A. Pengertian
Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan.
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini
mengoordinasikan, mengatur, dan mengendalikan interaksi antara seorang
individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga
mengatur aktivitas sebagin besar sistem tubuh lainnya. Tubuh mampu
berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan hubungan
saraf diantara berbagai sistem (Price dan Wilson, 2005).
Fenomena mengenai kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, sensasi, dan
gerakan semuanya berasal dari sistem ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk
memahami, belajar, dan berespon terhadap rangsangan merupakan hasil dari
integrasi fungsi sistem saraf, yang memuncak dalam kepribadian dan perilaku
seseorang (Price dan Wilson, 2005).
Transmisi impuls pada saraf bermelin lebih cepat dari pada yang tak
bermelin, karena adanya loncatan impuls dari satu nodus ke nodus
lainnya (konduksi saltatorik)
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau
kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.
Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata),
dan jembatan varol.
Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental,
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau
sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks
otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian
penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area
motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan
sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,
membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area
tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.
Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,
analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di
bagian belakang.
Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan
lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata,
dan juga merupakan pusat pendengaran.
5
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar
(sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang
kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas
yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran
pencernaan, dan sekresi keringat.
5) Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian
besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf
sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral.
Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik
terletak dalam ganglia trigeminal.
Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:
i. Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata,
bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan
kulit dahi serta kepala.
ii. Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah,
rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
iii. Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah,
gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
6) Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons
yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik
membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
7) Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam
nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah,
termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik
membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga
bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.
i) Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi
dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti
telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli
10
b. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak
maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.
12
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan
parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada
sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion
yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf
pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak
dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan
eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral).
Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon,
metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu
struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata
melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem
saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf
kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang
arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-
cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri
Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke
sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005,
Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui
membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat
(keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma
menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas
membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas
terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih
besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini
memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat
diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran
lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai
potensial istirahat (resting potential).
(Snell.2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+
dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke
14
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan
Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia, anuria
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya
suara usus ( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring)
Obesitas ( faktor resiko )
17
f. Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflek tendon dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
18
3) Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
i. Refleks kornea
Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian
dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal
pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas
disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya
pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan
kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen
berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari
N.VII.
Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan
refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya
kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama
dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat
lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
ii. Refleks bersin (nasal refleks)
iii. Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita
membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk
mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan
negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah
yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN
akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen
dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi
yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan
sejajar satu sama lain.
25
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan Monitoring neurologis
jaringan serebral b.d tindakan keperawatan 1) Monitor ukuran,
aliran darah ke otak selama 3 x 24 jam, kesimetrisan, reaksi dan
terhambat. diharapkan suplai aliran bentuk pupil
darah keotak lancar 2) Monitor tingkat
(perfusi jaringan kesadaran klien
cerebral) dengan 3) Monitor tanda-tanda
kriteria hasil: vital
Nyeri kepala / 4) Monitor keluhan nyeri
vertigo berkurang kepala, mual, muntah
sampai dengan 5) Monitor respon klien
hilang (4) terhadap pengobatan
Tekanan darah 6) Hindari aktivitas jika
sistolik dan diastolik TIK meningkat
29
(penekanan pada kulit, mampu mengetahui dan dan gejala luka tekan,
immobilitas fisik). mengontrol integritas tindakan pencegahan
Faktor resiko internal: jaringan kulit dengan agar tidak terjadi luka
penekanan berlebih kriteria hasil : tekan)
pada bagian tulang yang Klien mampu 2) Berikan masase
menonjol. mengenali tanda massage) sederhana
dan gejala adanya - Ciptakan lingkungan
resiko luka tekan yang nyaman
Klien mampu - Gunakan lotion,
berpartisipasi minyak atau bedak
dalam pencegahan untuk pelicin
resiko luka tekan - Lakukan masase
(masase sederhana, secara teratur
alih ba-ring, - Anjurkan klien untuk
manajemen nutrisi, rileks selama masase
manajemen - Jangan masase pada
tekanan). area kemerahan utk
menghindari
kerusakan kapiler
- Evaluasi respon klien
terhadap masase
3) Lakukan alih baring
- Ubah posisi klien
setiap 30 menit- 2 jam
- Pertahankan tempat
tidur sedatar mungkin
untuk mengurangi
kekuatan geseran
- Batasi posisi semi
fowler hanya 30
menit
- Observasi area yang
33
untuk mengurangi
penekanan pada
tulang dan tumit
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Aspiration Control
berhubungan dengan tindakan perawatan Management
penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, 1) Monitor tingkat
kesadaran diharapkan tidak terjadi kesadaran, reflek batuk
aspirasi pada pasien dankemampuan menelan
dengan kriteria hasil : 2) Pelihara jalan nafas
Dapat bernafas 3) Lakukan saction bila
dengan diperlukan
mudah,frekuensi 4) Haluskan makanan yang
pernafasan normal akan diberikan
Mampu menelan, 5) Haluskan obat sebelum
mengunyah tanpa pemberian
terjadi aspirasi
DAFTAR PUSTAKA
36
Heryati,Euis dan Nur Faizah. 2008. “Psikologi Faal”, Diktat Kuliah. Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit, dkk; editor edisis
bahasa Indonesia, Huriawan Hertanto, dkk. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula; alih bahasa, James
Veldman, editor edisi bahasa Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Black, Joyce. M., Hawks, Jane Hokanson (2014). Edisi Bahasa Indonesia. Keperawatan
Medikal Bedah, Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang diharapkan, Edisi 8 Buku 2.
Singapore: Elsevier.