Anda di halaman 1dari 11

 

ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN 

Oleh 
I Made Rai Berlian / B12200112 
Hecha Fionella Avindra / B12200125 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB 1  
PENDAHULUAN 
 
 
1.1 LATAR BELAKANG 
Dalam pembangunan suatu konstruksi, banyak hal yang harus diperhatikan oleh 
seorang arsitek, utamanya faktor lingkungan. Faktor ini menjadi sangat penting karena 
disamping memperhatikan estetika dan fungsi sebuah konstruksi, sebagai manusia yang 
bermoral, kita memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Ketika 
lingkungan sekitar mulai terganggu, kita pula yang akan menerima dampaknya. Untuk 
mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan sekitar, diperlukan sebuah alat 
untuk mengatur ketentuan dan larangan dalam sebuah pembangunan konstruksi. Alat ini bisa 
disebut dengan etika lingkungan dan peraturan perundang-undangan. 
Etika lingkungan yang dimaksud adalah pemikiran kritis dan prinsip moral mengenai 
lingkungan hidup yang dipegang manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Etika 
Lingkungan ini berupa norma, yang berarti berupa pedoman perilaku dalam masyarakat dan 
tidak tertulis. Dengan adanya etika lingkungan, manusia menjadi memiliki batasan-batasan 
dalam berbagai kegiatannya. Selain itu, manusia menjadi sadar akan hak dan kewajibannya 
atas lingkungan hidup sekitarnya. 
Di samping etika lingkungan, di Indonesia sendiri terdapat peraturan tertulis 
mengenai lingkungan hidup dalam peraturan perundang-undangan. Undang undang mengenai 
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) sangat berdampak terhadap para 
pelaku bisnis dan perusahaan. PPLH ini memaksa para pelaku bisnis untuk bertanggungjawab 
atas lingkungan yang ada di sekitar bangunan yang dipakai untuk berbisnis. Jika para pelaku 
bisnis hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan tanpa adanya timbal balik 
dengan lingkungan, maka lingkungan semakin lama akan semakin tidak bisa digunakan 
untuk membantu aktivitas manusia sendiri. Contoh dari undang-undang PPLH ini adalah 
Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 
(PPLH). Peraturan ini mengatur regulasi yang komprehensif dan lebih ketat daripada 
peraturan sebelumnya yaitu undang-undang 23 tahun 1997. UU 32 tahun 2009 mengatur 
tidak hanya perdata tetapi juga kasus pidana jika merusak lingkungan. UU 32 tahun 2009 
juga mengatur secara sistematis mengenai pengelolaan lingkungan mulai dari perencanaan, 
instrumen pengendalian, hingga sanksi hukum. 
Selanjutnya, yang harus diperhatikan lagi adalah material dari sebuah konstruksi. 
Selain atas alasan estetika dan keselamatan, dampak material sebuah konstruksi terhadap 
lingkungan juga sangatlah penting. Material konstruksi yang dimaskud ini mencakup bahan 
bangunan, dekorasi interior hingga alat pembersihnya. Material yang digunakan haruslah 
material yang dapat membantu sebuah konstruksi untuk tidak boros energi dan bahan-bahan 
yang ramah lingkungan. 
Faktor-faktor seperti etika lingkungan, undang undang PPLH, dan pemilihan material 
yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap ekosistem yang ada di sekitar 
bangunan. Dengan terciptanya ekosistem yang sehat, aktivitas-aktivitas manusia yang ada di 
sekitarnya pun akan menjadi lebih produktif dan sehat. Namun, apabila faktor-faktor tersebut 
diabaikan, manusia pula yang akan menerima kerugian atas rusaknya ekosistem disekitarnya. 
Oleh karena itu, penting bagi para arsitek untuk mengetahui dan juga bertanggungjawab atas 
kelangsungan ekosistem lingkungan hidup yang ada di sekitar bangunan. 
 
1.2 RUMUSAN MASALAH 
Adapun rumusan masalah yang menjadi pertanyaan bagi penulis dalam membahas 
pembangunan Giant Sea Wall Jakarta: 
1.2.1 Apakah pembangunan Giant Sea Wall Jakarta sudah memenuhi etika lingkungan? 

1.2.2 Apakah pembangunan Giant Sea Wall Jakarta sudah menerapkan konsep 6R? 

1.2.3 Apakah pembangunan Giant Sea Wall Jakarta sudah memperdulikan ekosistem?    

1.3 TUJUAN 

Adapun tujuan dari paper ekologi sebagai berikut: 

1.3.1 Mengetahui pemenuhan etika lingkungan di pembangunan Giant Sea Wall Jakarta 

1.3.2 Mengetahui pemenuhan konsep 6R di pembangunan Giant Sea Wall Jakarta 

1.3.3 Mengetahui pemenuhan kepedulian terhadap ekosistem di pembangunan Giant Sea 


Wall Jakarta. 
BAB 2 

ISI 

2.1 KAJIAN TEORI 

2.1.1 ETIKA LINGKUNGAN 

Etika lingkungan merupakan sebuah konsep yang perlu dipahami karena konsep ini 
membahas keterkaitan antara lingkungan dengan kehidupan manusia di alam. Perilaku dan 
interaksi manusia dengan lingkungan tercerminkan dari bagaimana manusia mengolah dan 
memanfaatkan sumber daya alam yang ada. 

Etika lingkungan merupakan nilai-nilai keseimbangan dalam kehidupan manusia 


dengan interaksi dan interdependesi terhadap lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek 
abiotik, biotik, dan kultur (Marfai, 2013) 

Etika lingkungan adalah penuntun tingkah laku yang mengandung nilai-nilai positif 
dalam rangka mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan (Syamsuri, 1996). 

Ada 3 teori etika lingkungan yang berdasarkan atas perbedaan cara pandang: 

1. Antroposentrisme 

Manusia sebagai pusat sistem alam semesta sehingga hanya manusia yang memiliki 
hak, kepentingan, dan nilai atas alam. Bermakna sebagai kepentingan manusia adalah 
yang utama dan segala sesuatu yg lain di alam hanya dinilai sebatas fungsinya utk 
menunjang dan memebuhi kebutuhan manusia. 

2. Biosentrisme 

Setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai yang berharga bagi 
dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapatkan penghargaan dan kepedulian 
atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah dia bernilai atau tidak bagi kehidupan 
manusia. 
 

3. Ekosentrisme  

Ekosentrisme juga bisa disebut dengan ​deep ecology​. Secara ekologis, alam semesta 
tersusun atas yang hidup (biotik) dan yang tidak hidup (abiotik). Kedua komponen ini 
saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, kedua 
komponen ini memiliki kewajiban dan tanggungjawab moral yang sama. Teori ini 
muncul akibat adanya krisis lingkungan yang terjadi akibat polusi, over population, 
dan isu keberlanjutan bumi seperti ekonomi, politik, dan sosial. 

2.1.2 KONSEP 6R 

Konsep 6R memiliki andil yang besar terhadap lingkungan kita. Dengan menerapkan 
konsep ini terhadap sebuah bangunan, maka energi yang diperlukan di bangunan tersebut 
dapat diminimalisir. Konsep ini meliputi: 

1. Reduce  

Mengurangi pemakaian produk sekali pakai dan mengonsumsi atau menggunakan 


produk yang benar-benar kita butuhkan. 

2. Reuse 

Menggunakan produk yang bisa digunakan berulang-ulang kali daripada 


menggunakan produk sekali pakai. Contohnya dengan memilih membawa botol 
minum sendiri daripada membawa botol kemasan. 

3. Recycle 

Mendaur ulang atau memodifikasi barang yang sebelumnya tidak terpakai menjadi 
barang baru yang lebih berfungsi, melakukan pilah pilih sampah, dan memilih 
menggunakan barang-barang yang mudah diurai. 

4. Repair 

Memperbaiki barang-barang yang rusak sehingga tidak perlu membeli yang baru. 

 
5. Refuse 

Menolak penggunaan barang-barang berbahan plastik dan memilih barang-barang 


berbahan alami. 

6. Rethink  

Berpikir matang-matang sebelum membeli sesuatu. Pikirkan apakah barang tersebut 


benar-benar dibutuhkan dan apakah materialnya akan tidak menjadi sampah yang 
tidak dapat didaur ulang 

2.2 PEMBAHASAN 

Pembangunan Giant Sea Wall bertujuan untuk mengatasi banjir di DKI


Jakarta.Terdapat dua faktor alam terkait dengan permasalahan banjir di Jakarta, yaitu
penurunan permukaan tanah (​land subsidence)​ dan kenaikan permukaan air laut (​sea level
rise​),mengingat 40% wilayah Jakarta sekarang sudah berada di bawah permukaan air laut.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta sudah cukup parah, yaitu antara 10-20 cm pertahun.
Bahkan di daerah Utara Jakarta sudah terjadi penurunan permukaan tanah sebesar 4,1 meter.
Infrastruktur GSW adalah untuk memastikan Jakarta aman terhadap bencana banjir.

Solusi pembangunan JGSW perlu dipertimbangkan lagi jika faktor


penurunanpermukaan tanah tetap dibiarkan terjadi. Perlu dilakukan pelarangan
pengambilanair tanah dan mencari solusi penyediaan air bersih untuk penduduk di sekitar
TelukJakarta. Selain itu perlu juga diatur pembangunan infrastruktur yang menyebabkan eban
terlalu berat pada tanah sehingga dapat mengurangi pula laju penurunan tanah tersebut. Hal
lain yang juga harus diperhatikan adalah besarnya laju suplai sedimen dari sungai-sungai
yang mengalir ke daerah rencana kolam genangan di dalam JGSW

Selain itu, proyek ini akan merusak ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Kerusakan hutan
mangrove dan terumbu karang akan menyebabkan bencana ekologis lebih besar. Antara lain
ikan di perairan utara Jakarta hilang, mengurangi potensi pariwisata bahari karena laut rusak,
abrasi di pesisir Teluk Banten maupun Pantai utara Jawa karena tambang pasir untuk
pembuatan pulau buatan.
Proyek ini dapat memberikan dampak negatif yaitu :

1. Dapat mengikis pulau-pulau di bagian barat teluk Jakarta.

2. Menghancurkan terumbu karang dan mencemarkan air yang di balik


dinding laut.

3. Dampak giant sea wall malah memperparah banjir di Jakarta dan


merusak lingkungan laut Teluk Jakarta

4. Menyebabkan kecepatan air sungai berkurang akibat muka air jauh


(titik terendah untuk mengalirkan air)

. Giant sea wall akan menyebabkan kecepatan air sungai berkurang akibat muka air
jauh. jika kecepatan air menurun mau tak mau luas penampang suang harus diperbesar.
Padahal, ada 13 sungai bermuara di Teluk Jakarta. Jadi, bisa diperkirakan debit air tidak
sedikit.

Pandangan Muslim Muin, PhD, ketua Kelompok Keahlian Teknik Kelautan ITB
tahun lalu dalam website ITB menyatakan, proyek ini bukan solusi banjir dan penurunan
tanah di Jakarta. Jika diteliti, proyek ini justru akan membawa kerugian. ​ proyek ini sangat
merusak ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang
akan menyebabkan bencana ekologis lebih besar. Antara lain ikan di perairan utara Jakarta
hilang, mengurangi potensi pariwisata bahari karena laut rusak, abrasi di pesisir Teluk Banten
maupun Pantai utara Jawa karena tambang pasir untuk pembuatan pulau buatan.

Jakarta tak perlu membangun Giant Sea Wall karena mahal ​plus ​biaya operasional
belum dihitung. Biaya untuk pompa ini Rp300 miliar setiap tahun dalam keadaan normal.
Belum lagi, ketika debit air membesar kala banjir, kebutuhan daya pompa tentu
membengkak​.​ ​Dampak giant sea wall malah memperparah banjir di Jakarta, merusak
lingkungan laut Teluk Jakarta, mempercepat pendangkalan sungai, mengancam sektor
perikanan lokal, dan menyebabkan permasalahan sosial.

Masalah ini, hampir tidak mungkin diselesaikan dengan menambah lebar sungai
(karena pemukiman dan lain-lain). Cara yang bisa dilakukan dengan mengeruk sungai untuk
mengurangi laju sedimentasi. Jika pengerukan sungai tidak rutin akan terjadi banjir.
Mengatasi banjir Jakarta bukan membangun tanggul laut, tetapi memperbaiki tata ruang
Jakarta dan kota di sekitar. Lebih baik memperbaiki hulu 13 sungai daripada membendung di
hilir (Teluk Jakarta).

 
BAB 3 

PENUTUP 

3.1 KESIMPULAN 

Jika dilihat dari pembahasan, maka pembangunan GSW masih bisa dibilang belum 
mengimplementasikan etika lingkungan dan tidak memperhatikan ekosistem di sekitarnya. 
Untuk penerapan 6R dalam materialnya belum bisa dibilang terpenuhi akibat belum ada 
informasi lebih lanjut mengenai material yang akan dipakai di pembangunan GSW Jakarta. 

Selain itu, pembangunan GSW perlu mendapat ditinjau ulang, karena dampak sosial 
dan lingkungannya jauh melebihi dampak ekonomi. Untuk menyelesaikan masalah banjir, 
banyak solusi yang telah ditawarkan, tidak perlu proyek mercusuar, yang keberadaannya 
10-20 tahun kedepan. Lakukan koordinasi antara pemerintah daerah, melibatkan masyarakat, 
pendidikan lingkungan, sumur resapan, lubang biopori, normalisasi sungai, dan sebagainya 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
 
 
 

Aetra. “6 R (Reduce, Reuse, Recycle, Repair, Refuse, Rethink).” ​aetra​, 13 April 2017, 

https://www.aetra.co.id/sahabat_aetra/detail/56/6-R-Reduce-Reuse-Recycle-Repair-R

efuse-Rethink-#:~:text=Saat%20ini%20Indonesia%20telah%20mencapai,oleh%20sa

mpah%20yang%20dibuang%20sembarangan.&text=Semua%20hal%20tersebut%20a

dalah%20akibat%20kebiasaan%20yang. Accessed 1 December 2020. 

Aminatun, Tien. “Etika Lingkungan.” 

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132206555/pendidikan/ILMU+LINGKUNGAN_ETI

KA+LINGKUNGAN.pdf. Accessed 1 December 2020. 

DR.ARIF NASUTION. “Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall.” 18 February 2013, 

https://bangazul.com/tanggul-laut-raksasa-atau-giant-sea-wall/#:~:text=Giant%20Sea

%20Wall%20(GSW)%20Jakarta,di%20bawah%20permukaan%20air%20laut. 

Accessed 1 December 2020. 

Huda, Atok Muftachul, et al. ​Etika Lingkungan​, no. Teori dan Praktik Pembelajarannya, 

2019, 

http://eprints.umm.ac.id/46884/7/Hudha%20Husamah%20Rahardjanto%20-%20Etika

%20Lingkungan.pdf. Accessed 1 December 2020. 

Kementrian Kelautan dan Perikanan. “KERTAS KERJA KEBIJAKAN.” ​PRAKIRAAN 

DAMPAK GIANT SEA WALL TELUK JAKARTA​, 

Policy_Paper_Prakiraan_Dampak_Giant_Sea_Wall_Teluk_Jakarta.pdf. Accessed 1 

December 2020. 

Saturi, Sapariah. “Giant Sea Wall, Berikut Dampak bagi Lingkungan dan Nelayan.” 

MONGABAY​, 18 October 2014, 


https://www.mongabay.co.id/2014/10/18/giant-sea-wall-berikut-dampak-bagi-lingkun

gan-dan-nelayan/. Accessed 1 December 2020. 

Utami, Nurwita. “Apa Saja Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup di Indonesia?” 

Indonesia Environment & Energy Center,​ 5 August 2020, 

https://environment-indonesia.com/apa-saja-peraturan-perundangan-lingkungan-hidup

-di-indonesia/. Accessed 1 December 2020. 

Anda mungkin juga menyukai