Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda.Namun, Islam memiliki


aturan politik yang bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an memang aturan politik tidak
disebutkan, tetapi sistem politik pada jaman Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.

Indonesia adalah sebuah negara Islam terbesar di dunia, namun bila dikatakan negara
Islam, dalam prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam sistem  pemerintahan baik itu politik
maupun demokrasinya. Hal itu berpengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia di
Indonesia, terutama pada sistem yang  berlaku dalam pemerintahan Indonesia. Contoh kecil
adalah maraknya korupsi yang dikarenakan kurang transparannya pemerintahan di indonesia.
Hal tersebut di atas membuat penulis membahas tentang Islam dalam aspek politik dan
demokrasi dalam suatu negara dalam makalah ini. Disini kita akan membahas tentang peranan
agama Islam dalam perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi
berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah SAW.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan, yaitu :

1. Apa konsep politik dalam islam ?


2. Apa sistem khilafah dalam islam ?
3. Apa nilai dasar dalam politik islam ?
4. Apa kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai  berikut :

1. Mengetahui konsep politik dalam islam.


2. Mengetahui sistem khilafah dalam islam.
3. Mengetahui nilai dasar dalam politik islam.
4. Mengetahui kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Politik Islam

Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani Politicos, artinya
sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari
kata polis maknanya kota (Daud Ali, 1998:167). Menurut Kamus Litre (1987) politik adalah
ilmu memerintah dan mengatur negara. Sedangkan dalam kamus Robert (1962) politik adalah
seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia ( Maurice Douferg dalam Tijan Abdul Qadir
Hamid, 2001: 3).

Dalam bahasa Arab politik disebut siyasah, sehingga dalam istilah keislaman politik identik
dengan kata tersebut. Secara etimologis siyasah artinya mengatur, aturan dan keteraturan. Fiqih
siyasah adalah hukum Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Politik sendiri
artinya segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan
suatu negara, dan kebijakan suatu negara terhadap negara lain. Politik juga berarti kebijakan atau
cara bertindak suatu negara dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa perkataan politik meliputi kebijakan yang mengatur segala urusan dalam
negeri dan luar negeri dari sebuah pemerintahan.

Menyebut kata politik, niscaya terlintas di benak kita tentang perebutan kekuasaan,
keculasan, kecurangan saling jegal dan segala predikat buruk-sekedar untuk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan. Semua bayangan itu, muncul karena memang budaya politik yang
ditampakkan oleh para elite politik selama ini adalah seperti itu. Bagi masyarakat awam saat
membincangkan politik, maka hanya terbayang tentang kampanye, partai politik, pemerintahan,
Pemilu, kartu suara dan instrumen lainnya.

Sementara dalam Islam konsep politik adalah konsep yang menyeluruh, komprehensif,
integral-serta bukan hanya masalah kekuasaan belaka. Islam memandang politik sebagai sebuah
“cara” dan bukan “tujuan”. Konsep ini didasari oleh akidah yang kokoh dengan berpegang pada
manhaj yang pernah ditempuh oleh Rasul, shahabat, dan para tabi’in.

2
Berpijak pada pengertian yang benar, maka politik (siyâsah) tidak akan lepas dari da’wah.
Dua sisi mata uang ini jika salah satu dilepaskan maka koin tak lagi berharga. Antara politik dan
dakwah dalam kacamata Islam akan selalu bergandeng. Dalam kaitannya dengan dakwah,
siyâsah adalah sebagai alat (wasîlah). Makna da’wah secara bahasa adalah an tumîla al-sysyai-a
ilaika (usahamu untuk mencenderungkan, mencondongkan atau menarik sesuatu kepadamu),
sedangkan siyâsah adalah al-qiyâmu ‘ala al-sysyai-i bimâ yushlîhuhu (menangani sesuatu
dengan cara-cara yang dapat memperbaiki sesuatu itu).

Sehingga hubungan antara siyâsah dan da’wah adalah hubungan antara cara dan sasaran (al-
wasîlah wa al-hadaf). Disinilah muncul istilah siyâsah al-da’wah yang berarti al-istighlal ‘ala
amtsal lajâmi’i mashâdir al-quwwah fi tahqiqi ahdaf al-da’wah (upaya pendayagunaan berbagai
sumber kekuatan dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan dakwah).

Dalam kerangka pandang ini, perjuangan Islam—dimaknai sebagai dakwah[1]—harus


mengambil pola struktural. Karena alat pengambilan kebijakan berangkat dari logika politik.
Terlebih mengingat pesan Imam ‘Ali ra, bahwa “kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan
kebaikan yang tidak terorganisir.”

Konsep Dasarnya sebagai berikut :

Konsep pertama adalah mengenai imâmah (kepemimpinan). Pengangkatan pemimpin yang


amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep politik Islam yang pokok. Para
ulama mengatakan bahwa al-Nisa: 58 di atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan
(waliyy al-amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya. Ayat berikutnya,

Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil
amri dari golonganmu! Kemudian jika engkau berselisih dalam masalah sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah
dan Hari Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.

Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam hal pembagian,
putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil amri itu gugur (tidak berlaku) bila mereka

3
memerintahkan rakyatnya berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, “tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khâliq).”[2]

Konsep kedua adalah syûrâ (konsultasi) atau musyawarah. Allah berfirman di dalam al-
Quran,

Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepadanya. (Ali Imran: 159).

Konsep ini menuntun bagi sebuah proses pengambilan keputusan atau kebijakan dari seorang
pemimpin dl menjalankan pemerintahannya. Syûrâ—di bawah akan saya komparasikan dengan
konsep demokrasi—menjadi ruh yang sangat penting bagi partisipasi ummat dalam penentuan
kebijakan.

Konsep ketiga mengenai ‘adalah (keadilan). Allah berfirman di dalam al-Quran,

Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan” [al-Nahl: 90].

Keadilan dan kesetimbangan (balance) dalam menentukan kebijakan merupakan prinsip yang
dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam mengedepankan keadilan dalam inti ajarannya.

4
2.2 Khilafah dalam Islam

Khilafah berasal dari kata al-khalfu – khalafa – yakhlufu yang berarti belakang lalu
berkembang menjadi khalfun, kholifah, Khilafah, khalaif, dan khulafa. Didalamnya terkandung
makna pengganti generasi, pemimpin dan pewaris bumi. Kha-la-fa dalam arti kepemimpinan
terdapat dalam Al-Qur’an dengan makna generasi pengganti (QS Al-Araf : 69, QS Maryam : 59).
Suksesi generasi dan kepemimpinan (QS Al An’am : 165, QS Yunus : 14 dan 73, QS Al-
Fatir:39). Setelah memaparkan berbagai dalil Syekh Abdul Majid Al-Khalidi mendefinisikan
Khilafah secara syar’i adalah “Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi kaum
muslimin secara keseluruhan didunia untuk menegakkan hukum-hukum syara serta mengemban
dakwah Islam keseluruh dunia” (Qowaid Nidzam Al-hukum fii Al Islam hal 238)
Jama’ah atau Khilafah menurut Syekh Abdul Qodir Hasan Baraja adalah wadah bagi kehidupan
bersama seluruh kaum muslimin dimuka bumi untuk melaksanakan ajaran Islam dengan seorang
Imam/Kholifah/Amirul mukminin sebagai pemimpin (Gambaran Global Pemerintahan Islam hal
73).

Berkhilafah berarti kita melaksanakan kewajiban beruIil amri minkum. Allah SWT
mewajibkan setiap orang beriman untuk taat kepada Alloh, Rasulullah, dan Ulil amri minkum.
Sebagaimana firman-Nya ( Q.S. 4 : 59 )

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Ketika Rasulullah masih hidup ulil amri kaum muslimin adalah Rosulullah saw, dan
setelah Rasulullulah SAW wafat, ulil amri kaum muslimin adalah Kholifah Abu Bakar Ash
Shiddiq ra, setelah beliau wafat digantikan oleh Umar bin Khotob ra sebagai Kholifah atau
Amirul mu’minin dan seterusnya. Jadi menurut praktek Rasulullah saw dan para sahabatnya,
bahwa ulil amri minkum setelah Rasullulah tiada adalah para kholifah atau amirul muminin.
(Sebaik-baik tafsir Al Qur’an adalah yang telah dipraktekan oleh Rasululullah saw dan para
sahabatnya). Selanjutnya data dan fakta sejarah menunjukan bahwa, berabad-abad kepemimpan

5
kaum muslimin senantiasa di pegang oleh para Kholifah/Amirul Muminin, (lihat daftar nama
urutan nama para Kholifah seterlah wafatnya Rasullullah saw).

2.3 Nilai Dasar Politik dalam Islam

Nilai dasar politik Islam yang dimaksud di sini adalah sebuah nilai dasar politik yang
menjadi dasar atau pijakan terhadap suatu pemerintahan berbasis Islam. Politik biasanya
diimplementasikan dalam lembaga pemerintahan, sehingga nilai dasar politik dalam
pemerintahan Islam dibagi ke dalam beberapa prinsip dasar, antara lain sebagai berikut:

1. Prinsip amanah
Prinsip amanah  (acountability) adalah bahwa kekuasaan yang dimiliki pemerintah
merupakan amanah yang diberikan Allah SWT melalui transisi birokrasi. Oleh karena itu,
perilaku politik pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan secara politis dan spiritual
religius kepada Allah. Dengan demikian kekuasaan pemerintah tidaklah absolut melainkan
proporsional.

2. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan (justice oriented) memiliki arti bahwa kekuasaan menjalankan roda
pemerintahan harus mengacu pada prinsip keadilan. Setiap aturan pemerintah yang berkaitan
dengan pelaksanaan kekuasaannya berorientasi pada terwujudnya keadilan.

3. Prinsip kerakyatan
Prinsip kerakyatan (civil oriented) berarti bahwa aktualisasi kekuasaan yang di miliki
oleh pemerintah harus selalu mengacu pada kepentingan rakyat. Pemerintah menerima amanat
kekuasaan dari rakyat maka segala kekuasaan pemerintahannya harus di orientasikan pada
kepentingan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, teologi ekonomi dan fiqih ekonomi yang
dikembangkan pemerintah juga haruslah teologi ekonomi dan fiqih ekonomi kerakyatan, bukan
kapitalistis. Prinsip-prinsip politik pemerintahan sebagaimana dijelaskan dapat ditegaskan bahwa
politik pemerintahan Islam harus mengacu pada prinsip amamah, keadilan, kerakyatan, dan total
quality.

6
Nilai dasar politik dalam islam juga terdapat pada Al-Qur’an dan Hadist :

A.    Al-Qur’an

1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat.

   “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku
adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-Mu’minun:52). 

2. Kemestian bermuayawarah dalam menyelesaikan masalah ijtihadiyah.

   “Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-
Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (Al-Syura: 38)

  “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran : 159).

3. Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Al-Nisa : 58).

4. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Uli al-Amri 

“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Al-Nisa : 59).

7
5. Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam Masyarakat Islam 

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan
antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia
telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil;
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Al-Hujurat : 9).

6. Kemestian mempertahan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi 

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (Al-Baqarah : 190).

7. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan 

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (al-Anfal :
61).

8. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-
kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi
dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). [Al-Anfal : 60].

9. Keharusan menepati janji 

Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat. (Al-Nahl : 91).

8
10. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Al-Hujurat : 13).

11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Al-Hasyr : 7).

B.     Al-Hadits

1.      Keharusan mengangkat pemimpin 

Dari Abu Hurairah r.a. telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila tiga orang keluar untuk
bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka”. (H.R.
Abu Dawud)

Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh bagi orang
yang berada di ttempat terbuka di muka bumi ini, kecuali salah seorang  diantara mereka
menjadi pemimpinnya” . (H.R. Ahmad).

2.      Kemestian pemimpin untuk bertanggung jawab atas kepemimpinannya.

Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Rasulullah saw. : “Setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi

9
pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab
atas rumah tangganya”. (H.R. Bukhari dan Muslim). 

3.      Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan timbal balik
antara pemimpin dengan pengikut. 

Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah saw. : “pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendo’akan kamu dan kamu mendo’akan
mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka
membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.” (H.R. Muslim).

4.      Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai. 

Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya pemimpin itu ibarat perisai
yang dibaliknya digunakan untuk berperang dan berlindung. Apabila pemimpin memerintah
berdasarkan ketakwaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka baginya ada
pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas” . (H.R.
Muslim).

5.Kemestian pemimpin untuk berlaku adil. 

Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw.: “Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah
swt. dibawah naungan-Nya pada hari kiamat dan tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yang
pertama adalah imam yang adil … “. (H.R. Bukhari Muslim).

2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional

Kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional tidak bias dipandang sebelah mata.
Disetiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, islam selalu punya pengaruhyang besar.
Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinyakerajaan-kerajaan hingga saat ini,
pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat islam.

Salah satu penyebabnya adalah karena umat islam menjadi penduduk mayoritas bangsa
ini. Selain itu, dalam ajaran islam sangat dianjurkan agar senantiasa memberikan kontribusi

10
sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi
sarana penting bagi umat Islam agar bias memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Sekarang mari
kita amati kontribusi umat islam dalam perpoliyikan nasional disetiap era / masa bangsa ini :

1. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya


Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh
sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar.
Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia
baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang
menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan
dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin
Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai
nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di
atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya
bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian,
pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
3. Era Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara.
Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam.
Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik
Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup
dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum
subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia
politik.
4. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk
menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para

11
pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi
adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama. 

Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga
muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat
Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.Umat Islam mulai kembali
memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam
selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas.
Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. 

Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai
politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk
terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di
wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-
pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang
tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik. Politik
Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan bahwa politik
merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut
berupa pedoman keyakinan hukum dengan menjalankan amanah dan menetapkan hukum
secara adil atau dikatakan dapat bertanggung jawab.

3.2 Saran

Sebaiknya para pemimpin yang ada di Indonesia baik itu presiden ataupun
pemimpin-pemimpin yang ada didaerah bawah, menggunakan sistem politik Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadist. Dari sinilah rakyat Indonesia akan hidup rukun dan
makmur.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://zakigerilyawan.wordpress.com/2009/06/20/konsep-dasar-politik-islam/

http://khilafatulmuslimin.com/mau-tahu-apa-itu-khilafah/

http://www.islamcendekia.com/2014/04/nilai-dasar-politik-islam.html

http://st287586.sitekno.com/article/10333/nilainilai-dasar-politik-dalam-islam.html

http://mei133.student.unidar.ac.id/2014/07/kontribusi-umat-islam-dalam.html

14

Anda mungkin juga menyukai