Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH ADVOAKASI GIZI

ISSU STRATEGI tentang STUNTING

DI SUSUN OLEH :

NAMA : SAFNA

NIM : P01031217088

KELAS : DIV/VI B

POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI MEDAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DA DIETETIKA

2020
PENURUNAN STUNTING MENJADI PRIORITAS DI INDONESIA
Pengertian Stunting
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabakan oleh multi-faktor
dan bersifat antar generasi. Di Indonesia masyarakat sering mengagngap tumbuh
pendek sebagai faktor keturanan. Persepsi yang salah di masyarakat membaut
masalah ini tidak mudah diturunkan dan membutuhkan upaya besar dari pengambil
keputusan seperti pemerintah DPRD dan berbagai sector terkait.
Penurunan stunting membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor
(kesehatan, gizi, pendidikan, WASH (air, sanitasi, kebersihan), pertanian,
perlindungan sosial, dll.). Untuk situasi desentralisasi pemerintahan yang berlaku di
Indonesia, ini berarti advokasi harus diharmonisasikan di seluruh sektor terkait, di
berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai lokasi geografis. Pemerintah pusat
dapat menjadi pemimpin dalam memotivasi dan memanfaatkan komitmen dari
pimpinan di tingkat sub-nasional dan instansi untuk bertindak.
Melalui kerjasama erat dengan Serikat Perempuan Vietnam, di tahun 2012
para pemangku kepentingan melaksanakan kampanye advokasi intensif kepada
Parlemen terkait dengan cuti bersalin bergaji penuh serta Kode Internasional
Pemasaran Produk Pengganti ASI. Sebagai hasilnya, cuti bersalin dengan gaji
diperpanjang dari 4 bulan menjadi 6 bulan demi mendukung pemberian ASI
eksklusif, dan dikeluarkan larangan untuk iklan produk pengganti ASI untuk anak
baduta, sejalan dengan rekomendasi global.
Penurunan Stunting telah menjadi Prioritas Nasional di Indonesia Terlepas
dari kemajuan yang telah banyak dicapai di berbagai bidang, dan komitmen
pemerintah untuk menurunkan angka malnutrisi, situasi gizi di Indonesia masih tetap
merupakan masalah.
Untuk memerangi stunting, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 42/2013 tentang ‘Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi’ – yang
berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan, sejalan dengan gerakan SUN (Scaling
Up Nutrition) global.
Pengentasan stunting yang dilakukan di seluruh kabupaten/kota di Sumut
melihat dari faktor penyebab, baik mulai dari usia kandunngan dan gizi untuk ibu-ibu
hamil. Sesumut , angka stunting sebesar 32,39%. Artinya , setap 100 balita di
Sumatra Utara, ada 32 orang lebih yang stunting. Sumatar utara ada 32,4% atau 3
dari 10 anak balita mengalami stunting, keadaan ini lebih tinggi dari Nasional
(30,8%). Dari hasil Riskesdas 2013, Sumut pada urutan ke-6 dan tahun 2018 turun
menjadi urutan ke-14.
Meski belum mendapat data prevalensi balita stunting di tahun 2019,
Pemprovsu berupaya menekan angkanya dengan target hanya 27%. Sejumlah
strategi percepatan penangulanagn dan pencegahan stunting dilakuakn. Yakni,
komitmen dan vizi Pemerintah, kampanye Nasional dan Komunikasi. Perubahan
perilaku Konvergensi, Koordinasi dan konsolidasi Program Pusat, daerah dan Desa.
Memudahkan akses Ketahanan Pangan dan Gizi serta pemantauan dan evaluasi.
Sasaran advokasi : Menegah Daerah (RPJM),
Tujuan umum : penurunan angka stunting menurun.
Tujuan khusus : meningkatnya cakupan dan ketaatan remaja putri untuk
mengkonsumsi tablet tambah darah menjadi 90%.
Kebijakan Penangulangan Stunting
Upaya percepatan perbaikan gizi merupakan upaya Global, tidak saja untuk
Indonesia, melainkan semua negara yang memiliki masalah gizi stunting.Adapun
target yang telah ditetapkan dalam upaya penurunan prevalensi stunting antara lain:
menurunnya prevalensi stunting, wasting dan dan mencegah terjadinya overweight
pada balita, menurunkan prevalensi anemia pada wanita usia subur, menurunkan
prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
Sebagai negara anggota PBB dengan prevalensi stunting yang tinggi turut berupaya
dan berkomitmen dalam upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat .
Undang-Undang nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (20052025) menyebutkan, pembangunan pangan dan perbaikan gizi
dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga
konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin
keamanannya. Selanjutnya, Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan menyebutkan, arah perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu
gizi perorangan dan masyarakat melalui, perbaikan pola konsumsi makanan yang
sesuai dengan gizi seimbang; perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan
kesehatan; peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan
kemajuan ilmu dan teknologi; dan peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan
gizi.
Langkah-Langkah Yang Disarankan Untuk Menurunkan Angka Sunting
1. Membentuk komite advokasi dan BCC untuk penurunan stunting
Koordinasi yang efektif antar pemangku kepentingan dari berbagai sektor mejadi
kunci untuk Gerakan Nasional Penurunana Stunting yang berhasil. Pelakasana
Gernas PPG 1000 HPK, dan koordinasi serta integrasi cukup merupakan tantangan.
2. Memperisapkan strategi komunikasi untuk meningkatkan kesadaran
tentang stunting melalui lokakarya pemangku kepentingan untuk
menyusun panduan nasional.
Mempersiapkan strategi komunikasi untuk meningkatkan kesadaran tentang
stunting melalui lokakarya pemangku kepentingan untuk menyusun panduan
nasional berisikan istilah dan pesan kunci. Melalui pertemuan ini pemangku
kepentingan dapat mencapai konsensus yang menjamin keseragaman komunikasi,
sehingga semua kampanye komunikasi untuk penurunan stunting memberi pesan
yang jelas dan konsisten.
3. Memperisapkan strategi komunikasi untuk perubahan perilaku dengan
menyelenggaran pertemuan pemangku kepentingan nasioanal dan
regional untuk menyusun strategi dan memperoleh konfirmasi untuk
startegi tersebut melalui konsulatatif ditingkat wilayah setempat.
Tujuan lokkarya untuk membicaran perilaku apa saja yang akan dijadikanfokus
dari upaya perubahan perilaku demi menurunkan stunting.
4. Implementasi kampanye media masssa untuk meningkatkan kesadarn
tentang stunting dan 1000 HPK.
Tahap pertama dari upaya penurunan stunting adalah membuat kelompok
sasaran sadar bahwa malnutrisi dapat menyebabkan stunting serta mempengaruhi
tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Kampanye ini harus dikembangkan oleh
organisasi komunikasi profesional, berdasarkan strategi komunikasi untuk
menciptakan kesadaran tentang stunting, dan mengikuti panduan yang telah
disepakati. Materi komunikasi harus melalui pre-tes dengan kelompok sasaran
sebelum dijadikan materi kampanye.
5. Implementasi kampanye BCC nasional untuk pencegahan stunting
Setelah kelompok sasaran memahami penyebab dan dampak dari stunting pada
anak-anak, maka dapat dimulai upaya untuk mengubah perilaku kunci yang
menyebabkan stunting. Kampanye media massa harus menjadi bagian dari program
BCC yang menyeluruh. Ini mencakup advokasi, komunikasi antar pribadi dan
mobilisasi masyarakat, dengan dukungan lembaga pemerintah dan pemangku
kepentingan di tingkat nasional dan setempat. Sekali lagi, semua materi komunikasi
perlu dikembangkan oleh organisasi komunikasi profesional dan disetujui oleh
komite. Materi harus didasarkan pada strategi BCC yang telah disepakati, dan
melalui proses pre-tes dengan kelompok sasaran sebelum dijadikan materi final
kampanye BCC.
KESIMPULAN

Untuk mencegah masalah stunting dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan
saling terintegrasi. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 harus disikapi dengan
koordinasi yang kuat di tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, hingga pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi dan
advocacy perlu dilakukan oleh unit teknis kepada stake holders lintas sektor dan
pemangku kepentingan lain pada tingkatan yang sama. Untuk jajaran struktural
kebawahnya perlu dilakukan knowledge transfer dan edukasi agar mampu
Menjelaskan dan melakukan pemberdayaan dalam meningkatkan status gizi
masyarakat. Selanjutnya, perlu penguatan sistem agar 1000 HPK dapat menjadi
bagian dari budaya dan kehidupan sosial di masyarakat (misal: ibu merasa malu bila
tidak memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya). Selanjutnya, informasi
mengenai ASI eksklusif, untung-ruginya menyusui bayi sendiri hingga menjadi donor
ASI dapat dikembangkan melalui kelas ibu hamil. Dengan demikian, motivasi ibu
untuk menyusui bayinya muncul karena kesadaran, bukan karena dipaksa.
Pengetahuan ibu sebelum kehamilan atau sebelum menjadi pengantin (calon
pengantin) merupakan target strategis yang paling memungkinkan untuk
memberikan daya ungkit. Kursus singkat menjelang perkawinan harus dijadikan
prasyarat untuk memperoleh surat nikah. Intervensi ini dapat menjadi bekal ibu
sebelum hamil agar menjaga kehamilannya sejak dini, dimana tumbuh kembang
kognitif janin terbentuk pada trimester pertama kehamilan. Status gizi dan kesehatan
ibu hamil yang optimal akan melahirkan bayi yang sehat. Bayi yang lahir sehat dan
dirawat dengan benar melalui pemberian ASI eksklusif, pola asuh sehat dengan
memberikan imunisasi yang lengkap, mendapatkan makanan pendamping ASI
(MPASI) yang berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan periode yang tepat.
Generasi yang tumbuh optimal alias tidak stunting memiliki tingkat kecerdasan yang
lebih baik, akan memberikan daya saing yang baik dibidang pembangunan dan
ekonomi. Disamping itu, pertumbuhan optimal dapat mengurangi beban terhadap
risiko penyakit degeneratif sebagai dampak sisa yang terbawa dari dalam
kandungan. Penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, jantung, ginjal
merupakan penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi. Dengan demikian,
bila pertumbuhan stunting dapat dicegah, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi
bisa lebih baik, tanpa dibebani oleh biaya-biaya pengobatan terhadap penyakit
degeneratif.
DAFTAR PUSTAKA
http://awalbross.com/anak/kenali-stunting-dan-carapencegahannya/
http://sumutpos.co/2019/10/29/angka-stunting-di-sumut-3239/

Anda mungkin juga menyukai