawatan Diri Sehari-hari
a. Mandi 2x sehari pakai sabun (pagi dan sore).
b. Gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur.
c. Memotong kuku setidaknya seminggu sekali.
d. Setelah kandungan berumur 4 bulan, seringlah elus-elus perut
dan ajak bicara bayi di dalam kandungan.
e. Kurangi kerja berat.
f. Istirahat berbaring minimal 1 jam di siang hari (posisi tidur
sebaiknya miring).
g. Sebaiknya ibu tidur pakai kelambu, jangan memakai obat
nyamuk bakar/semprot
5. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Persalinan ditolong oleh tenga kesehatan akan lebih
melaksanakan standar pelayanan minimal persalinan sehingga dapat
meminimalisir kejadian berisiko ketika persalinan. Hal ini juga
merupakan upaya agar ibu yang melahirkan dan bayi yang
dilahirakan sehat
6. Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang mengandung
zat gizi sempurna bagi bayi. ASI akan membuat imunitas bayi
menjadi optimal, sehingga mencegah dari berbagai penyakit. Bayi
hanya diberikan ASI saja dari umur 0 sampai 6 bulan, usia 6 bulan

7
keatas dilanjutkan ASI hingga umur 2 tahun sembari didampingi
dengan Makanan Pendamping ASI (MP ASI).

2. Sikap
Sikap adalah suatu reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau obyek. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek
(Fitriani, 2011). Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih
dahulu daripada perilaku yang tertutup. Sikap juga merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Maulana, 2009).
Menurut Newcomb seperti dikutip Notoatmodjo (2003) dalam
Maulana (2009), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap memiliki tingkatan, yaitu menerima, merespon, menghargai,
bertanggungjawab. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa factor,
antara lain : pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, serta pengaruh
factor emosional (Azwar, 2003).

Komponen yang membentuk sikap menurut Maulana (2009) sebagai


berikut:

a) Komponen kognitif (cognitive)


Disebut juga komponen perceptual, yang berisi kepercayaan yang
berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa
yang di lihat dan di ketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman
pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. Sebagai
contoh seorang tahu kesehatan itu sangat berharga jika menyadari sakit
dan terasa hikmahnya sehat.
b) Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjukkan dimensi emosional subjektif indivudu
terhadap objek sikap, baik bersifat positif (rasa senang) maupun negatif
(rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang
kita percayai sebagai suatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.
c) Komponen konatif (komponen prilaku)

8
Komponen ini merupakan predisposisi atau kecenderungan
bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya (misalnya para lulusan
SMU banyak memilih melanjutkan ke politeknik kesehatan karena setelah
lulus menjanjikan pekerjaan yang jelas).
3. Praktik atau Tindakan
Praktik merupakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (overt behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
seperti fasilitas. Praktik sendiri mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:
a) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b) Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
c) Mekanisme (mecanism)
Apabila sesorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
d) Adopsi (adoption)
Merupakan praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
D. Proses dan Perubahan Perilaku Ibu Hamil
Menurut Notoatmodjo (2012), faktor-faktor yang membedakan respons
terhadap terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan
perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut:
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasaan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

9
Menurut Teori Lawrence Grenn dalam Natoatmodjo (2012) perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai berikut :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan


fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan
sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan


perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.

Prosedur pembentukan perilaku menurut Skinner antara lain sebagai


berikut :

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguatan atau reinforcer


berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang


membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut
disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang
dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,


mengidentifikasi reinforces atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang


telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya
diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan)
tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka
dilakukan komponen (perilaku) yang kedua kemudian diberi hadiah (komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai
komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuknya
(Natoatmodjo, 2012).

10
Perubahan yang umumnya terjadi pada perempuan pada waktu hamil adalah
(Hidayat, 2009):
1. Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian untuk dapat
berperan sebagai calon ibu dan mampu mempertahankan perkembangan
janinnya;
2. Ibu memerlukan sosialisasi.
Reaksi yang umum pada kehamilan:

1. Trimester satu: ambivalen (bercabang dua yang saling bertentangan) , takut,


tantasi (khawatir).
2. Trimester dua: perasaan lebih nyaman, kebutuhan mempelajari tumbuh
kembang janin, pasif, introvert (orang yang menikmati dan menyukai
kesendirian, tertutup dan pendiam), egosentris (menjadikan diri sendiri
sebagai titik pusat pemikiran (perbuatan); berpusat pada diri sendiri (menilai
segalanyadari sudut diri sendiri), self centered (cenderung lebih
mementingkan kesenangan pribadi).
3. Trimester tiga: berperasaan aneh, semberono, jelek, menjadi introvert,
merefleksikan terhadap pengalaman masa kecil.

E. Teori Perubahan Perilaku Ibu Hamil


a. Teori Reva Rubin (Pencapaian Peran Ibu)
Menurut Rubin untuk mencapai peran menjadi seorang ibu maka seorang
perempuan membutuhkan proses belajar berupa latihan-latihan. Dalam proses ini
perempuan diharapkan mampu mengidentifikasi bagaimana perempuan tersebut
mampu mengambil peran seorang ibu. Peran diperoleh melaui proses belajar yang
dicapai melalui satu rangkaian aktivitas. Walaupun proses ini mungkin dapat
melibatkan efek yang negative misalnya dalam intervensi atau tindakan, namun
teori ini sangat berarti bagi seorang wanita terutama calon ibu untuk mempelajari
peran yang dialaminya kelak sehingga ia mampu beradaptasi dengan perubahan
yang akan dihadapinya khususnya perubahan psikososial dalam kehamilan setelah
melahirkan (Asrinah, 2010).
Rubin mengatakan bahwa seorang perempuan sejak hamil sudah    mempunyai
harapan sebagai berikut :
1. Memastikan keselamatan secara fisik, kesejahteraan ibu dan bayi

11
2. Memastikan penerimaan masyarakat terutama orang-orang yang sangat berarti
bagi ibu dan bayi
3. Penentuan gambaran identitas diri
4. Mengerti tentang arti memberi dan menerima
Tahap-tahap psikososisal (psikososial stage) yang biasa dilakukan calon
ibu dalam mencapai perannya antara lain :
 Anticipatory stage
Pada tahap ini seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan
interaksi dengan anak yang lain.
 Honeymoon stage
Pada tahap ini ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang
dijalaninya, ibu memerlukan bantuan anggota keluarganya yang lain.
 Plateu stage
Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. Tahap
ini memerlukan waktu beberapa minggu kemudian ibu akan melanjutkan
sendiri.
 Disengagement
Merupakan tahap penyelesaian dimana latihan peran sudah berakhir.
(Mufdillah, 2012)
Rubin menyimpulkan bahwa tujuan dari usaha ibu selama kehamilan adalah :
 Meyakinkan adanya keamanan bagi diri dan bayinya selama kehamilan dan
persalinan
 Meyakinkan adanya penerimaan sosial bagi diri dan  bayinya
 Meningkatkan ikatan tarik-menarik dalam konstruksi dari image dan
identitas dari saya dan anda
 Mencari kedalaman dari arti tindakan transitif dari memberi dan menerima
Tugas yang harus di lakukan ibu atau pasangan dalam kehamilan:

1. Percaya bahwa ia hamil dan berhubungan dengan janin dalam satu


tubuh
2. Persiapan terhadap pemisahan secara fisik pada kelahiran janin
3. Penyelesaiaan dan identifikasi kebinggungan dengan peran transisi.

Ada 3 Aspek yang di identifikasi dalam peran ibu:

12
1. Ideal image: gambaran tentang idaman bayi sehat.
2. Self image: gambaran tentang diri memandang tentang pengalaman
yang dia lakukan.
3. Body image: gambaran tubuh, gambaran ketika hamil dan setelah
nifas.
Beberapa tahapan aktifitas penting sebelum seseorang menjadi seorang ibu:
1. Taking on (tahapan meniru)
Seorang wanita dalam pencapaiaan sebagai ibu akan memulainya
dengan meniru dan melakukan peran seorang ibu.
2. Taking in
Seorang wanita sedang membayangkan peran yang dilakukannya .
introjektion, projection dan rejection merupakan tahap di mana wanita
membedakan model-model yang sesuai dengan keinginannya.
3. Letting go
Wanita mengingat kembali proses dan aktifitas yang sudah di
lakukannya. Pada tahap ini seorang akan meninggalkan perannya di
masa lalu.
Proses pelaksanaan peran seorang ibu, melalui tahap:
1. Mimicry (peniruan).
Wanita meniru perilaku wanita lain (yang pernah hamil) dengan
melihat, mendengar, dan merasakan pengalaman menjadi seorang
ibu. Misalnya, apa yang dilakukan saat persalinan, bagaimana
pertumbuhan bayi pada hari-hari pertama, dan sebagainya.
2. Role play (mencoba bermain peran).
Menciptakan kondisi di masa yang akan datang dengan sengaja.
Misalnya berlatih merawat bayi dengan menjadi babysitter
(pengasuh anak) untuk anak temannya, mencoba menyuapi anak
kecil, dan sebagainya.
3. Fantasy (menghayal).
Wanita menghayalkan dirinya di masa yang akan datang. Misalnya,
akan seperti apa proses persalinannya nanti, baju apa yang akan
dikenakan bayinya nanti, dan sebagainya.
4. Introjection-projection-rejection (pengolahan pesan).

13
Wanita mencoba mengolah pesan dan membandingkan gambaran
ideal tentang seorang ibu dengan keadaan dirinya sendiri. Dalam fase
ini dapat terjadi proses penerimaan dan penolakan. Misalnya, saat
ibu memandikan bayinya di rumah berdasarkan apa yang
dipelajarinya di rumah sakit atau di tempat lainnya.
5. Grief-work (evaluasi).
Wanita tersebut mengevaluasi hasil tindakannya di masa lalu dan
menghilangkan tindakan yang ia anggap sudah tidak tepat lagi.
b. Teori Ramona

Dalam teorinya Marcer lebih menekan kan pada stres ante partum dalam
pencapaian peran ibu. Ia mengidentifikasi seorang wanita pada awal post partum
menunjukan bahwa wanita akan lebih mendekatkan diri kepada bayi di
bandingkan dengan melakukan tugasnya sebagai seorang ibu pda umumnya
(Nurhayati, 2012).
Ada pokok pembahasan dalam teori Marcer yaitu :
1. Efek stress antepartum
Stress Anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan
pengalaman negative dari hidup seorang wanita, tujuan asuhan yang di
berikan adalah  memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi
ketidak percayaan ibu.
Penilitian mercer menunjukkan ada enam faktor yang berhubungan
dengan status kesehatan ibu, yaitu :
a. Hubungan Interpersonal
b. Peran keluarga
c. Stress anterpartum
d. Dukungan social
e. Rasa percaya diri
f. Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi
g. Maternal role, menurut mercer adalah bagai mana seorang ibu
mendapatkan identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan
penjabaran yang lengkap dengan dirinya sendiri.
2. Pencapaian peran ibu

14
Peran ibu dapat di capai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya
termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut
mercer menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga,
baik yang positif ataupun yang negative. Bila fungsi keluarganya positif
maka ibu hamil dapat mengatasi stress anterpartum, stress anterpartum
karena resiko kehamilan dapat mempengaruhi persepsi terhadap status
kesehatan, dengan dukungan keluarga dan bidan maka ibu dapat
mengurangi atau mengatasi stress anterpartum.
Perubahan yang terjadi pada ibu hamil selama masa kehamilan
(Trisemester I, II dan III) merupakan hal yang fisiologis sesuai dengan
filosofi asuhan kebidanan bahwa menarche, kehamilan, nifas, dan
monopouse merupakan hal yang fisiologis.
Perubahan yang di alami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat
menimbulkan stress anterpartum, sehingga bidan harus memberikan asuhan
kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis
(normal), perubahan yang di alami oleh ibu hamil antara lain adalah:
a. Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian
sehingga dapat berperan sebagai calon ibu dan dapat memperhatikan
perkembangan bayinya.
b. Ibu memerlukan sosialisasi
c. Ibu cenderung merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi pada
tubuhnya
d. Ibu memasuki masa transisi yaitu dari masa menerima kehamilan
kehamilan ke masa menyiapkan kelahiran dan menerima bayinya.
e. Penghargaan diri, status kesehatan dan dukungan social diperkirakan
mempunyai efek langsung yang positif terhadap penguasaan.

15
2. KONSEP DASAR PERILAKU PADA IBU BERSALIN

A. Definisi Perilaku Ibu Bersalin

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup
yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).

Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian


pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Prawirohardjo, 2002).

Perilaku ibu bersalin misalnya kecenderungan perilaku sosial masyarakat


kampung dalam memilih dukun beranak sebagai penolong persalinan lebih besar
dibandingkan dengan bidan praktek dan ke puskesmas. Kecendrungan ibu hamil
menggunakan jasa pertolongan persalinan di dukun beranak kampung dengan alasan
keterjangkauan dari segi biaya karena tempat tinggal yang agak jauh dari puskesmas.
Namun, beberapa orang mereka lebih memilih puskesmas sebagai tempat pertolongan
persalinan, karena jika terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan dapat ditangani
segera mungkin. Terungkap masih sering lambatnya pertolongan persalinan kepada
ibu hamil dikarenakan petugas kesehatan puskesmas harus menunggu dokter
kandungan yang kadang-kadang jarang di tempat. Ibu hamil biasanya menggunakan

16
jasa pertolongan persalinan puskesmas bila mereka mendapat kesulitan dalam
persalinan atau sudah mengetahui bahwa kehamilannya beresiko tinggi.

B. Batasan Bentuk Perilaku Ibu Bersalin

Notoatmodjo (2007) menjelaskan terdapat dua bentuk perilaku, yaitu:

1) Bentuk Pasif
Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Pada ibu bersalin respon internal tersebut merupakan perubahan hormone yang
diikuti dengan perubahan fisik dan emosional seperti penurunan kadar hormone
progesteron sebagai sebab mulainya persalinan yang menyebabkan kontaksi atau
his pada ibu bersalin selain itu adanya penipisan dan pembukaan serviks yang akan
menimbulkan sikap batin seperti kecemasan dan rasa tidak nyaman.
Contoh lain yaitu timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan
konflik batin. Hal ini disebabkan oleh semakin membesarnya janin dalam
kandungan yang dapat mengakibatkan calon ibu mudah capek, tidak nyaman
badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering kesulitan bernafas dan macam-macam
beban jasmaniah lainnya diwaktu kehamilannya.
Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan serta tidak
sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya menjadi
terganggu. Ini disebabkan karena kepala bayi sudah memasuki panggul dan
timbulnya kontraksikontraksi pada rahim sehingga bayi yang semula diharapkan
dan dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini dirasakan sebagai
beban yang amat berat.
2) Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi atau dilihat secara
langsung. Perilaku yang sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata.
Pada ibu bersalin bentuk aktif sebagai respon terhadap stimulus dapat dilihat
ketika ibu memeriksakan kandungannya segera setelah ibu merasakan kontraksi

17
yang sangat kuat dikarenakan rasa kecemasan yang tinggi terhadap kandungannya
saat akan menjalani persalinan.
C. Domain Perilaku Ibu Bersalin
Benyamin Bloom (seorang ahli psikologi pendidikan) dalam Notoatmodjo
(2003) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 tingkat ranah yakni :

1. Pengetahuan (Kognitif)
Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Berikut ini pengetahuan yang harus dimiliki pada ibu bersalin untuk
mendukung keberhasilan proses persalinan tanpa menimbulkan masalah atau
komplikasi pada ibu maupun bayi :
a. Pengetahuan bagaimana terjadinya persalinan
Informasi tentang kesehatan mempengaruhi seseorang dalam hal upaya
mengatasi kecemasan dalam menghadapi persalinan kala I yang disebabkan
karena tidak atau kurangnya memperoleh informasi yang kuat. Akibat yang
dapat terjadi bila ibu tidak dapat mengetahui persalinan kala I maka ibu akan
merasa cemas dan gelisah, kalau ibu sudah punya pengetahuan mengenai hal
ini, biasanya ibu akan lebih percaya diri menghadapinya (Hawari, 2006).
Rasa cemas selama persalinan kala I disebabkan oleh ketakutan
melahirkan. Takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan atau
kelainan bentuk tubuhnya seperti episiotomi, ruptur, jahitan ataupun seksio
sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya.
b. Pengetahuan ibu bersalin tentang pentingnya inisiasi menyusui dini
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) penting dilakukan pada 30 menit
pertama setalah melahirkan bayi supaya bayi mendapatkan kolostrum yang
terdapat dalam ASI yang dapat mencegah 22 persen resiko kematian pada
bayi baru lahir. Sedangkan bayi yang diberikan ASI Eklusif selama 4 bulan
dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi.
Pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan atau
makanan, tetapi pada usia 30 menit harus di susukan pada ibunya, bukan
untuk pemberian nutrisi tetapi untuk belajar menyusu atau membiasakan

18
menghisap puting susu dan juga guna mempersiapkan ibu untuk mulai
memproduksi ASI. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah
jam setelah persalinan, prolaktin (hormon pembuat ASI) akan turun dan sulit
merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau
lebih dan memperlambat pengeluaran kolostrum (Roesli, 2010).
Manfaat Inisiasi Menyusu Dini bagi bayi dan ibu menjadi lebih
tenang, tidak stres, pernafasan dan detak jantung lebih stabil, dikarenakan
oleh kontak antara kulit ibu dan bayi. Sentuhan, emutan dan jilatan bayi
pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oxytosin yang
menyebabkan rahim berkontraksi sehingga mengurangi perdarahaan ibu dan
membantu pelepasan plasenta. Bayi juga akan terlatih motoriknya saat
menyusu, sehingga mengurangi kesulitan posisi menyusu dan mempererat
hubungan ikatan ibu dan anak (JNKPK-KR, 2013).
c. Pengetahuan Rupture Perineum
Terjadinya rupture perineum sebagian besar ibu dikarenakan posisi
persalinan, dan cara cara meneran yang kurang tepat. Sehingga sebagian
besar kasus ibu melahirkan mengalami luka robekan jalan lahir. Untuk itu
perlu adanya pengetahuan tentang luka robekan jalan lahir pada ibu yang
akan melahirkan sehingga ibu akan mudah mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Penanganan kejadian Rupture perineum dapat dengan mudah
dilakukan oleh petugas kesehatan jika ibu telah memiliki pengetahuan
tentang Rupture perineum, karena dengan baiknya pengetahuan maka dapat
mengurangi tingkat kepanikan ibu melahirkan, yang memudahkan ibu untuk
mendapatkan pelayanan.
d. Posisi melahirkan
Selama ini banyak ibu hamil beranggapan posisi melahirkan hanya
berbaring (litotomi) atau setengah duduk. Padahal orang zaman dahulu
mempunyai kebiasaan melahirkan dengan cara jongkok atau berdiri. Semua
posisi ada kelebihan dan kekurangannya. (Chomaria, Nurul, 2012). Sehingga
berdampak pada proses persalinannya, seperti persalinan lama, rasa sakit
yang semakin banyak dan robekan perineum yang lebih luas. Maka dari itu
penting untuk ibu yang akan bersalin meningkatkan pengetahuan tentang
posisi melahirkan sehingga dapat memudahkan proses persalinan.

19
e. Teknik meneran
Teknik meneran yang benar saat persalinan sangat bermanfaat untuk
mengurangi resiko terjadinya ruptur perineum, akibat bayi yang mengalami
akfiksia (dipatograf), odema pada jalan lahir dan ibu dapat kehilangan tenaga
pada masa persalinan. Menurut penelitian, ibu primipara merupakan ibu
bersalin yang pertama yang belum pernah mempunyai pengalaman
melahirkan sebelumnya maka dari itu ibu primipara harus menguasai tehnik
mengejan yang benar agar apabila kelak tiba waktu melahirkan di harapkan
dapat meminimalkan kesulitan dan persalinannya bisa berjalan lancar sesuai
apa yang di inginkan
f. Posisi menyusui yang benar
Salah satu faktor utama yang mensukseskan ASI eksklusif adalah
posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, hal ini sering terabaikan oleh
sebagian besar para ibu, karena mereka menganggap menyusui adalah hal
yang gampang dan hal itu tidak perlu dipelajari. Banyak hal yang selalu
dilalaikan para ibu pada saat menyusui sehingga terjadi masalah yang tidak
diinginkan, hal tersebut terjadi karena ibu kurang mengetahui posisi yang
benar saat menyusui.
Akibat dari posisi menyusui yang salah adalah puting lecet, payudara
bengkak, dan mastitis serta berat badan bayi tidak naik sehingga menurunkan
motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dalam setiap posisi menyusui
hal yang penting adalah bayi cukup mengambil cukup payudara ke dalam
mulutnya sehingga ia dapat mengisap secara efektif (WHO, 1993).
2. Sikap (Afektif)
Sikap adalah suatu reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau obyek. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Fitriani, 2011).
Sikap tidak dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu daripada perilaku
yang tertutup. Sikap juga merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Maulana, 2009).
Menurut Newcomb seperti dikutip Notoatmodjo (2003) dalam Maulana
(2009), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi
predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
memiliki tingkatan, yaitu menerima, merespon, menghargai, bertanggungjawab.

20
Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain : pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan agama, serta pengaruh factor emosional (Azwar, 2003).

Komponen yang membentuk sikap menurut Maulana (2009) sebagai berikut:


a) Komponen kognitif (cognitive) disebut juga komponen perceptual, yang
berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap
objek sikap dengan apa yang di lihat dan di ketahui, pandangan,
keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan
informasi dari orang lain. Sebagai contoh seorang tahu kesehatan itu
sangat berharga jika menyadari sakit dan terasa hikmahnya sehat.
b) Komponen afektif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan
dimensi emosional subjektif indivudu terhadap objek sikap, baik bersifat
positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional
banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai suatu yang benar
terhadap objek sikap tersebut. Tindakan (practice) Suatu sikap belum tentu
otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt behavior). Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendorong atau situasi kondisi yang memungkinkan.
c) Komponen konatif (komponen perilaku), komponen ini merupakan
predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang
dihadapinya (misalnya para lulusan SMU banyak memilih melanjutkan ke
politeknik kesehatan karena setelah lulus menjanjikan pekerjaan yang
jelas).

Pada saat terjadi persalinan, ibu akan merasakan berbagai emosi dan
timbulnya pandangan baru terhadap hidup. Hal ini karena adanya perubahan
peran yang akan dilalui ibu setelah persalinan. Komponen pembentuk sikap
pada ibu bersalin dapat berupa komponen kognitif maupun afektif, sedangkan
komponen psikomotor lebih banyak terjadi setelah proses melahirkan selesai.
Contohnya sebagai berikut:

a. Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan


sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika bayi yang yang akan

21
dilahirkan dalam keadaan cacat, ketakutan menghadapi kesulitan dan
resiko bahaya melahirkan serta ketakutan pada takhayul lain. Walaupun
pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-ketakutan gaib selama proses
reproduksi sudah sangat berkurang sebab secara biologis, anatomis, dan
fisiologis kesulitan-kesulitan pada peristiwa partus bisa dijelaskan dengan
alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas (keluarbiasaan). Tetapi
masih ada perempuan yang diliputi rasa ketakutan akan takhayul.
b. Perasaan tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik batin. Hal ini
disebabkan oleh semakin membesarnya janin dalam kandungan yang
dapat mengakibatkan calon ibu mudah capek, tidak nyaman badan, dan
tidak bisa tidur nyenyak, sering kesulitan bernafas dan macam-macam
beban jasmaniah lainnya diwaktu kehamilannya.
c. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan serta tidak
sabaran sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya
menjadi terganggu. Ini disebabkan karena kepala bayi sudah memasuki
panggul dan timbulnya kontraksikontraksi pada rahim sehingga bayi yang
semula diharapkan dan dicintai secara
psikologis selama berbulan-bulan itu kini dirasakan sebagai beban yang
amat berat.
d. Perasaan haru dan senang pada ibu bersalin timbul setelah bayi lahir
dengan selamat.
3. Tindakan (Psikomotor)
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendorong atau situasi kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas
beberapa tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (perception)
Adanya pengenalan dan pemilihan berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat.
2. Respon terpimpin (guided response)
Mengikuti contoh atau melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)

22
Sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan dan telah melakukannya dengan
benar secara otomatis sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Sudah memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut adalah
suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan


wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Aspek psikomotor pada ibu bersalin dapat dilihat saat ibu melakukan
Inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir. IMD atau permulaan
menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Menurt
Roesli (2008), beberapa factor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD
diantaranya adalah kondisi bayi seperti bayi kedinginan atau bayi kurang siaga,
kondisi ibu seperti kelelahan setelah melahirkan, jumlah kolostrum sedikit atau
tidak keluar, petugas kesehatan dan keadaan ruangan atau tempat bersalin. IMD
penting dilakukan untukmencegah penyebab kematian pada bayi.

Selain itu, ibu melakukan teknik meneran dengan baik sesuai arahan bidan
atau petugas kesehatan yang menolong persalinan merupakan bentuk aspek
psikomotor lain.

D. Proses dan Perubahan Perilaku Ibu Bersalin


Prosedur pembentukan perilaku menurut Skinner antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguatan atau reinforcer
berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut
disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang
dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforces atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang
telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya

23
diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan)
tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka
dilakukan komponen (perilaku) yang kedua kemudian diberi hadiah (komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai
komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuknya
(Natoatmodjo, 2012).
Perubahan psikologi dapat terjadi pada ibu dalam persalinan , terutama bagi
ibu yang pertama kali melahirkan, perubahan-perubahan tersebut diantaranya:
1) Perasaan tidak enak
2) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapi
3) Ibu dalam menghadapi persalinan sering memikirkan antara lain apakah
persalinan berjalan normal
4) Menganggap persalinan sebagai cobaan
5) Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam menolongnya
6) Apakah bayinya normal atau tidak
7) Apakah ia sanggup merawat bayinya
8) Ibu merasa cemas (Sumarah et al, 2009).
Menurut Sukarni & Wahyu (2013) menyatakan bahwa tidak jarang ibu akan
mengalami perubahan psikologi diantaranya, rasa takut, stress, ketidaknyamanan,
cemas, marah-marah dan lain-lain.
E. Teori Perubahan Perilaku Ibu Bersalin

Kecemasan yang dirasakan saat jelang melahirkan sering kali tidak nampak
saat proses persalinankarena menurut Kartono (2007) penderitaan hebat dan syok
akibat rasa sakit yang dialami saat proses persalinan menyebabkan perhatian ibu yang
sedang melahirkan terhadap lingkungan berkurang karena kesadaran dan konsentrasi
tertuju pada kesakitan yang hebat dan kepanikan jelang kelahiran bayi.

Setelah bayi lahir muncul berbagai macam kondisi psikologis. Berdasarkan


hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyo, Rimawari, Widagdo dan Solikha (2008)
meskipun sebelum melahirkan ibu dihinggapi perasaan takut, setelah proses
persalinan ibu menjadi lega atau puas terbebas dari gangguan tidur dan kelelahan fisik
selama proses persalinan. Menurut Kartono (2007) kebahagiaan memiliki anak

24
menjadi kompensasi upah dari penderitaan segala hambatan yang terjadi selama
kehamilan dan selama proses persalinan.

Selanjutnya pasca melahirkan menjadi 1 periode lainnya yang harus dijalani


oleh ibu bersama dengan anak yang telah dilahirkan. Menurut Kartono (2007) setelah
anak lahir, anak dirasakan sebagai objek kasih sayang yang terpisah dari ibu. Perasaan
terpisah dan bahagia juga disertai dengan berbagai macam kecemasan seperti akan
keselamatan bayi jika ditinggalkan sendiri, kecemasan tidak dapat menyusui dan
perawatan yang baik untuk bayi, bayi sakit, dan jatuh. Hal tersebut terjadi karena
pusat perhatian ibu tertuju hanya untuk bayi yang dilahirkan.

Beberapa tahapan aktifitas penting sebelum seseorang menjadi seorang ibu:


1. Taking on (tahapan meniru)
Seorang wanita dalam pencapaiaan sebagai ibu akan memulainya dengan
meniru dan melakukan peran seorang ibu.
2. Taking in
Seorang wanita sedang membayangkan peran yang dilakukannya .
introjektion, projection dan rejection merupakan tahap di mana wanita
membedakan model-model yang sesuai dengan keinginannya.
3. Letting go
Wanita mengingat kembali proses dan aktifitas yang sudah di lakukannya.
Pada tahap ini seorang akan meninggalkan perannya di masa lalu.
Proses pelaksanaan peran seorang ibu, melalui tahap:
1. Mimicry (peniruan).
Wanita meniru perilaku wanita lain (yang pernah hamil) dengan melihat,
mendengar, dan merasakan pengalaman menjadi seorang ibu. Misalnya, apa yang
dilakukan saat persalinan, bagaimana pertumbuhan bayi pada hari-hari pertama,
dan sebagainya.
2. Role play (mencoba bermain peran).
Menciptakan kondisi di masa yang akan datang dengan sengaja. Misalnya
berlatih merawat bayi dengan menjadi babysitter (pengasuh anak) untuk anak
temannya, mencoba menyuapi anak kecil, dan sebagainya.
3. Fantasy (menghayal).

25
Wanita menghayalkan dirinya di masa yang akan datang. Misalnya, akan
seperti apa proses persalinannya nanti, baju apa yang akan dikenakan bayinya
nanti, dan sebagainya.
4. Introjection-projection-rejection (pengolahan pesan).
Wanita mencoba mengolah pesan dan membandingkan gambaran ideal
tentang seorang ibu dengan keadaan dirinya sendiri. Dalam fase ini dapat terjadi
proses penerimaan dan penolakan. Misalnya, saat ibu memandikan bayinya di
rumah berdasarkan apa yang dipelajarinya di rumah sakit atau di tempat lainnya.
5. Grief-work (evaluasi).
Wanita tersebut mengevaluasi hasil tindakannya di masa lalu dan
menghilangkan tindakan yang ia anggap sudah tidak tepat lagi.

Konsep dasar periode post partum menyebabkan stress emosional terhadap ibu


baru. Keberhasilan masa transisi menjadi orang tua pada masa post partum di
pengaruhi oleh:
1. Respon dan dukungan dari keluarga.
2. Hubungan antara melahirkan dengan harapan-harapan
3. Pengalaman melahirkan dam membesarkan anak yang lalu
4. Pengaruh budaya

Periode diuraikan rubin dalam 3 fase, taking in, taking hold dan letting go:

1. Taking in
 Terjadi pada 1-2 hari post partum, umumnya ibu pasif dan ketergantungan,
perhatiannya tertuju pada diri sendiri
 Ia mungkin akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan
 Kebutuhan akan istirahat sangat penting, pusing, iritabel. Ibu memerlikan
ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal.
 Peningkatan kebutuhan nutrisi.
 Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan
nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
2. Taking hold
 Berlangsung 2-4 hari post partum, ibu menjadi lebih perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua
26
 Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung
jawab akanbayinya.
 Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan
daya tahan tubuhnya.
 Ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan kritikan pribadi.
 Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok.
 Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu
membesarkanbayinya.
3. Letting go
 Biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan keluarga.
 Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan beradaptasi
dengan kebutuhanbayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan
hubungan social.
 Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini

Depresi post partum :

1. Banyak ibu mengalami perasaan “let-down” setelah melahirkan,


sehubungan dengan seriusnya pengalaman melahirkan dan keraguan akan
kemampuan untuk mengatasi masalah secara efektif dalam membesarkan
anak
2. Umumnya depresi sedang dan mudah berubah, dimulai 2-3 hari setelah
melahirkan dan dapat diatasi 2 pekan kemudian
3. Jarang menjadi patologis sampai psikosis post partum

27
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Arlin dkk. 2016. “Pemberian Inisiasi Menyusu Dini Pada Bayi Baru Lahir”. Jurnal
Kesehatan Manarang. 2 (2). 76-81
Ajar, Duku. 2011. Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Asrinah. 2010. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Atik, Purwandari. 2014. Konsep Kebidanan  Sejarah dan Profesionalisme. Jakarta: EGC
Azwar, Saifudin. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Depkes, RI. 2016. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Kemenkes RI
Ella Febriana, M. Zen Rahfiludin, Dina Rahayuning P(2017). Pengaruh konsumsi mineral
pada penderita Hipertensi. Skripsi Semarang UNDIP
Fitriani. S. 2011. Promosi Kesehatan Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Handayani & Astuti, Puji. 2017. “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Terkait Teknik Posisi
Menyusui Yang Benar Pada Ibu Bersalin Di Rsu Bunda Jakarta”. Jurusan Ilmu
Keperawatan, Stikes Binawan Jakarta Indonesia. Vol 7. 202-205
Hidayat, Asri. 2009. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press
Kumalasari I. 2015. Perawatan Antenatal, Intranatal, Postnatal Bayi Baru Lahir dan
Konsepsi. Jakarta : Salemba Medika
Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta Selatan :
Pusdik SDM Kesehatan
Kusindijah, Uky. 2013. “Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Posisi Melahirkan
di RB. Medika Utama Balongbendo”. Embrio Jurnal Kebidanan. Vol 7. 54-57
Lestari, Titin Maya Puji. 2015. Perilaku Ibu Hamil Dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan
Di Desa Pasar Baru Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Diakses 4 Feb

28
2021 pukul 16.40 (https://32221-ID-perilaku-ibu-hamil-dalam-menjaga-kesehatan-
kehamilan-di-desa-pasar-baru-kecamata.pdf)
Maulana, Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansur, Herawati. 2014. Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta: Salemba Medik
Mufdillah. 2012. Konsep Kebidanan edisi Revisi. Yogyakarta. 
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Novi, Monica & Salmiyati, Suri. 2019. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Bersalin
Terhadap Teknik Meneran Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di Rsud Panembahan
Senopati Bantul”. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Nurhayati. 2012. Konsep Kebidanan. Jakarta  : Salemba Medika.


Skinner. (1938). Dalam: Notoatmodjo S., (2012). Ilmu Kesehatan Masyarakat : Pendidikan
dan Perilaku
Sukarsi, Sri dkk. 2014. “Gambaran Pengetahuan Ibu Primipara Tentang Tehnik Mengejan
Yang Benar Pada Saat Persalinan”. Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika. 80-81
Sumarmi, S. (2017). Model Sosio Ekologi Perilaku Kesehatan dan Pendekatan Continuum of
Care Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu. The Indonesian Journal of Public Health,
133.
Wahyuningsih, Fatmawati. 2019. “Tingkat Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang
Robekan Jalan Lahir”. Jurnal Ilmiah Keperawatan. 7 (1). 4-10.

Widyastuti, Cahyani dkk. “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Persalinan Kala I Dengan
Kecemasan Persalinan Kala I Pada Ibu Bersalin Di Rsia Bahagia Semarang”. Prodi
Keperawatan STIKES Widya Husada. 48-54

https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1102106050-3-3.%20BAB%20II.pdf

http://www.repository.trisakti.ac.id/webopac_usaktiana/digital/00000000000000073839/015_

TA_KD_03011028_Bab-2-Tinjauan-literatur.pdf

http://digilib.uinsuka.ac.id/18761/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR

%20PUSTAKA.pdf

29
30

Anda mungkin juga menyukai