Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERSYARAFAN : STROKE HEMORAGIC

A. Pengertian
Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan.
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini
mengoordinasikan, mengatur, dan mengendalikan interaksi antara seorang
individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga
mengatur aktivitas sebagin besar sistem tubuh lainnya. Tubuh mampu
berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan hubungan
saraf diantara berbagai sistem (Price dan Wilson, 2005).
Fenomena mengenai kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, sensasi, dan
gerakan semuanya berasal dari sistem ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk
memahami, belajar, dan berespon terhadap rangsangan merupakan hasil dari
integrasi fungsi sistem saraf, yang memuncak dalam kepribadian dan perilaku
seseorang (Price dan Wilson, 2005).

B. Anatomi Fisiologi Persyarafan


Jaringan Saraf terdiri dari:
1. Neuron (sel saraf)
Merupakan unit anatomis dan fungsional sistem persarafan
Bagian-bagian dari neuron :
 Badan sel (inti sel terdapat didalamnya)
 Dendrit : menghantarkan impuls menuju badan sel
 Akson : menghantarkan impuls keluar dari badan sel
2

Klasifikasi neuron berdasarkan bentuk :


a. Neuron unipolar
Terdapat satu tonjolan yang bercabang dua dekat dengan badan sel,
satu cabang menuju perifer dan cabang lain menuju SSP (neuron
sensorik saraf spinal)
b. Neuron bipolar
Mempunyai dua tonjolan, 1 akson dan 1 dendrit
c. Neuron multipolar
Terdapat beberapa dendrit dan 1 akson yg dpt bercabang-cabang
banyak sekali
Sebagian besar organela sel pd neuron terdpt pada sitoplasma badan sel
Fungsi neuron : menghantarkan impuls saraf keseluruh tubuh (somatik
dan viseral). Impuls neuron bersifat listrik disepanjang neuron dan
bersifat kimia diantara neuron (celah sinap / cleft sinaptik). Zat kimia yg
disinteis neuron & disimpan didalam vesikel ujung akson disebut
neurotransmiter yg dpt menyalurkan impuls
Contoh neurotransmiter : asetilcolin, norefineprin, dopamin, serotonin,
gama-aminobutirat (GABA)
2. Sel penyokong (Neuroglia pada SSP dan sel schwann pada SST). Ada 4
neuroglia
 Mikroglia : berperan sebagai fagosit
 Ependima : berperan dlm produksi CSF
 Astrosit : berperan menyediakan nutrisi neuron dan mempertahankan
potensial biolelektrik
 Oligodendrosit : menghasilkan mielin pada SSP yang merupakan
selubung neuron
3. Mielin
 Komplek protein lemak berwarna putih yang menutupi tonjolan saraf
(neuron)
 Menghalangi aliran ion Na dan K melintasi membran neural.
 Daerah yg tidak bermielin disebut nodus ranvier
3

 Transmisi impuls pada saraf bermelin lebih cepat dari pada yang tak
bermelin, karena adanya loncatan impuls dari satu nodus ke nodus
lainnya (konduksi saltatorik)

Pembagian sistem saraf secara anatomi :


1. SSP (Sistem Saraf Pusat)
2. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (ensephalon) dan sumsum
tulang belakang (medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain
tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan
selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang
yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meningen dari luar ke dalam adalah sebagai
berikut:
1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak
sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah
dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater
terdapat rongga epidural.
2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang
labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan
lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat
4

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau
kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.

Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata),
dan jembatan varol. 
 Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental,
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau
sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks
otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian
penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area
motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan
sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,
membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area
tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.
Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,
analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di
bagian belakang.
Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan
lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata,
dan juga merupakan pusat pendengaran.
5

 Otak kecil (serebelum)


Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.
 Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan,
refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.
 Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi menjadi lima yaitu:
1. Telensefalon (end brain)
2. Diensefalon (inter brain)
3. Mesensefalon (mid brain)
4. Metensefalon (after brain)
5. Mielensefalon (marrow brain)
- Telensefalon(end brain) terdiri dari:
Hemisfer serebri
Kortek serebri
Sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
- Diensefalon (inter brain) terdiri dari:
Epitalamus
Talamus
Subtalamus
Hipotalamus
6

- Mesensefalon (mid brain) terdiri dari:


Kolikulus superior
Kolikulus inferior
Substansia nigra
- Metensefalon (after brain) terdiri dari:
Pons
Serebelum
Mielensefalon
Medula oblongata
- Sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar
berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan
berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada
bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan
sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar
masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls
motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju
efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi
konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motor

Suplai darah otak


Otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
1. Arteri karotis interna
2. Arteri vertebro basiler

Sistem saraf tepi


adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan
organ tubuh.
Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang,
membiarkannya rentan terhadap racun dan luka mekanis.
7

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar
(sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang
kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas
yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran
pencernaan, dan sekresi keringat. 

a. Sistem Saraf Sadar (kranial)


Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-
saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu
saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
1. Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
2. lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
3. empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor
5, 7, 9, dan 10.
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus
vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga
perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena
daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf
pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8
pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang,
5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut
pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang
mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma
b. .Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c. Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan
kaki.
Saraf Kranial
8

12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak.


Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik.
1) Saraf Olfaktorius ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium
olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke
bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke
ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera
penciuman berada.
2) Saraf Optik ( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina
di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap
saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke
rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut memanjang
saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi
thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus
oksipital untuk persepsi indera penglihatan.
3) Saraf Okulomotorius ( CN III )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa
impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan
rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot
polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi
indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang
terinervasi ke otak.
4) Saraf Traklear ( CN IV )
Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron
motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa
impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari
spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik
superior ke otak.
9

5) Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian
besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf
sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral.
Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik
terletak dalam ganglia trigeminal.
Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:
i. Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata,
bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan
kulit dahi serta kepala.
ii. Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah,
rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
iii. Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah,
gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
6) Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons
yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik
membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
7) Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam
nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah,
termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik
membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga
bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.
i)               Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi
dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti
telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli
10

inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus


dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal.
ii)              Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang
yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.
9) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla
dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar
saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang
berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan
sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini juga membawa
informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.
10) Saraf Vagus ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam
medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan
abdomen. Neuron sensorik membawa informasi dari faring,
laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla
dan pons.
11) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari
serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area: bagian
cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer
faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis
serviks dan menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi
dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya
otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.
12) Saraf Hipoglosal ( CN XII )
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai
11

otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot


di lidah.
Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua
saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda
melalui neuron eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
vertebra tempat munculnya saraf tersebut.
1) Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.
2) Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.
3) Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.
4) Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.
5) Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral,
saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu: cabang
meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan cabang viseral.
Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus
ventral seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal
saraf interkostal.

b. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak
maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.
12

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan
parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada
sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion
yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan


(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus
vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf
otak lain dan saraf sumsum sambung.
Parasimpatik
 mengecilkan pupil
 menstimulasi aliran ludah
 memperlambat denyut jantung
 membesarkan bronkus
 menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan 
 mengerutkan kantung kemih
Simpatik
 memperbesar pupil
 menghambat aliran ludah
 mempercepat denyut jantung
 mengecilkan bronkus
 menghambat sekresi kelenjar pencernaan 
 menghambat kontraksi kandung kemih 

Mekanisme Penghantaran Impuls


Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat
berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama
13

berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf
pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak
dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan
eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral).
Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon,
metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu
struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata
melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem
saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf
kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang
arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-
cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri
Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke
sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005,
Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui
membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat
(keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma
menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas
membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas
terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih
besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini
memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat
diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran
lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai
potensial istirahat (resting potential).
(Snell.2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+
dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke
14

sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami


depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan
polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi
ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec.
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera
menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+
sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan
potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan
menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls
menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak
dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang
ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan
menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui
membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan
hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007) 

C. Patofisiologi penurunan kesadaran:


Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika
terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi
maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran
dengan berbagai tingkatan.
Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau
network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral
yaitu diensefalon melalui
brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada
diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter
kolinergik monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri
termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending
15

reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari


pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf
kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai
suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar
(awake).Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan
kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut
saraf  pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar
dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini
disebut juga sebagai awareness
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan
oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di
thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.

D. Asuhan Keperawatan klien dengan penurunan kesadaran


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
 Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot  ( flaksid atau spastic),  paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan
16

b. Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan
 Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ),  tidak adanya
suara usus ( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring)
 Obesitas ( faktor resiko )
17

f. Sensori neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope  ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub
arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan  : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflek tendon dalam  ( kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
18

 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial


Respirasi
Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Data Objektif:
 Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
 Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
 Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
h. Keamanan
Data Obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data Obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
 Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
 Riwayat hipertensi keluarga, stroke
 Penggunaan kontrasepsi oral
j. Pertimbangan rencana pulang
 Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
 Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan ,
perawatan diri dan pekerjaan rumah
Pemeriksaan sistem persyarafan
19

Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan


neurologis yang terdiri dari;
a. Status mental,
b. Tingkat kesadaran,
c. Fungsi saraf kranial,
d. Fungsi motorik,
e. Refleks,
f. Koordinasi dan gaya berjalan dan
g. Fungsi sensorik
Pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat
riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau
penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai
adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang
seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu
bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup
matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai
terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan
yang di hidu.
b. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan
perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes
warna.
1) Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan
gerakan tangan.
i. Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara
pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas,
20

pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin.


Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat
dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
ii. Jari tangan.
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa
melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah
kurang lebih 2/60.
iii. Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa
melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
2) Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga
korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan
perimetri / kompimetri.
i. Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak
tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di
gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan
medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak
boleh melirik kearah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang
pandang pemeriksa harus normal.
ii. Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan
dalam bentuk gambar di sebuah kart
3) Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari
saraf occulomotorius.
21

Ada dua macam refleks pupil.


i. Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien
tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah
salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya.
Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya.
Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
ii. Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
4) Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus
dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat
mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah
terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti
perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena
ini keluar dari diskus optikus.
5) Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik pula.
2) Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya
22

penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.


Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah
dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3) Pupil
1) Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri pupil sebesar 1 mm
masih dianggap normalÆPerbedaan
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
- Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat
hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan
berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata
tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh
memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya
pada 15 cm didepan mata pasien dalam ± suatu objek
diletakkan pada jarak keadaan normal terdapat konstriksi
pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
d. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1) gerak mata ke lateral bawah
2) strabismus konvergen
3) diplopia
e. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1) Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.
23

Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan


membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula
tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien
menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut
pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa
tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus
digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang
terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan
dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang
melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi
akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur
tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia,
karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan
hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan
lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara
yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia
merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
2) Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot
temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan
giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas
mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-
otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan
pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang
motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah
(yang terkena).
24

3) Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
i. Refleks kornea
Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian
dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal
pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas
disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya
pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan
kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen
berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari
N.VII.
Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan
refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya
kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama
dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat
lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
ii. Refleks bersin (nasal refleks)
iii. Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita
membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk
mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan
negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah
yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN
akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen
dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi
yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan
sejajar satu sama lain.
25

g. Saraf fasialis (N. VII)


Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas
perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
1) Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut
mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan
nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah
masih tampak simetrik
2) Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya )
3) Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
i. Tes kekuatan otot
- Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
- Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
- Memperlihatkan gigi (asimetri)
- Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
- meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi
masing-masing.
- Menarik sudut mulut ke bawah.
ii. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang
disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
iii. Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot
stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien
menjadi lebih keras intensitasnya.
h. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan
pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
26

Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari


adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani
untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian
lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan
tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
i. Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan
pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi
tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan
meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf
anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus.
Keadaan ini disebut Rinne negatif.
ii. Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam
keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi
pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada
tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang
abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg
dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen –
Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan
maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi
kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria (khas bernoda hidung / bindeng).
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien
disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
27

menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan


bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes
refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik
dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang
faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan
kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX)
Setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara
refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh
berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus
rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap
secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
j. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan
untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar
kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba
massa otot sternokleido mastoideus.
k. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam
keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat
unilateral atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang
berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper
atau lower motorneuron unilateral.Lesi UMN dari N XII biasanya
bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi
UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan


penurunan kesadaran :
28

1) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran


darah ke otak terhambat
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
3) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4) Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik 
6) Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran 
7) Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
 
3. Rencana Keperawatan pada Klien dengan Penurunan kesadaran

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan Monitoring neurologis 
jaringan serebral  b.d tindakan keperawatan 1) Monitor ukuran,
aliran darah ke otak selama 3 x 24 jam, kesimetrisan, reaksi dan
terhambat. diharapkan suplai aliran bentuk  pupil
darah keotak lancar 2) Monitor tingkat
(perfusi jaringan kesadaran klien
cerebral) dengan 3) Monitor tanda-tanda
kriteria hasil: vital
 Nyeri kepala / 4) Monitor keluhan nyeri
vertigo berkurang kepala, mual, muntah
sampai dengan 5) Monitor respon klien
hilang (4) terhadap pengobatan
 Tekanan darah 6) Hindari aktivitas jika
sistolik dan diastolik TIK meningkat
29

tidak meningkat (4) 7) Observasi kondisi fisik


 Tidak terjadi klien
kerusakan reflek Terapi oksigen 
neurological (4) 1) Bersihkan jalan nafas
dari sekret
2) Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3) Berikan oksigen sesuai
intruksi
4) Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
sistem humidifier
5) Beri penjelasan kepada
klien tentang
pentingnya pemberian
oksigen
6) Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
7) Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8) Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan
tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan Communication
verbal b.d penurunan tindakan keperawatan enhancement : speech
sirkulasi ke otak selama  3 x 24 jam, deficit
diharapkan klien mampu 1) Libatkan keluarga untuk
untuk berkomunikasi membantu memahami /
lagi dengan kriteria memahamkan informasi
hasil: dari / ke klien
30

Communication 2) Dengarkan setiap ucapan


receptive klien dengan penuh
 Dapat menjawab perhatian
pertanyaan yang 3) Gunakan kata-kata
diajukan perawat sederhana dan pendek
 Dapat mengerti dalam komunikasi
dan memahami dengan klien
pesan-pesan 4) Dorong klien untuk
melalui gambar mengulang kata-kata
 Dapat 5) Berikan arahan / perintah
mengekspresikan yang sederhana setiap
perasaannya interaksi dengan klien
secara verbal 6) Programkan speech-
maupun language teraphy
nonverbal 7) Lakukan speech-
language teraphy setiap
interaksi dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan Self care :
mandi,berpakaian, tindakan keperawatan 1) Kaji kamampuan klien
makan,  selama 3x 24 jam, untuk perawatan diri
diharapkan kebutuhan 2) Pantau kebutuhan klien
mandiri klien terpenuhi untuk alat-alat bantu
(self care assistance), dalam makan, mandi,
dengan kriteria hasil: berpakaian dan toileting
 Klien dapat makan 3) Berikan bantuan pada
dengan bantuan klien hingga klien
orang lain / mandiri sepenuhnya bisa mandiri
 Klien dapat mandi 4) Berikan dukungan pada
dengan bantuan klien untuk
orang lain menunjukkan aktivitas
 Klien dapat normal sesuai
memakai pakaian kemampuannya
31

dengan bantuan 5) Libatkan keluarga dalam


orang lain / mandiri pemenuhan kebutuhan
 Klien dapat toileting perawatan diri klien
dengan bantuan alat
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Positioning: neurologic
fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan 1) Ajarkan klien untuk
neuromuskuler selama 3x24 jam, latihan rentang gerak
diharapkan klien dapat aktif pada sisi ekstrimitas
melakukan pergerakan yang sehat
fisik dengan kriteria 2) Ajarkan rentang gerak
hasil: pasif pada sisi
 Tidak terjadi ekstrimitas yang parese /
kontraktur otot dan plegi dalam toleransi
footdrop nyeri
 Pasien 3) Topang ekstrimitas
berpartisipasi dengan bantal untuk
dalam program mencegah atau
latihan mangurangi bengkak
 Pasien mencapai 4) Ajarkan ambulasi sesuai
keseimbangan saat dengan tahapan dan
duduk kemampuan klien

 Pasien mampu 5) Motivasi klien untuk

menggunakan sisi melakukan latihan sendi

tubuh yang tidak seperti yang disarankan

sakit untuk 6) Libatkan keluarga untuk

kompensasi membantu klien latihan

hilangnya fungsi sendi

pada sisi yang


parese/plegi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan Pressure ulcer prevention.
integritas kulit, dengan tindakan perawatan 1) Beri penjelasan pada
faktor resiko eksternal: selama 3 x 24 jam, klien tentang: resiko
faktor mekanik diharapkan pasien adanya luka tekan, tanda
32

(penekanan pada kulit, mampu mengetahui dan  dan gejala luka tekan,
immobilitas fisik). mengontrol integritas tindakan pencegahan
Faktor resiko internal: jaringan kulit dengan agar tidak terjadi luka
penekanan berlebih kriteria hasil : tekan)
pada bagian tulang yang  Klien mampu 2) Berikan masase
menonjol. mengenali tanda massage) sederhana
dan gejala  adanya - Ciptakan lingkungan
resiko luka tekan yang nyaman
 Klien mampu - Gunakan lotion,
berpartisipasi minyak atau bedak
dalam pencegahan untuk pelicin
resiko luka tekan - Lakukan masase
(masase sederhana, secara teratur
alih ba-ring, - Anjurkan klien untuk
manajemen nutrisi, rileks selama masase
manajemen - Jangan masase pada
tekanan). area kemerahan utk
menghindari
kerusakan kapiler
- Evaluasi respon klien
terhadap masase
3) Lakukan alih baring
- Ubah posisi klien
setiap 30 menit- 2 jam
- Pertahankan tempat
tidur sedatar mungkin
untuk mengurangi
kekuatan geseran
- Batasi posisi semi
fowler hanya 30
menit
- Observasi area yang
33

tertekan (telinga, mata


kaki, sakrum,
skrotum, siku,
ischium, skapula)
4) Berikan manajemen
nutrisi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi
- Monitor intake dan
kalori diet
- Tingkatkan masukan
protein dan
karbohidrat untuk
memelihara
keseimbangan
nitrogen positif
5) Berikan manajemen
tekanan (pressure
Management)
- Monitor kulit adanya
kemerahan dan pecah-
pecah
- Beri pelembab pada
kulit yang kering dan
pecah-pecah
- Jaga sprei dalam
keadaan bersih dan
kering
- Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
- Gunakan peralatan
seperti bantal cincin
34

untuk mengurangi
penekanan pada
tulang dan tumit
         
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Aspiration Control
berhubungan dengan tindakan perawatan Management
penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, 1) Monitor tingkat
kesadaran  diharapkan tidak terjadi kesadaran, reflek batuk
aspirasi pada pasien dankemampuan menelan
dengan kriteria hasil :  2) Pelihara jalan nafas
 Dapat bernafas 3) Lakukan saction bila
dengan diperlukan
mudah,frekuensi 4) Haluskan makanan yang
pernafasan normal  akan diberikan
 Mampu menelan, 5) Haluskan obat sebelum
mengunyah tanpa pemberian
terjadi aspirasi

7 Resiko Injuri Setelah dilakukan Risk Control Injury


berhubungan dengan tindakan perawatan 1) menyediakan lingkungan
penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, yang aman bagi pasien
kesadaran diharapkan tidak terjadi 2) memberikan informasi
trauma pada pasien mengenai cara mencegah
dengan kriteria hasil:  cedera
 bebas dari cedera  3) memberikan penerangan
 mampu menjelaskan yang cukup 
factor resiko dari 4) menganjurkan keluarga
lingkungan dan cara untuk selalu menemani
untuk mencegah pasien 
cedera 
 menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
8 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Respiratori Status
35

berhubungan dengan tindakan perawatan Management


penurunan kesadaran selama 3 x 24 jam, 1) Pertahankan jalan nafas
diharapkan pola nafas yang paten 
pasien efektif dengan 2) Observasi tanda-tanda
kriteria hasil : hipoventilasi
 Menunjukkan jalan 3) Berikan terapi O2
nafas paten ( tidak 4) Dengarkan adanya 
merasa tercekik, kelainan suara tambahan 
irama nafas normal, 5) Monitor vital sign 
frekuensi nafas
normal,tidak ada
suara nafas tambahan
 Tanda-tanda vital
dalam batas normal

Discharge planning bagi pasien stroke 


1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan 
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan 
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status
kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner
dengan pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di
rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
36

Heryati,Euis dan Nur Faizah. 2008. “Psikologi Faal”, Diktat Kuliah. Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI.

 Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit, dkk; editor edisis
bahasa Indonesia, Huriawan Hertanto, dkk. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

 Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula; alih bahasa, James
Veldman, editor edisi bahasa Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. 
Jakarta : Salemba Medika

Black, Joyce. M., Hawks, Jane Hokanson (2014). Edisi Bahasa Indonesia. Keperawatan
Medikal Bedah, Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang diharapkan, Edisi 8 Buku 2.
Singapore: Elsevier.

Blackwell, Wiley (2014), Nursing Diagnoses, Definitions and Classification 2015 –


2017, tenth edition, India: Pondicherry.

Swanson, Moorhead Johnson Maas (2013), Nursing Outcome Classification (NOC),


Measurement of Health Outcomes, fifth Edition, USA: Elsevier Mosby.

Bulechek,Butcher, Dochterman (2013), Nursing Interventions Classification (NIC),


sixth Edition, USA: Elsevier Mosby.

___________. Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 4


November 2019 di http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/
37

___________. Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 5 November


2019  http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/

Anda mungkin juga menyukai