Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH GAME KOLABORASI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL


PADA LANSIA DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA

LILIS AYU SOLEHATI


(1130017039) / 6A

DOSEN PEMBIMBING:
NURUL KAMARIYAH, S.Kep.Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.....................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
Daftar Tabel .........................................................................................................iii
Daftar Gambar.....................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.......................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Game Kolaborasi ........................................................................4
2.2 Konsep Lansia..........................................................................................5
2.3 Konsep Interaksi Sosial..........................................................................15
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual..............................................................................19
3.2 Hipotesis Penelitian.................................................................................20
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian....................................................................................21
4.2 Populasi Penelitian.................................................................................21
4.3 Sampel. Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel.........................22
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................23
4.5 Kerangka Kerja Penelitian......................................................................23
4.6 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Penelitian.......................24
4.7 Instrumen Penelitian dan Cara pengumpulan Data ...............................25
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian..................................................................26
5.2 Hasil Penelitian.......................................................................................26
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan............................................................................................28
6.2 Keterbatasan Penelitian..........................................................................29
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan.................................................................................................30
7.2 Saran.......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

ii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Game Kolaborasi


Terhadap Interaksi Sosial Pada Lansia di UPTD
Griya Werdha
.....................................................................................
.....................................................................................
32
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di
UPTD Griya Werdha Surabaya Tahun 2020.
.....................................................................................
.....................................................................................
39
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di UPTD Griya Werdha Surabaya Tahun
2020
.....................................................................................
.....................................................................................
40
.....................................................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Keinginan Mengikuti Game Kolaborasi Tahun 2020. 40
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Interaksi Sosial Tahun 2020.......................... 41
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan Di RT. 51 RW. 10 Desa
Sidorejo kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo Tahun
2012
.....................................................................................
.....................................................................................
41

iii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Bagan Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Tentang Pengaruh


Game Kolaborasi Terhadap Interaksi Sosial Pada
Lansia di UPTD Griya Werdha Surabaya
.....................................................................................
.....................................................................................
27
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Pengaruh Game Kolaborasi
Terhadap Interaksi Sosial Pada Lansia di UPTD
Griya Werdha Surabaya
.....................................................................................
.....................................................................................
31

iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah lanjut usia dibanyak negara semakin lama semakin meningkat
jumlahnya, termasuk di Indonesia. Seiring dengan jumlah lansia yang meningkat,
banyak permasalahan yang akan dialami oleh lansia seperti gangguan psikis,
gangguan patologis pada kondisi fisik, akses pelayanan kesehatan yang susah
diperoleh dan berkurangnya dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga atau
teman. Kurangnya dukungan sosial akan mempengaruhi interaksi sosial lansia.
Interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup karena dengan
adanya interaksi sosial maka lansia tidak akan merasa kesepian, oleh sebab itu
interaksi sosial harus tetap dipertahankan dan dikembangkan pada kelompok
lansia.
Dalam lingkungan panti jompo lansia dapat berinteraksi dengan sesama
lansia, petugas bahkan dengan keluarganya sekalipun. Interaksi tersebut ada yang
berjalan dengan baik dan ada pula yang tidak berjalan dengan baik. Interaksi yang
berjalan dengan baik membuat lansia itu masih merasakan rasa kasih sayang dari
orang disekitarnya meskipun lansia tersebut tinggal di panti jompo. Berbeda
dengan lansia yang tidak dapat berinteraksi dengan orang disekitarnya, lansia
tersebut akan merasakan kesepian dan kesehatannya pun menurun.
Dengan bermain game kolaborasi, para lansia tidak akan merasa kesepian
berada di panti jompo. Bermain game kolaborasi bisa melepas stress,
menghubungkan secara sosial dan meningkatkan ketajaman mental. Efek bermain
game bagi lansia juga tidak selamanya buruk. Justru dengan bermain game
kolaborasi para lansia dapat melatih otak mereka agar tidak mudah lupa karena
terus berpikir ketika sedang bermain.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas banyak faktor yang mempengaruhi
interaksi soial pada lansia yaitu gangguan psikis, gangguan patologis pada kondisi
fisik, akses pelayanan kesehatan yang susah diperoleh dan berkurangnya
dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga atau teman. Peneliti membatasi

1
masalah pada pengaruh game kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia di
panti werdha surabaya.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : Apakah ada pengaruh game
kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia di Panti Werdha Surabaya ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 TujuanUmum
Mengatahui pengaruh game kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia di
Panti Werdha Surabaya.
1.4.1 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peminatan game kolaborasi pada lansia di Panti Werdha
Surabaya.
2. Mengindentifikasi interaksi sosial pada para lansia di Panti Werdha Surabaya.
3. Menganalisis perbedaan pengaruh game kolaborasi terhadap interaksi soial
pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan game kolaborasi di Panti Werdha
Surabaya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh game kolaborasi terhadap
interaksi sosial pada lansia di Panti Werdha Surabaya sehingga dapat digunakan
sebagai kerangka dalam pengembangan ilmu. Menjadi informasi tambahan dan
data dasar untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh game kolaborasi
terhadap interaksi sosial pada lansia.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Sebagai informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan pengaruh game kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia di
Panti werdha Surabaya
2. Bagi Responden
Sebagai masukan dalam memberikan pengetahuan terhadap keluarga agar
mengetahui pengaruh game kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia

2
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi sehingga dapat dijadikan
bahan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi
dalam upaya menanggulangi gangguan interaksi sosial pada lansia di Panti
Werdha Surabaya.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Konsep Game Kolaborasi
Game kolaborasi disusun dengan sistem pengelompokkan, pemolaan,
pengurutan, dan penghubungan, permainan sederhana diciptakan dan dimulai
diterapkan melalui beberapa program di Panti Werdha Surabaya untuk membantu
lansia meningkatkan ingatan dan meningkatkan interaksi sosial terhadap para
lansia [ CITATION Ngu18 \l 1033 ].
Game kolaborasi tersebut disesuaikan dengan kondisi lansia atau tingkat
keparahan penyakit yang dialami lansia. Selain itu, tingkat kesulitan permainan
juga disesuaikan dengan kemampuan lansia, lansia juga dapat dikelompokkan
agar dapat bertanding secara seimbang berdasarkan kemampuan mereka
[ CITATION And20 \l 1033 ].
Permainan dengan kelompok yang menyenangkan memberi nilai positif bagi
segala umur, termasuk para lansia, dan dapat membantu menstimulasi fungsi
otak.  khususnya memori. Lansia terbiasa dan suka dengan sesuatu kegiatan yang
rutin, tetapi lambat laun kegiatan tersebut akan membuat mereka bosan. Maka
sangatlah penting dibuat suatu aktivitas non-rutin yang menyenangkan, seperti
permainan dalam huruf atau kelompok. Di dalam sebuah grup, lansia akan
berinteraksi satu sama lain, sehingga perasaan terisolasi dan merasa sendiri,
lambat laun akan menghilang. Selain itu, pada permainan grup, lansia akan
melakukan aktivitas fisik dan mental yang dapat menstimulasi kebugaran fisik dan
otak. Hal terpenting saat mengkreasikan aktivitas permainan untuk lansia adalah
mengetahui karakteristik dan keterbatasan manusia dalam grup tersebut. Misalnya
kerajinan tangan sangat baik untuk lansia, tetapi jika ada beberapa lansia yang
mengalami masalah sendi atau rematik di lengan akan membuat mereka tidak
nyaman dan akan membuat lansia tersebut merasa terisolasi kembali [ CITATION
And20 \l 1033 ].
Sama seperti grup lainnya, aktivitas pada lansia dapat disesuaikan dengan
ketertarikan dan kemampuan mereka. Seperti saat kita datang ke suatu pesta, salah
satu pertimbangan yang membuat kita akan datang adalah jenis permainannya.

4
Permainan jangan terlalu perlahan dan membosankan. Jenis ragam permainan
dalam hidup lansia tidak terbatas macam dan jumlahnya. Dalam setiap permainan
dapat pula disiapkan beberapa hadiah yang menarik (tidak harus mahal). Hadiah
dapat dibungkus dengan kertas sehingga menjadi hadiah yang rahasia dan bisa
juga pemenang boleh memilih hadiah yang terbungkus kertas kado [ CITATION
Ngu18 \l 1033 ].
Permainan yang dilakukan sangat beragam, tergantung pada fasilitas yang
tersedia. Jika fasilitas yang tersedia berupa perangkat audiovisual, kegiatan yang
dapat dilakukan antara lain permainan puzzle dengan gambar yang tertutup,
kemudian lansia diminta untuk menebaknya. Bisa juga permainan tes Stroop yaitu
lansia diharuskan mengucapkan sekeras mungkin warna yang tercetak (bukan
tertulis), pemutaran film suasana alam yang rileks (pantai hutan tropis dan
sebagainya), memutarkan suasana kota tempo dulu (sambil menebak nama
gedung atau jalan yang terlihat), berdiskusi tentang foto zaman dahulu yang
dikumpulkan dari para lansia dan kemudian membahasnya satu persatu (lansia
akan tertarik untuk menceritakan pengalaman atau suasana keadaan saat foto
diambil), juga dilakukan. Dan masih banyak lagi kegiatan lain yang dapat
dikreasikan. Pada permainan grup, lansia akan melakukan aktifitas fisik dan
aktifitas mental yang dapat menstimulasi kebugaran fisik dan otak [ CITATION
And20 \l 1033 ].
2.1.2 Konsep Lansia
1. Pengertian lansia
Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir pada perkembangan dari
kehidupan manusia (Budi anna keliat 1999 dalam Maryam, R siti, dkk 2012).
Lansia adalah keadaan kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stressfsiologis yang di tandai oleh penurunan
daya kemampuan dan kepekaan untuk hidup secara individual (Hawari 2001
dalam handonis konsep lansia Umamah, 2014).
Lansia adalah apabila usianya 65 tahun keatas (Setianto 2004 dalam
Muhith, Abdul 2016). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk

5
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari 2001 dalam
Muhith, Abdul 2016).
2. Klasifikasi lansia
Batasan usia lanjut usia berbeda-beda menurut pendapat para ahli
organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan empat tahapan usia lanjut usia,
yaitu :
a. Usia pertengahan (middele age) : usia 45 - 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) : usia 60 - 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) : usia 75 - 89 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) : usia > 90 tahun (Dewi, Sofia Rhosma, 2014).
Berdasarkan usia lansia di Indonesia adalah 60 tahun yang di jelaskan
dalam pasal 1 ayat (2), (3), (4)Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang
kesehatan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun [ CITATION Mar12 \l 1033 ]
Menurut DepKes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori
berikut :
a. Pralansia (prasenilis), seorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.
b. Lansia, seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
3. Karakteristik lansia
Menurut Dewi, Sofia Rhosma (2014) lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai dengan spiritual, serta dari kondisi adaptif
sampai maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

6
4. Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonomi (Nugroho 2000 dalam
Muhith, Abdul 2016). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan,memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
d. Tipe Pasrah
Menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan
apa saja.
e. Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
Manusia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung
pada karakter pengalaman hidup lingkungan kondisi fisik mental sosial dan
ekonomi tipe ini antara lain :
a. tipe optimis
Lansia periang, penyesuaian cukup baik, memandang lansia dalam bentuk
bebas dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti
kebutuhan pasifnya.
b. tipe konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi
tinggi, humoris, fleksibel dan sadar diri. Biasanya sifat ini terlihat sejak
muda.

7
c. tipe dependen (kebergantungan)
Lansia ini masih dapat diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif,
tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak
praktis dalam bertindak.
d. tipe defensif (bertahan)
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang tidak stabil,
selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh
kebiaaan, bersifat kompulsif aktif, takut mengabdi “menjadi tua” dan
menyayangi masa pensiun.
e. tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan bisa
menjadi panutan.
f. tipe pemarah/ frustasi
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan
orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,
selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga.
h. Tipe putus asa dan menyalahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi,
mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri.
Sedangkan dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, para lansia dapat
digolongkan dari beberapa tipe, yaitu:
a. Lansia Mandiri Sepenuhnya
b. Lansia Mandiri dengan Bantuan Langsung Keluarganya
c. Lansia Mandiri dengan Bantuan Secara Tidak Langsung Keluarganya.
d. Lansia dengan Bantuan Badan Sosial
e. Lansia di Panti Werda
f. Lansia yang Dirawat di Rumah Sakit
g. Lansia dengan gangguan mental

8
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
a. Perubahan fisik
1) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
intraseluler menurun.
2) Kardiovaskuler
Katub jantung tebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifersehingga
tekanan darah meningkat.
3) Respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, serta terjadi penyempitan
pada bronkus.
4) Persyarafan
Syaraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnyayang berhubungan
dengan stres. Berkurangnya atau hilangnya mielin akson, sehingga
menyababkan berkurangnya respons motorik dan reflek.
5) Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram,
tremor, dan tendon mengerut.
6) Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun.Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
7) Genitourinaria

9
Ginjal : mengecil, aliran derah ke ginjal menurun, penyaringan
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasikan urine ikut menurun.
8) Vesika urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine.Prostat :
hipertrofi pada 75% lansia.
b. Perubahan Sosial
1) Peran : post power syndrome , single woman , dan single parent.
2) Keluarga : emptiness, kesendirian, kehampaan.
3) Teman : ketika lansia lansia meninggal, maka muncul perasaan kapan
akan meninggal. Berada di rumah terus – menerus akan cepat pikun
(tidak berkembang).
4) Abuse : kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit,
tidak diberi makan).
5) Masalah Hukum : berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan
pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.
6) Pensiun : kalau menjadi PNS ada tabungan (dana pensiun). Kalau tidak,
anak dan cucu akan memberi uang.
7) Ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi
lansia dan income security.
8) Rekreasi : untuk ketenangan batin.
9) Keamanan : jatuh, terpeleset.
10) Transportasi : kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok bagi
lansia.
11) Politik : kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan
dalam sistem politik yang berlaku.
12) Pendidikan : berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan
berkesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak asasi manusia.
13) Agama : melaksanakan ibadah.
14) Panti Jompo : merasa dibuang / diasingkan.
c. Perubahan Psikologis

10
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi
perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya akibat proses penuaan
digambarkan oleh hal – hal berikut.
1) Masalah – masalah umum yang sering dialami oleh lansia
a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pda
orang lain.
b) Status ekonomi sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk
melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
c) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik.
d) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah
meninggal atau pergi jauh dan / atau cacat.
e) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang
semakin bertambah.
f) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang
dewasa.
g) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa.
h) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia
dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat
dengan yang lebih cocok.
i) Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para penjual obat, buaya
darat, dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi untuk
mempertahankan diri.
2) Perubahan – perubahan umum dalam penampilan lansia.
a) Bagian kepala : bentuk mulut berubah akibat kehilangan gigi atau
karena harus memakai gigi palsu, penglihatan agak kabur, mata tak
bercahaya dan sering mengeluarkan cairan, dagu mengendur tampak
berlipat, pipi berkerut, kulit berkerut dan kering, bintik hitam pada

11
kulit tampak lebih banyak, serta rambut menipis dan berubah
menjadi putih abu – abu.
b) Bagian tubuh : bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut
membesar dan tampak membuncit, pinggul tampak mengendur dan
lebih lebar dibandingkan dengan waktu sebelumnya, garis pinggang
melebar menjadikan badan tampak seperti terisap, serta payudara
bagi wanita kendur.
c) Bagian persendian : pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Kaki menjadi kendur dan
pembuluh darah balik menonjol, terutama ada di sekitar pergelangan
kaki.Tangan menjadi kurus kering dan pembuluh vena di sepanjang
bagian belakang tangan menonjol.Kaki membesar karena otot – otot
mengendur, timbul benjolan – benjolan, serta ibu jari membengkak
dan bisa meradang serta timbul kelosis.Kuku tangan dan kaki
menebal, mengeras dan mengapur.
Beberapa kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan oleh Muhith
& Siyoto (2016) di antaranya adalah sebagai berikut :
a) Kulit : kulit berubah menjadi lebih tipis, kering keriput, dan
elastisitas menurun, dengan demikian, fungsi kulit sebagai penyekat
suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman terganggu.
b) Rambut : rontok, warna menjadi putih, kering, dan tidak mengilap.
Ini berkaitan dengan perubahan degeneratif kulit.
c) Otot : jumlah sel otot berkurang, ukurannya mengecil atau terjadi
atrofi sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara
keseluruhan menyusut, fungsinya menurun, serta kekuatannya
berkurang.
d) Jantung dan Pembuluh Darah : pada usia lanjut kekuatan mesin
pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting khusus
di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intima menjadi
kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes melitus, kadarkolesterol
tinggi, serta hal lain yang memudahkan timbulnya penggumpalan
darah dan trombosis.

12
e) Tulang : pada proses menua, kadar kapur (kalsium) dalam tulang
menurun, akibatnya tulang menjadi keropos (osteoporosis) dan
mudah patah.
f) Seks : produksi hormon seks pada pria dan wanita menurun dengan
bertambahnya umur.
Menurut Muhith & Siyoto (2016) menjadi tua bukanlah suatu penyakit
atau sakit, tetapi suatu proses perubahan di mana kepekaan bertambah
atau batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering
dikenal geriatric giant,dimana lansia akan mengalamiyaitu imobilisasi ;
instabilitas (mudah jatuh); intelektualitas terganggu (demensia) ; isolasi
(depresi) ; inkontenensia; impotensi; imunodefisiensi; infeksi mudah
terjadi; impaksi (konstipasi); iatrogenesis (kesalahan diagnosis);
insomnia; impairment of (gangguan pada); pengliahatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, komunikasi,dan intergeritas kulit, inaniation
(malnutrisi).
3) Perubahan umum panca indera lansia
a) Sistem penglihatan : ada penurunan yang konsisten dalam
kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang
rendah serta menurunnya sesitivitas terhadap warna. Orang berusia
lanjut pada umumnya menderita presbiop atau tidak dapat melihat
jarak jauh dengan jelas yang terjadi karena elastisitas lensa mata
berkurang.
b) Sistem pendengaran: orang berusia lanjut kehilangan kemampuan
mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi sebagai akibat dari
berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya pertumbuhan organ
basal yang mengakibatkan matinya rumah siput dalam telinga.
Mereka pada umumnya tetap dapat mendengar pada suara rendah
daripada nada C sejelas orang yang lebih muda.Menurut
pengalaman, pria cenderung lebih banyak kehilangan pendengaran
pada masa tuanya dibandingkan wanita.
c) Sistem perasa : perubahan penting dalam alat perasa pada usia lanjut
adalah sebagai akibat dari berhentinyapertumbuhan tunas perasa

13
yang terletak di lidah dan di permukaan bagian dalam pipi. Saraf
perasa yang berhenti tunbuh ini semakin bertambah banyak sejalan
dengan bertambahnya usia. Selain itu, terjadi penurunan sensitivitas
papil – papil pengecap terutama terhadap rasa manis dan asin.
d) Sistem penciuman: daya penciuman menjadi kurang tajam sejalan
dengan bertambahnya usia, sebagaian karena pertumbuhan sel di
dalam hidung berhenti dan sebagaian lagi karena semakin lebatnya
bulu rambut di lubang hidung.
e) Sistem peraba: kulit menjadi semakin kering dan keras, maka indera
peraba di kulit semakin peka. Sensitivitas terhadap sakit dapat terjadi
akibat penurunan ketahanan terhadap rasa sakit.Rasa sakit tersebut
berbeda untuk setiap bagian tubuh. Bagian tubuh yang ketahanannya
sangat menurun, antara lain adalah bagian dahi dan tangan,
sedangkan pada kaki tidak seburuk kedua organ tersebut.
4) Perubahan umum kemampuan motorik pada lansia
a) Kekuatan motorik : penurunan kekuatan yang paling nyata adalah
pada kelenturan otot –otot tangan bagian depan dan otot – otot yang
menopang tegaknya tubuh. Orang berusia lanjut lebih cepat merasa
lelah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri
dari keletihan dibanding orang yang lebih muda.
b) Kecepatan motorik: penurunan kecepatan dalam bergerak bagi lansia
dapat dilihat dari tes terhadap waktu, reaksi dan keterampilan dalam
bergera seperti dalam menulis. Kecepatan dalam bergerak tampak
sangat menurun setelah usia 60-an.
c) Belajar keterampilan baru: bahkan pada orang berusia lanjut percaya
bahwa belajar keterampilan baru akan menguntungkan pribadi
mereka,mereka lebih lambat dalam belajar dibanding orang yang
lebih muda dan hasil akhirnya cenderung kurang memuaskan.
d) Kekakuan motorik: lansia cenderung menjadi canggung dan kaku.
Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya
tertumpah dan terjatuh.Lansia melakukan sesuatu dengan tidak hati –
hati dan dikerjakan secara tidak teratur.Kerusakan dalam

14
keterampilan yang telah dipelajari. Keterampilan yang lebih dulu
dipelajari justru lebih sulit dilupakan dan keterampilan yang baru
dipelajari lebih cepat dilupakan [ CITATION Muh16 \l 1033 ]
2.1.3 Konsep Interaksi Sosial
1. Pengertian
Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang
dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok
manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama, tetapi juga berbentuk
tindakan, persaingan dan sejenisnya. (Basrowi, 2015)
Interaksi sosial adalh berbagai hubungan sosial yang berkaitan dengan
hubungan antar individu, antar individu dengan kelompok. Jika tidak ada
interaksi sosial, maka dunia ini tidak ada kehidupan bersaing. Interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana
kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. (Salamudin, 2018)
2. Syarat-syarat Interaksi Sosial
a. Kontak Sosial
Kontak sosial adalah aksi kelompok atau individu yang diwujudkan dalam
bentuk isyarat dan mempunyai makna untuk penerima dan pelaku. Penerima
akan membalas aksi dengan reaksi. Kontak sosial dapat dibedakan sebagai
berikut :
1) Berdasarkan cara : yakni dengan kontak langsung dan tidak langsung.
Kontak langsung terjadi dari sentuhan fisik seperti bahasa isyarat,
tersenyum, dan berbicara. Sedangkan kontak tidak langsung dilakukan
dengan media tertentu seperti surat, telegram, televisi, radio, dan lain
sebagainya.
2) Berdasarkan sifat : ada tiga macam yaitu kontak kelompok dengan
kelompok, individu dengan kelompok, dan antar individu dengan
kelompok. Kontak antar individu dapat dilihat saat seorang anak sedang
belajar tentang kebiasaan yang dilakukan oleh keluarganya. Kontak
kelompok dengan kelompok dapat dilihat saat pertandingan sepak bola

15
antar siswa. Kontak antar individu dengan kelompok dapat dilihat saat
guru mengajar murid di kelas.
3) Berdasarkan bentuk : kontak mempunyai dua macam bentuk yakni kontak
negatif dan positif. Kontak positif hanya terjadi pada kerja sama. Hal ini
dapat dilihat saat penjual melayani pembeli dengan baik. Kontak negatif
hanya terjadi pada petentangan dan dapat memutuskan interaksi seperti
perang.
4) Berdasarkan tingkat hubungan : dari tingkat hubungan, kontak dibagi
menjadi kontak primer dan sekunder. Kontak primer dapat terjadi saat
orang tersebut langsung bertemu. Contohnya adalah melempar senyum,
berjabat tangan. Sedangkan kontak sekunder hanya terjadi melalui media
atau berupa alat atau orang. Kontak ini dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Misalnya saat annda berbicara melalui telepon
[ CITATION Sal18 \l 1033 ].
b. Komunikasi
Lansia juga harus berkomunikasi saat melakukan interaksi. Komunikasi
adalah pembacaan perasaan atau gerak-geraik fisik. Kemudian akan muncul
ungkapan perasaan dan sikap seperti menolak, takut, ragu, senang dan lain
sebagainya. Komunikasi mempunyai empat unsur yang terdiri dari :
1) Pengirim : orang yang mengirimkan pesan kepada orang lain dan bisa
disebut sebagai kommunikator.
2) Penerima : orang yang menerima pesan dari pengirim kepada penerima.
3) Pesan : informasi yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima.
4) Media : sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
tersebut. Media terdiri dari empat kelompok yaitu media massa, media
publik, media kelompok, dan media antar pribadi.
5) Feed back : reaksi yang dilakukan penerima terhadap pesan yang sudah
diterima.
3. Jenis-jenis Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai berbagai macam bentuk dan dikelompokkan
berdasarkan bentuk, cara, dan subjek.
a. Interaksi Sosial Individu dengan Individu

16
Interaksi ketika dua individu bertemu secara langsung dan melakukan
interaksi satu sama lain walaupun itu dalam bentuk yang sederhana seperti
saling menyapa, tersenyum ketika berpapasan dijalan.
b. Interaksi Kelompok dan Kelompok
Interaksi ketika dua kelompok yang berbeda saling bertemu. Komunikasi
yang terjalin bukan lagi berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pribadi
melainkan kepentingan kelompok.
c. Interaksi Individu dan Kelompok
Interaksi dimana seseorang berkomunikasi dengan sekelompok orang atau
lebih dari tiga orang.
4. Macam-macam Bentuk Interaksi Sosial
a. Bentuk Interaksi Sosial Asosiatif
Asosiatif adalah hasil dari hubungan positif dan dapat menghasilkan
persatuan. Berikut adalah macam-macam interaksi sosial asosiatif :
1) Kooperasi : usaha bersama yang dilakukan orang-orang untuk tujuan
bersama. Dalam kerja sama tersebut, orang-orang akan saling mendukung
bersinergi, dan saling membantu.
2) Akomodasi : apabila masyarakat mematuhi semua norma yang berlaku
diwilayahnya. Maka hal ini disebut sebagai akomodasi. Bentuknya adalah
eliminasi, segregasi, adjudikasi, konsiliasi, mediasi, kompromi, dan koersi.
Tujuannya adalah menyatukan pemahaman dari berbagai kelompok
tersebut sehingga tidak ada yang bertikai.
3) Asimilasi : pelaburan dua kebudayaan berbeda dan menjadi satu
kebudyaan baru untuk tujuan bersama.
4) Akulturasi : mirip dengan asimilasi namun kebudayaan asli dari kelompok
tersebut masih ada. Dua budaya berpadu menghasilkan budaya baru tanpa
membuat budaya asli hilang.
b. Bentuk Interaksi Sosial Disosiatif
Disosiatif adalah hasil hubungan negatif dan dapat menimbulkan perpecahan.
Berikut ini adalah macam-macam interaksi sosial disosatif :
1) Oposisi : kelompok atau individu yang menyalahkan dan menentang yang
sudah lama dan pelakunya disebut sebagai oposan.

17
2) Kompetisi : usaha yang dilakukan untuk meraih prestasi dan menentukan
yang terbaik.
3) Kontravensi : ini berada di tengah-tengah antara kompetisi dan oposisi.
Hal ini membuat individu merasa bimbang karena ketidakpastian dari
individu lain atau menyembunyikan perasaannya karena individu lain.
5. Ciri-ciri Interaksi Sosial
Adapun interaksimemiliki ciri-ciri yang diantaranya adalah :
a. Ada perilaku dengan jumlah lebih dari satu orang.
b. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
c. Ada dimendi waktu (lampau, kini atau masa mendatang) yang menentukan
sifat, aksi yang sedang berlangsung.
d. Memiliki tujuan yang tertentu.

18
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 KerangkaKonseptual
Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Faktor yang Faktor yang Game kolaborasi
mempengaruhi mempengaruhi interaksi untuk
game kolaborasi sosial : meningkatkan
a. Bersosialisasi
a. Faktor imitasi interaksi sosial
b. Hubungan antar
para lansia b. Faktor sugesti pada lansia
c. Kerjasama antar c. Faktor identifikasi
lansia d. Faktor simpati
d. Rasa kesepian e. Faktor empati
dan bosan

Keterangan :
: yang tidak diteliti
: yang diteliti
: mempengaruhi

Gambar 3.1: kerangka konseptual tentang pengaruh game kolaborasi terhadap


interaksi sosial pada lansia di Panti Werdha Surabaya.

Faktor yang mempengaruhi game kolaborasi : bersosialisasi, hubungan antar


para lansia, kerjasama antar lansia, rasa kesepian dan bosan. Faktor yang
mempengaruhui interaksi sosial : faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi,
faktor simpati, faktor empati.
3.2 Hipotesis penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh antara game kolaborasi
dengan interaksi sosial untuk meningkatkan komunikasi para lansia di Panti
Werdha Surabaya”.

19
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat Analitik yaitu penelitian yang mengkaji pengaruh
antara variabel bebas dan tergantung. Penelitian ini menggunakan rancangan
cross sectional.
4.2 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang selalu merasa
kesepian dan kurangnya interaksi sosial terhadap para lansia di Panti Werdha
Surabaya, sebanyak 20 orang.
4.3 Sampel, Besar Sampel, Cara Pengambilan Sampel
4.3.1 Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian lansia yang merasa kesepian dan
kurangnya interaksi sosial di Panti Werdha Surabaya.
4.3.2 Besar Sampel
Besar sampel adalah banyaknya lansia yang akan di jadikan sampel. Peneliti
menentukan besar sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
N
n= 2
1+ N ( d )
Keterangan :
n = perkiraan jumlah sampel
N = perkiraan besar populasi
d = tingkat kesalahan yang dipakai (d = 0,05)
Dengan perhitungan :
N
n=
1+ N ( d )2
20
n= 2
1+20 ( 0,05 )

20
20
n=
1+20 ( 0,0025 )
20
n=
1+0,05
= 19,0
Jadi, besar sampel ada 19 responden.
4.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan Non Probability Sampling dengan purposive
Sampling. populasi yang akan digunakan menjadi sampel. Peneliti akan memilih
lansia yang masih bisa untuk diajak komunikasi secara pelan-pelan supaya tidak
menyulitkan peneliti dan lansia di Panti Werdha Surabaya.
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Panti Werdha Surabaya. Adapun alasan
pemilihan lokasi tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Di Panti Werdha Surabaya masih di jumpai lansia yang kurang berinteraksi
dengan lansia lain, dan selalu merasa kesepian walaupun sudah banyak lansia
dan petugas kesehatan yang menghibur.
b. Peneliti pernah Praktik Kerja Lapangan di Panti Werdha Surabaya.
4.4.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-April 2020.
4.5 Kerangka Operasional Penelitian

Populasi
Seluruh lansia yang selalu merasa kesepian dan kurangnya interaksi sosial
terhadap para lansia di Panti Werdha Surabaya, sebanyak 20 orang.

Teknik Sampling
Non Probability Sampling dengan purposive Sampling.

Sampel
Lansia yang menderita tekanan darah di Puskesmas Benowo Desa babat
Barat Daya kota Surabaya sebesar 30 responden

21
Pengumpulan Data
Menggunakan sampel yang telah dipilih peneliti

Pengelolaan Data
???????????????????????????????????

Penyajian hasil dan pembahasan

Simpulan dan saran

Gambar 4.1 : Kerangka Operasional Pengaruh Game Kolaorasi Terhadap


Interaksi Sosial Pada Lansia Di Panti Werdha Surabaya.

4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


4.6.1 Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh game kolaborasi.
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah interaksi sosial pada lansia.
4.6.2 Definisi Operasional
Tabel 6.1: Definisi Operasional Pengaruh Game Kolaborasi Terhadap Interaksi
Sosial Pada Lansia Di Panti Werdha Surabaya.
Variabel Definisi operasional Kategori dan Kriteria
Variabel Game kolaborasi disusun 1. Interaksi sosial baik, jika
Independen dengan sistem lansia tidak keberatan untuk
pengaruh pengelompokkan, pemolaan, mengikuti game kolaborasi
game pengurutan, dan dengan para lansia.
kolaborasi penghubungan, permainan 2. Interaksi sosial cukup, jika
sederhana diciptakan dan lansia mengikuti game

22
dimulai diterapkan melalui kolaborasi hanya setengah
beberapa program di Panti game saja.
Werdha Surabaya untuk 3. Interaksi sosial kurang, jika
membantu lansia lansia tidak ingin mengikuti
meningkatkan ingatan dan game kolaborasi, dan tidak
meningkatkan interaksi sosial ingin didekati dengan lansia
terhadap para lansia. lannya.

Variabel Adalah hubungan dinamis Interaksi sosial baik jika para


Dependen yang mempertemukan orang lansia mampu meningkatkan
interaksi dengan orang, kelompok interaksi sosial antar para
sosial pada dengan kelompok, maupun lansia. (Kode 1)
lansia orang dengan kelompok Interaksi tidak baik jika para
manusia. Bentuknya tidak lansia tetap tidak ingin
hanya bersifat kerjasama, berkomunikasi dan
tetapi juga berbentuk tindakan, berinteraksi dengan para lansia
persaingan dan sejenisnya. lainnya. (Kode 2)

4.7 Instrumen penelitian dan Cara Pengumpulan Data


4.7.1 Instrumen Penelitian
??????????????????????????????????????????????????
4.7.2 Cara Pengumpulan Data
Berikut ini tahap-tahap pengumpulan data yaitu :
a. Peneliti memperoleh surat izin penelitian dari Institusi Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya yang ditujukan kepada Panti Werdha Surabaya.
b. Setelah memperoleh izin dari Panti Werdha Surabaya, peneliti menuju ke
subjek penelitian. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan dan sifat
keikutsertaan subjek peneliti untuk menjadi responden dalam penelitian. Bagi
yang setuju untuk di jadikan responden di berikan lembar informed consent.

23
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Data ini menggambarkan kondisi umum di Panti Werdha Surabaya, serta
karakteristik responden yang ada di Panti Werdha Surabaya.
Panti werdha Surabaya terletak di Jalan Ketintang Madya VI / 15 A
Jambangan Surabaya. Bangunan ini menghadap arah barat, dan berbatasan dengan
beberapa daerah yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Jalan Jambangan Baru V
(Pemukiman Warga), sebelah selatan berbatasan dengan bengkel AVO
(Pemukiman Warga), sebelah barat berbatasan dengan Tol Jambangan Baru,
sebelah timur berbatasan dengan Jalan Ketintang Madya VI (Pemukiman Warga).
Sebelumnya panti milik DinSos Pemkot Surabaya ini terletak di Jalan Medokan
Asri Barat X Blok N-19 Surabaya, tetapi karena kapasitas penghuninya semakin
banyak pada bulan Januari 2017. Panti milik DinSos Surabaya pindah ke
Jambangan dengan nama Griya Werdha Jambangan.
Jumlah penghuni panti saat Maret 2018 adalah 124 orang yang
dikategorikan menjadi tiga berdasarkan kemandirian lansia yaitu : lansia mandiri,
lansia parsial (keterbatasan dalam berjalan) dan lansia bedrest.fasilitas yang

24
disediakan berupa kamar tidur yang terpisah antara pria dan wanita dengan kamar
mandi dalam, kamar tidur khusus untuk lansia yang mengalami bedrest, ruang
perawat, ruang sekretariat, musholla, taman, ruang makan yang sekaligus menjadi
ruang serbaguna. Setiap kamar memiliki nama-nama bunga seperti Lavender,
Anggrek, Flamboyan dan lain-lain. Terdiri dari 15 tempat tidur untuk masing-
masing lansia dengan satu kamar mandi di tiap kamarnya.
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Data Umum
a. Karakteristik Berdasarkan Usia
Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Di Panti Werdha
Surabaya Tahun 2020.
No Usia Frekuensi Presentase (%)
1 50-55 6 32 %
2 56-60 8 42,1 %
3 60-65 5 26,3 %
Jumlah 19 100 %
Sumber : Data Primer 2020
Dari tebel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 19 responden sebagian besar
adalah lansia umur 56-60 tahun (42,1 %).
b. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Panti Werdha Surabaya Tahun 2020.
No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
1 Perempuan 11 59 %
2 Laki-laki 8 42%
Jumlah 19 100 %
Sumber : Data Primer 2020
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 19 responden sebagian besar
adalah lansia perempuan (59 %).
c. Karakteristik Berdasarkan Interaksi Sosial
5.2.2 Data Khusus
a. Karekteristik Berdasarkan Tingkat Keinginan Mengikuti Game Kolaborasi
Tabel 5.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keinginan Mengikuti
Game Kolaborasi Tahun 2020.
No Tingkat Keinginan Frekuensi Presentase (%)

25
1 Baik 14 73,6 %
2 Cukup 3 15,7 %
3 Kurang 3 15,7 %
Jumlah 19 100 %
Sumber : Data Primer 2020
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 19 responden sebagian besar
tingkat kenginan mengikuti game kolaborasi adalah baik (73,6 %).
b. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Interaksi Sosial
Tabel 5.4 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Interaksi
Sosial Tahun 2020.
No Interaksi Sosial Frekuensi Presentase (%)
1 Baik 14 73,6 %
2 Cukup 3 15,7 %
3 Kurang 2 10,5 %
Jumlah 19 100 %
Sumber : Data Primer 2020
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 19 responden sebagian besar
tingkat interaksi sosial adalah baik (73,6 %).
c. Hubungan Antara Game Kolaborasi Dengan Interaksi Sosial Pada Lansia
Tabel 5.5 : ?????????????????????????????

26
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
6.1.1 Tingkat Keinginan Mengikuti Game Kolaborasi
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat dari 19 responden sebagain besar tingkat
keinginan mengikuti game kolaborasi adalah baik (73,6 %). Sebagian besar (73,6
%) responden Panti Werdha Surabaya, termasuk dalam kategori baik, jika dilihat
pada tabel 5.1 hampir setengahnya (42,1 %) responden berusia 56-60 tahun. Usia
seseorang mempengaruhi tingkat keinginan mengikuti game kolaborasi, semakin
rendah usia seseorang semakin ingin mengikuti game kolaborasi. Dan semakin
tinggi usia seseorang semakin tidak ingin mengikuti game kolaborasi karena
keterbatasan gerak.
6.1.2 Tingkat Interaksi Sosial
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat dari 19 responden sebagian besar tingkat
interaksi sosial adalah baik (73,6 %). Sebagian besar (73,6 %) responden Panti
Werdha Surabaya, termasuk dalam kategori baik, jika dilihat pada tabel 5.1
terdapat lansia yang berumur 60-65 tahun (26,3 %). Usia seseorang
mempengaruhi tingkat interaksi sosial antar lansia di Panti Werdha Surabaya.

27
Semakin rendah usia seseorang semakin ingin berinteraksi sosial dengan lansia
lainnya. Dan semakin tinggi usia seseorang semakin tidak ingin berinteraksi sosial
dengan lansia lain karena kebanyakan lansia akan berdiam diri dikamar.
6.1.3 Hubungan Antara Game Kolaborasi Dengan Interaksi Sosial Pada Lansia
??????????????????????????
6.2 Keterbatasan Penelitian
?????????????????????

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang dapat di ambil dari penelitian tentang pengaruh game
kolaborasi terhadap interaksi sosial pada lansia di Panti Werdha Surabaya yaitu :
a. Game kolaborasi pada lansia di Panti Werdha Surabaya beberapa ada yang
tidak berminat.
b. Interaksi sosial pada para lansia di Panti Werdha Surabaya sebagian besar
lebih komunikatif dengan baik sesudah mengikuti game kolaborasi.
c. Ada hubunagn antara game kolaborasi dengan interaksi sosial pada lansia di
Panti Werdha Surabaya.
7.2 Saran
Peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Bagi Lansia
Hendaknya meningkatkan komunikasi antar para lansia di Panti Werdha
Surabaya, agar lansia tersebut tidak selalu merasa kesepian dan bosan berada
di Panti.
b. Bagi Petugas Kesehatan

28
Diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dengan cara
meningkatkan produktifitas lansia di Panti Werdha Surabaya seperti
memberikan keterampilan, mengadakan kegiatan yang positif.
c. Bagi Peneliti Yang Lain
Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini, khususnya lebih ke
interaksi sosial dan meningkatkan kualitas hidup para lansia.

29
DAFTAR PUSTAKA
XAndesty, D. & Syahrul, F., 2018. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kualitas
Hidup Lansia di Unit Pelayanan Terpadu (UPTD) Griya Werdha Kota
Surabaya Tahun 2017. Public Health, pp. 169-180.

Andika, F., 2020. Angka Gamer Lansia Makin Banyak Setiap Tahunnya di
Amerika Serikat. [Online]
Available at: https://www.indozone.id/game/Z8sx49/angka-gamer-lansia-
makin-banyak-setiap-tahunnya-di-amerika-serikat
[Accessed 29 Maret 2020].

Dewi, S. R., 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Martina, A., Wibhawa, B. & Budiarti S, M., 2016. Interaksi Sosial Lansia di
Badan Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Dengan Keluarga.
Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, pp. 1-154.

Maryam, R. S. et al., 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika.

Muhith, A. & Siyoto, S., 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


CV ANDI OFFSET.

Ngu, R., 2018. "Olahraga Otak" : Permainan Sederhana Untuk Para Lansia.
[Online]
Available at: https://today.mims.com/olahraga-otak-permainan-sederhana-
untuk-para-lansia
[Accessed 29 Maret 2020].

Salamadian, 2018. Interaksi Sosial : Pengertian, Syarat, Macam-macam, Contoh


dan Gambarnya. [Online]
Available at: https://salamadian.com/pengertian-interaksi-sosial/
[Accessed 29 Maret 2020].

30
31

Anda mungkin juga menyukai