Nim : 18053086
B. Wujud Peradaban
Peradaban adalah sebuah wujud kebudayaan sebagai hasil kreatifitas manusia baik
yang bersifat materiil berupa benda-benda yang kasat mata dan dapat diraba, seperti candi
borobudur, bangunan gedung atau rumah, mobil, perlatan kerja, dan sebagainya, maupun
yang bersifat non–materiil dalam bentuk nilai, moral, norma, dan estetika. Peradaban sebagai
wujud kebudayaan yang bersifatnon–materiil, seperti adat sopansantun pergaulan dalam
menjalani hidup dan kehidupan ini manusia senantiasa memegang teguh nilai-nilai yang ada,
baik berupa moral, norma, etika, dan estetika.
Menurut Ki Hajar Dewantara, etika adalah ilmu yang mempelajari segala tentang
kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai
gerak–gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
mengenaitujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Tugas etika adalah mencari ukuran
baik buruknya bagi tingkah laku manusia. Secara dikotomisada etika deskriptif yang berusaha
mengkaji secara kritis dan rasionaltentang sikap dan pola perilaku manusia, dan apa yang
dikerjakan oleh manusia dalam hidupsebagai sesuatu yang bernilai. Sedangkan etika normatif
adalah berusaha menetapkanberbagai sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya
dimiliki oleh manusia (berupanorma-norma).
Menurut Th. L. Vanhoeven norma berasal dari kata “normalis” yang berarti petunjuk,
kaidah, kebiasaan, kelaziman, patokan, standart, ukuran. Norma–norma mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda–beda, yaitu :
1. Folkways, yakni norma-norma yang berdasar kebiasaan atau kelaziman dalam tradisi, dan
apabila dilanggar tidak ada sanksinya, tetapi hanya dianggap aneh dan menjadi sasaran
pembicaraan umum saja.
2. Mores (tata kelakuan), yakni norma moral yang menentukan suatu kelakuan tergolong
benar atau salah, baik atau buruk. Individu yang melanggar meresakan dihukum.
Moral adalah nilai–nilai dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kesusilaan.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup secara baik sebagai
manusia, dan sekaligus merupakan petunjuk kongkrit yang siap pakai tentang bagaimana
seseorang itu harus hidup. Dalam realitas budaya pengembangan kebudayaan dikembangkan
melalui nilai–nilai estetika yang tidak terlepas dari nilai–nilai etika, moral, norma dan hukum
yang berlaku.
Rusmin Tumanggor, D. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Sarinah, S. M. (2019). Ilmu Sosial Budaya Dasar (Diperguruan Tinggi). Yogyakarta: CV.
Budi Utama.
Langkah-langkah:
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok.
Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
Kekurangan:
2. Membedakan siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau
skor awal.
c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa,
setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan
wakil jawaban dari kelompok.
Kelebihan:
Kelemahan:
Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang
masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing.
Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak menjawab soal dengan benar
dalam waktu yang paling cepat.
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan
yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan
itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi
prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
a. Pengertian
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala
Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada
kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat
pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan
kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-
61) adalah sebagai berikut:
3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem
penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi
beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok
harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan
materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari
model TSTS adalah sebagai berikut.
Dikemukakan oleh Frank Lyman (1985). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
Share atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu
diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih
banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini
diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
· Tahap 1: Thinking, guru memberikan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan
pelajaran, siswa diminta memikirkan jawabannya sendiri.
· Tahap 2: Pairing, siswa berpasangan untuk mendiskusikan yang dipikirkan pada tahap
1.
· Tahap 3: Sharing guru meminta pasangan siswa berbagi dengan seluruh kelas tentang
yang mereka diskusikan. Dilakukan bergiliran.
a. Guru memberikan suatu permasalahan / pertanyaan pada kelas. Misalnya, guru bertanya,
"Apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Mengapa isu pemanasan global sedang
ramai dibicarakan orang? Adakah tanda-tanda terjadinya pemanasan global di kota ini?"
Tahapan pembelajaran kooperatif model Think Pairs Square / B3 ini hampir sama dengan
tahapan pada model Think Pairs Share / B3K kecuali pada langkah d (tahap berbagi). Untuk
model Think Pairs Square langkah tersebut diubah menjadi berdiskusi atau bertukar pendapat
dan argumentasi dengan empat orang. Dengan demikian siswa berpikir/bekerja individual,
kemudian berpasangan, setelah itu berempat.
Think Pairs Square memberikan kesempatan kepada siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan
menyediakan sarana bagi mereka untuk melihat metodologi pemecahan masalah lain. Jika
salah satu pasangan siswa tidak mampu menyelesaikan masalah, pasangan siswa lain sering
dapat menjelaskan jawaban mereka dan metodologis. Akhirnya, jika masalah yang
ditimbulkan tidak memiliki "benar" menjawab, dua pasang siswa dapat menggabungkan hasil
mereka dan menghasilkan jawaban yang lebih komprehensif.
Langkah-langkah:
d. Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru mengundang tiap siswa / pasangan
siswa untuk berdiskusi atau bertukar pendapat dan argumentasi terhadap permasalahan yang
diajukan guru dengan siswa / pasangan siswa yang lain. Tahap ini disebut Berempat/Square.
a. Separuh kelas berdiri dan membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
b. Separuh yang lain membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama dan menghadap
kedalam.
c. Dua siswa berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbaga informasi, pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
d. Kemudian siswa yang berada pada lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang
berada pada lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi informasi dan
seterusnya.
Think-Talk-Write (TTW) yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin, pada dasarnya
dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan TTW dimulai dari
keterlibatan siswa dalam berpikir/berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,
selanjutnya berbicara den membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Dalam
hal ini siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Aktivitas berpikir siswa dapat dilihat pada saat dalam pembelajaran terdapat kegiatan
pembelajaran yang memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan fisika baik itu
kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau siswa, pengamatan gejala fisis atau
berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. proses membaca buku paket atau handout
fisika serta berbagai macam artikel yang berhubungan dengan pokok bahasan. Setelah itu
siswa mulai memikirkan solusi dari permasalahan tersebut dengan cara menuliskannya di
buku catatan atau handout ataupun mengingat bagian bagian yang difahami serta tidak
difahaminya.
2) Bicara (Talk)
Siswa melakukan komunikasi dengan teman sekelompok untuk mendapatkan solusi bersama
dari solusi yang telah dipikirkan sebelumnya oleh setiap individu kemudian akan dibahas
dalam diskusi kelas. Masing-masing kelompok belajar terdiri dari 5-6 orang.
3) Tulis (Write)
Siswa menuliskan hasil diskusi itu dalam catatannya (buku catatan, handout dan atau LKS)
baik berupa definisi istilah maupun kejadian fisis yang terkait dengan persamaan-persamaan
fisis.
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut
ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS)
yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota
kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat
kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi,
kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Para anggota dari tim – tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswi itu
kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok
yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam.Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok
ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis
tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan
STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan
besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain
serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di
depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa
percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing.
Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented),
tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-
konsep baru (student oriented).
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh
kelas, tipe Think-Pair-Share (TPS) ini memberi kesempatan sedikitnya delapan
kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi
mereka kepada orang lain (Lie, 2004).
Arends (Komalasari, 2010) mengemukakan bahwa: “Model pembelajaran
Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam Think Pair and Share dapat memberi murid
lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Bertitik
tolak dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal
mendasar yang harus dilakukan dalam model pembelajaran Think Pair and
Share antara lain; berfikir (thinking), berpasangan (pairing), dan berbagi
(share).
Alternatif proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Think Pair
Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi murid. Hal ini dapat dilihat dalam langkah
langkah dalam model pembelajaran ini, yaitu murid melakukan diskusi dalam
dua tahap yaitu tahap diskusi dengan teman sebangkunya kemudian dilanjutkan
diskusi dengan keseluruhan kelas pada tahap berbagi (sharing).