RHINITIS ALERGIKA
Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis
selesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tim Penulis
II
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1. Anatomi esofagus................................................................... 3
2.2. Fisiologi Menelan................................................................... 6
2.2.1 Proses menelan step-by-step.......................................... 8
2.3. Corpus alienum....................................................................... 10
2.3.1. Definisi.......................................................................... 10
2.3.2. Epidemiologi................................................................. 11
2.3.3 Etiologi........................................................................... 12
2.3.4 Faktor predisposisi......................................................... 13
2.3.5 Klasifikasi...................................................................... 13
2.3.6 Patogenesis..................................................................... 14
2.3.7 Manifestasi klinis........................................................... 15
2.3.8 Diagnosis....................................................................... 16
2.3.9 Diagnosis banding.......................................................... 20
2.3.10 Tatalaksana................................................................... 22
2.3.11 Komplikasi................................................................... 30
2.3.12 Prognosis...................................................................... 31
2.3.13 Pencegahan.................................................................. 31
BAB IIILAPORAN KASUS..................................................................... 32
3.1. Identitas Penderita................................................................... 32
3.2. Anamnesis............................................................................... 32
3.2.1. Keluhan Utama............................................................. 32
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang.......................................... 32
3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu............................................. 32
3.2.4. Riwayat Penggunaan Obat............................................ 32
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga.......................................... 33
3.2.6. Riwayat Kebiasaan Sosial............................................. 33
3.3. Pemeriksaan Fisik................................................................... 33
3.3.1. Status Present................................................................ 33
3.3.2. Status Generalisata........................................................ 33
3.3.3. Status Lokalisata........................................................... 35
3.4. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 37
3.4.1. Laboratorium................................................................ 37
3.4.2. Foto Thorax.................................................................. 38
3.5. Diagnosis Kerja....................................................................... 39
3.6 Penatalaksanaan...................................................................... 39
3.7. Prognosis................................................................................. 39
3.8. Edukasi.................................................................................... 39
3.9. Durante Operasi...................................................................... 40
3.9.1. Paska Operasi................................................................ 40
BAB IV ANALISA KASUS....................................................................... 41
III
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 45
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Benda asing di suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Corpus alienum atau benda asing
merupakan salah satu kasus yang tersering dijumpai oleh ahli di bagian telinga
hidung dan tenggorok. Benda - benda asing yang sering ditemukan biasanya
makanan, mainan, uang logam dan peralatan rumah tangga yang kecil.1
Benda asing esophagus adalah benda yang tajam maupun tumpul yang
tersangkut dan terjepit di esophagus karena tertelan dan terjepit di esophagus baik
secara disengaja maupun tidak disengaja. Kasus benda asing di esophagus bisa terjadi
pada semua umur namun lebih sering terjadi pada anak-anak sekitar usia 6 bulan
sampai 6 tahun dan dapat terjadi pada semua umur pada tiap lokasi di esophagus, baik
di tempat penyempitan fisiologis maupun patologis dan dapat menimbulkan kondisi
yang fatal apabila terjadi perforasi. 2
Angka kejadian tertelan benda asing di Amerika Serikat mengakibatkan 1500
kematian. Dalam studi disebutkan, persentase kejadian sebanyak 80-90% benda asing
esofagus akan melewati saluran pencernaan selama 7-10 hari tanpa komplikasi,
sedangkan 10-20% membutuhkan tindakan endoskopi dan 1% membutuhkan
pembedahan. Diagnosis benda asing yang berada di saluran cerna yaitu di esophagus
yaitu sebanyak 75%. Dari jumlah tersebut sekitar 70% dari 2394 kasus benda asing
esofagus ditemukan di daerah servikal, di bawah sfingter krikofaringeus, 12% di
daerah hipofaring, dan 7,7% di daerah esofagus torakal. Berdasarkan sebuah studi
dilaporkan bahwa terdapat 48% kasus benda asing yang tersangkut di daerah
esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal. 3,4
Gejala yang timbul pada kasus benda asing di esophagus tergantung dari
bentuk, ukuran, sifat dan lokasi dari benda asing tersebut. Misalnya, pada benda asing
uang logam, gigi palsu dan daging, gejala yang paling banyak didapatkan adalah
disfagia. Sedangkan gejala odinofagia lebih banyak pada benda logam selain uang
logam dan tulang ikan atau sapi. Gejala klinis yang terbanyak berupa keluhan
1
odinofagi dan diikuti dengan keluhan lain seperti sukar menelan, rasa tersedak,
muntah, perubahan suara, atau bisa terjadi tanpa adanya keluhan (asimptomatis).
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan foto polos leher ataupun thoraks
untuk mengetahui lokasi dari benda asing. 1,5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sepertiga atas hidung luar merupakan tulang dan dua pertiga bawah
merupakan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari dua tulang hidung yang bertemu
di garis tengah dan pada bagian atas dari prosesus nasalis os frontal dan keduanya
melekat diantara prosesus frontalis os maksila (Dhingra, 2014).
Bagian tulang rawan terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), kartilago alar
minor dan kartilago septum (gambar 2.1) (Dhingra, 2014).
3
2.1.2 Hidung dalam
Hidung dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum
nasi. Setiap kavum nasi berhubungan dengan bagian luar melalui lubang hidung
(nares anterior) dengan nasofaring melalui koana. Kavum nasi terdiri dari bagian
yang ditutupi kulit, disebut vestibulum, bagian yang ditutupi mukosa disebut kavum
nasi (Dhingra, 2014).
Kavum nasi memiliki dinding lateral, medial, superior dan inferior. Pada
dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka menggulung seperti proyeksi tulang
yang dilapisi oleh membran mukosa. Daerah di bawah konka disebut dengan meatus
(Dhingra, 2014).
Konka media membentuk batas media dari meatus media dan menjadi
tanda utama yang penting dalam operasi sinus. Orientasi dari konka media berjalan
sepanjang 3 bidang yang berbeda dalam perjalanannya dari anterior ke posterior dan
dapat dipahami secara skematik dalam ketiga bagian. Sepertiga anterior dari konka
4
media berjalan sepanjang bidang sagital. Bagian dari konka media ini adalah yang
paling mudah diamati dengan rinoskopi anterior, dan bagian ini melekat pada dinding
lateral hidung dan lempeng kribriformis di bagian superior. Pada sepertiga tengah,
konka direfleksikan dari orientasi sagital ke koronal, membentuk lamela basalis dari
konka media yang melintang untuk masuk ke dinding lateral hidung. Bagian
melintang dari konka media ini yang memisahkan sel etmoid anterior dari sel etmoid
posterior. Pada bagian anterior dari lamela basalis dari konka media, drainase sel
melalui meatus media. Pada bagian posterior dari lamela basalis, drainase sel melalui
meatus superior. Bagian sepertiga posterior dari konka berjalan pada bidang axial
dengan perlekatannya yang berlanjut sepanjang dinding lateral hidung. Bagian akhir
posterior dari konka media memasuki perbatasan foramen sfenopalatina dan ke
tempat munculnya arteri sfenopalatina ke dalam hidung (Hwang dan Abdalkhani,
2009).
Konka superior merupakan yang paling belakang dari konka-konka yang lain.
Merupakan jalan masuk superior yang paling umum ke dasar tengkorak bersama
dengan konka media dan membantu menentukan batas dari sel etmoid posterior.
Bagian medial dari konka superior dan bagian lateral dari septum nasi adalah daerah
dari resesus sfenoetmoidalis, dimana ostium sinus sfenoid dapat dijumpai (gambar
2.2) (Hwang dan Abdalkhani, 2009).
5
Gambar 2.2. Struktur dinding lateral hidung (Dhingra, 2014)
Dinding medial kavum nasi dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi
memisahkan kedua kavum nasi, menyediakan penopang struktural untuk hidung, dan
mempengaruhi aliran udara di dalam kavum nasi. Septum nasi terdiri dari tulang
rawan dan tulang yang dilapisi oleh mukosa respiratori (Leung, Walsh dan Kern,
2014). Septum bagian anterior dibentuk oleh lamina kuadrangularis dan premaksila;
bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan sinus sfenoid;
dan bagian inferior dibentuk oleh vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis
os palatina (gambar 2.3) (Hwang dan Abdalkhani, 2009).
6
Gambar 2.3. Anatomi Hidung, Septum nasi (1), kartilago kuadrangularis (2), os
nasal (3), os vomer (4), krista nasalis os palatina (5), krista nasalis os maksila (6),
membran septum (7) (Leung, Walsh dan Kern, 2014)
Dinding superior kavum nasi bagian anterior yang miring dibentuk oleh
tulang hidung; bagian posterior yang miring dibentuk oleh tulang sfenoid; dan bagian
media yang horizontal dibentuk oleh lamina kribriformis etmoid tempat masuknya
nervus olfaktorius ke kavum nasi. Dinding inferior kavum nasi dibentuk oleh
prosesus palatina maksila pada ¾ bagian anteriornya dan bagian horizontal dari os
palatina pada ¼ bagian posteriornya (Dhingra, 2014).
7
Tatalaksana
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya.
2. Medikamentosa
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang
berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari adalah pembentukan IgG bocking
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang
umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.
8
2.2.1 Proses Menelan Step-by-step
Keluhan sulit menelan atau disfagia merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul apabila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga
mulut ke lambung. Berikut adalah proses pergerakan bolus dari mulut hingga ke
distal esofagus:5
1. Bolus di mulut
- Ujung lidah terangkat ke bagian anterior palatum durum.
- Bolus makanan terdorong ke posterior.
- Palatum mole terdorong ke atas dan posterior.
2. Bolus di hipofaring
- Ujung lidah makin luas menekan palatum durum.
- Lidah mendorong bolus makanan ke posterior.
- Palatum mole terangkat ke atas dan menutup nasofaring.
3. Bolus di valekula
- Bolus makanan sampai ke valekula.
- Os hioid dan laring terangkat ke atas dan ke depan.
- Ujung epiglotis terdorong ke belakang dan ke bawah.
- Epiglotis tertekan ke bawah dan melindungi aditus laring dari masuknya
bolus makanan ke laring.
4. Bolus di introitus esofagus
- Palatum mole turun ke bawah mendekati pangkal lidah.
- Nasofaring tertutup.
- Rongga mulut tertutup akibat kontraksi muskulus konstriktor faring
superior.
- Relaksasi muskulus krikofaring.
- Laring tertutup.
9
- Vestibulum laring tertutup akibat kontraksi plika ariepiglotik dan plika
ventrikularis.
5. Bolus turun ke esofagus
- Bolus makanan sampai di valekula dan menekan ke bawah menyebabkan
muskulus krikofaring relaksasi dan bolus turun ke esofagus.
- Timbul gelombang peristaltik esofagus.
6. Bolus di esofagus
- Epiglotis terangkat ke atas kembali.
- Os hioid dan laring turun kembali ke tempatnya.
- Nasofaring terbuka kembali.
7. Bolus turun ke distal
- Seluruh organ di rongga faring kembali ke posisi semula.
- Gelombang peristaltik mendorong bolus makanan masuk ke esofagus.
10
2.3 Corpus Alienum
2.3.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis
and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. (FK UI)
2.3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2000, The American Association of Poison Control Centers telah
melaporkan bahwa sebanyak 75% dari lebih 116,000 kasus benda asing di esophagus
didapatkan pada anak usia 5 tahun ke bawah dan 98% dari kasus merupakan akibat
dari termakan benda seperti uang koin, bateri dan perhiasan.8
Angka kejadian tertelan benda asing mengakibatkan 1500 kematian di
Amerika Serikat. Sebanyak 80-90 % benda asing esofagus akan melewati saluran
pencernaan selama 7-10 hari tanpa komplikasi, sedangkan 10-20% sisanya
membutuhkan tindakan endoskopi dan 1% membutuhkan pembedahan. Sebanyak
75% benda asing saluran cerna berada di esofagus saat terdiagnosis. Terkadang
benda asing dapat ditemukan di daerah penyilangan esofagus dengan bronkus utama
kiri atau pada sfingter kardioesofagus. 70% dari 2394 kasus benda asing esofagus
ditemukan di daerah servikal di bawah sfingter krikofaring, 12% di daerah hipofaring,
dan 7,7% di esofagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda asing yang tersangkut di
daerah esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal.7,8
11
Dilaporkan 24 kasus migrasi benda asing esofagus pada leher. Semua benda
asing tersebut adalah benda tajam. Terdapat studi yang melaporkan 4 kasus benda
asing tulang ikan yang menimbulkan perforasi esofagus servikal dan ditemukan pada
regio subkutan leher atau bermigrasi pada kelenjar tiroid di mana 3 kasus berhasil
dengan eksplorasi dan 1 kasus lagi dengan lobektomi.7,8
Di Indonesia khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan penelitian pada
tahun 2010, dari 110 kasus penelitian yang didapat sebagian besar penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 69 orang (62,7%), berdasarkan umur kelompok anak-anak
merupakan yang paling banyak adalah sebanyak 61 orang (55,5%), sedangakan kapas
merupakan jenis benda asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 29 kasus
(26,4%), dan benda asing terbanyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak
79 kasus (71,8%), terakhir menurut lokasi benda asing yang terbanyak berada pada
telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
terhadap penderita benda asing esofagus di Bagian/SMF THT-KL RSUP Prof. DR. R.
D. Kandou periode Januari 2010 – Desember 2014 diperoleh data yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu 2010-2014
didapatkan kasus benda asing esofagus sejumlah 52 kasus.7
2.3.3 Etiologi
1. Usia:9
Insiden corpus alienum pada esofagus sering berlaku pada anak-anak. Hampir
80% kasus berlaku pada anak dibawah usia 5 tahun. Anak- anak pada usia ini
rentan meletakkan apapun makanan atau benda didalam mulut mereka. Anak-
anak balita juga sering bermain sambil makan yakni menjadi salah satu faktor
menyumbang pada kasus corpus alienum pada esofagus. Hal ini
menunjukkan, edukasi pada orang tua mengenai hal ini sangat penting bagi
mengelakkan berlakunya kasus-kasus ini..
2. Kerusakan mekanisme pertahanan:9
Pemakaian gigi tiruan terutamnya gigi tiruan rahang atas memblok sensasi
taktil sehingga corpus alienum ditelan tanpa sengaja. Orang yang mengalami
12
hilang kesadaran, kejang, tidur dalam atau intoksikasi alkohol mengkontribusi
terhadap kejadian kasus corpus alienum pada esofagus.
3. Kelalaian:
Hal ini dapat dilihat pada penyediaan makanan yang jelek seperti ukuran dari
makanan yang tidak sesuai mulut atau konsistensi makanan yang sangat padat.
Proses mengunyah yang tidak benar serta makan secara terburu-buru juga
mampu menyebabkan berlakunya hal ini.
4. Lumen esofagus yang kecil:
Pada kasus-kasus tertentu seperti striktur esofagus atau karsinoma esofagus,
cebisan makanan dapat terjepit atau tersangkut pada esofagus.
5. Gangguan jiwa:
Orang dengan gangguan jiwa atau psikoktik yang berniat untuk bunuh diri
dengan sengaja menelan benda asing.
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi
dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain, anomali
kongenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus dan pelebaran
pembuluh darah.5,6
Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada orang
dewasa, tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu
yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada pasien
gangguan mental dan psikosis.5,6
Faktor predisposisi lain ialah adanya penyakit-penyakit esofagus yang
menimbulkan gejala disfagia kronis, yaitu penyakit esofagitis refluks, striktur pasca
esofagitis korosif, akalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah yang
13
salah dengan gigi palsu yang kurang baik pemasangannya, mabuk (alkoholisme)
intoksikasi (keracunan).5,6
2.3.5 Klasifikasi
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis), terjadi pada Negara
dengan 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan
spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala timbul intermitten atau terus
menerus, tanpa variasi musim, timbul sepanjang tahun. Penyebab yang paling
sering adalah alergen inhalan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial
lebih ringan dibandingkan golongan musiman tetapi karena lebih persisten
maka komplikasinya lebih sering ditemukan.
Klasifikasi WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma):
1. Intermitten : bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu.
2. Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari /minggu dan lebih dari 4 minggu.
2.3.6 Patogenesis
14
Natrium atau Kalium hikdrosida dalam larutan kaustik pekat (concentrated caustic
solution). Pada penelitian binatang in vitro dan in vivo, bila baterai berada dalam
lingkungan yang lembab dan basah, maka pengeluaran elektrolit akan terjadi dengan
cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan (tissue saponification) dengan ulserasi
lokal, perforasi atau pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam darah
menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu, benda asing batu baterai harus
segera dikeluarkan.5
15
2.3.7 Manifestasi Klinis
1. Bersin
2. Gatal pada hidung, mata, telinga dan palatum
3. Rinore
4. Post nasal drip
5. Kongesti
6. Anosmia
7. Nyeri kepala
8. Nyeri pada telinga
9. Mata berair
10. Mata memerah atau bengkak
11. Fatigue
12. Rasa mengantuk
13. Malaise
2.3.8 Diagnosis
16
(C)
Gambar 2.9 (A) Gambaran x-ray baterai pada esofagus, (B) baterai setelah
dikeluarkan dan (C) gambaran dua benda asing berupa incin berukuran besar
bersama serpihan kecil.9, 13
17
dimasukkan perlahan ke dalam esofagus, dan menyebabkan benda asing
terlepas. Benda asing tersebut diharapkan dapat melewati sisa saluran
pencernaan. Metode ini tidak dapat dilakukan pada anak-anak yang
memiliki abnormalitas pada saluran pencernaannya.7
Karena benda asing di esofagus dapat lewat dengan spontan, maka foto
thoraks harus dilakukan sebelum dilakukannya kedua prosedur. Kedua metode
ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman dan dilakukan pada
anak-anak yang sebelumnya sehat yang menelan benda tumpul kurang dari 24
jam.7
Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi
harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu esofagotomi servikal atau
esofagotomi thorakal, tergantung lokasi benda asing tersebut.17,18
1. Esofagotomi servikal, dilakukan dengan cara membuat insisi eksternal
pada leher (setinggi perkiraan letak benda asing) untuk mengidentifikasi
esofagus servikal ataupun hipofaring.17
2. Esofagotomi thorakal, dilakukan dengan membuat insisi pada thoraks
apabila benda asing mengobstruksi esofagus bagian kaudal.18
Bila dicurigai adanya perforasi yang kecil segera dipasang pipa nasogaster
agar pasien tidak menelan, baik makanan maupun ludah, dan diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis. Benda asing
tajam yang telah masuk ke dalam lambung dapat menyebabkan perforasi di
pilorus. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dengan sebaik-baiknya, untuk
mendapatkan tanda perforasi sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiologik untuk mengetahui posisi dan perubahan letak benda asing. Bila letak
benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka benda asing tersebut harus
dikeluarkan secara pembedahan (laparatomi).14
18
Benda asing baterai bundar (disk/button battery) di esofagus merupakan
benda yang harus segera dikeluarkan karena risiko perforasi esofagus yang terjadi
dengan cepat dalam waktu ± 4 jam setelah tertelan akibat nekrosis esofagus.15
Obat pelemas otot dan agen promotiliti pernah digunakan pada kasus
corpus alienum esofagus pada orang dewasa tetapi tidak ada bukti menunjukkan
cara ini berkesan pada kasus anak-anak.9 Pada kasus corpus alienum yang dapat
lolos ke perut, biasanya corpus alienum akan dapat dikeluarkan lewat tinja tanpa
masalah dan harus diobservasi setiap hari.11 Indikasi dilakukan tindakan operasi
pada kasus-kasus seperti ini adalah apabila adanya nyeri pada daerah abdomen,
tidak ada perubahan posisi dari benda asing setelah dua atau tiga hari, anak usia
kurang 2 tahun atau adanya stenosis pylorus.15
Gambar 2.17 Contoh jenis benda asing berupa makanan. (A) daging babi bakar,
(B dan E) tulang ikan, (C) buah zaitun, (D) ikan kod dan (F) pengangkatan benda
asing menggunakan Roth net.
19
Gambar 2.18 (A) Baterai bentuk silinder, (B and C) gigi palsu, (D) serpihan
metal antenna TV, (E) serpihan obat dan (F) garpu metal.
Gambar 2.19 Contoh benda asing. (A) uang koin benda asing yang paling sering
ditemukan. (B) jarum pentul sering didapatkan pada pasien perempuan dan
biasanya kelihatan tertusuk ke antrum. after cholecystectomy (C) handuk yang
digunakan saat operasi tertinggal di dalam esofagus setelah tindakan
kolesistektomi. (D) daging pada striktur esofagus.15
2.3.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat berlaku antaranya adalah:
20
- Obstruksi jalan napas terutama pada populasi anak. Hal ini disebabkan
berlakunya kompresi trakea oleh benda asing di esofagus bagian atas dan
edema pada laring.
- Periesophageal cellulitis dan abses
- Perforasi esofagus yang dapat menyebabkan mediastinitis, pericarditis,
empiema atau perdarahan fatal dari aorta.
- Fistel trakeoesofageal
- Ulserasi dan striktur pada esofagus
- Gejala dan tanda perforasi esofagus, antara lain emfisema subkutis atau
mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan
leher, kaku leher, demam, menggigil, gelisah, takikardi, takipnea, nyeri
yang menjalar ke punggung, retrosternal, dan epigastrium. Penjalaran ke
pleura menimbulkan pneumotoraks dan piotoraks.
- Bila lama berada di esofagus dapat menimbulkan jaringan granulasi dan
radang periesofagus. Benda asing seperti baterai alkali menimbulkan
toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi
lokal.
Gambar 2.20: Barium esophagram : kontras keluar lewat esofagus yang perforasi
2.3.12 Prognosis
21
Kebanyakan kasus, pasien dapat sembuh sempurna tanpa adanya sekuele.
Tingkat morbiditi tinggi dikaitkan dengan diagnosis yang telat. Pada kasus anak-
anak yang memerlukan tindakan operasi yang lebih rumit harus diobservasi ketat
setelah operasi sehingga pasien tidak memerlukan pertolongan jalan pernapasan.10
2.3.13 Pencegahan
Pada dasarnya pencegahan terhadap masuknya atau tertelannya benda
asing ke dalam esofagus tergantung pada setiap individu itu sendiri. Dari setiap
cara pencegahan benda asing yang masuk dalam esofagus hendaknya :
1. Anak dididik untuk hanya memasukkan makanan ke dalam mulut.
Pada dasarnya anak-anak banyak mengeksplor benda-benda apa saja
yang mungkin dapat masuk ke dalam mulut. Disarankan anak-anak selalu
diawasi agar tidak terjadi tertelannya benda asing.
2. Jangan meletakkan sesuatu sembarangan. Ketidaksengajaan pada orang
tua yang meletakkan barang atau benda kecil sering sekali menjadi
kecelakaan pada anak yang tertelan benda asing. Misalnya pada orang tua
yang sedang meletakkan jarum pada ayunan saat sedang menidurkan
anaknya di ayunan.
3. Jangan makan makanan keras bila gigi tak lengkap. Proses pencernaan
diawali pada masuknya benda di mulut. Bila pada anak yang belum
tumbuh gigi atau pada orang tua yang tidak mampu untuk mencerna dan
melunakkan makanan yang keras.
4. Jangan menggigit benda-benda yang bukan makanan seperti peniti, dan
lain-lain. Kecerobohan yang tidak disengaja juga dapat menyebabkan
benda asing tertelan. Contoh bisa sedang mengigit jarum pada saat
menjahit atau pada saat sedang memasang kerudung pada wanita, jika
tidak terjadi kecerobohan meletakan sesuatu pada mulut maka tidak akan
tertelan benda asing.
5. Pemakaian gigi palsu yang baik dan benar. Ketidaksesuaian rongga pada
gigi akan mengakibatkan renta lepas pada dasar gigi, yang akan jatuh
tertelan.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
23
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya
Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Bulat isokor, 3mm/3mm
Reflek Cahaya : RCL (+/+) , RCTL (+/+)
Telinga
Bentuk Aurikular : Normotia
CAE : Lapang (+/+), Edema (-/-), Furunkel (-/-)
Membran Timpani : Intak (+/+) , Refleks Cahaya (+/+)
24
Serumen : Minimal
Sekret : -/-
Hidung
Deviasi septum : -/-
Sekret : -/-
Mulut
Bibir : Dalam Batas Normal
Lidah : Dalam Batas Normal
Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 – T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Trakhea : Terletak ditengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Paru
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sulit dinilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Batas atas : ICS III
Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan : ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising (-), reguler
25
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor (-)
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Peristalik kesan normal
Anggota gerak
26
Gambar 3.1.Cavum Oris dan Orofaring
27
3.4 Pemeriksaan penunjang
28
Gambar 3.3. Foto thoraks AP
29
Pre Operatif : Corpus Alienum (Coin) ar Esophagus
Post Operatif : Post Ekstirpasi Corpus Alienum (Coin) ar Esophagus
3.6 Penatalaksanaan
3.6.1 Medikamentosa
- Amoxicilin 250 mg syr 3 x CI
- Ibuprofen 200 mg syr 3 x CI
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
3.8 Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
2. Menjelaskan mengenai prosedur operasi yang akan dijalani
3. Meminta kepada orang tua untuk mengawasi anak ketika sedang bermain
agar kejadian ini tidak terulang lagi
30
6. Dinilai keadaan esofagus :
a. Laserasi (-)
b. Perdarahan (-)
c. Benda Asing (+) : Uang logam (Koin)
d. Perforasi (-)
7. Esofagoskopi dikeluarkan kembali
8. Tindakan selesai
31
Berdasarkan keterangan keluarga, pasien sudah mencoba untuk mengeluarkan
koin dengan cara memasukkan tangan ke dalam mulut, namun tidak berhasil.
Selain itu pasien juga sudah mencoba untuk memuntahkan dan batuk untuk
mengeluarkan koin, namun tidak berhasil juga. Pasien kemudian menangis dan
dalam waktu 1 jam pasien mulai mengeluhkan sulit bernapas dan juga sulit
berbicara.Pasien juga merasakan nyeri pada bagian tenggorokan. Lalu pasien
segera dibawa keluarga ke rumah sakit. Keluhan mual dan muntah disangkal. 6
Keluhan pasien didefinisikan sebagai corpus alienum pada saluran
pernafasan yang merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan pada bidang THT.
Faktor utama yang menjadikan kasus ini kegawatdaruratan merupakan adanya
ancaman gagal napas pada pasien yang ditunjukkan dari adanya keluhan sulit
bernapas dan sulit berbicara. 25
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pada pasien dalam batasan normal.
Hal ini dapat terjadi karena tidak ada ruda paksa pada saat corpus alienum pada
pasien. Corpus alienum yang tertelah oleh pasien juga berukuran tidak terlalu
besar dan tidak memiliki permukaan yang tajam sehingga tidak melukai mukosa.
Corpus alienum yang tertelah tidak bersifat korosif dan terjadi dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada organ sekitar.
Hasil pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan rontgen Thorax AP dan
Lateral terlihat gambaran radiopaque berbentuk bulat simetris dengan diameter 3
sentimeter. Pada kasus corpus alienum selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen thorax untuk
membantu menentukan posisi dari corpus alienum dan membantu untuk
menentukan langkah tindakan selanjutnya untuk tatalaksana pasien. 25
Pasien merupakan anak-anak dengan usia 7 tahun merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya aspirasi benda asing pada saluran napas yang sering
terjadi, dan juga banyak faktor lain seperti kelalaian saat bermain sehingga terjadi
aspirasi pada pasien ini. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang, corpus
alienum diperkirakan berupa uang logam koin yang menetap pada esofagus
setelah aspirasi. Esophagus sendiri merupakan lokasi kedua tersering terjadinya
aspirasi benda asing, dimana paling sering corpus alienum akan tersangkut dan
menetap di bronkus. Hal ini dapat terjadi karena bronkus memiliki saluran yang
32
lebih kecil dan berkelok sehingga paling sering corpus alienum akan menetap
disini. Lokasi terbanyak kedua adalah esofagus, dimana umumnya tidak banyak
benda yang tersangkut di esophagus. Pada pasien ini corpus alienum yang masuk
berupa koin yang ukurannya lebih besar disbandingkan saluran pernapasan pasien,
sehingga akan masuk ke saluran esophagus dan tersangkut disana. Pada pasien ini
tidak terjadi sumbatan saluran napas secara total karena bentuk corpus alienum
masuk ke saluran esophagus dan hanya menekan saluran pernapasan sehingga
menimbulkan sesak nafas karena penekanan yang ada, sehingga tidak menyumbat
seluruh saluran napas. 25
Pada pasien ini datang dalam kondisi sudah tertelan koin dalam kurun
waktu beberapa jam. Pada pasien dengan kejadian aspirasi benda asing terdapat 3
fase yang dapat terjadi, yaitu fase tersedak dimana akan terjadi respon tubuh yang
berusaha mengeluarkan benda asing seperti adanya batuk-batuk yang hebat, ada
sesak nafas dan rasa tercekik, pada pasien ini terjadi karena ada penekanan dari
saluran pernapasan yang menyumbat airway pasien. Setelah fase pertama
terlewati, pasien umumnya akan stabil dan masuk kedalam fase asymptomatis,
pada fase ini reflek tubuh untuk mengeluarkan benda asing akan melemah dan
corpus alienum tersebut akan menetap di satu lokasi. Fase ini dapat terjadi dari
beberapa jam sampai berhari- hari. Fase terakhir merupakan fase komplikasi
dimana pasien akan mengalami reaksi komplikasi berupa penolakan tubuh
terhadap benda asing tersebut dan dapat menimbulkan kerusakan organ. Pada
kasus ini, pasien sedang dalam fase asymptomatis dimana dapat dilakukan
33
tindakan dalam kurun waktu 24 jam, namun ada pengecualian dimana harus
dilakukan tidakan secepatnya apabila corpus alienum beruba benda korosif. 26
BAB V
KESIMPULAN
Corpus alienum esofagus adalah benda asing yang tajam maupun tumpul
atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus kerana tertelan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Dari anamnesis akan ditemukan gejala benda
asing di esofagus seperti disfagia, odinofagia, regurgitasi, hipersalivasi, sensasi
adanya benda asing dan gejala gangguan pernafasan. Pemeriksaan radiologis
34
dilakukan untuk mengevaluasi lokasi, ukuran serta kemungkinan adanya benda
asing lebih dari satu. Tindakan pengeluaran corpus alienum dengan secepatnya
dilakukan dengan memperkirakan tipe dan lokasi benda asing tersebut, waktu
berlakunya kejadian dan usia pasien. Tatalaksana corpus alienum esofagus yang
menjadi pilihan utama adalah pengeluaran benda asing dengan menggunakan
endoskopi.
DAFTAR PUSTAKA
35
2. Junizar M. Benda Asing Esofagus. Dalam: Soepardi A. Efianty, Iskandar
Nurbaiti, Bashiruddin Jenny, Restuti D. Ratna, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2012; Edisi 7(1): 266-9
3. Conners GP. Pediatric foreign body ingestion [online]. October 17, 2014
[cited on 2015 May 16]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/801821
5. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and neck surgery -
otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
36
15. Zuleika, P. Karakteristik Benda Asing Esophagus di Bagian T.H.T.K.L
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode Januari 2013 – Desember 2015. 2015.
16. Ludman H, Bradley PJ. Foreign Bodies. ABC of Ear, Nose and Throat.
Blackwell Publishing; United Kingdom. Ed. 6; 2013: Pg. 124-9.
17. Selivanov V, Sheldon GF, Cello JP, Crass RA. Management of foreign body
ingestion. Journal of Department Surgery and Medicine University of
California 2009;199(2):187-91.
18. Water TR, Staecker H. Otolaryngology : basic science and clinical review.
New York: Thieme; 2006. p. 223.
19. Theissing J, Rettinger G, Werner JA. ENT - head and neck surgery : essential
procedures. New York: Thieme; 2011.
20. Dhillon RS, East CA. An illustrated colour text : ear, nose, and throat, and
head and neck surgery. 2nd ed. London: Churchill Livingstone; 2000. p. 84-
5.
21. Shivakumar AM, Naik AS, Prashanth KB, Hongal GF, Chaturvedy G.
Foreign bodies in upper digestive tract. Indian Journal of Otolaryngology
and Head and Neck Surgery. 2006 Mar;58(1):63-8.
23. Bansal M. Disorder of oesophagus. Diseases of Ear, Nose & Throat. Jaypee
Brother Medical Publisher; India. Ed.1. 2013: pg 458.
26. Fong EW. Foreign Body Aspiration [online]. [Cited on September 2019].
Available from: URL: Accessed from:
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s08c06.html.
37