Anda di halaman 1dari 19

Nama : Yona Yulfita Sari

Nim : 18053086

Resume : Ilmu Sosial Budaya Dasar

MANUSIA DAN PERADABAN

A. Peradaban dan Perubahan Sosial


1. Pengertian dan cakupan kebudayaan sosial
Perubahan sosial merupakan gejala yang akan menimbulkan ketidaksesuaian antara
unsur-unsur yang ada didalam masyarakat, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupanyang
tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.Willbert Moore memandang
perubahan sosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial”.
Perubahan sosial berbeda dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah
pada perubahan unsur-unsur kebudayaan yang ada.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial
mencakup unsur-unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil. Gillin dan Gillin
mengatakan bahwa perubahan–perubahan sosial untuk sesuatu variasi dari cara hidup yang
lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan
materiil, kompetisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusiat aupun peubahan-
perubahan baru dalam masyarakat tersebut.
Menurut Selo Sumardjan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada
lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosial,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku diantara kelompok dalam
masyarakat. Menurutnya antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu
aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara–cara baru
atau suatu perbaikan cara masyarakat memenuhi kebutuhannya. Perubahan sosial yaitu
perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi yang meliputi
berbagai aspek kehidupan. Cara yang paling sederhana untuk memahami terjadinya
perubahan sosial dan budaya adalah membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi
dalam masyarakat sebelumnya.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang dianalisis dari berbagai segi :
a) Kearah mana perubahan dalam masyarakat bergerak (derection of change) bahwa
perubahan tersebut meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan
faktor tersebut, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu yang baru sama sekali,
akan tetapi mungkin pula bergerak kearah suatu bentuk yang sudah ada pada waktu yang
lampau.
b) Bagaimana bentuk dari perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam
masyarakat.
2. Teori dan Bentuk Perubahan Sosial
Teori Sebab–Akibat (Causation Problem) Beberapa faktor dikemukakan oleh para
ahli untuk menerangkan sebab–sebab perubahan sosial yang terjadi, beberapa pendekatan
sebagai berikut :
a. Analisis Dialektika
Analisis perubahan sosial yang menelaah syarat–syarat dan keadaan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam suatu sistem masyarakat. Hal ini dirumuskan oleh Hegell
Marx sebagai dialektika artinya thesis antisynthesis.
b. Teori Tunggal Mengenai Perubahan Sosial
Teori tunggal menerangkan sebab–sebab perubahan sosial, atau pola kebudayaan dengan
menunjukkan kepada satu faktor penyebab. Teori tunggal maupun deterministik menurut
Soerjono Soekanto (1983) tidak bertahan lama, timbulnya pola analisis yang lebih cermat
danlebih didasarkan fakta.
c. Teori Proses atau Arah Perubahan Sosial
Kebudayaan teori–teori mengenai arah perubahan sosial mempunyai kecenderungan
yangbersifat kumulatif atau evolusioner.
1. Teori Evolusi Unilinier (Garis Lurus Tunggal)
Teori ini berpendapat bahwa manusia mengalami perkembangan dengan tahapan dari
bentuk sederhana kemudian yang kompleks sampai pada tahap sempurna. Pelopor
teori ini adalah Agust Comte dan Hebert Spenser.
2. Teori Multilinier
Teori ini menggambarkan suatu metodologi didasarkan pada suatu asumsi yang
menyatakan bahwa perubahan sosial kebudayaan yang didapatkan gejala keteraturan
yang nyata dan signifikan. Teori ini tidak mengenal hukum atau skema apriori, tetapi
teori ini lebih memperhatikan tradisi dalam kebudayaan dan dari berbagai daerah
menyeluruh meliputi bagian–bagian tertentu

B. Wujud Peradaban
Peradaban adalah sebuah wujud kebudayaan sebagai hasil kreatifitas manusia baik
yang bersifat materiil berupa benda-benda yang kasat mata dan dapat diraba, seperti candi
borobudur, bangunan gedung atau rumah, mobil, perlatan kerja, dan sebagainya, maupun
yang bersifat non–materiil dalam bentuk nilai, moral, norma, dan estetika. Peradaban sebagai
wujud kebudayaan yang bersifatnon–materiil, seperti adat sopansantun pergaulan dalam
menjalani hidup dan kehidupan ini manusia senantiasa memegang teguh nilai-nilai yang ada,
baik berupa moral, norma, etika, dan estetika.
Menurut Ki Hajar Dewantara, etika adalah ilmu yang mempelajari segala tentang
kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai
gerak–gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
mengenaitujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Tugas etika adalah mencari ukuran
baik buruknya bagi tingkah laku manusia. Secara dikotomisada etika deskriptif yang berusaha
mengkaji secara kritis dan rasionaltentang sikap dan pola perilaku manusia, dan apa yang
dikerjakan oleh manusia dalam hidupsebagai sesuatu yang bernilai. Sedangkan etika normatif
adalah berusaha menetapkanberbagai sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya
dimiliki oleh manusia (berupanorma-norma).
Menurut Th. L. Vanhoeven norma berasal dari kata “normalis” yang berarti petunjuk,
kaidah, kebiasaan, kelaziman, patokan, standart, ukuran. Norma–norma mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda–beda, yaitu :
1. Folkways, yakni norma-norma yang berdasar kebiasaan atau kelaziman dalam tradisi, dan
apabila dilanggar tidak ada sanksinya, tetapi hanya dianggap aneh dan menjadi sasaran
pembicaraan umum saja.
2. Mores (tata kelakuan), yakni norma moral yang menentukan suatu kelakuan tergolong
benar atau salah, baik atau buruk. Individu yang melanggar meresakan dihukum.
Moral adalah nilai–nilai dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kesusilaan.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup secara baik sebagai
manusia, dan sekaligus merupakan petunjuk kongkrit yang siap pakai tentang bagaimana
seseorang itu harus hidup. Dalam realitas budaya pengembangan kebudayaan dikembangkan
melalui nilai–nilai estetika yang tidak terlepas dari nilai–nilai etika, moral, norma dan hukum
yang berlaku.

C. Tradisi, Modernisasi, dan Masyarakat Madani


1. Tradisi
Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan satu
penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu,
maka tiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri–sendiri yang satu dengan yang
lainnya berbeda satu sama lain. Adat istiadat yang hidup serta yang berhubungan dengan
tradisi rakyat yang merupakan adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan di
masyarakat karena adanya penilaian bahwa cara–cara yang telah ada merupakan cara yang
paling baik dan benar, serta hal ini merupakan sumber yang mengagumkan bagi kekayaan
budaya bangsa.
Didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, adat yang dimiliki oleh daerah–
daerahsuku–suku bangsa adalah berbeda–beda, meskipun demikian dasar dan sifatnya adalah
satu, yaitu ke indonesiaannya. Oleh karena itu, maka adat bangsa Indonesia itu dikatakan
ber“bhinneka”. Adat bangsa Indonesia yang “Bhinneka Tunggal Ika” ini tidak mati,
melainkan selalu berkembang.
2. Modernisasi
a. Konsep Modernisasi.
Modernisasi dimulai di Italia abad ke–15 dan tersebar di sebagian besar ke dunia
Baratd alam lima abad berikutnya. Manifesto proses modernisasi pertama kali terlihat di
Inggris dengan meletusnya revolusi industri pada abad ke–18, yang mengubah cara produksi
tradisional ke modern. Modernisasi masyarakat adalah suatu proses tranformasi yang
mengubah :
1) Di bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri yang besar, dimana
produksi barang konsumsi dan sarana dibuat secara masal.
2) Di bidang politik,dikatakan bahwa ekonomi yang modern memerlukan ada masyarakat
nasional dengan integrasi yang baik.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang modernisasi, yaitu :
a. Modernisasi menurut Cyril Edwin Black, yaitu rangkaian perubahan cara hidup manusia
yang kompleks dan saling berhubungan, merupakan bagian pengalaman yang universal
danyang dalam banyak kesempatan merupakan harapan bagi kesejahteraan manusia.
b. Menurut Kentjaraningrat, modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup dengan
konstelasi dunia sekarang ini. Hal itu berarti bahwa untuk mencapai tingkat modern harus
berpedoman kepada dunia sekitar yang mengalami kemajuan.
c. Menurut Schorrl (1980), modernisasi adalah proses penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi ke dalam semua segi kehidupan manusia dengan tingkat yang berbeda–beda
tetapi tujuan utamanya untuk mencari taraf hidup yang lebih baik dan nyaman dalam arti
yangseluas–luasnya.
d. Smith (1973), mengatakan bahwa modernisasi adalah proses yang dilandasi dengan
seperangkat rencana dan kebijaksanaan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke
arah kehidupan masyarakat yang kontemporer yang menurut penilaian lebih maju dalam
derajat kehormatan tertentu.
b. Syarat-syarat Modernisasi
Modernisasi bersifat preventif, dan kontraktif agar proses tersebut tidak mengarah
padaangan–angan. Modernisasi dapat terwujud melalui beberapa syarat, yaitu :
1) Cara berfikir ilmiah yang institutionalized dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
2) Sistem administrasi negara yang baik yang benar–benar mewujudkan birokrasi.
3) Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu atau
lembaga tertentu.
4) Penciptaan iklim yang baik dan teratur dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara
penggunaan alat komunikasi masa.
5) Tingkat organisasi yang tinggi, disatu pihak disiplin tinggi bagi pihak lain di pihak
pengurangan kepercayaan.
6) Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaannya.c.
c. Ciri-ciri Modernisasi
Modernisasi merupakan salah satu modal yang ditandai dengan ciri–ciri :
1) Keutuhan materi dan ajang kebutuhan manusia.
2) Kemajuan teknologi dan industrialisasi, individualisasi, sekularisasi, diferensasi, dan
akulturasi.
3) Modernisasi banyak menberikan kemudahan bagi manusia.
4) Berkat jasanya, hampir senua keinginan manusia terpenuhi.
5) Modernisasi juga memberikan dan melahirkan teori baru.
6) Mekanisme masyarakat berubah menuju prinsip dan logika ekonomi serta orientasi
kebendaan yang berlebihan.
7) Kehidupan seseorang perhatian religiusnya dicurahkan untuk bekerja dan menumpuk
kekayaan.
3. Masyarakat Madani
Menurut Wirutomo (2002), di Indonesia kata “civil society” diterjemahkan sebagai
masyarakat sipil, masrakat warga, masyarakat madani, atau masyarakat adab. Apapun bentuk
tindakannya yang pasti konsep itu menyangkut sutu ruang gerak masyarakat yang berada di
luar negara. Karena bidang politik pada masa lalu selalu dikaitkan dengan negara, maka
muncul konsep civil society sebagai arena bagi warga negara yang aktif dalam politik. Tetapi
lebih luas lagi konsep ini sering juga dikaitkan dengan peradaban masyarakat, yaitu suatu
kualitas kebudayaan masyarakat yang ditandai oleh supremasi hukum
D. Problematika Peradaban Bagi Kehidupan Manusia
Arus modernisasi dan globalisasi adalah sesuatu yang pasti terjadi dan sulit untuk
dikendalikan, terutama karena begitu cepatnya informasi yang masuk ke seluruh belahan
dunia, hal ini membawa pengaruh bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk di dalamnya
bangsa Indonesia. Arus informasi berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan
manusia makin terbuka luas. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang
pula oleh sistem–sistemsosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi
telah menjadi pengarah hidup manusia.
Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka dunia menjadi
sempit, ruang, dan waktu menjadi sangat relatif, dan dalam banyak hal, batas–batas negara
sering menjadi kabur dan bahkan mulai tidak relevan. Tujuan akhir dari kedua usaha atau
kewajiban ini menurut Indra Siswarini adalah masyarakat modern yang tipikal Indonesia,
masyarakat yang tidak hanya mampu membangun dirinya sederajat dengan bangsa lain tetapi
juga tangguh dalam menghadapi kemerosotan mutu lingkungan hidup. Akibat globalisasi
diantaranya masyarakat mengalami anomi atau tidak punya normaatau heteronmy atau
banyak norma sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal–hal yang sebelumnya
dianggap melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya diorientasi atau
alienasi.
Kemajuaan bidang teknologi, komunikasi dan informasi yang demikian pesat sebagai
sebuah perkembangan peradaban manusia kadang kala menimbulkan problematika bagi
kehidupan manusia. Sebagai contoh (handphone) dengan berbagai fasilitas yang ada
didalamnya, dapat memberikan manfaat yang sangan besaar kalau digunakan secara baik,
tetapi sebaliknya jika digunakan secara tidak baik akan menimbulkan dampak negatif.
Pertumbuhan dan perkembangan demografi juga berpotensi menimbulkan problematika bagi
adab dan peradaban manusia. Jumlah penduduk yang berkembang, dengan cepat jika tidak
diimbangi dengan tersediannya lapangan pekerjaan yang cukup justru akan menciptakan
gelombang pengangguran. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan agar kita mampu
membangunan bangsa agar tetap eksis di tengah–tengah arus modernisasi dan globalisasi
yang semakin kuat, adalah dengan meningkat peran lembaga pendidikan untuk terus mengali
ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi tanpa menghilangkan jati diri Indonesia
melalui pelestarian nilai–nilaidan moral bangsa Indonesia.
SUMBER

Rusmin Tumanggor, D. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.

Sarinah, S. M. (2019). Ilmu Sosial Budaya Dasar (Diperguruan Tinggi). Yogyakarta: CV.
Budi Utama.

Sukmana, O. (2008). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Malang: Alfabet.

Sumaatmaja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan, Manusia, dan Manusiawi. Bandung:


Alfabet.

Winarno, H. d. (2008). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.

Beberapa Pendekatan Pada Model Pembelajaran Kooperatif Dan Perbandingannya:

1. Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).


Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan untuk mendukung dan
memotivasi siswa mempelajari materi secara berkelompok. Tipe STAD dikembangkan oleh
Slavin (1995) dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya
aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Langkah-langkah:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut


prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).

2. Guru menyajikan pelajaran.

3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.
Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.

4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.

5. Memberi evaluasi.

6. Penutup.

Kelebihan:

1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.

2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:

1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.

2. Membedakan siswa.

2. Model Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Langkah-langkah penerapan tipe NHT:


a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.

b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau
skor awal.

c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa,
setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan
wakil jawaban dari kelompok.

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan


penegasan pada akhir pembelajaran.

g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan


perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

Kelebihan:

* Setiap siswa menjadi siap semua.

* Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

* Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

* Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

* Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT).

Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang
masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing.
Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak menjawab soal dengan benar
dalam waktu yang paling cepat.

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan
yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Ada 5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan
itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
mingguan.

4. Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi
prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan


mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team”
apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

a. Pengertian

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala
Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada
kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat
pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan
kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray

Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

c. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-
61) adalah sebagai berikut:

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.


2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.

3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

d. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.

1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem
penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi
beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok
harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.

2. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan
materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

e. Kelebihan dan kekurangan model TSTS

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari
model TSTS adalah sebagai berikut.

a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan

b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna

c. Lebih berorientasi pada keaktifan.

d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya

e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.

f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.

g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar


Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:

a. Membutuhkan waktu yang lama

b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok

c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)

d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)

Dikemukakan oleh Frank Lyman (1985). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu
diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih
banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini
diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

Tahap-tahap model pembelajaran:

· Tahap 1: Thinking, guru memberikan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan
pelajaran, siswa diminta memikirkan jawabannya sendiri.

· Tahap 2: Pairing, siswa berpasangan untuk mendiskusikan yang dipikirkan pada tahap
1.

· Tahap 3: Sharing guru meminta pasangan siswa berbagi dengan seluruh kelas tentang
yang mereka diskusikan. Dilakukan bergiliran.

Langkah-langkah pelaksanaan antara lain:

a. Guru memberikan suatu permasalahan / pertanyaan pada kelas. Misalnya, guru bertanya,
"Apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Mengapa isu pemanasan global sedang
ramai dibicarakan orang? Adakah tanda-tanda terjadinya pemanasan global di kota ini?"

b. Setiap siswa secara individual diminta untuk merenungkan kemungkinan jawabannya


terlebih dahulu. Guru memberikan waktu yang cukup. Tahap ini disebut tahap Berpikir /
Think.

c. Setelah siswa mencari / memikirkan jawaban atau tanggapan sendiri-sendiri, guru


kemudian meminta siswa secara berpasangan mendiskusikan jawaban mereka. Pada
kesempatan ini mereka bisa saling bertukar pikiran dan argumentasi tentang permasalahan
yang disampaikan oleh guru. Tahap ini disebut tahap berdiskusi Berpasangan / in Pairs.
d. Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru mengundang tiap siswa / pasangan
siswa untuk berbagi jawaban atau komentar secara pleno kelas terhadap permasalahan yang
diajukan guru. Tahap ini disebut Berbagi / Share.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Square)

Think Pairs Square atau Berpikir-Berpasangan-Berempat / B3 ini sangat mudah


pengelolaan kelasnya. Siswa tidak perlu berpindah dari tempat duduknya.

Tahapan pembelajaran kooperatif model Think Pairs Square / B3 ini hampir sama dengan
tahapan pada model Think Pairs Share / B3K kecuali pada langkah d (tahap berbagi). Untuk
model Think Pairs Square langkah tersebut diubah menjadi berdiskusi atau bertukar pendapat
dan argumentasi dengan empat orang. Dengan demikian siswa berpikir/bekerja individual,
kemudian berpasangan, setelah itu berempat.

Think Pairs Square memberikan kesempatan kepada siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan
menyediakan sarana bagi mereka untuk melihat metodologi pemecahan masalah lain. Jika
salah satu pasangan siswa tidak mampu menyelesaikan masalah, pasangan siswa lain sering
dapat menjelaskan jawaban mereka dan metodologis. Akhirnya, jika masalah yang
ditimbulkan tidak memiliki "benar" menjawab, dua pasang siswa dapat menggabungkan hasil
mereka dan menghasilkan jawaban yang lebih komprehensif.

Langkah-langkah:

a. Guru memberikan suatu permasalahan/pertanyaan pada kelas. Misalnya, guru


bertanya,”Apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Mengapa isu pemanasan global
sedang ramai dibicarakan orang? Adakah tanda-tanda terjadinya pemanasan global di kota
kita ini?”

b. Setiap siswa secara individual diminta untuk merenungkan kemungkinan jawabannya


terlebih dahulu. Guru memberikan waktu yang cukup. Tahap ini disebut tahap
Berpikir/Think.

c. Setelah siswa mencari/memikirkan jawaban atau tanggapan sendiri-sendiri, guru kemudian


meminta siswa secara berpasangan mendiskusikan jawaban mereka. Pada kesempatan ini
mereka bisa saling bertukar pikiran dan argumentasi tentang permasalahan yang disampaikan
oleh guru. Tahap ini tahap berdiskusi Berpasangan/in Pairs.

d. Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru mengundang tiap siswa / pasangan
siswa untuk berdiskusi atau bertukar pendapat dan argumentasi terhadap permasalahan yang
diajukan guru dengan siswa / pasangan siswa yang lain. Tahap ini disebut Berempat/Square.

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe IOC (Inside Outside Circle)


Dikemukakan oleh spencer Kagan, dimana pada pembelajaran ini siswa saling membagi
informasi pada saat bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer
Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan
pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah
siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran
besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan,
siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di
depannya, dan seterusnya

Adapun langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Separuh kelas berdiri dan membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.

b. Separuh yang lain membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama dan menghadap
kedalam.

c. Dua siswa berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbaga informasi, pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.

d. Kemudian siswa yang berada pada lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang
berada pada lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.

e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi informasi dan
seterusnya.

8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think Talk Write)

Think-Talk-Write (TTW) yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin, pada dasarnya
dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan TTW dimulai dari
keterlibatan siswa dalam berpikir/berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,
selanjutnya berbicara den membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Dalam
hal ini siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) pada dasarnya menggunakan strategi


pembelajaran kooperatif sehingga dalam pelaksanaanya, model ini membagi sejumlah siswa
kedalam kelompok kecil secara heterogen agar suasana pembelajaran lebih efektif.

Dalam pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan kelompok, maka pembelajaran TTW


juga mengacu kepada pembelajaran kooperatif yang dapat mengkonstruksi penguasaan
konsep siswa (Dipdip,2007:16). Tahapan-tahapan yang dilakukan dengan menggunakan
model pembelajaran TTW dalam pembelajaran fisika akan diuraikan sebagai berikut:
1) Pikir (Think)

Aktivitas berpikir siswa dapat dilihat pada saat dalam pembelajaran terdapat kegiatan
pembelajaran yang memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan fisika baik itu
kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau siswa, pengamatan gejala fisis atau
berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. proses membaca buku paket atau handout
fisika serta berbagai macam artikel yang berhubungan dengan pokok bahasan. Setelah itu
siswa mulai memikirkan solusi dari permasalahan tersebut dengan cara menuliskannya di
buku catatan atau handout ataupun mengingat bagian bagian yang difahami serta tidak
difahaminya.

2) Bicara (Talk)

Siswa melakukan komunikasi dengan teman sekelompok untuk mendapatkan solusi bersama
dari solusi yang telah dipikirkan sebelumnya oleh setiap individu kemudian akan dibahas
dalam diskusi kelas. Masing-masing kelompok belajar terdiri dari 5-6 orang.

3) Tulis (Write)

Siswa menuliskan hasil diskusi itu dalam catatannya (buku catatan, handout dan atau LKS)
baik berupa definisi istilah maupun kejadian fisis yang terkait dengan persamaan-persamaan
fisis.

9. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut
ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS)
yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota
kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat
kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi,
kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

10. Kancing Gemerincing


Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif
yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung
jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997 dalam
http://matamatika-ipa.com ). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupaka tipe model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerjasama
saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi
tersebut kapada kelompok yang lain (Arends, 1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap


pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja
sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie,A.,
1994).

Para anggota dari tim – tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswi itu
kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok
yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam.Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok
ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis
tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan
STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
mengunakan presentasi Verbal atau teks.

Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan


pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap
mengacu pada materi/ tujuan pembelajaran. Think pair share dirancang untuk
mempengaruhi interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling
membantu dalam kelompok-kelompok kecil.

keunggulan pebelajaran tps

Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan
besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain
serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di
depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa
percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing.
Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented),
tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-
konsep baru (student oriented).
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh
kelas, tipe Think-Pair-Share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan
kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi
mereka kepada orang lain (Lie, 2004).
Arends (Komalasari, 2010) mengemukakan bahwa: “Model pembelajaran
Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam Think Pair and Share dapat memberi murid
lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Bertitik
tolak dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal
mendasar yang harus dilakukan dalam model pembelajaran Think Pair and
Share antara lain; berfikir (thinking), berpasangan (pairing), dan berbagi
(share).
Alternatif proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Think Pair
Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi murid. Hal ini dapat dilihat dalam langkah
langkah dalam model pembelajaran ini, yaitu murid melakukan diskusi dalam
dua tahap yaitu tahap diskusi dengan teman sebangkunya kemudian dilanjutkan
diskusi dengan keseluruhan kelas pada tahap berbagi (sharing).

Anda mungkin juga menyukai