Anda di halaman 1dari 10

Cara Efektif Penanggulangan Daerah Rawan Longsoran

Khususnya Negara Indonesia Akibat Banyaknya


Pegunungan dan Tingginya Curah Hujan
Oleh : Septiani Hasaniati Putri (41118110007)

Longsor menurut Noor (2006), pergerakan tanah berupa longsoran


dari massa batuan atau tanah adalah proses perpindahan suatu massa
batuan atau tanah akibat gaya gravitasi. Adanya gerakan tanah pada
wilayah pemukiman yang dibangun di daerah perbukitan yang kurang
memperhatikan kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses geologi
yang memungkinkan terjadi sering menimbulkan kerusakan bangunan,
rumah, dan fasilitas umum.
Proses terjadinya longsor apabila suatu wilayah dengan kelerengan
yang curam (> 45%), pada bagian bawah permukaan tanah tersebut
bersifat kedap air yang dapat berperan sebagai bidang luncur (Harjadi,
2013). Sebelum terjadinya longsor, biasanya didahului dengan curah
hujan yang tinggi (>300 mm) selama tiga hari berturut-turut, air hujan yang
jatuh masuk ke dalam pori-pori tanah di atas lapisan batuan kedap
sehingga tekanan tanah terhadap lereng meningkat (Paimin, dkk., 2009).
Selanjutnya longsor terjadi jika tahanan geser massa tanah atau batuan
lebih kecil dari tekanan geser pada sepanjang bidang longsoran yang
disebabkan oleh adanya peningkatan kejenuhan air tanah (Pakasi, dkk.,
2015). Oleh karena itu, longsor dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor
pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.

Dibandingkan dengan erosi, kejadian longsor sering memberikan


dampak yang bersifat langsung dalam waktu yang singkat dan menjadi
bencana. Hal ini dikarenakan proses pelepasan, pengangkutan dan
pergerakannya berlangsung dalam waktu yang cepat dengan material
yang jauh lebih besar atau lebih banyak jika dibandingkan dengan
kejadian erosi.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang sering
mengalami bencana ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
( BNPB) menyatakan bahwa telah terjadi 1.538 kejadian bencana di
Indonesia selama 2019, terhitung sejak 1 Januari hingga 30 April. Jumlah
bencana ini mengakibatkan 325 orang meninggal, 113 orang hilang, 1.439
orang luka-luka, dan sebanyak 996.143 orang mengungsi dan menderita.
Salah satu daerah yang mengalami bencana longsor yaitu Kampung
Palasari, Desa Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten
Tasikmalaya pada 28 Februari 2020 yang dipicu intensitas curah hujan
yang tinggi yang terjadi selama kurang lebih dua hari berturut-turut.
Sejumlah daerah di Kabupaten Tasikmalaya juga memiliki potensi
gerakan tanah menengah hingga tinggi sehingga memicu terjadinya tanah
longsor di daerah tersebut. Selain itu, masih banyak daerah yang juga
pernah mengalami bencana ini.

Upaya-upaya antisipasi kejadian longsor dapat dimulai dengan


melakukan identifikasi daerah rawan longsor, melakukan pemetaan
daerah-daerah rawan longsor, menyusun rencana tindak penanggulangan
longsor dan implementasinya di daerah-daerah rawan longsor.
Penanggulangan longsor pada dasarnya adalah pengendalian tata ruang
dan penggunaan lahan serta penguatan tebing pada kawasan-kawasan
yang rentan terhadap bahaya longsor. Pada modul ini akan diberikan
pengetahuan dan pemahaman untuk menyusun upaya-upaya
penanggulanan tanah longsor.

Upaya penanggulangan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu


control work dan restrain work. Control work adalah usaha
penanggulangan longsor dengan mengendalikan faktor penyebab
longsor seperti kemiringan lereng dan air tanah. Kemiringan lereng
dapat dilandaikan dengan melakukan usaha galian dan timbunan,
sedangkan air tanah dapat dikendalikan dengan sistem drainase untuk
mengurangi infiltrasi. Restrain work merupakan usaha menambah
gaya penahan longsor untuk menangani longsor. Konstruksi yang
biasa digunakan untuk menahan longsor yaitu DPT, dinding turap,
angkur maupun pondasi tiang
Beberapa upaya penanggulangan longsor yang dilakukan
pemerintah seperti relokasi daerah rawan longsor, meskipun butuh dana
besar , penanaman pohon, Warning system atau teknologi peringatan
bencana longsor, dan masih banyak lagi.

Proses terjadinya tanah longsor secara singkat yaitu: Pertama, air


yang meresap ke dalam tanah sehingga bobot tanah bertambah. Bila air
tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai
bidang gelincir, tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan
bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Dari proses tersebut, longsor
dapat terjadi bila kestabilan lereng terganggu.
Secara umum, analisis stabilitas lereng dilakukan dengan
menghitung nilai faktor keamanan (SF) daripada lereng (Das, 1998).
Faktor keamanan lereng dapat didefinisikan dengan persamaan
sebagai berikut ini.
dengan,

Dimana bila persamaan tersebut dihubungkan dengan


persamaan hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal
pada kriteria keruntuhan Mohr-Coloumb yaitu,

Maka akan menghasilkan persamaan:


Lereng mulai bergerak pada bidang keruntuhannya apabila nilai
angka keamanan (SF) suatu lereng bernilai 1. Selain itu, faktor yang
dapat mengganggu kestabilan lereng yaitu Gaya Gravitasi

Gambar 1. Gaya pada Bidang Miring

Pada gambar tersebut bidang miring merupakan lereng dengan gaya


gravitasi diuraikan menjadi dua komponen arah yaitu arah sumbu x (wx)
dan sumbu y (wy). wy menahan material agar tetap berada pada
posisinya di atas permukaan lereng disebut dengan gaya pendikular,
sedangkan wx menyebabkan material terlepas dan tertarik sehingga
bergerak turun sejajar lereng disebut dengan tegangan pelepas.

wx = w. sin θ
θ >>, sin θ >> dan cos θ <<
Wy= w. cos θ

Sudut kemiringan lereng bertambah (θ >>) bila lereng tersebut


curam, maka wx juga makin besar sedangkan wy berkurang. Jika wx >
gaya kohesi antara material penyusun permukaan lereng , maka material
tersebut akan bergerak menuruni lereng. Sedangkan bila wx > wy, maka
material akan bergerak menuruni lereng.
Penanggulangan kasus longsor di setiap tempat berbeda. Terdapat
beberapa tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu untuk
memberikan penanggulangan yang tepat untuk longsor di kasus tersebut.
Secara garis besar, tahapan pertama adalah investigasi lapangan untuk
mengetahui kondisi lokasi dan dimensi longsor serta mengambil sampel
tanah di lapangan.Tahap kedua adalah melakukan pengujian parameter
tanah dan analisis data yang diperoleh dari lapangan. Tahapan yang
terakhir adalah analisis penanggulangan longsor dengan menggunakan
data yang diperoleh dari tahapan sebelumnya.
Longsor terjadi di seluruh penjuru Indonesia, dan penanggulangan
yang efektif sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di daerah pegunungan curam. Penanggulangan yang dimaksud
adalah penanggulangan yang bersifat preventif dan juga korektif.
Tindakan preventif dilakukan sebelum longsoran terjadi, dan tindakan
korektif setelahnya.
Untuk subjek analisa, kita dapat melihat salah satu contoh bencana
longsor yang terjadi pada 5 Juni 2020 di Bengkulu. Dalam berita
mengenai bencana tersebut, diketahui penyebab longsor adalah banjir
dikarenakan meluapnya sungai di sekitar desa akibat hujan yang cukup
deras, sementara kawasan hulu sungai tidak mampu menahan laju air.
Faktor lainnya adalah karena rusaknya hutan di daerah aliran sungai.

Maka dari itu, pencegahan yang dapat dilakukan sesedikitnya


adalah sebagai berikut:

a. Penghijauan pada lereng yang gundul.


b. Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.
c. Membuat saluran penampungan air hujan.
d. Mencegah terjadinya penggerusan sungai.
e. Pengaturan tata guna lahan.
f. Penggunaan bangunan penambat, seperti bored pile, tembok
penahan, dan lainnya.
g. Tidak membangun rumah persis di bawah tebing.
Tidak ada yang dapat memastikan bahwa cara preventif sendiri
cukup untuk mengatasi bencana longsor. Maka penanggulangan darurat
ataupun penanggulangan permanen harus dilakukan. Penanggulangan
darurat bersifat sementara, dengan contoh tindakan sebagai berikut:
a. Pemotongan bagian kepala longsoran.
b. Menutup rekahan dengan tanah liat.
c. Pelebaran ke arah tebing.
d. Membuat saluran terbuka untuk mencegah masuknya air.
Sedangkan tindakan penanggulangan permanen lebih rumit,
karena membutuhkan analisa dan perencanaan. Penanggulangan
permanen dapat dibagi menjadi dua, yaitu mengurangi gaya yang
menimbulkan gerakan tanah, ataupun menambah gaya yang menahan
gerakan tanah.
Prinsip kerja terjadinya longsoran salah satunya dikarenakan
kecuraman tebing atau slope. Derajat rawan longsoran adalah lebih dari
40o. Sehingga, dengan mengubah geometri lereng kita dapat mengurangi
gaya yang menimbulkan gerakan tanah. Sedangkan, cara penambatan
akan menambah gaya penahan tanah.
Apabila cara-cara tersebut masih kurang efektif terhadap longsoran
yang terjadi, maka stabilisasi, regulasi, dan bangunan silang dapat
diterapkan.

Secara lebih rinci, berikut adalah metode pelaksanaan atau cara kerja dari
sistem-sistem penanggulangan yang ada:
1. Bored Pile
Di kasus longsoran jalan alternatif Tawangmangu, Karanganyar,
penanggulangan yang diberikan yaitu dinding penahan longsor counterfort
wall dan ditambah bored pile. Penentuan penanggulangan tersebut
dilakukan dengan perhitungan terlebih dahulu.
Gambar 2. Metode Kerja Dinding Penahan Longsor

Pada prinsipnya dinding penahan menerima gaya-gaya berupa


momen guling, gaya berat sendiri, gaya lateral tanah/air aktif-pasif, gaya
gelincir/sliding dan gaya angkat (uplift). Dengan demikian kestabilan suatu
konstruksi dinding penahan harus dirancang agar dapat menahan gaya-
gaya tersebut. 

Dinding penahan dalam praktik konstruksi sipil memiliki banyak


jenis tergantung dari aplikasi dan kasus yang akan digunakan baik untuk
menahan tekanan tanah pada tebing/slope, timbunan/embankment,
konstruksi sub structure /basement, kolam tampungan retensi/pond,
konstruksi pembendung air, penahan transpor sedimen pada sungai ,dan
sebagainya. Pada dasarnya dinding penahan memiliki beberapa fungsi
antara lain:
a. Menahan tekanan lateral tanah aktif (Active Lateral Force Soil)
yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya keruntuhan lateral
tanah misalnya longsor/landslide. 
b. Menahan tekanan lateral air (Lateral Force Water) yang dapat
berpotensi menyebabkan terjadinya keruntuhan lateral akibat
tekanan air yang besar. 
c. Mencegah terjadinya proses perembesan air/seepage secara
lateral yang diakibatkan oleh kondisi elevasi muka air tanah yang
cukup tinggi. Dalam hal ini juga berfungsi dalam proses
dewatering yaitu dengan memotong aliran air (Flow net) pada
tanah (Cut Off).
2. Pengubahan geometri lereng
Derajat kemiringan ideal untuk pencegahan tanah longsor adalah
kurang dari 40 derajat (<40o). Apabila terdapat suatu lereng yang lebih
curam dari 40 derajat, maka dapat dilakukan penggalian atau penimbunan
setelah penelitian dilaksanakan.
Pada prinsipnya, pemotongan lereng atau penggalian lereng
bertujuan untuk mengurangi tegangan. Jadi pemotongan harus dilakukan
pada daerah yang menimbulkan tegangan tangensial.
Pemilihan metode penimbunan dapat memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki
longsoran.
b. Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat
bangunan didekatnya.
c. Timbunan tidak mengganggu drainase yang berada disekitarnya.
3. Soil nailing
Soil nailing atau pemakuan tanah harus memenuhi syarat terlebih
dahulu. Tulang-tulang umumnya terbuat dari batang-batang baja, pipa
baja atau batang metal yang tidak hanya dapat menahan gaya tarik, tapi
juga gaya geser dan momen lentur. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pemakuan tanah meliputi:
a. Batang baja ulir sebagai tendon.
b. Semen
c. Agregat halus
d. Air
e. Campuran kimia (admixture)
f. Bahan tambahan lainnya seperti air entraining agent, water
reducer, dan lainnya.
g. Baja tulangan.
Untuk melakukan soil nailing, pelaksanaan pekerjaan adalah
sebagai berikut:

a. Pemboran (dengan sudut 15 sampai 20 derajat dari arah


horizontal)
b. Flushing (pencucian)
c. Pemasukan Deform Bar (Deform Bar seperti D.25 grade 40
dimasukkan ke dalam lubang bor)
d. Grouting (dilaksanakan dengan campuran air semen untuk
menghasilkan compressive strength)
e. Shotcrete (dilaksanakan setelah nailing, shotcrete berupa
campuran air, semen, screening, dan abu batu)
f. Finishing (pemasangan plat penguat)

Kesimpulan yang dapat diambil secara keseluruhan adalah sebagai


berikut:

1. Tanah longsor banyak terjadi di Indonesia, karena faktor curah


hujan yang tinggi serta banyaknya pegunungan dengan
kecuraman diatas 40 derajat apabila diukur secara horizontal.
2. Penanggulangan bersifat preventif dan juga korektif.
Pencegahan sendiri tak tentu dapat secara efektif mencegah
bencana tanah longsor, sehingga usaha korektif pun diterapkan.
3. Penanggulangan setiap daerah berbeda-beda dikarenakan lahan
atau site setiap tempat yang berbeda. Maka dari itu, analisis dan
penelitian harus dilakukan sebelum penerapan penanggulangan
longsoran.
4. Metode-metode penanggulangan seperti bored pile, soil nailing,
dan pengubahan geometri lereng dapat diterapkan kepada
daerah rawan longsoran.
Referensi:

Jurnal

Apriyono,Arwan, Sumiyanto, Wariyatno, Nanang Gunawan. 2017. Analisis


Penanggulangan Kelongsoran Tanah Pada Ruas Jalan Gunung
Tugel Patikraja Banyumas.hal 53-55.

Bernadus Munthe, Raymond. 2014. Perencanaan dan Manajemen


Infrastruktur. hal 1-32.

Highland, L.M., and Bobrowsky, Peter, 2008, The landslide handbook—A


Guide to Understanding Landslides. Reston, Virginia: U.S.
Geological Survey Circular 1325.

Nengah Sinarta, I. 2014. Metode Penanganan Tanah Longsor dengan


Pemakuan Tanah (Soil Nailing). hal 2-7.

Wati,Widya.2015.Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Terintegrasi


Penanggulangan Bencana Tanah Longsor.hal 109-115

Laman Berita

Radartasikmalaya.2020. Longsor di Cisayong Tasik, Akses Jalan 2


DesaTerputus,240JiwaTerisolir.https://www.radartasikmalaya.com/l
ongsor-di-cisayong-tasik-akses-jalan-2-desa-terputus-240-jiwa-
terisolir/ [ 28 Februari 2020 ]

https://regional.kompas.com/read/2020/06/06/11463111/hujan-deras-
ratusan-rumah-terendam-banjir-dan-jalan-diterjang-longsor-di

Anda mungkin juga menyukai