Anda di halaman 1dari 10

Penelitian

ANALISIS TIPIKAL KEKERASAN PADA ANAK DAN FAKTOR YANG


MELATARBELAKANGINYA

Mubiar Agustin, Ipah Saripah, & Asep Deni Gustiana


e-mail: mubiar@upi.edu
FIP Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak: Penelitian ini beranjak dari maraknya masalah tindakan kekerasan pada anak, baik yang bersifat
fisik, sosial, emosi, seksual dan pengabaian. Ironisnya, lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang
seharusnya aman dari tindakan kekerasan justru menunjukkan gejala munculnya perilaku ini. Berdasarkan
permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis tipikal kekerasan pada anak dan faktor-faktor
penyebabnya, khususnya pada lembaga PAUD melalui penerapan metode penelitian studi kasus. Penelitian
dilakukan pada Juli sampai dengan September 2016 dengan subjek penelitian dua orang guru dan empat
orang anak yang dilakukan pada beberapa PAUD di Kabupaten Bandung & Kabupaten Bandung Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ragam bentuk tindakan kekerasan yang dialami anak baik
oleh teman dan juga guru seperti memukul, menjewer, menghina, dan mengabaikan, serta terdapat ragam
faktor yang melatarbelakanginya antara lain mencari perhatian, merebut mainan teman dan kurang sabar
sehingga perlu diciptakan pembelajaran yang dapat mereduksi terjadinya kekerasan dan menciptakan
sekolah yang ramah anak. Sebagai rekomendasi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
untuk praktisi dan akademisi dalam membuat formula program untuk mencegah tindakan kekerasan
pada anak dan secara kelembagaan dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan berbagai kegiatan
pelatihan ataupun workshop bertemakan pencegahan kekerasan pada anak.

Kata-kata kunci: kekerasan, anak, PAUD

ANALYSIS TYPICAL OF VIOLENCE IN CHILDREN, EFFECT AND THE


UNDERLYING FACTORS
Abstract: This research based upon the rise of violence at children either physical, social, emotional, sexual,
and ignorance form. Ironically, the early-childhood institutions that must be saved from violence action,
showing symptom of this behavior. Based on that problem, this research analyzes the type of violence
on children and the underlying factors, especially in early-childhood institutions. This research using a
study case method and the subject of this research are two teachers and four student of early-childhood
institutions in Bandung and East Bandung. The time to this research began at July until September 2016.
The result from this research expected to generate the valid data that can be useful to prevent or handle
the problem of violence at early-childhood institutions or the next level of educations. Besides that, this
result can be used by the academics-practitioners in build a model or guidance of educations that can
reduce the violence against children. For institution, this research can be used for developing the training
or workshop in order to help institutions of educations or the government to prevent violence actions
against children.

Keywords: violence, children, early-childhood

PENDAHULUAN
Maraknya tindakan kekerasan pada anak semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data
menggambarkan bahwa Indonesia menjadi negeri yang dilansir oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak
yang rawan bahkan darurat kekerasan pada anak. Indonesia) bahwa dari tahun 2010 hingga 2014
Jumlah tindakan kekerasan pada anak setiap tahun tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018 1
Analisis Tipikal Kekerasan...

hak anak, yang tersebar di 34 provinsi, dan Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
179 kabupaten dan kota. Sebesar 42-58% dari bahkan menegaskan bahwa lingkungan sekolah
pelanggaran hak anak itu merupakan kejahatan wajib menjadi zona bebas kekerasan baik oleh pihak
seksual terhadap anak, selebihnya adalah kasus sekolah, pengelola, maupun siswa. Kasus tindak
kekerasan fisik, dan penelantaran anak. kekerasan pada anak merupakan kasus yang terjadi
Data dan korban kejahatan seksual terhadap secara luas dan tidak mengenal batasan negara.
anak setiap tahun terjadi peningkatan. Pada tahun Hyman & Snook (1999) menyatakan bahwa lebih
2010 terdapat 2.046 kasus, 42% di antaranya adalah dari 50% anak mengalami perlakuan keliru baik
kejahatan seksual; pada tahun 2011 terdapat 2.426 secara fisik maupun emosional. Perlakuan tersebut
kasus, 58% di antaranya adalah kejahatan seksual; berupa pendisiplinan, memukul, menyerang secara
pada tahun 2012 terdapat 2.637 kasus, 62% di verbal, melakukan razia, serta menghukum yang
antaranya adalah kejahatan seksual; pada tahun identik dengan kekerasan. Semua tindakan tersebut
2013 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu tidak hanya merusak secara emosional dan fisik
3.339 kasus, 62% di antaranya adalah kejahatan namun juga dapat merusak lembaga pendidikan
seksual; sedangkan pada 2014 (Januari-April), yang seharusnya dijaga.
terjadi sebanyak 600 kasus dengan 876 korban, Apabila merujuk pada sistem undang-undang,
137 di antaranya adalah kasus dengan pelaku sebenarnya pelaku tindakan kekerasan pada anak
anak. Bila ditelusuri kembali pada tahun-tahun akan mendapatkan hukuman yang cukup berat.
sebelumnya, berbagai hasil studi dan data mengenai Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2014 tentang
kekerasan pada anak yang terjadi di Indonesia Perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan
tetap berada pada angka yang tinggi. Hasil studi Anak sangat jelas menyatakan bahwa ancaman
pada 2006 yang dilakukan ahli intervensi bullying pelaku kekerasan seksual dijerat dengan hukuman
asal Amerika Amy Huneck (dalam Yayasan Semai maksimal 15 tahun dan apabila pelakunya orang
Jiwa Amini, 2008) mengungkapkan bahwa 10-16% yang dekat, hukumannya menjadi 20 tahun. Ternyata
siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, hal tersebut tidak membuat jengah pelaku sebab
cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan berdasarkan data dari berbagai sumber justru
ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu. pelakunya semakin meningkat.
Fakta-fakta pelanggaran hak anak di Indonesia yang Maka tidak heran jika Presiden berdasarkan
berhasil dikumpulkan oleh Pusat data dan Informasi desakan banyak pihak mengeluarkan Perpu
(Pusdatin) Komisi Nasional Perlindungan Anak Nomor 1/2016 sebagai perubahan kedua atas
selama Januari-April 2007 menyebutkan bahwa UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu
terdapat 417 kasus kekerasan terhadap anak. Dari memberikan pemberatan pidana kepada pelaku
jumlah itu, 226 kasus terjadi di sekolah (Saripah, kejahatan seksual pada anak dengan macam
2010). pidana tambahan berbentuk pengumuman identitas
Maraknya fenomena tindak kekerasan pelaku, kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi
khususnya bullying di kalangan anak-anak juga elektronik. Di sisi lain, kekerasan pada anak sudah
tampak dari laporan yang diterima oleh Komisi tidak mengenal jenjang usia pendidikan; dari mulai
Nasional Perlindungan Anak. Laporan kasus yang jenjang sekolah dasar sampai dengan sekolah
masuk ke Komnas per November tahun 2009 menengah atas bahkan perguruan tinggi pun dapat
mencatat setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan mengalami peristiwa menyakitkan ini. Ironisnya,
fisik, 108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan pelaku kekerasan pada anak justru orang-orang
psikis pada anak yang terjadi di lingkungan sekolah yang dekat dengan anak. Laporan The Asian Parent
(Saripah, 2010). Tidak berlebihan bila Seto Mulyadi menunjukkan bahwa 80% pelaku pedofilia di Amerika
(Saripah, 2010) mengungkapkan bahwa bullying Serikat mengalami kekerasan waktu masa kanak-
telah menjadi salah satu penyebab anak-anak stres kanak mereka secara fisik, verbal, dan seksual dan
dan berkembang menjadi penyandang school- pelakunya merupakan orang terdekat mereka.
phobia. Kondisi demikian tentu bertolak belakang Iklim pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia
dengan fungsi sekolah sebagai salah satu institusi Dini (PAUD) adalah aktivitas yang menyenangkan
pembangun karakter bangsa. dan membahagiakan. Idealnya interaksi di PAUD
Secara eksplisit, Pasal 54 Undang-undang penuh dengan kesenangan, kehangatan dan juga

2 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018
Analisis Tipikal Kekerasan...

perhatian. Akan tetapi, pada realitasnya jenjang terlihat dalam bentuk fisik berupa mencubit,
pendidikan ini justru tidak “bersih” dari tindakan memukul, menendang dan merebut; dalam bentuk
kekerasan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan verbal berupa meneriaki teman dan memanggil
tindakan kekerasan pada anak usia dini banyak teman dengan sebutan yang tidak disukai. Pada
terjadi. Ironisnya, sebagian pendidik tidak merasa kelompok guru, tindakan kekerasan umumnya
bahwa perilaku yang mereka lakukan dalam berbentuk pengabaian yaitu tidak memberikan
berinteraksi dengan anak mencerminkan kekerasan. bantuan secara segera kepada anak (misalnya
Reber (Agustin, 2008) menandaskan bahwa saat anak ingin buang air kecil ataupun air besar),
kesalahan-kesalahan perlakuan/stimulasi pada dan menunjukkan kekesalan jika ada anak yang
anak akan berdampak kepada terjadinya gangguan melakukan kesalahan. Berdasarkan permasalahan
belajar, psikologis bahkan pada kasus tertentu yang berkembang tersebut, sangat penting untuk
mengakibatkan hilangnya potensi berharga pada menindaklanjuti dalam bentuk penelitian, dengan
diri anak, apalagi dalam bentuk kekerasan. Guru area penelitian berada pada cakupan tipikal
yang seharusnya menjadi garda paling depan kekerasan, dampak yang terjadi, serta faktor-faktor
dalam melindungi seorang anak di sekolah justru determinan yang menjadi latar belakang.
melakukan hal yang sebaliknya. Hasil monitor dan Tindak kekerasan terjadi dalam berbagai
evaluasi yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak bentuk dan dilakukan oleh berbagai pihak. Secara
Indonesia (KPAI) pada tahun 2012, 39% responden umum tipikal tindak kekerasan dapat dikelompokkan
menyatakan kesimpulan bahwa tindak kekerasan menjadi (1) kekerasan verbal, (2) kekerasan
dari guru berupa cubitan, dan 34,8% mendapat fisik, dan (3) kekerasan emosional (psychological
bentakan dengan nada cukup keras dan kasar. maltreatment). Ketiga jenis kekerasan tersebut
Pertemuan yang dilakukan KPAI dengan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
berbagai komunitas guru, terungkap cukup banyak internal meliputi karakteristik individual anak. Faktor
guru yang berpandangan kekerasan adalah cara eksternal meliputi (1) pengaruh media, (2) pola
tepat dalam mendisiplinkan anak, terutama mereka asuh orang tua, (3) karakteristik dan latar belakang
yang bandel. Berdasarkan hasil monitor dan evaluasi sekolah, (4) teman sebaya, serta (5) tekanan
terhadap 1.026 responden anak pada sembilan lingkungan.
daerah di Indonesia, KPAI juga menemukan bahwa Rumusan masalah penelitian ini adalah
87,6% anak pernah mengalami kekerasan di tipikal tindak kekerasan, dampak serta faktor-
sekolah dalam berbagai bentuk. Kekerasan yang faktor determinan yang melatarbelakanginya di
paling banyak dilakukan adalah oleh teman sekelas lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Secara umum,
(42%), guru (29,9%), dan teman lain kelas (28%). penelitian bertujuan menghasilkan potret tindak
Hasil monitor dan evaluasi KPAI tersebut sejalan kekerasan yang terjadi di lembaga Pendidikan
dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan Anak Usia Dini beserta faktor-faktor determinan
Saripah (2006) terhadap 18 orang guru pada lima yang melatarbelakanginya. Penelitian secara
Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Berdasarkan khusus bertujuan untuk menghasilkan data empirik
hasil wawancara, sebanyak 13 orang guru (72,22%) mengenai (1) tipikal tindak kekerasan yang dilakukan
melihat adanya bullying di kelas dan sisanya oleh guru di PAUD, (2) tipikal tindak kekerasan yang
sebanyak lima orang guru (27,78%) mengaku tidak dilakukan oleh teman sebaya di PAUD, (3) dampak
pernah melihat adanya bullying di kelas. Sementara tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teman
itu, guru yang menganggap bullying yang terjadi sebaya dan guru di PAUD, dan (4) faktor-faktor
pada masa anak-anak sebagai hal yang wajar dan determinan yang melatarbelakangi tindak kekerasan
yang menganggap sebagai hal yang harus dihindari di PAUD.
berjumlah sama yakni masing-masing sembilan Tindak kekerasan pada anak adalah perilaku
orang (50%). yang salah, yang dilakukan oleh orang tua,
Berdasarkan observasi awal penelitian ini, pengasuh, ataupun orang lain di sekitarnya dalam
ditemukan beberapa gejala tindakan kekerasan pada bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan
anak usia dini yang dilakukan oleh dua kelompok mental seperti penganiayaan, penelantaran,
yaitu kelompok teman sebaya dan kelompok guru. eksploitasi, mengancam, serta hal buruk lainnya
Pada kelompok teman sebaya, gejala kekerasan yang berpengaruh terhadap fisik dan mental anak

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018 3
Analisis Tipikal Kekerasan...

(Tower, 2003). Dalam konteks dunia pendidikan, seksual), memukuli, mencekik, menyikut, meninju,
khususnya persekolahan, tindak kekerasan yang menendang, menggigit, mencakar, serta meludahi
dilakukan oleh teman sebaya dikenal dengan anak yang ditindas, mendesak hingga ke posisi
sebutan bullying. Istilah bullying merujuk pada yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan,
perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang atau merebut barang-barang milik anak yang
oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki tertindas. Tindak kekerasan verbal di antaranya
kekuasaan, terhadap siswa atau siswi lain yang berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut penghinaan (baik yang bersifat pribadi, kelompok
(Olweus, 2005; Coloroso, 2006). maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa
Berdasarkan definisi tersebut dapat pelecehan seksual, teror, surat, e-mail atapun sms
disimpulkan bahwa perilaku bullying sebenarnya yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak
telah sangat meluas di dunia pendidikan tanpa terlalu benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan
disadari bentuk dan akibatnya. Telah sejak lama dunia lain-lain. Tindak kekerasan emosional (pengabaian)
pendidikan mengenal istilah perpeloncoan, gencet- di antaranya berupa perlakuan mengasingkan atau
gencetan, pemalakan, penindasan, intimidasi, dan menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak
sebagainya. Persentase terbesar kejadian bullying hubungan persahabatan, pelemahan harga diri
berada pada lingkungan sekolah dasar dan sekolah si korban secara sistematis melalui pengabaian,
menengah pertama (Gunawan, 2007). pengucilan, pengecualian atau penghindaran,
Olweus (2005) bahkan mengungkapkan, sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan
bullying behavior is evident even in preschool and yang agresif (melotot), lirikan mata, gerakan alis,
the problem peaks in middle school. Pernyataan ini anggukan kepala ke atas, helaan nafas, bahu yang
didukung oleh fakta bahwa akhir-akhir ini perilaku bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh
bullying telah menjadi trend dan mulai ditiru oleh yang kasar.
anak-anak yang lebih muda, seperti SMP, SD, Salah satu penyebab terjadinya tindak
maupun TK. Banks (1997) mengemukakan beberapa kekerasan menurut National Youth Violence
alasan tentang pentingnya perilaku bullying untuk Prevention Resource Center (2002) adalah iklim
ditangani dan dihentikan sejak dini. Alasan-alasan sekolah yang tidak kondusif, kurangnya pengawasan
tersebut adalah: (1) kejadian bullying di dunia terjadi orang dewasa atau guru pada saat jam istirahat,
setiap tujuh menit sekali; (2) mayoritas tindakan ketidakpedulian guru dan siswa terhadap perilaku
bullying terjadi di dalam dan di sekitar sekolah; yang mengarah pada bullying, serta penerapan
(3) luka emosional akibat bullying dapat bertahan peraturan anti bullying yang tidak konsisten
sepanjang waktu; (4) anak yang menjadi korban merupakan kondisi-kondisi yang menumbuhsuburkan
bullying terkadang memilih bunuh diri sebagai terjadinya tindak kekerasan di sekolah. Latar
satu-satunya jalan keluar; (5) anak yang diberi label belakang sekolah juga turut memengaruhi terjadinya
sebagai pelaku bullying memerlukan dukungan tindak kekerasan. Secara konseptual, tindak
lebih dari orang dewasa, agen pemerintah, lembaga kekerasan cenderung terjadi di sekolah yang kurang
rehabilitasi dan pelayanan kesehatan mental; serta memiliki pengawasan, longgar dalam menerapkan
(6) 24.60% anak yang teridentifikasi sebagai pelaku aturan serta pihak-pihak pemegang otoritas tidak
bullying tercatat sebagai pelaku kriminal di masa memiliki sikap dan pandangan yang tegas terhadap
dewasanya. bullying dan tindak kekerasan lain (Espelage, 2008;
Tindak kekerasan pada anak dapat terjadi Elliot, 2008). Jumlah siswa yang terlalu banyak
dalam berbagai bentuk dan terentang dari yang terlihat dalam satu kelas juga dapat memicu timbulnya
secara fisik hingga ke bentuk perlakuan yang secara tindak kekerasan di kalangan siswa (Elliot, 2008;
tidak disadari sebagai kekerasan. Secara umum, Whitney and Smith, 1993).
tindak kekerasan dapat dikelompokkan menjadi Elliot (2006) serta Ma (2001) menyatakan
tiga yakni kekerasan fisik, verbal, dan emosional beberapa faktor sekolah yang memengaruhi
atau yang dikenal juga dengan psychological timbulnya tindak bullying, yaitu (1) ukuran kelas,
maltreatment. Tindak kekerasan fisik di antaranya semakin besar ukuran kelas akan semakin banyak
berupa mencubit, menjewer, menyentuh, meraba- tindak bullying yang terjadi; (2) ukuran sekolah,
raba atau memegang (dengan maksud pelecehan semakin besar ukuran sekolah pun akan semakin

4 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018
Analisis Tipikal Kekerasan...

banyak kemungkinan tindak bullying yang terjadi; regenerasi kekerasan dalam siklus kehidupan
(3) deprivasi/terisolir, semakin terisolir suatu sekolah anak dimulai dengan perlakuan yang diterima anak
akan semakin tinggi tingkat bullying-nya; (4) ethos, sejak kecil sehingga akan “mewariskan” budaya
semakin kompetitif dan kurang kepedulian maka kekerasan tersebut pada saat dewasa. Faktor lain
semakin banyak tindak bullying yang terjadi; (5) yang mendorong terjadinya kekerasan pada anak
organisasi kelas, semakin dikelompok-kelompokan adalah persepsi yang salah tentang cara mendidik
berdasarkan usia akan semakin banyak bullying anak. Sebagian orang tua dan guru berpendapat
yang terjadi; serta (6) sikap dan pandangan kepala bahwa mencubit dan berkata-kata dengan suara
sekolah, jika kepala sekolah kurang kepekaan dan keras adalah cara terbaik untuk mendidik anak
kurang memprioritaskan hal yang berkenaan dengan agar anak menurut. Hal ini merupakan kesalahan
bullying maka semakin banyak tindak bullying yang besar dalam mendidik anak sekaligus bentuk
terjadi. ketidakmampuan orang tua dan guru dalam
Keadaan lain yang juga turut mempengaruhi mengkomunikasikan sesuatu yang baik dan tidak
terjadinya tindak kekerasan adalah latar belakang baik kepada anak. Seto Mulyadi (Saripah, 2010),
keluarga dan pola pengasuhan orang tua. menyatakan bahwa munculnya budaya kekerasan
Sehubungan dengan perilaku imitasi, jika anak di sekolah juga disebabkan oleh beban anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi begitu berat, kurikulum yang terlalu padat, pekerjaan
kekerasan atau bullying, maka mempelajari bahwa rumah yang menumpuk, cara guru mengajar yang
tindak kekerasan adalah suatu perilaku yang bisa kurang menarik, serta kurangnya komunikasi
diterima dalam membina suatu hubungan atau dengan orang tua dan guru. Akibatnya, anak menjadi
dalam mencapai hal-hal yang diinginkannya (image), semakin tertekan sehingga pada gilirannya akan
sehingga kemudian meniru (mengimitasi) tindak memunculkan budaya dan lingkungan yang permisif
kekerasan tersebut, dengan kata lain, terjadinya terhadap kekerasan.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian Tahapan dalam penelitian ini mencakup
ini adalah studi kasus, yaitu studi yang tertarik kegiatan persiapan, yaitu mengobservasi tempat
dengan apa adanya, tanpa melakukan tindakan atau penelitian dan wawancara dengan guru serta
kontrol yang disengaja demi mendapatkan makna pengurus lembaga PAUD. Kegiatan observasi
kausal itu. Studi ini secara lebih spesifik mengamati dilakukan untuk melihat ke lapangan secara
karakteristik dari individu yang diteliti (Alwasilah, langsung kemungkinan-kemungkinan terjadi
2015). Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah tindakan kekerasan dan juga mengidentifikasi
dinamika tindakan kekerasan yang terjadi pada faktor-faktor yang melatarbelakanginya yang turut
lembaga PAUD dengan faktor-faktor determinan dikuatkan dengan kegiatan wawancara. Berikutnya
yang melatarabelakanginya. tahap pelaksanaan dan pengumpulan data,
Penelitian ini dilakukan pada dua lembaga dalam tahap ini peneliti menggunakan pedoman
Pendidikan Anak Usia Dini di Kabupaten Bandung wawancara, observasi dan dokumentasi untuk
dan Kabupaten Bandung Barat dengan narasumber menjaring data. Tahap akhir adalah analisis data,
sebanyak dua orang guru dan empat orang anak. yaitu dengan menganalisis temuan berupa data
Penelitian dilaksanakan dari awal Juli sampai tentang kekerasan pada anak dan faktor yang
dengan awal September 2016. Pertimbangan melatarbelakanginya yang terjadi secara berulang
pemilihan kedua lembaga PAUD tersebut adalah sehingga membentuk suatu pola atau kategori
berdasarkan studi pendahuluan yang menunjukkan yang akan dijadikan bahan untuk dianalisis (Daly,
gejala kecenderungan terjadinya tindakan kekerasan Kalehear & Gliksman dalam Yunita, 2015).
pada anak pada aktivitas pembelajaran di sekolah. Pengembangan instrumen penelitian
Dua kelompok yang menjadi bidikan penelitian yaitu dilakukan dengan pemetaan area variabel yang
sebagai “aktor” tindakan kekerasan guru dan anak diteliti dalam bingkai perilaku kekerasan yang terjadi
serta korban adalah anak. pada diri anak yang seperti terlihat pada Tabel 1.

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018 5
Analisis Tipikal Kekerasan...

Tabel 1 Variabel Area Deskripsi


Uraian Variabel Penelitian seorang teman atau bahkan
Variabel Area Deskripsi untuk merusak hubungan per-
sahabatan. Tindak kekerasan
Tindakan Fisik m e n c u b i t , m e n j e w e r, m e -
emosional merupakan pelema-
kekerasan nyentuh, meraba-raba atau
han harga diri si korban secara
memegang (dengan maksud
sistematis melalui pengabaian,
pelecehan seksual), memu-
pengucilan, pengecualian atau
kuli, mencekik, menyikut, me-
penghindaran. Perilaku ini dapat
ninju, menendang, menggigit,
mencakup sikap-sikap yang
mencakar, meludahi anak,
tersembunyi seperti pandan-
mendesak hingga ke posisi
gan yang agresif (melotot),
yang menyakitkan, merusak,
lirikan mata, gerakan alis, ang-
menghancurkan, atau mere-
gukan kepala ke atas, helaan
but barang-barang milik anak
nafas, bahu yang bergidik,
Verbal membuat julukan nama, celaan, cibiran, tawa mengejek dan
fitnah, kritik kejam, penghi- bahasa tubuh yang kasar
naan (bersifat pribadi, kelompok
Faktor Faktor sekolah (ruang kelas,
maupun rasial), pernyataan-
determinan iklim sekolah, peraturan, jumlah
pernyataan bernuansa pel-
siswa, lokasi), faktor pribadi
ecehan seksual, teror, surat,
(kondisi diri, cara pandang
e-mail atau sms yang mengin-
pada diri sendiri, orang lain
timidasi, tuduhan-tuduhan
dan lingkungan), faktor ling-
yang tidak benar, kasak-kusuk
kungan (letak sekolah, kondisi
yang keji dan keliru, juga gosip.
sosial budaya masyarakat)
Emosional Te r m a s u k k e d a l a m t i n -
dakan ini adalah men-
gasingkan atau menolak

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berikut dipaparkan deskripsi singkat perilaku dan kepada gurunya, Gn berteriak, mengejek
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak dan dan marah-marah kepada guru sambil menunjuk
guru berdasarkan hasil observasi dan wawanncara. nunjuk dengan jarinya ke muka guru dan bilang
Wawancara 1 adalah tindakan kekerasan “bunda nakal, i dont like you” . Hampir setiap hari
yang dilakukan oleh seorang anak berinisial Gn Gn melakukan tindakan kekerasan pada temannya
yang berusia 5 tahun. Gn dan temannya Fr sedang maupun pada guru.
bermain dan berlari-larian di aula pembelajaran, Faktor penyebabnya adalah (a) karena
ketika teman-temannya sedang duduk memerhatikan Gn merasa bahwa temannya itu nakal dan selalu
gurunya di depan, Gn menendang temannya mengganggu sehingga merasa kesal dan bentuk
sebanyak 2 kali sehingga temannya Fr terjatuh saat kekesalan itu diekspresikan berupa tindak kekerasan;
berlari. Selain itu, Gn juga meludahi temannya ketika (b) Gn tidak menjawab kenapa melakukan kekerasan
bertengkar karena Gn mengganggu temannya yang pada temannya, tetapi tampak bahwa alasan
sedang memperhatikan gurunya di depan. Gn juga melakukan itu karena merasa paling kuat; (c)
mendorong temannya ketika sedang berbaris keluar Gn orangnya babarian (gampangan), jadi setiap
ruangan aula pembelajaran. Gn memukul perut temannya membuat salah sedikit saja tanpa
temannya tanpa alasan ketika sedang melakukan sengaja seperti kakinya terpijak ketika berbaris
senam di aula pembelajaran. Gn tiba-tiba mencubit langsung memukul temannya; (d) Gn adalah anak
temannya yang sedang berbaris didepannya yang geregetan dengan temannya sehingga sering
yang menyebabkan temannya menangis. Gn juga mencubit tiba-tiba, menurut dia tindakan itu hanya
memelototi Fm dan bersikap sinis kepada Fm bercanda tetapi karena badannya yang tinggi besar
secara tiba-tiba ketika berbaris didepannya. Gn juga dan tenaganya besar membuat temannya merasa
menjewer temannya secara tiba-tiba ketika sedang kesakitan; (e) Teman - teman Gn merasa takut untuk
berbaris memasuki ruangan. Gn memukul kepala bermain dengan Gn karena badan Gn yang tinggi
temannya dengan menggunakan tutup kaleng ketika besar dan suka memukul, mencubit, dan memegang
sedang memainkan alat musik sederhana di dalam pundak temannya dengan kencang saat berbaris; (f)
kelas. Gn juga sering marah-marah pada temannya mencari perhatian dari teman-temannya dan guru

6 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018
Analisis Tipikal Kekerasan...

agar mendapatkan perhatian lebih. menjawab ketika temannya bertanya penyebab


Wawancara 2 adalah tindakan kekerasan Fr cemberut dan mendorong temannya Fr; (b) Fr
yang dilakukan oleh seorang anak berinisial Mc menjawab” soalnya dia lucu dan aneh” ketika ditanya
yang berusia 4 tahun. Mc meninju perut temannya kenapa menertawakan temannya yang sedang
ketika temannya sedang bermain mobil-mobilan bernyanyi didepan; (c) Fr hanya mau mencari
dan Mc merebut mainan temannya. Mc memukul perhatian dari gurunya; serta (d) Fr juga merasa
temannya ketika temannya sedang makan dan paling kuat di kelas.
Mc merebut makanannya dan temannya merebut Wawancara 4 adalah tindakan kekerasan
makanannya lagi dan Mc memukul temannya. Mc yang dilakukan oleh seorang anak berinisial Df,
marah-marah pada temannya ketika berebut tempat yang berusia 5 tahun. Sikap atau perilaku Df dalam
duduk dengan temannya, kemudian temannya kesehariannya termasuk anak yang aktif sekali
dipukul sambil menarik tangan temannya ke bahkan susah untuk diarahkan. Seperti saat berada
depan untuk pindah tempat duduk. Mc mendorong di kelas, Df jarang menyelesaikan tugas apabila
temannya ketika sedang berbaris keluar ruangan. Mc diberikan tugas oleh guru. Df langsung bermain lagi
memukul dan mendorong temannya ketika sedang bersama temannya walaupun baru menyelesaikan
bermain bola karena berebutan menendang bola. satu baris tugas. Namun terkadang tanpa disuruhpun
Mc melemparkan pasir ke wajah temannya yang dia senang belajar sendiri dirumah. Kemampuan
sedang bermain pasir di area pasir karna berebutan sosialisasi Df cukup bagus. Ketika hari pertama
mobil-mobilan. Mc juga menendang dan memukul masuk TK, langsung dapat bergabung dengan
gurunya ketika gurunya menasehati Mc, dan Mc teman-temannya tanpa harus ditunggu oleh ibunya.
marah-marah pada gurunya karena dia merasa dia Dalam melakukan tindakan kekerasan, Df masih
tidak salah. bercanda dalam tahap wajar layaknya anak-anak
Faktor penyebabnya adalah (a) Mc meninju biasa. Sikap Df terhadap adiknya yang berumur
temannya karena menginginkan mainan yang 2,5 tahun sering rebutan mainan yang awalnya lari-
sedang dimainkan oleh temannya; (b) Mc memukul lari, mendorong adiknya, dan tidak mau menerima
temannya karena temannya tidak memberikan izin kesalahan orang lain. Df melakukan kekerasan
Mc untuk memakan makanan temannya; (c) Mc verbal seperti berteriak-teriak dengan nada tinggi,
marah-marah dan menarik temannya yang sedang marah-marah, sehingga banyak teman-temannya
duduk karena ingin duduk di dekat temannya At; (d) yang mengalah kepadanya. Df berebutan hp dengan
Mc mendorong temannya ketika berbaris karena Mc adiknya sambil Df marah-marah pada adiknya dan
ingin cepat bermain di luar; (e) Mc melempar pasir menggerutu terus-terusan. Df menginjak-injak buku
ke temannya karena temannya tidak memberikan ketika tahu bahwa buku yang baru digambar dipinjam
mainannya pada Mc; (f) Mc melakukan tindak oleh temannya saat dia pergi.
kekerasan karena kebiasaan di lingkungan asalnya Faktor penyebabnya adalah (a) orang tuanya
yaitu ambon yang mungkin memiliki kebiasaan sering berbicara keras dengan intonasi tinggi; (b)
yang berbeda dengan Bandung; serta (g) Mc belum orang tuanya menegur dan memarahi anak di
beradaptasi dengan lingkungan barunya. depan umum; (c) orang tuanya sering men-judge
Wawancara 3 adalah tindakan kekerasan anak didepan umum seperti, “anak susah diatur”,
yang dilakukan oleh seorang anak berinisial Fr yang “anak susah dikasih tau”, “anak tidak mau menerima
berusia 4 tahun. Fr datang ke ruangan pembelajaran kesalahan”; (d) orang tuanya sering mengabulkan
dengan wajah cemberut dan tidak mengikuti kegiatan keinginan anak dan tidak membatasi jajan anak,
pada pagi itu, ketika disapa oleh teman-temannya serta (e) ibunya berlaku kasar kepada anak ketika
Fr marah-marah dan mendorong temannya. Fr sedang emosi.
mengejek temannya di tempat makan dengan Wawancara 5 adalah tindakan kekerasan
perkataan ”Gn wwooo” sambil memukul-mukul meja yang dilakukan oleh seorang guru. Guru berteriak
dengan keras dan mengacungkan jari jempolnya memanggil nama Gn dengan keras sambil
secara terbalik. Fr menertawakannya dengan memelototinya agar anak duduk dan tidak berlari-
keras dan mengejeknya sambil menunjuk-nunjuk lari lagi di dalam kelas ketika anak berinisial Gn
temannya yang sedang bernyanyi. berlari-lari di kelas dan tidak mentaati peraturan
Faktor penyebabnya adalah (a) Fr tidak di dalam kelas. Anak berinisial Ya terus berbicara

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018 7
Analisis Tipikal Kekerasan...

dan bertanya kepada gurunya sehingga guru Faktor penyebabnya adalah (a) guru tersebut
merasa kesal dan menghiraukan Ya yang sedang merasa bahwa kekerasan menjadi soulsi untuk
bertanya ketika guru sedang menjelaskan materi mengatasi masalah anak; (b) keadaan fisik yang
pembelajaran di dalam kelas. Guru langsung lelah setelah seharian mengajar; (c) kurang wawasan
menoleh ke arah anak dengan wajah kesal, menarik tentang psikologi perkembangan anak; serta (d) ingin
tangan anak ke luar kelas dan memberikan hukuman mendidik anaknya dengan tegas dan keras agar
dengan tidak mengikuti pembelajaran di kelas ketika tidak cengeng, agar ketika anak dewasa nanti dapat
anak membuat kegaduhan di dalam kelas dengan hidup lebih baik, dan kuat dalam menghadapi situasi
memecahkan kaca jendela tanpa sengaja. Selain hidup dalam keadaan apapun.
itu, guru mengolok-olok Gi dengan menyorakinya Hasil penelitian menunjukkan ragam perilaku
“huuuuu, dasar si heboh si hewir” ketika anak kekerasan yang dilakukan oleh anak kepada teman
berinisial Gi membuat ulah dengan bertengkar di kelas. Tindakan kekerasan yang terjadi dalam
didalam kelas dan membuat kericuhan, hal ini bentuk fisik yaitu mendorong, mencubit, menjewer,
juga dilakukan kepada anak berinisial Mc ketika memukul, menonjok, meludah, menendang, adapun
tidak menuruti instruksi dari gurunya dan membuat kekerasan verbal dan emosi seperti berteriak-teriak
keonaran dan guru mengoloknya dengan kata ”eyy dengan keras, marah, memelototi,dan menggerutu.
beta, kau jangan nakal kalau kau seperti itu aku Adapun kekerasan dalam bentuk emosional
bilang pada ibumu nanti” dengan nada keras dan berbentuk mengejek, menghindar untuk berteman,
berlogatkan suku ambon yang merupakan suku dan perilaku mengacam yang cenderung agresif.
anak tersebut. Bahkan ada juga tindak kekerasan yang dilakukan
Guru juga mengatasi anak yang sering anak kepada guru baik secara fisik ataupun secara
melalukan keonaran seperti berebut mainan dengan lisan. Seperti memukul dan memarahi.
cara menegor anak tersebut dan menyuruh anak Faktor yang melatarbelakanginya antara lain
bermain bersama. Guru hanya menegur anak untuk merasa teman nakal dan mengganggu, mencari
diam dan kembali melanjutkan tugasnya ketika ada perhatian, ingin merebut mainan teman, memaksa
anak yang ribut didalam kelas. Guru membiarkan mengambil mainan teman, serta ingin merebut
anak yang bertengkar dan hanya mengawasinya, tempat duduk. Penyebab lain yang menjadi
kemudian setelah itu guru menghapiri anak tersebut penyebab kekerasan adalah kebiasaan pola asuh
dan menanyakan perasaanya ketika iya dipukul dan orang tua di rumah yang cenderung “kasar” sehingga
menasehatinya. menular kepada anak dalam berinteraksi di sekolah.
Zn sering mendapatkan kekerasan fisik dari Perilaku kekerasan juga dilakukan oleh guru kepada
ibunya berupa pukulan di punggung, dan di lengan. anak dalam bentuk yang beragam.
Zn mendapatkan kekerasan tersebut ketika tidak Perilaku kekerasan guru umumnya dilakukan
menuruti perintah ibunya atau membuat kesalahan. secara verbal seperti menghina dan bersuara keras.
Seperti terlambat mandi saat sore hari, terlambat Kekerasan secara verbal diantaranya mengolok-
bangun saat pagi hari, tidak mengerjakan tugas olok, mengejek dan juga memberikan label. Secara
dari sekolah, pakaian yang kotor karena bermain, fisik, bentuk kekerasan yang terjadi antara lain
makanan yang tidak dihabiskan, bermain terlalu memegang tangan anak dengan kasar, mendorong
lama, rumah yang berantakan, dan tidak ada dan juga mencubit. Faktor yang melatarbelakanginya
dirumah ketika ibunya pulang. Selain mendapatkan antara lain kurang sabar menghadapi perilaku anak,
kekerasan fisik, Zn juga mendapatkan kekerasan merasa cape dan kurang kendali diri.
verbal, seperti dibentak, diteriaki dengan kata yang Sebagai pembahasan, ditemukan beberapa
kasar seperti “sia, anjing, goblog, setan, tolol, kehed, fakta bahwa para pelaku tindakan kekerasan
bagong” dengan nada tinggi. Hampir setiap hari umumnya cenderung merasa superior dan merasa
Zn mendapatkan kekerasan dari ibunya dirumah, paling kuat serta tidak ada yang mengendalikan
kekerasan fisik, verbal maupun emosi. Ketika sehingga merasa bebas untuk berperilaku. Hal
ditanyakan kepada Zn kenapa melakukan yang ini ditegaskan dalam National Youth Violance
membuat ibunya marah, Zn menjawab “ade ga kotor- Prevention (2006) yang mengemukakan bahwa pada
kotoran, cuma main bola aja”, terlihat bahwa anak umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya
mempunyai alasan bahwa dirinya tidak bersalah. diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula,

8 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018
Analisis Tipikal Kekerasan...

cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro para siswa lain yang menjadi penonton peristiwa
terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, ini dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku
mudah marah dan impulsif, serta toleransi yang yang diterima di sekolah.
rendah terhadap frustrasi (mudah frustrasi). Selanjutnya dalam kondisi ini, beberapa siswa
Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan mungkin akan bergabung dengan pelaku karena
kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa
berempati terhadap targetnya. Coloroso (2006) lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa
berpendapat bahwa siswa akan terperangkap dalam melakukan apapun dan yang paling parah mereka
peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan merasa tidak perlu menghentikannya. Keadaan ini
hubungan yang sehat, kurang cakap untuk tentu saja memperkokoh keberadaan pem-bully yang
memandang dari perspektif lain, tidak memiliki kuat dan penguasa atas korban maupun semua
empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat penonton peristiwa bullying tersebut.
dan disukai sehingga dapat memengaruhi pola Bagi sekolah, tindak kekerasan dapat
hubungan sosialnya di masa yang akan datang. menciptakan iklim sekolah yang tidak aman yang
Melalui bullying, pelaku akan beranggapan bahwa pada akhirnya akan berpengaruh terhadap reputasi
mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika sekolah itu sendiri. Selain itu, bullying yang terjadi
dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku juga dapat membahayakan misi pendidikan yang
bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya ingin dibawa oleh pihak sekolah. Sekolah yang
perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan menjadi tempat terjadinya bullying terjadi seringkali
perilaku kriminal lainnya. dicirikan dengan: (a) para siswa yang merasa
Espelage (2002) mencatat bahwa dalam tidak aman di sekolah; (b) rasa tidak memiliki
jangka panjang sebagian besar pem-bully melakukan dan ketidakadaan hubungan dengan masyarakat
tindak kejahatan atau kriminal pada usia dewasanya. sekolah; (c) ketidakpercayaan di antara para siswa;
Respon-respon agresif terus berkembang semasa (d) pembentukan kelompok formal dan informal
mereka bersekolah dan terus bertahan atau sebagai alat untuk menghasut tindakan bullying
menetap ketika menginjak usia dewasa. Tindak atau melindungi kelompok dari tindak bullying; (e)
kejahatan yang dilakukan mencakup pelanggaran tindakan hukum yang diambil menentang sekolah
lalu lintas, agresif terhadap pasangan dan anak- yang dilakukan oleh siswa dan orang tua siswa;
anak, menghukum anak-anak lebih keras dengan (f) turunnya reputasi sekolah di masyarakat; (g)
menggunakan hukuman fisik, dan mengajari rendahnya semangat juang staf dan meningginya
tindakan-tindakan agresif pada anak-anak seperti stress pekerjaan; serta (h) iklim pendidikan yang
diri sendiri. Jika bullying dibiarkan tanpa tindak buruk (Whitney & Smith, 1993).
lanjut dan penanganan yang semestinya, maka

PENUTUP
Kesimpulan pelaku merasa sebagai orang yang paling kuat,
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian berkuasa dan emosi yang tidak stabil.
maka dapat disimpulkan bahwa tindakan kekerasan Saran
pada anak merupakan permasalahan yang perlu Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi
mendapatkan perhatian khusus. Hasil penelitian masalah tindak kekerasan adalah dengan
juga menunjukkan bahwa tindakan kekerasan yang merumuskan dan menyusun model pembelajaran
dialami anak mencakup semua area baik fisik, ataupun pedoman pembelajaran yang dapat
verbal, psikologis, dan juga pengabaian. Tindak mereduksi tindakan kekerasan pada anak. Selain
kekerasan yang dialami anak bukan hanya dilakukan itu, perlu dikembangkan berbagai pelatihan ataupun
oleh teman sebaya, akan tetapi guru juga terindikasi workshop dalam membantu lembaga persekolahan
melakukan tindakan kekerasan pada anak. Selain ataupun pemerintahan untuk mencegah dan
itu, ternyata banyak faktor yang turut berkontribusi mengatasi permasalahan tindakan kekerasan pada
terhadap tindakan kekerasan pada anak seperti anak.

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018 9
Analisis Tipikal Kekerasan...

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, M. (2008). Mengenali dan memahami dunia Pelaku kekerasan anak tiap tahun meningkat.
anak. Bandung: Lotus. (Online). Diakses dari http://www.kpai.go.id (3
Alwasilah, A. C. (2015). Pokoknya studi kasus Maret 2016).
pendekatan kualitatif. Bandung: Kiblat Buku National Youth Violence Prevention Resource
Utama. Center. (2002). Facts for teens: Bullying.
Banks, R. (1997). Bullying in school. Diakses dari Diakses dari http://www.safeyouth.org (5 Mei
http://www.eric.ed/educational_research 2007).
journal_article/downloads.pdf (27 Oktober Olweus, D. (1993). Bullying at school: what we know
2008). and what we can do. Malde, MA: Blackwell
Bureau of Exceptional Education & Students Publishing.
Services. (2011). Child abuse prevention Saripah, I. (2010). Model konseling kognitif perilaku
sourcebook for florida school personnel: A tool untuk memanggulangi bullying siswa.
for reporting abuse and supporting the child. Disertasi. Bandung: Sekolah Pascasarjana
Florida: Florida Department of Education. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak
Coloroso, B. (2006). Penindas, tertindas, dan Diterbitkan.
penonton: Resep memutus rantai kekerasan Tower, C.C. (2003). The role of educators in
anak dari prasekolah hingga SMU. Jakarta: preventing and responding to child abuse
Serambi Ilmu Pustaka. and neglect. US Department of Health and
Elliot, M. (ed). (2008). Bullying, a practical guide Human Services Administration for Children
to coping for schools, 3rd edition. London: and Families.
Pearson Education in association with Whitney, I. & Smith, P.K.(1993). A survey of the
Kidscape. nature and extent of bully/victim problems
Espelage, D.L. (2002). Bullying in early adolescense. in junior/middle and secondary schools.
Diakses dari http://www.athealth.com/ Education Research, 35(1), 3-25. doi:
Consumer/disorders/bullying.html (15 Juni 10.1080/0013188930350101
2007). Yayasan Semai Jiwa Amini. (2008). Mengatasi
Gunawan, H. (2007). Tindakan kekerasan di kekerasan dari sekolah dan lingkungan anak.
lingkungan sekolah. Artikel pada Pikiran Jakarta: Grasindo
Rakyat (05 Juli 2007). Yunita. (2015). Gaya mengajar guru laki-laki di taman
Hyman, I.A. & Snook, P.A. (1999). Dangerous kanak-kanak. Tesis. Program Studi Pendidikan
schools: What we can do about physical & Anak Usia Dini Sekolah Pascasarjana
emotional abuse of our children. Philadelphia: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak
Jossey-Bass. Diterbitkan.
Komite Perlindungan Anak Indonesia. (2015).

10 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan DIKMAS - Vol. 13, No. 1, Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai