Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

RHINITIS ALERGIKA

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat guna mengikuti ujian di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL

Oleh :

Khaziatun Nur (1807101030059)


Nadya Rahmatika (1807101030060)
Yashifa hazqiya (1807101030061)

Pembimbing : dr. T.Husni TR, M.Kes, Sp.THT-KL (K), FICS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis
selesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun laporan kasus dengan judul ”Rhinitis Alergika” ini diajukan


sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Unsyiah Rumah Sakit Umum Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.T.Husni TR, M.Kes,


Sp.THT-KL (K), FICSyang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis untuk penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya.

Banda Aceh, Oktober 2019

Tim Penulis

II
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1. Anatomi esofagus................................................................... 3
2.2. Fisiologi Menelan................................................................... 6
2.2.1 Proses menelan step-by-step.......................................... 8
2.3. Corpus alienum....................................................................... 10
2.3.1. Definisi.......................................................................... 10
2.3.2. Epidemiologi................................................................. 11
2.3.3 Etiologi........................................................................... 12
2.3.4 Faktor predisposisi......................................................... 13
2.3.5 Klasifikasi...................................................................... 13
2.3.6 Patogenesis..................................................................... 14
2.3.7 Manifestasi klinis........................................................... 15
2.3.8 Diagnosis....................................................................... 16
2.3.9 Diagnosis banding.......................................................... 20
2.3.10 Tatalaksana................................................................... 22
2.3.11 Komplikasi................................................................... 30
2.3.12 Prognosis...................................................................... 31
2.3.13 Pencegahan.................................................................. 31
BAB IIILAPORAN KASUS..................................................................... 32
3.1. Identitas Penderita................................................................... 32
3.2. Anamnesis............................................................................... 32
3.2.1. Keluhan Utama............................................................. 32
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang.......................................... 32
3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu............................................. 32
3.2.4. Riwayat Penggunaan Obat............................................ 32
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga.......................................... 33
3.2.6. Riwayat Kebiasaan Sosial............................................. 33
3.3. Pemeriksaan Fisik................................................................... 33
3.3.1. Status Present................................................................ 33
3.3.2. Status Generalisata........................................................ 33
3.3.3. Status Lokalisata........................................................... 35
3.4. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 37
3.4.1. Laboratorium................................................................ 37
3.4.2. Foto Thorax.................................................................. 38
3.5. Diagnosis Kerja....................................................................... 39
3.6 Penatalaksanaan...................................................................... 39
3.7. Prognosis................................................................................. 39
3.8. Edukasi.................................................................................... 39
3.9. Durante Operasi...................................................................... 40
3.9.1. Paska Operasi................................................................ 40
BAB IV ANALISA KASUS....................................................................... 41

III
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 45

IV
BAB I
PENDAHULUAN

Benda asing di suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Corpus alienum atau benda asing
merupakan salah satu kasus yang tersering dijumpai oleh ahli di bagian telinga
hidung dan tenggorok. Benda - benda asing yang sering ditemukan biasanya
makanan, mainan, uang logam dan peralatan rumah tangga yang kecil.1
Benda asing esophagus adalah benda yang tajam maupun tumpul yang
tersangkut dan terjepit di esophagus karena tertelan dan terjepit di esophagus baik
secara disengaja maupun tidak disengaja. Kasus benda asing di esophagus bisa terjadi
pada semua umur namun lebih sering terjadi pada anak-anak sekitar usia 6 bulan
sampai 6 tahun dan dapat terjadi pada semua umur pada tiap lokasi di esophagus, baik
di tempat penyempitan fisiologis maupun patologis dan dapat menimbulkan kondisi
yang fatal apabila terjadi perforasi. 2
Angka kejadian tertelan benda asing di Amerika Serikat mengakibatkan 1500
kematian. Dalam studi disebutkan, persentase kejadian sebanyak 80-90% benda asing
esofagus akan melewati saluran pencernaan selama 7-10 hari tanpa komplikasi,
sedangkan 10-20% membutuhkan tindakan endoskopi dan 1% membutuhkan
pembedahan. Diagnosis benda asing yang berada di saluran cerna yaitu di esophagus
yaitu sebanyak 75%. Dari jumlah tersebut sekitar 70% dari 2394 kasus benda asing
esofagus ditemukan di daerah servikal, di bawah sfingter krikofaringeus, 12% di
daerah hipofaring, dan 7,7% di daerah esofagus torakal. Berdasarkan sebuah studi
dilaporkan bahwa terdapat 48% kasus benda asing yang tersangkut di daerah
esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal. 3,4
Gejala yang timbul pada kasus benda asing di esophagus tergantung dari
bentuk, ukuran, sifat dan lokasi dari benda asing tersebut. Misalnya, pada benda asing
uang logam, gigi palsu dan daging, gejala yang paling banyak didapatkan adalah
disfagia. Sedangkan gejala odinofagia lebih banyak pada benda logam selain uang
logam dan tulang ikan atau sapi. Gejala klinis yang terbanyak berupa keluhan

1
odinofagi dan diikuti dengan keluhan lain seperti sukar menelan, rasa tersedak,
muntah, perubahan suara, atau bisa terjadi tanpa adanya keluhan (asimptomatis).
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan foto polos leher ataupun thoraks
untuk mengetahui lokasi dari benda asing. 1,5

Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya tidak


terlihat dan gejalanya tidak spesifik selain sering terjadi kesalahan diagnosis pada
awalnya. Komplikasi benda asing di esofagus bisa terjadi sekiranya penanganan
segera tidak dilakukan, dimana dapat menyebabkan penyumbatan dan penekanan ke
jalan nafas. Benda asing di esofagus merupakan masalah klinis yang memiliki
tantangan tersendiri, meskipun belakangan ini telah terjadi kemajuan besar dalam
teknik anestesi dan instrumentasi, ekstraksi benda asing saluran cerna bukanlah
merupakan suatu prosedur yang mudah dan tetap memerlukan keterampilan serta
pengalaman dari dokter yang melakukannya. 5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

2.1.1 Hidung luar

Hidung berbentuk piramid dengan puncaknya diatas dan di bagian bawah


terdapat dasar. Piramid hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
otot dan kulit (Dhingra, 2014).

Sepertiga atas hidung luar merupakan tulang dan dua pertiga bawah
merupakan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari dua tulang hidung yang bertemu
di garis tengah dan pada bagian atas dari prosesus nasalis os frontal dan keduanya
melekat diantara prosesus frontalis os maksila (Dhingra, 2014).

Bagian tulang rawan terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), kartilago alar
minor dan kartilago septum (gambar 2.1) (Dhingra, 2014).

Gambar 2.1. Hidung luar (Dhingra, 2014)

3
2.1.2 Hidung dalam

Hidung dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum
nasi. Setiap kavum nasi berhubungan dengan bagian luar melalui lubang hidung
(nares anterior) dengan nasofaring melalui koana. Kavum nasi terdiri dari bagian
yang ditutupi kulit, disebut vestibulum, bagian yang ditutupi mukosa disebut kavum
nasi (Dhingra, 2014).

Vestibulum merupakan bagian anterior dan inferior dari kavum nasi.


Vestibulum dilapisi oleh kulit dan berisi kelenjar sebasea, folikel rambut dan rambut-
rambut yang disebut vibrise. Bagian atas vestibulum terbatas pada dinding lateral
yang ditandai oleh ala nasi (katup hidung) yang dibentuk oleh batas belakang dari
kartilago nasalis lateralis superior. Dinding medial vestibulum dibentuk oleh
kolumela dan bagian bawah dari septum nasi (Dhingra, 2014).

Kavum nasi memiliki dinding lateral, medial, superior dan inferior. Pada
dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka menggulung seperti proyeksi tulang
yang dilapisi oleh membran mukosa. Daerah di bawah konka disebut dengan meatus
(Dhingra, 2014).

Konka inferior merupakan struktur dinding lateral hidung yang paling


menyolok pada rinoskopi anterior. Konka inferior terdiri dari tulang yang dilapisi
oleh mukoperiostium, jaringan lunak yang meliputi pleksus kavernosus, dan di
atasnya terdapat mukosa respiratori. Tulang konka inferior berartikulasi dengan
tulang lakrimal di bagian anterior, dan melekat ke prosesus medial dari maksila dan
tulang palatina di bagian lateral. Pleksus kavernosus dapat membesar karena aliran
darah sebagai respon terhadap siklus hidung atau terhadap berbagai macam pemicu
dari lingkungan (Hwang dan Abdalkhani, 2009).

Konka media membentuk batas media dari meatus media dan menjadi
tanda utama yang penting dalam operasi sinus. Orientasi dari konka media berjalan
sepanjang 3 bidang yang berbeda dalam perjalanannya dari anterior ke posterior dan
dapat dipahami secara skematik dalam ketiga bagian. Sepertiga anterior dari konka

4
media berjalan sepanjang bidang sagital. Bagian dari konka media ini adalah yang
paling mudah diamati dengan rinoskopi anterior, dan bagian ini melekat pada dinding
lateral hidung dan lempeng kribriformis di bagian superior. Pada sepertiga tengah,
konka direfleksikan dari orientasi sagital ke koronal, membentuk lamela basalis dari
konka media yang melintang untuk masuk ke dinding lateral hidung. Bagian
melintang dari konka media ini yang memisahkan sel etmoid anterior dari sel etmoid
posterior. Pada bagian anterior dari lamela basalis dari konka media, drainase sel
melalui meatus media. Pada bagian posterior dari lamela basalis, drainase sel melalui
meatus superior. Bagian sepertiga posterior dari konka berjalan pada bidang axial
dengan perlekatannya yang berlanjut sepanjang dinding lateral hidung. Bagian akhir
posterior dari konka media memasuki perbatasan foramen sfenopalatina dan ke
tempat munculnya arteri sfenopalatina ke dalam hidung (Hwang dan Abdalkhani,
2009).

Konka superior merupakan yang paling belakang dari konka-konka yang lain.
Merupakan jalan masuk superior yang paling umum ke dasar tengkorak bersama
dengan konka media dan membantu menentukan batas dari sel etmoid posterior.
Bagian medial dari konka superior dan bagian lateral dari septum nasi adalah daerah
dari resesus sfenoetmoidalis, dimana ostium sinus sfenoid dapat dijumpai (gambar
2.2) (Hwang dan Abdalkhani, 2009).

5
Gambar 2.2. Struktur dinding lateral hidung (Dhingra, 2014)

Konka suprema terkadang terlihat di atas konka superior dan memiliki


meatus yang sempit di bawahnya. Ostium sinus sfenoid terletak di resesus
sfenoetmoidalis, bagian medial dari konka superior atau suprema. Ostium sinus
sfenoid secara endoskopik dapat berada kira-kira 1 cm di atas pinggir atas dari koana
posterior dekat dengan pinggir posterior dari septum nasi (Dhingra, 2014).

Dinding medial kavum nasi dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi
memisahkan kedua kavum nasi, menyediakan penopang struktural untuk hidung, dan
mempengaruhi aliran udara di dalam kavum nasi. Septum nasi terdiri dari tulang
rawan dan tulang yang dilapisi oleh mukosa respiratori (Leung, Walsh dan Kern,
2014). Septum bagian anterior dibentuk oleh lamina kuadrangularis dan premaksila;
bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan sinus sfenoid;
dan bagian inferior dibentuk oleh vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis
os palatina (gambar 2.3) (Hwang dan Abdalkhani, 2009).

6
Gambar 2.3. Anatomi Hidung, Septum nasi (1), kartilago kuadrangularis (2), os
nasal (3), os vomer (4), krista nasalis os palatina (5), krista nasalis os maksila (6),
membran septum (7) (Leung, Walsh dan Kern, 2014)

Dinding superior kavum nasi bagian anterior yang miring dibentuk oleh
tulang hidung; bagian posterior yang miring dibentuk oleh tulang sfenoid; dan bagian
media yang horizontal dibentuk oleh lamina kribriformis etmoid tempat masuknya
nervus olfaktorius ke kavum nasi. Dinding inferior kavum nasi dibentuk oleh
prosesus palatina maksila pada ¾ bagian anteriornya dan bagian horizontal dari os
palatina pada ¼ bagian posteriornya (Dhingra, 2014).

7
Tatalaksana
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya.

2. Medikamentosa

- Antihistamin, dianjurkan AH-1 karena bekerja secara inhibitor


kompetitif pada reseptor H-1 sl target. Pemberian dapat dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
- Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa, dipakai
sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau topikal.
- Preparat kortikosteroid, diberikan bila respon fase lambat tidak
berhasil diatasi dengan pengobatan sebelumnya.
- Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide,
bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor.
3. Operatif

Tidakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),


konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila
konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.
4. Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang
berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari adalah pembentukan IgG bocking
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang
umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.

8
2.2.1 Proses Menelan Step-by-step

Keluhan sulit menelan atau disfagia merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul apabila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga
mulut ke lambung. Berikut adalah proses pergerakan bolus dari mulut hingga ke
distal esofagus:5

1. Bolus di mulut
- Ujung lidah terangkat ke bagian anterior palatum durum.
- Bolus makanan terdorong ke posterior.
- Palatum mole terdorong ke atas dan posterior.
2. Bolus di hipofaring
- Ujung lidah makin luas menekan palatum durum.
- Lidah mendorong bolus makanan ke posterior.
- Palatum mole terangkat ke atas dan menutup nasofaring.
3. Bolus di valekula
- Bolus makanan sampai ke valekula.
- Os hioid dan laring terangkat ke atas dan ke depan.
- Ujung epiglotis terdorong ke belakang dan ke bawah.
- Epiglotis tertekan ke bawah dan melindungi aditus laring dari masuknya
bolus makanan ke laring.
4. Bolus di introitus esofagus
- Palatum mole turun ke bawah mendekati pangkal lidah.
- Nasofaring tertutup.
- Rongga mulut tertutup akibat kontraksi muskulus konstriktor faring
superior.
- Relaksasi muskulus krikofaring.
- Laring tertutup.

9
- Vestibulum laring tertutup akibat kontraksi plika ariepiglotik dan plika
ventrikularis.
5. Bolus turun ke esofagus
- Bolus makanan sampai di valekula dan menekan ke bawah menyebabkan
muskulus krikofaring relaksasi dan bolus turun ke esofagus.
- Timbul gelombang peristaltik esofagus.
6. Bolus di esofagus
- Epiglotis terangkat ke atas kembali.
- Os hioid dan laring turun kembali ke tempatnya.
- Nasofaring terbuka kembali.
7. Bolus turun ke distal
- Seluruh organ di rongga faring kembali ke posisi semula.
- Gelombang peristaltik mendorong bolus makanan masuk ke esofagus.

Gambar 2.5 Proses menelan

10
2.3 Corpus Alienum

2.3.1 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis
and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. (FK UI)

2.3.2 Epidemiologi

Pada tahun 2000, The American Association of Poison Control Centers telah
melaporkan bahwa sebanyak 75% dari lebih 116,000 kasus benda asing di esophagus
didapatkan pada anak usia 5 tahun ke bawah dan 98% dari kasus merupakan akibat
dari termakan benda seperti uang koin, bateri dan perhiasan.8
Angka kejadian tertelan benda asing mengakibatkan 1500 kematian di
Amerika Serikat. Sebanyak 80-90 % benda asing esofagus akan melewati saluran
pencernaan selama 7-10 hari tanpa komplikasi, sedangkan 10-20% sisanya
membutuhkan tindakan endoskopi dan 1% membutuhkan pembedahan. Sebanyak
75% benda asing saluran cerna berada di esofagus saat terdiagnosis. Terkadang
benda asing dapat ditemukan di daerah penyilangan esofagus dengan bronkus utama
kiri atau pada sfingter kardioesofagus. 70% dari 2394 kasus benda asing esofagus
ditemukan di daerah servikal di bawah sfingter krikofaring, 12% di daerah hipofaring,
dan 7,7% di esofagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda asing yang tersangkut di
daerah esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal.7,8

11
Dilaporkan 24 kasus migrasi benda asing esofagus pada leher. Semua benda
asing tersebut adalah benda tajam. Terdapat studi yang melaporkan 4 kasus benda
asing tulang ikan yang menimbulkan perforasi esofagus servikal dan ditemukan pada
regio subkutan leher atau bermigrasi pada kelenjar tiroid di mana 3 kasus berhasil
dengan eksplorasi dan 1 kasus lagi dengan lobektomi.7,8
Di Indonesia khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan penelitian pada
tahun 2010, dari 110 kasus penelitian yang didapat sebagian besar penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 69 orang (62,7%), berdasarkan umur kelompok anak-anak
merupakan yang paling banyak adalah sebanyak 61 orang (55,5%), sedangakan kapas
merupakan jenis benda asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 29 kasus
(26,4%), dan benda asing terbanyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak
79 kasus (71,8%), terakhir menurut lokasi benda asing yang terbanyak berada pada
telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
terhadap penderita benda asing esofagus di Bagian/SMF THT-KL RSUP Prof. DR. R.
D. Kandou periode Januari 2010 – Desember 2014 diperoleh data yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu 2010-2014
didapatkan kasus benda asing esofagus sejumlah 52 kasus.7

2.3.3 Etiologi

1. Usia:9
Insiden corpus alienum pada esofagus sering berlaku pada anak-anak. Hampir
80% kasus berlaku pada anak dibawah usia 5 tahun. Anak- anak pada usia ini
rentan meletakkan apapun makanan atau benda didalam mulut mereka. Anak-
anak balita juga sering bermain sambil makan yakni menjadi salah satu faktor
menyumbang pada kasus corpus alienum pada esofagus. Hal ini
menunjukkan, edukasi pada orang tua mengenai hal ini sangat penting bagi
mengelakkan berlakunya kasus-kasus ini..
2. Kerusakan mekanisme pertahanan:9
Pemakaian gigi tiruan terutamnya gigi tiruan rahang atas memblok sensasi
taktil sehingga corpus alienum ditelan tanpa sengaja. Orang yang mengalami

12
hilang kesadaran, kejang, tidur dalam atau intoksikasi alkohol mengkontribusi
terhadap kejadian kasus corpus alienum pada esofagus.
3. Kelalaian:
Hal ini dapat dilihat pada penyediaan makanan yang jelek seperti ukuran dari
makanan yang tidak sesuai mulut atau konsistensi makanan yang sangat padat.
Proses mengunyah yang tidak benar serta makan secara terburu-buru juga
mampu menyebabkan berlakunya hal ini.
4. Lumen esofagus yang kecil:
Pada kasus-kasus tertentu seperti striktur esofagus atau karsinoma esofagus,
cebisan makanan dapat terjepit atau tersangkut pada esofagus.
5. Gangguan jiwa:
Orang dengan gangguan jiwa atau psikoktik yang berniat untuk bunuh diri
dengan sengaja menelan benda asing.

2.3.4 Faktor Predisposisi

Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi
dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain, anomali
kongenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus dan pelebaran
pembuluh darah.5,6
Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada orang
dewasa, tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi palsu
yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada pasien
gangguan mental dan psikosis.5,6
Faktor predisposisi lain ialah adanya penyakit-penyakit esofagus yang
menimbulkan gejala disfagia kronis, yaitu penyakit esofagitis refluks, striktur pasca
esofagitis korosif, akalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah yang

13
salah dengan gigi palsu yang kurang baik pemasangannya, mabuk (alkoholisme)
intoksikasi (keracunan).5,6

2.3.5 Klasifikasi

Berdasarkan sifat berlangsungnya, rinitis alergi digolongkan menjadi dua


golongan :

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis), terjadi pada Negara
dengan 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan
spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala timbul intermitten atau terus
menerus, tanpa variasi musim, timbul sepanjang tahun. Penyebab yang paling
sering adalah alergen inhalan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial
lebih ringan dibandingkan golongan musiman tetapi karena lebih persisten
maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

Klasifikasi WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma):
1. Intermitten : bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu.
2. Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari /minggu dan lebih dari 4 minggu.

Berdasarkan berat ringannya penyakit :


1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang-berat, bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

2.3.6 Patogenesis

Benda asing yang berada lama di esofagus dapat menimbulkan berbagai


komplikasi, antara lain jaringan granulasi yang menutupi benda asing, radang
periesofagus. Benda asing tertentu seperti baterai alkali mempunyai toksisitas
intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi lokal, terutama bila
terjadi pada anak-anak. Batu baterai (disc battery) mengandung elektrolit, baik

14
Natrium atau Kalium hikdrosida dalam larutan kaustik pekat (concentrated caustic
solution). Pada penelitian binatang in vitro dan in vivo, bila baterai berada dalam
lingkungan yang lembab dan basah, maka pengeluaran elektrolit akan terjadi dengan
cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan (tissue saponification) dengan ulserasi
lokal, perforasi atau pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam darah
menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu, benda asing batu baterai harus
segera dikeluarkan.5

15
2.3.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis rinitis alergi di antaranya :

1. Bersin
2. Gatal pada hidung, mata, telinga dan palatum
3. Rinore
4. Post nasal drip
5. Kongesti
6. Anosmia
7. Nyeri kepala
8. Nyeri pada telinga
9. Mata berair
10. Mata memerah atau bengkak
11. Fatigue
12. Rasa mengantuk
13. Malaise

2.3.8 Diagnosis

Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan :


1. Anamnesis
Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang
terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu.
Gejala lain yaitu keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
hidung dan mata gatal yang kadang disertai dengan banyaknya air mata keluar
(lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak.
Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-
satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain pada anak adalah allergic shiner
(bayangan gelap di daerah basah mata yang terjadi karena stasis vena obstruksi
hidung), allergic salute (keadaan menggosok-gosok hidung karena gatal dengan
punggung tangan menirukan pemberian hormat), dan allergic crease (tampak garis
hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung
ke atas), serta facies adenoid (mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi).
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance),
serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta
(geographic tongue).
3. Pemeriksaan Penunjang
· Hitung jenis : peningkatan kadar Ig E
· RAST (Radio Immuno Sorbent Assay Test)
· ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test)
· Pemeriksaan stologi hidung
· Prick test
· Skin End-point Titration(SET)
· Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT)
· Diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test)

10. DIAGNOSIS BANDING


1. Rinitis non alergi
Rinitis non alergi merupakan suatu keadaan inflamasi hidungyang
disebabkan selain alergi. Keadaan ini tidak dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan alergi baik secara anamnesis, prick test, kadar antibodi IgE spesifik
serum. Kelainan ini termasuk rinitis vasomotor, rinitis gustator, rinitis
medikamentosa, rinitis anatomik, rinitis granulomatosa, atau rinitis viral
2. Penyakit hidung lain: diskinesia silier, polip hidung, sinusitis akut, sinusitis
kronik

16
(C)
Gambar 2.9 (A) Gambaran x-ray baterai pada esofagus, (B) baterai setelah
dikeluarkan dan (C) gambaran dua benda asing berupa incin berukuran besar
bersama serpihan kecil.9, 13

2.3.9 Diagnosis Banding

a. Metode Businasi (Bougienage method). Benda asing yang tumpul dapat


diteruskan ke lambung dengan menggunakan sebuah busi (bougie). Anak
dalam posisi duduk tegak, dan instrumen yang telah diberi pelumas

17
dimasukkan perlahan ke dalam esofagus, dan menyebabkan benda asing
terlepas. Benda asing tersebut diharapkan dapat melewati sisa saluran
pencernaan. Metode ini tidak dapat dilakukan pada anak-anak yang
memiliki abnormalitas pada saluran pencernaannya.7
Karena benda asing di esofagus dapat lewat dengan spontan, maka foto
thoraks harus dilakukan sebelum dilakukannya kedua prosedur. Kedua metode
ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman dan dilakukan pada
anak-anak yang sebelumnya sehat yang menelan benda tumpul kurang dari 24
jam.7
Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi
harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu esofagotomi servikal atau
esofagotomi thorakal, tergantung lokasi benda asing tersebut.17,18
1. Esofagotomi servikal, dilakukan dengan cara membuat insisi eksternal
pada leher (setinggi perkiraan letak benda asing) untuk mengidentifikasi
esofagus servikal ataupun hipofaring.17
2. Esofagotomi thorakal, dilakukan dengan membuat insisi pada thoraks
apabila benda asing mengobstruksi esofagus bagian kaudal.18
Bila dicurigai adanya perforasi yang kecil segera dipasang pipa nasogaster
agar pasien tidak menelan, baik makanan maupun ludah, dan diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis. Benda asing
tajam yang telah masuk ke dalam lambung dapat menyebabkan perforasi di
pilorus. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dengan sebaik-baiknya, untuk
mendapatkan tanda perforasi sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiologik untuk mengetahui posisi dan perubahan letak benda asing. Bila letak
benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka benda asing tersebut harus
dikeluarkan secara pembedahan (laparatomi).14

Benda asing uang logam di esofagus bukan keadaan gawat darurat,


namun pengeluaran uang logam tersebut harus dilakukan sesegera mungkin
dengan persiapan tindakan esofagoskopi yang optimal untuk mencegah
komplikasi.15

18
Benda asing baterai bundar (disk/button battery) di esofagus merupakan
benda yang harus segera dikeluarkan karena risiko perforasi esofagus yang terjadi
dengan cepat dalam waktu ± 4 jam setelah tertelan akibat nekrosis esofagus.15
Obat pelemas otot dan agen promotiliti pernah digunakan pada kasus
corpus alienum esofagus pada orang dewasa tetapi tidak ada bukti menunjukkan
cara ini berkesan pada kasus anak-anak.9 Pada kasus corpus alienum yang dapat
lolos ke perut, biasanya corpus alienum akan dapat dikeluarkan lewat tinja tanpa
masalah dan harus diobservasi setiap hari.11 Indikasi dilakukan tindakan operasi
pada kasus-kasus seperti ini adalah apabila adanya nyeri pada daerah abdomen,
tidak ada perubahan posisi dari benda asing setelah dua atau tiga hari, anak usia
kurang 2 tahun atau adanya stenosis pylorus.15

Gambar 2.17 Contoh jenis benda asing berupa makanan. (A) daging babi bakar,
(B dan E) tulang ikan, (C) buah zaitun, (D) ikan kod dan (F) pengangkatan benda
asing menggunakan Roth net.

19
Gambar 2.18 (A) Baterai bentuk silinder, (B and C) gigi palsu, (D) serpihan
metal antenna TV, (E) serpihan obat dan (F) garpu metal.

Gambar 2.19 Contoh benda asing. (A) uang koin benda asing yang paling sering
ditemukan. (B) jarum pentul sering didapatkan pada pasien perempuan dan
biasanya kelihatan tertusuk ke antrum. after cholecystectomy (C) handuk yang
digunakan saat operasi tertinggal di dalam esofagus setelah tindakan
kolesistektomi. (D) daging pada striktur esofagus.15

2.3.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat berlaku antaranya adalah:

20
- Obstruksi jalan napas terutama pada populasi anak. Hal ini disebabkan
berlakunya kompresi trakea oleh benda asing di esofagus bagian atas dan
edema pada laring.
- Periesophageal cellulitis dan abses
- Perforasi esofagus yang dapat menyebabkan mediastinitis, pericarditis,
empiema atau perdarahan fatal dari aorta.
- Fistel trakeoesofageal
- Ulserasi dan striktur pada esofagus
- Gejala dan tanda perforasi esofagus, antara lain emfisema subkutis atau
mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan
leher, kaku leher, demam, menggigil, gelisah, takikardi, takipnea, nyeri
yang menjalar ke punggung, retrosternal, dan epigastrium. Penjalaran ke
pleura menimbulkan pneumotoraks dan piotoraks.
- Bila lama berada di esofagus dapat menimbulkan jaringan granulasi dan
radang periesofagus. Benda asing seperti baterai alkali menimbulkan
toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi
lokal.

Gambar 2.20: Barium esophagram : kontras keluar lewat esofagus yang perforasi

2.3.12 Prognosis

21
Kebanyakan kasus, pasien dapat sembuh sempurna tanpa adanya sekuele.
Tingkat morbiditi tinggi dikaitkan dengan diagnosis yang telat. Pada kasus anak-
anak yang memerlukan tindakan operasi yang lebih rumit harus diobservasi ketat
setelah operasi sehingga pasien tidak memerlukan pertolongan jalan pernapasan.10

2.3.13 Pencegahan
Pada dasarnya pencegahan terhadap masuknya atau tertelannya benda
asing ke dalam esofagus tergantung pada setiap individu itu sendiri. Dari setiap
cara pencegahan benda asing yang masuk dalam esofagus hendaknya :
1. Anak dididik untuk hanya memasukkan makanan ke dalam mulut.
Pada dasarnya anak-anak banyak mengeksplor benda-benda apa saja
yang mungkin dapat masuk ke dalam mulut. Disarankan anak-anak selalu
diawasi agar tidak terjadi tertelannya benda asing.
2. Jangan meletakkan sesuatu sembarangan. Ketidaksengajaan pada orang
tua yang meletakkan barang atau benda kecil sering sekali menjadi
kecelakaan pada anak yang tertelan benda asing. Misalnya pada orang tua
yang sedang meletakkan jarum pada ayunan saat sedang menidurkan
anaknya di ayunan.
3. Jangan makan makanan keras bila gigi tak lengkap. Proses pencernaan
diawali pada masuknya benda di mulut. Bila pada anak yang belum
tumbuh gigi atau pada orang tua yang tidak mampu untuk mencerna dan
melunakkan makanan yang keras.
4. Jangan menggigit benda-benda yang bukan makanan seperti peniti, dan
lain-lain. Kecerobohan yang tidak disengaja juga dapat menyebabkan
benda asing tertelan. Contoh bisa sedang mengigit jarum pada saat
menjahit atau pada saat sedang memasang kerudung pada wanita, jika
tidak terjadi kecerobohan meletakan sesuatu pada mulut maka tidak akan
tertelan benda asing.
5. Pemakaian gigi palsu yang baik dan benar. Ketidaksesuaian rongga pada
gigi akan mengakibatkan renta lepas pada dasar gigi, yang akan jatuh
tertelan.

22
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Yayang Nazwa
NRM : 1-21-99-86
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Aceh Besar
Tanggal masuk : 05/09/2019
3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama


Tertelan uang logam (koin)

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Indrapuri Aceh Besar dengan keluhan
tertelan uang logam (koin) sejak 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pada
awalnya pasien sedang berman dengan adiknya menggunakan koin, lalu pasien
meletakkan koin di mulut sambil mengadahkan kepala ke atas, kemudian tiba-tiba
tanpa sengaja koin tertelan oleh pasien. Berdasarkan keterangan keluarga, pasien
sudah mencoba untuk mengeluarkan koin dengan cara memasukkan tangan ke
dalam mulut, namun tidak berhasil. Selain itu pasien juga sudah mencoba untuk
memuntahkan dan batuk untuk mengeluarkan koin, namun tidak berhasil juga.
Pasien kemudian menangis dan dalam waktu 1 jam pasien mulai mengeluhkan
sulit bernapas dan juga sulit berbicara.Pasien juga merasakan nyeri pada bagian
tenggorokan. Lalu pasien segera dibawa keluarga ke Rumah sakit. Keluhan mual
dan muntah disangkal.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah memiliki keluhan seperti ini

3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat

23
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama seperti pasien.

3.2.6 Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien merupakan seorang pelajar

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 25 kali/menit
Tinggi badan : 121 cm
Berat badan : 20 kg

3.3.2 Status Generalisata


 Kepala
Rambut : Hitam
Bentuk : Normocephali

 Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Bulat isokor, 3mm/3mm
Reflek Cahaya : RCL (+/+) , RCTL (+/+)

 Telinga
Bentuk Aurikular : Normotia
CAE : Lapang (+/+), Edema (-/-), Furunkel (-/-)
Membran Timpani : Intak (+/+) , Refleks Cahaya (+/+)

24
Serumen : Minimal
Sekret : -/-

 Hidung
Deviasi septum : -/-
Sekret : -/-

 Mulut
Bibir : Dalam Batas Normal
Lidah : Dalam Batas Normal
Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 – T1
Faring : Hiperemis (-)

 Leher
Trakhea : Terletak ditengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB

 Paru
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sulit dinilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Batas atas : ICS III
Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan : ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising (-), reguler

25
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor (-)
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Peristalik kesan normal

 Anggota gerak

Pemeriksaa Superior Inferior


 n Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Negative Negative Negative Negative
Edema Negative Negative Negative Negative
Genitalia dan Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3.3 Status Lokalisata


 Ar Auricular : Canalis Acusticus Externus (Lapang/Lapang) , Membran
Timpani Intak (+/+), Refleks cahaya (+/+), Sekret (-/-)
 Ar Nasal : Cavum Nasi (Lapang/Lapang), Sekret (-/-), Konka eutrofi
(+/+), Septum deviasi (-)
 Ar Orofaring : Tonsil (T1/T1) , Tidak hiperemis, Kripta melebar (-/-),
Detritus (-/-)
 Ar Coli : Pembesaran KGB (-) , Massa (-)

26
Gambar 3.1.Cavum Oris dan Orofaring

Gambar 3.2. Cavum Nasi Dekstra dan Sinistra

27
3.4 Pemeriksaan penunjang

3.4.1 Laboratorium (05/09/2019)


Tabel 3.1 Hasil Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 12,8 12-14,5 g/dL
Hematokrit 37 37-47 %
Eritrosit 4,7 4,2-5,4 106/mm3
Leukosit 10,3 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 418 150-450 103/mm3
MCV 79* 80-100 fL
MCH 27 27-31 Pg
MCHC 34 32-36 %
Hitung jenis
Eosinofil 2 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Netrofil batang 0* 2-6 %
Netrofil segmen 72* 50-70 %
Limfosit 20 20-40 %
Monosit 5 2-8 %
Kimia Klinik
GDS 122 <200 mg/dl
Ureum 20 13-43 mg/dl
Kreatinin 0.51 0.51-0,95 mg/dl
Natrium 135 132-146 mmol/L
Kalium 3,9 3,7-5,4 mmol/L
Klorida 101 98-106 mmol/L
Waktu Perdarahan 2 1-7 Menit
Waktu Pembekuan 8 5-15 Menit

3.4.2 Pemeriksaan Foto Thorax


Foto thoraks (16/7/2019)

28
Gambar 3.3. Foto thoraks AP

Gambar 3.4. Foto thoraks Lateral


Interpretasi Foto Thorax :
Cor /Aorta : Normal
Lung : Normal
Soft tissue dan skeletal : Normal
Kesimpulan :
Tampak Corpus Alienum berupa coin setinggi Anterior Paravertebra Thoracal 2

3.5 Diagnosa Kerja

29
Pre Operatif : Corpus Alienum (Coin) ar Esophagus
Post Operatif : Post Ekstirpasi Corpus Alienum (Coin) ar Esophagus

3.6 Penatalaksanaan
3.6.1 Medikamentosa
- Amoxicilin 250 mg syr 3 x CI
- Ibuprofen 200 mg syr 3 x CI

3.6.2. Terapi Operatif


- Ekstirpasi Corpus Alienum

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

3.8 Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
2. Menjelaskan mengenai prosedur operasi yang akan dijalani
3. Meminta kepada orang tua untuk mengawasi anak ketika sedang bermain
agar kejadian ini tidak terulang lagi

3.9 Durante Operasi


1. Pasien dalam posisi supine dengan kepala hiperektensi , pasien dalam
general anestedi
2. Dilakukan tindakan esofagoskopi melalui mulut dengan memasukkan
esofogoskopu sampai ke esofagus
3. Tampak benda asing (Koin) di esofagus
4. Dilakukan ekstraksi corpus alienum menggunakan forsep
5. Dilakukan esofagoskopi eksplorasi dengan menggunakan esofagoskop

30
6. Dinilai keadaan esofagus :
a. Laserasi (-)
b. Perdarahan (-)
c. Benda Asing (+) : Uang logam (Koin)
d. Perforasi (-)
7. Esofagoskopi dikeluarkan kembali
8. Tindakan selesai

Gambar 3.5. Uang logam (Koin) yang tertelan

3.9.1 Paska Operasi


Instruksi paska operasi :
1. Evaluasi tanda-tanda perdarahan dan tanda vital
2. Boleh makan dan minum bila pasien sudah sadar penuh
3. 6 jam post operasi dianjurkan makan dan minum yang dingin
4. Terapi obat : Amoxicilin 250mg syr 3XCI , Ibuprofen 200mg 3 XCI
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien perempuan berusia 7 tahun


dengan keluhan tertelan uang logam (koin). Pasien dirujuk dari Rumah Sakit
Indrapuri Aceh Besar dengan keluhan tertelan uang logam (koin) sejak 4 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya pasien sedang bermain dengan adiknya
menggunakan koin, lalu pasien meletakkan koin di mulut sambil mengadahkan
kepala ke atas, kemudian tiba-tiba tanpa sengaja koin tertelan oleh pasien.

31
Berdasarkan keterangan keluarga, pasien sudah mencoba untuk mengeluarkan
koin dengan cara memasukkan tangan ke dalam mulut, namun tidak berhasil.
Selain itu pasien juga sudah mencoba untuk memuntahkan dan batuk untuk
mengeluarkan koin, namun tidak berhasil juga. Pasien kemudian menangis dan
dalam waktu 1 jam pasien mulai mengeluhkan sulit bernapas dan juga sulit
berbicara.Pasien juga merasakan nyeri pada bagian tenggorokan. Lalu pasien
segera dibawa keluarga ke rumah sakit. Keluhan mual dan muntah disangkal. 6
Keluhan pasien didefinisikan sebagai corpus alienum pada saluran
pernafasan yang merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan pada bidang THT.
Faktor utama yang menjadikan kasus ini kegawatdaruratan merupakan adanya
ancaman gagal napas pada pasien yang ditunjukkan dari adanya keluhan sulit
bernapas dan sulit berbicara. 25
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan pada pasien dalam batasan normal.
Hal ini dapat terjadi karena tidak ada ruda paksa pada saat corpus alienum pada
pasien. Corpus alienum yang tertelah oleh pasien juga berukuran tidak terlalu
besar dan tidak memiliki permukaan yang tajam sehingga tidak melukai mukosa.
Corpus alienum yang tertelah tidak bersifat korosif dan terjadi dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada organ sekitar.
Hasil pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan rontgen Thorax AP dan
Lateral terlihat gambaran radiopaque berbentuk bulat simetris dengan diameter 3
sentimeter. Pada kasus corpus alienum selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen thorax untuk
membantu menentukan posisi dari corpus alienum dan membantu untuk
menentukan langkah tindakan selanjutnya untuk tatalaksana pasien. 25
Pasien merupakan anak-anak dengan usia 7 tahun merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya aspirasi benda asing pada saluran napas yang sering
terjadi, dan juga banyak faktor lain seperti kelalaian saat bermain sehingga terjadi
aspirasi pada pasien ini. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang, corpus
alienum diperkirakan berupa uang logam koin yang menetap pada esofagus
setelah aspirasi. Esophagus sendiri merupakan lokasi kedua tersering terjadinya
aspirasi benda asing, dimana paling sering corpus alienum akan tersangkut dan
menetap di bronkus. Hal ini dapat terjadi karena bronkus memiliki saluran yang

32
lebih kecil dan berkelok sehingga paling sering corpus alienum akan menetap
disini. Lokasi terbanyak kedua adalah esofagus, dimana umumnya tidak banyak
benda yang tersangkut di esophagus. Pada pasien ini corpus alienum yang masuk
berupa koin yang ukurannya lebih besar disbandingkan saluran pernapasan pasien,
sehingga akan masuk ke saluran esophagus dan tersangkut disana. Pada pasien ini
tidak terjadi sumbatan saluran napas secara total karena bentuk corpus alienum
masuk ke saluran esophagus dan hanya menekan saluran pernapasan sehingga
menimbulkan sesak nafas karena penekanan yang ada, sehingga tidak menyumbat
seluruh saluran napas. 25

Saluran pernapasan memiliki sistem pertahanan mekanik apabila ada


benda asing masuk karena sifat dindingnya yang peka, saat ada benda asing
masuk akan timbul reflek batuk yang berusaha untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada pasien ini ada terjadi respon batuk pada saat aspirasi benda asing,
pada pasien ini corpus alienum yang masuk meskipu bertempat di esophagus
tetap menginduksi reflek batuk karena penekanan yang ada akan menyebabkan
respon tubuh terhadap benda asing, namun karena corpus alienum tersangut di
esophagus corpus alienum tidak dapat dikeluarkan. 6

Pada pasien ini datang dalam kondisi sudah tertelan koin dalam kurun
waktu beberapa jam. Pada pasien dengan kejadian aspirasi benda asing terdapat 3
fase yang dapat terjadi, yaitu fase tersedak dimana akan terjadi respon tubuh yang
berusaha mengeluarkan benda asing seperti adanya batuk-batuk yang hebat, ada
sesak nafas dan rasa tercekik, pada pasien ini terjadi karena ada penekanan dari
saluran pernapasan yang menyumbat airway pasien. Setelah fase pertama
terlewati, pasien umumnya akan stabil dan masuk kedalam fase asymptomatis,
pada fase ini reflek tubuh untuk mengeluarkan benda asing akan melemah dan
corpus alienum tersebut akan menetap di satu lokasi. Fase ini dapat terjadi dari
beberapa jam sampai berhari- hari. Fase terakhir merupakan fase komplikasi
dimana pasien akan mengalami reaksi komplikasi berupa penolakan tubuh
terhadap benda asing tersebut dan dapat menimbulkan kerusakan organ. Pada
kasus ini, pasien sedang dalam fase asymptomatis dimana dapat dilakukan

33
tindakan dalam kurun waktu 24 jam, namun ada pengecualian dimana harus
dilakukan tidakan secepatnya apabila corpus alienum beruba benda korosif. 26

Pasien menjalani terapi operatif berupa ekstirpasi corpus alienum. Pasien


didiagnosa dengan corpus alienum at regio esophagus dengan cara esofagoskopi.
Dilakukan eksplorasi dengan esofagoskopi dan dilakukan ekstrasi dengan forsep.
Saat eksplorasi esophagus dilakukan penilaian pada esophagus dan tidak
ditemukan adanya laserasi, perdarahan maupun perforasi, hal ini karena corpus
alienum tidak memiliki tepi yang tajam dan bukan benda yang bersifat korosif
sehingga tidak menimbulkan efek berbahaya pada organ sekitar. Pada pasien,
tidak ditemukan komplikasi paska operasi. Komplikasi yang sering timbul seperti
adanya perlukaan pada dinding mukosa saluran napas tempat menetapnya corpus
alienum. 26

BAB V
KESIMPULAN

Corpus alienum esofagus adalah benda asing yang tajam maupun tumpul
atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus kerana tertelan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Dari anamnesis akan ditemukan gejala benda
asing di esofagus seperti disfagia, odinofagia, regurgitasi, hipersalivasi, sensasi
adanya benda asing dan gejala gangguan pernafasan. Pemeriksaan radiologis

34
dilakukan untuk mengevaluasi lokasi, ukuran serta kemungkinan adanya benda
asing lebih dari satu. Tindakan pengeluaran corpus alienum dengan secepatnya
dilakukan dengan memperkirakan tipe dan lokasi benda asing tersebut, waktu
berlakunya kejadian dan usia pasien. Tatalaksana corpus alienum esofagus yang
menjadi pilihan utama adalah pengeluaran benda asing dengan menggunakan
endoskopi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anita, S, et. al. Karakteristik Penderita Benda Asing di Esofagus di Rumah


Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Januari 2006-Desember 2011.
The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara. 2011

35
2. Junizar M. Benda Asing Esofagus. Dalam: Soepardi A. Efianty, Iskandar
Nurbaiti, Bashiruddin Jenny, Restuti D. Ratna, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2012; Edisi 7(1): 266-9

3. Conners GP. Pediatric foreign body ingestion [online]. October 17, 2014
[cited on 2015 May 16]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/801821

4. Fielding JWL, Hallissey MT. Upper gastrointestinal surgery. London:


Springer; 2005. p1-15.

5. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and neck surgery -
otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

6. Soepardi EA, Yunizaf M. Kesulitan Menelan & Benda Asing di Esofagus:


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi ketujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012

7. Marasabessy SN, Mengko SK, Palandeng OI. Benda Asing Esofagus Di


Bagian/Smf Tht-Kl Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode
Januari 2010 - Desember 2014. Journal E-clinic, 2013: Vol. 3(1).

8. Kramer, R. Management of Ingested Foreign Bodies in Children: A Clinical


Report of the NASPGHAN Endoscopy Committee. JPGN. 2015: Vol 60(4).

9. Dhingra PL, Dhingra S. Foreign Bodies of Food Passage: Diseases of Ear,


Nose and Throat & Head and Neck Surgery. Elsevier: India. Ed.6. 2014: pg
349.

10. Klarisa C, Zulka E. Benda Asing Tenggorokan: Kapita Selekta Kedokteran.


Edisi keempat. Media Aesculapius, Jakarta. 2014.

11. Chinski A, Foltran F, Gregori D, Ballali S, Passali D, Bellussi L. Foreign


bodies in the oesophagus : the experience of the buenos aires paediatric orl
clinic. International Journal of Pediatrics 2010 Aug 21;1-6.

12. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology : a step-by-step


learning guide. New York: Thieme; 2006. p. 124-6.
13. Tuli, BS. Diseases of Esophagus. Textbook of Ear, Nose And Throat.
Department of Ear, Nose and Throat. Sir Seewoosagur Ramgoolam Medical
College India. Jaypee Brothers Medical Publishers. Ed. 2: 2013; pg; 343-5.

14. Lalwani AK. Foreign Bodies. Current Diagnosis & Treatment


Otolaryngologi Head and Neck Surgery. McGraw Hill; New York. Ed 3;
2012: pg. 543-5.

36
15. Zuleika, P. Karakteristik Benda Asing Esophagus di Bagian T.H.T.K.L
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode Januari 2013 – Desember 2015. 2015.

16. Ludman H, Bradley PJ. Foreign Bodies. ABC of Ear, Nose and Throat.
Blackwell Publishing; United Kingdom. Ed. 6; 2013: Pg. 124-9.

17. Selivanov V, Sheldon GF, Cello JP, Crass RA. Management of foreign body
ingestion. Journal of Department Surgery and Medicine University of
California 2009;199(2):187-91.

18. Water TR, Staecker H. Otolaryngology : basic science and clinical review.
New York: Thieme; 2006. p. 223.

19. Theissing J, Rettinger G, Werner JA. ENT - head and neck surgery : essential
procedures. New York: Thieme; 2011.

20. Dhillon RS, East CA. An illustrated colour text : ear, nose, and throat, and
head and neck surgery. 2nd ed. London: Churchill Livingstone; 2000. p. 84-
5.

21. Shivakumar AM, Naik AS, Prashanth KB, Hongal GF, Chaturvedy G.
Foreign bodies in upper digestive tract. Indian Journal of Otolaryngology
and Head and Neck Surgery. 2006 Mar;58(1):63-8.

22. Rathore p, Raj A, Sayal A, Meher R, Gupta B, Girhotra M. Prolonged


foreign body impaction in the oesophagus. Singapore Med J 2009;50(2):53-4

23. Bansal M. Disorder of oesophagus. Diseases of Ear, Nose & Throat. Jaypee
Brother Medical Publisher; India. Ed.1. 2013: pg 458.

24. Emara MH, Darwiesh EM, Refaey M. Endoscopic Removal of Foreign


Bodies From The Upper Gastrointestinal Tract: 5-Year Experience. Clinical
and Experimental Gastroenterology. 2014:7.

25. Lalwany, A. Curret diagnosis and treatment in otolaryngology-head and


neck surgery. The McGraw-Hill co. 2007.

26. Fong EW. Foreign Body Aspiration [online]. [Cited on September 2019].
Available from: URL: Accessed from:
http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s08c06.html.

37

Anda mungkin juga menyukai