Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN KONSTRUKSI

PERBANDINGAN SISTEM ROTASI BEKISTING

TERHADAP WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN

1.1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi dalam dunia konstruksi di Indonesia ditandai dengan

semakin banyaknya inovasi yang digunakan dalam proses konstruksi. Peranan

teknologi bertambah semakin besar terutama untuk mempermudah proses yang

terjadi pada suatu proyek konstruksi. Salah satu contoh aplikasi teknologi pada

proses konstruksi adalah teknologi cetakan beton atau bekisting (Baharudin dan

Dodi, 2012).

Menurut Trijeti (2011) bahan bekisting dapat dikatakan baik apabila

memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak bocor dan tidak menghisap air

dalam campuran beton, harus mempunyai tekstur seperti yang ingin dihasilkan,

kekuatan bekisting harus diperhatikan, dimensi sesusai dengan perencanaan.

1.1.1. Fungsi bekisting

Bekisting dan alat penopangnya merupakan sebuah konstruksi yang

bersifat sementara dengan beberapa fungsi utama, yaitu :

1. Sebagai cetakan/bentuk konstruksi beton.

2. Untuk memikul beton, hingga konstruksinya cukup keras atau

mencapai umur beton untuk kemudian dilakukan pembongkaran

bekisting

VIII - 1
MANAJEMEN KONSTRUKSI

1.1.2. Syarat bekisting

Kecuali ditentukan lain pada gambar atau seperti terperinci disini, Cetakan

dan Perancah untuk pekerjaan beton harus memenuhi persyaratan dalam PBI-

1971 NI-2, ACI 347, ACI 301, ACI 318. Kontraktor harus terlebih dahulu

mengajukan perhitungan-perhitungan serta gambar-gambar rancangan cetakan

dan perancah untuk mendapatkan persetujuan Direksi Lapangan sebelum

pekerjaan tersebut dilaksanakan. Dalam gambar-gambar tersebut harus secara

jelas terlihat konstruksi cetakan/acuan, sambungan-sambungan serta kedudukan

serta sistem rangkanya, pemindahan dari cetakan serta perlengkapan untuk

struktur yang aman.

Dalam melaksanakan pekerjaan, konstruksi bekisting harus memenuhi

syarat-syarat berikut:

1. Kualitas

 Ukuran harus sesuai dengan yang diinginkan

 Posisi letak acuan dan perancah harus sesuai rencana

 Hasil akhir permukaan beton harus baik, tidak ada acuan yang bocor.

2. Keamanan

 Acuan dan perancah harus stabil pada posisinya.

 Kokoh yang berarti acuan dan perancah harus kuat menahan beban yang

bekerja

 Acuan dan perancah harus kaku tidak bergerak dan bergeser dari

posisinya.

3. Ekonomis

VIII - 2
MANAJEMEN KONSTRUKSI

 Mudah dikerjakan dengan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja.

 Mudah dipasang atau dirangkai untuk menghemat waktu

Acuan dan perancah harus mudah dibongkar dengan tidak merusak beton.

Dengan semakin pesatnya laju pembangunan di Indonesia, maka perhatian atas

rasionalisasi pembuatan beton pun turut meningkat pula. Hal ini terjadi pada

penggunaan bekisting atau formwork.

1.2. Jenis dan tipe bekisting

1. Bekisting Tradisional.

Adalah suatu bekisting yang terdiri dari papan dan kayu balok, dikerjakan

ditempat oleh orang-orang yang ahli. Bekisting tradisional masih banyak dijumpai

pada proyek-proyek yang relatif kecil dan penggunaannya hanya terbatas pada

beberapa kali pakai saja. Untuk bentuk-bentuk yang rumit, akan membutuhkan

bahan yang relatif banyak Karena akan banyak terjadi penggergajian/pemotongan

yang dilakukan sehingga biaya investasi dapat membengkak oleh karena

banyaknya bagian-bagian yang hilang akibat penggergajian.

Bekisting tradisional adalah bekisting yang setiap kali setelah dilepas dan

dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat disusun kembali menjadi sebuah

bentuk lain. Selain itu bekisting cara tradisional adalah bekisting yang bahan

dasarnya dapat digunakan kembali dalam bentuk lain. Pada umumnya bekisting

kontak terdiri dari kayu papan atau material plat, sedangkan konstruksi penopang

disusun dari kayu balok dan (pada lantai) dari stempel-stempel baja. Bekisting

tradisional ini memungkinkan pemberian setiap bentuk yang diinginkan pada

kerja beton.

VIII - 3
MANAJEMEN KONSTRUKSI

2. Bekisting Semi Sistem

Adalah suatu bekisting yang dirancang untuk suatu proyek yang

ukurannya disesuaikan dengan bentuk beton yang diinginkan. Biasanya bekisting

Semi Sistem terdiri dari elemen-elemen yang lebih besar dan dibuat oleh pihak

pemborong. Penggunaan dari bekisting ini disebabkan karena adanya

kemungkinan untuk digunakan secara berulang-ulang.

Bekisting setengah sistem adalah bekisting dengan satuan-satuan yang

lebih besar, yang dibuat dan direncanakan untuk sebuah obyek tertentu. Untuk itu

pada prinsipnya bekisting ini digunakan untuk berulang kali dalam bentuk tidak

berubah. Bekisting setengah sistem ini bahan dasarnya disesuaikan dengan

konstruksi beton, sehingga pengulangannya dapat dilakukan labih baik/lebih

banyak apabila konstruksi beton itu sendiri tidak terjadi perubahan bentuk

maupun ukuran. Dengan adanya pabrikasi bekisting yang ukurannya disesuaikan

dengan bentuk beton yang bersangkutan, maka potongan material bekisting dapat

dihindari.

Pada umumnya bekisting kontak terdiri dari material plat. Konstruksi

penopang disusun dari komponen-komponen baja yang dibuat di pabrik atau

gelagar-gelagar kayu yang tersusun. Setelah usai, komponen-komponen ini dapat

disusun kembali menjadi sebuah bekisting setengah sistem untuk sebuah obyek

yang lain.

3. Bekisting Aluma System

Aluma System merupakan hasil rekayasa engineering bidang konstruksi,

khususnya bidang bekisting baik moulding untuk kolom, balok maupun untuk plat

VIII - 4
MANAJEMEN KONSTRUKSI

lantai. Aluma System kita sebut sebagai table form, system ini mempercepat

pekerjaan kolom, balok dan plat lantai sehingga saat ini Aluma System menjadi

salah satu plateform yang sangat revolusioner dan menjadikan segalanya mudah

daripada cara konvensional/tradisional dan 30% lebih ringan dari pendahulunya.

1.3. Sistem rotasi bekisting

Rotasi bekisting ialah suatu sistem perputaran letak / bongkar pasang dari

material bekisting terhadap suatu gedung. Rotasi bekisting dapat diterapkan pada

kriteria gedung yang memiliki jumlah lantai lebih dari 1. Hal ini merupakan salah

satu upaya untuk menekan biaya konstruksi. Penurunan biaya dapat diperoleh

dengan menekan biaya bekisting. Dengan cara, pemanfaatan berulang atau

pemakaian kembali material bekisting. Penentuan rotasi bekisting pekerjaan pada

bangunan gedung bertingkat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut :

1. Biaya proyek

2. Bentuk struktur

3. Metode pekerjaan

4. Schedule Pelaksanaan

5. Ketersediaan sumber daya (Wulfram, 2006)

Ada beberapa macam rotasi bekisting, di antaranya rotasi bekisting 1

lantai, rotasi bekisting 1,5 lantai, rotasi bekisting 2 lantai, rotasi bekisting 2,5

lantai. Pada konstruksi bangunan yang besar, pada umumnya area pekerjaan

dibagi menjadi zona-zona guna memudahkan dalam sirkulasi pekerjaan dan

transportasi alat serta material.Pelaksanaan dari rotasi bekisting ini juga akan

dikaitkan dengan pembagian daripada zona zona tersebut.

VIII - 5
MANAJEMEN KONSTRUKSI

VIII - 6
MANAJEMEN KONSTRUKSI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Metode Flying Table Aluma System

Pada pembahasan ini jenis bekisting yang digunakan termasuk kedalam

jenis bekisting sistem yaitu metode flying table atau aluma yang merupakan

bekisting baru di dunia konstruksi dengan kelebihan pekerjaan lebih cepat

diselesaikan jika dibandingkan dengan jenis bekisting lainnya dan tidak

membutuhkan banyak tenaga kerja. Pada tahun 1972, aluma flying table sudah

diakui dan diterima diseluruh dunia. Aluma merupakan hasil rekayasa engineering

bidang konstruksi, khususnya bidang bekisting baik modular untuk kolom, balok

maupun untuk plat lantai yang mempunyai tipe yang tipikal.

Bekisting flying table ini suatu bentuk bekisting siap cor yang merupakan

suatu rangkaian dari shoring yang mempunyai bentuk seperti meja yang dapat

dipindah pindah secara melayang dengan menggunakan tower crane dan dapat

dipergunakan lagi dengan cara mengendorkan, melepas dan kemudian memasang

kembali karena menggunakan sisitem modular.

Dengan sistem ini, pekerjaan bangunan bertingkat dapat diselesaikan

dengan cepat, murah, mudah aman dan menghemat biaya dibandingkan dengan

bekisting lainnya. Karena itu diperlukan perhitungan yang matang mengenai

biaya dan waktu dalam perencanaan bekisting sehingga diperoleh has

perencanaan yang efektif dan efisien.

Bekisting flying table terbuat dari bahan alumunium mutu tinggi sehingga

alat ini tergolong ringan tetapi tetap kuat menahan beban yang cukup besar.

VIII - 7
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Pemilik produk aluma ini dengan sistem flying table di Indonesia satu-satunya

dimiliki oleh kontraktor Totalindo Eka Persada.

Syarat-syarat digunakan flying table adalah sebagai berikut:

1. Elevasi perlantai suatu bangunan konstan atau tetap.

2. Dimensi perlantai untuk pelat dan balok selalu sama.

3. Elevasi bersih minimal 2,5 m+ tinggi balok.

4. Elevasi bersih maksimal disesuaikan dengan berat sampai dimana frame

paling bawah menahan beban yang ada.

5. Harus tersedia tower crane.

Berikut beberapa macam jenis pengangkut flying table :

1. Trooly

Trooly digunakan untuk mengangkut bekisting flying table yang

sudah dibongkar ke plat form yang terjangkau oleh tower crane.

2. Goose Nack / Lifting Device

Keduanya mempunyai fungsi yang sama hanya saja bentuknya

yang berbeda. Fungsinya sebagai alat bantu untuk mengangkut flying table

dari lantai bawah ke lantai di atasnya dimana posisi goose nack / lifting

device ini mengikat pada seling tower crane.

3. Tower Crane

Tower crane merupakan alat bantu angkat yang paling penting

dalam penggunaan sistem flying table karena saat perpindahannya, sistem

ini tidak dapat diangkat dengan tenaga manusia.

VIII - 8
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Setelah table form diangkat dengan coose nack dari tempat

pabrikasi menggunakan tower crane, kemudian diletakkan pada as atau

tempat yang telah ditentukan sesuai dengan jenis flying table itu untuk plat

atau balok. Setelah posisinya tepat, flying table diturunkan oleh coose

nack.

Demikian seterusnya sampai semua flying table terpasang semua.

Kemudian dilakukan penyetelan terhadap posisi flying table karena waktu

penurunan table form posisinya belum tepat dan benar. Penyetelan

dilakukan untuk mengatur jarak darí as ke as maupun ketinggiannya

dengan cermat dan teliti sesuai dengan yang direncanakan. Barulah

dilakukan pembesian setelah itu lantai dan balok benar-benar siap dicor.

Pelaksanaan pabrikasi aluma dilakukan secara langsung diproyek,

bahan yang digunakan adalah baja yang dicampur dengan serbuk besi.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi fabrikasi

aluma ini adalah:

1. Lokasinya luas

2. Mudah di jangkau oleh tower crane

3. Dekat dengan tower yang akan dibangun

4. Keadaan tanah pada lokasi sudah dipadatkan atau diaspal, fungsinya

untuk berdirinya table aluma yang sudah disusun setengahnya.

Dalam pabrikasi flying tabel hal yang harus diperhatikan selain lahan dan

material adalah peralatan. Baik peralatan utama maupun peralatan bantu. Jenis

peralatan yang harus disiapkan dalam pabrikasi adalah:

VIII - 9
MANAJEMEN KONSTRUKSI

 Pensil

 Penggaris siku

 Waterpass

 Mesin ketam (penghalus)

 Hand Bor 19mm

 Mata Bor 19mm.

 F.clamp

 Mesin Impact Wranch

 Circular Saw

 Screw Driver

 Palu (Hammer) 1 kg

 Slang Air 7-10 m.

 Meteran

 Unting-unting

 Long Socket

 Gergaji Manual

Metode pelaksanaan pemasangan bekisting aluma table system

Adapun metode pelaksanaan pemasangan bekisting aluma table system

adalah sebagai berikut:

1. Setelah aluma table selesai disusun kemudian sebagian bekisting untuk

plat lantai dipasang di atas aluma table.

VIII - 10
MANAJEMEN KONSTRUKSI

2. Table aluma yang sudah siap dipasang kemudian di ikat bagia tepi untuk

diangkat menggunakan tower crane.

3. Saat flying kaki dari table atau screw jack harus dalam posisi

dipendekkan, untuk menjaga jika base plat jatuh pada waktu flying.

4. Jika sudah di atas atau berada pada posisi yang diinginkan maka

dilanjutkan memasang bekisting hingga terpasang semua.

5. Setelah itu dipasang pembesian kemudian di cek oleh surveyor untuk

memastikan bahwa sudah tidak ada plat yang miring, bekistingnya sudah

terpasang semua dan sesuai elevasi.

Pemasangan aluma table dimulai dari pemasangan sling tower crane ke

aluma table, kemudian tower crane mengangkat aluma table ke tempat plat denah

tower yang akan dipasang sesuai dengan tipe table.

Pengangkat yang digunakan adalah tower crane. Sebelum diletakkan pada

denah tower yang telah ditentukan table diturunkan Kurang lebih 1 meter dari

denah tower sampai terjangkau oleh pekerja, kemudian aluma table disetting

dipenempatan denah tower, kemudian menentukan elevasi lantai, pemasangan

bottom ekstention dan screwjack, dan pelepasan sling tower crane.

Pembongkaran dilakukan dengan cara melepaskan bottom ekstention dan

screwjack terlebih dahulu kemudian pemasangan lowring deffence untuk

penurunan table, pemasangan sling tower crane, kemudian pemasangan single

gold untuk pendorongan table keluar dari tower.

VIII - 11
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Setelah pembongkaran dan pendorongan table keluar tower selanjutnya

dilakukan flying atau pengangkatan table kemudian setelah table diangkat, table

kemudian ditempatkan pada lantai berikutnya.

Teknologi flying table dapat mengurangi siklus kerja proyek dari sepuluh

hari mejadi siklus tiga hari. Peningkatan kinerja yang ditawarkan oleh aluma

memiliki dampak yang signifikan dan langsung mengurangi biaya proyek, waktu,

peralatan dan tenaga kerja. Sehingga teknologi aluma ini menjadi keuntungan

yang menarik untuk kontraktor yang bekerja pada jadwal yang ketat atau

anggaran.

Metode Pemasangan Bekisting Aluma pada Balok dan Pelat Lantai

1. Pelaksanaan Fabrikasi Aluma System

Aluma System yang digunakan dalam proyek Menteng Park ini di

fabrikasi di proyek, bahan yang digunakan adalah baja yang dicampur dengan

serbuk besi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi fabrikasi

Aluma System ini adalah:

a. Lokasinya luas

b. Mudah di jangkau oleh tower crane

c. Dekat dengan tower yang akan di bangun

d. Keadaan tanah pada lokasi sudah di padatkan atau di aspal, fungsinya

untuk berdirinya table aluma yang sudah disusun setengahnya.

Langkah kerja fabrikasi bekisting balok dan pelat lantai sebagai berikut:

a. Pembuatan bekisting balok dan pelat lantai dikerjakan di los kerja kayu,

yaitu pemotongan plywood sesuai dengan luas sisi balok dan pelat lantai.

VIII - 12
MANAJEMEN KONSTRUKSI

b. Untuk perkuatan arah memanjang pada sisi balok, dipasang kayu kaso5/7

(dipasang vertikal) setiap 50 cm, dengan cara memaku kedalam plywood.

Sedangkan bagian atas dan bawah balok dipasang kayu kaso 5/7 arah

horisontal.

c. Pada bekisting pelat lantai, pemasangan plywood disatukan dengan

rangkaian aluma beams dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

d. Pemasangan screw jack yang sudah diatur ketinggiannya. Kemudian screw

jack di masukkan kedalam staff.

e. Pemasangan staff kedalam outer leg dengan cara memasukkan U-pin

kedalam lubang yang terdapat pada keduanya.

f. Pemasangan spandrel/truss arah memanjang table form. Pemasangan ini

dilakukan dengan mengencangkan baut antara spandrell/truss dengan

crossbrace connector.

g. Pemasangan strongback diatas spandrel/truss dengan cara memasang

aluma clamp kemudian dikencangkan dengan baut.

h. Pemasangan crossbrace connectors diantara ke dua rangkaian table form.

i. Pemasangan aluma beams/stringer yang menghubungkan spandrels

dengan aluma joist (bagian dari bekisting pelat lantai) ke arah memanjang

table form.

j. Pemasangan bekisting pelat lantai yang telah terangkai plywood dengan

aluma beams kearah melintang table form.

Metode Pelaksanaan Rotasi pekerjaan bekisting

VIII - 13
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Perencanaan rotasi bekisting ini akan direncanakan dengan menggunakan

jenis bekisting yang sama, yaitu bekisting semi sistem sesuai dengan kondisi di

lapangan. Dan akan direncanakan sebanyak 3 macam metode yaitu metode I

dengan rotasi bekisting 1,5 lantai, metode II dengan rotasi bekisting 2 lantai, serta

metode III dengan rotasi bekisting 2,5 lantai. Karena adanya perbedaan luasan

antara lantai basement - Lt.1 dengan lantai 2- atap, sehingga akan dibedakan 2

tipe zona seperti pembagian zona yang terlihat pada gambar 3.2 dan gambar 3.3.

Adapun skenario alternatif-alternatif pada pekerjaan bekisting adalah

sebagai berikut :

A. Metode I ( Rotasi Bekisting 1,5 Lantai)

Pada rotasi bekisting 1,5 lantai perlu dipersiapkan bekisting 1,5 lantai

penuh. Dalam satu gedung akan dibagi 2 zona per lantai. Pertama - tama

VIII - 14
MANAJEMEN KONSTRUKSI

pemasangan bekisting akan dilakukan untuk 1 lantai penuh (zona 1 dan zona 2).

Karena material yang dipersiapkan sebanyak 1,5 lantai, sehingga pemasangan

bekisting untuk zona 1 dan zona 2 pada lantai 1 akan dilaksanakan secara

bersamaan. Ketika pemasangan bekisting dilaksanakan untuk zona 1lantai 2, tidak

perlu menunggu pembongkaran bekisting pada lantai 1. Bila beton pada lantai 1

sudah cukup mengeras, wilayah untuk zona 1 pada lantai 2 tersebut sudah dapat

dipasang bekisting baru sebanyak ½ lantai. Lalu, memasang bekisting ½ lantai

berikutnya yaitu zona 2 pada lantai 2, dengan menggunakan material yang telah

digunakan sebelumnya pada zona 1 lantai 1. Siklus pemasangan bekisting,

pengecoran dan pembongkaran akan berlanjut seperti ini hingga lantai akhir.

Seperti terlihat pada gambar 3.4. Material bekisting bisa dibongkar dan digunakan

untuk lantai – lantai selanjutnya bila beton sudah mencapai umur kurang lebih 5

hari.

VIII - 15
MANAJEMEN KONSTRUKSI

B. Metode II ( Rotasi Bekisting 2 Lantai)

Dalam satu gedung akan dibagi 2 zona per lantai. Pada rotasi bekisting 2

lantai perlu dipersiapkan bekisting 2 lantai penuh sehingga tidak perlu menunggu

pembongkaran bekisting lantai di bawahnya. Setelah bekisting lantai 1 terpasang

maka dapat memasang bekisting pada lantai 2 setelah beton pada lantai 1 cukup

mengeras. Bila beton sudah mencapai umur kurang lebih 5 hari setelah

VIII - 16
MANAJEMEN KONSTRUKSI

pengecoran, maka bekisting pada lantai 1 dapat dibongkar kemudian dipasang

pada lantai 3.

Begitu juga bekisting lantai 2, dapat dibongkar kemudian dipasang pada

lantai 4.Siklus pemasangan bekisting, pengecoran dan pembongkaran akan

berlanjut seperti ini hingga lantai akhir. Seperti terlihat pada gambar 3.5.

C. Metode III (Rotasi Bekisting 2.5 Lantai)

VIII - 17
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Pada rotasi bekisting 2.5 lantai perlu disiapkan bekisting 2.5 lantai penuh.

Dalam satu gedung akan dibagi 2 zona per lantai. Pertama - tama pemasangan

bekisting akan dilakukan untuk 1 lantai penuh,. Pada pemasangan bekisting untuk

lantai 2 tidak perlu menunggu pembongkaran bekisting lantai 1. Bila beton pada

lantai 1 sudah cukup mengeras, selanjutnya akan dipasang bekisting pada lantai 2

secara penuh seperti pelaksanaan pada lantai sebelumnya. Selanjutnya akan

dipasang bekisting baru ½ lantai pada lantai 3. Karena material bekisting hanya

menyiapkan 2,5 lantai, untuk memasang bekisting ½ lantai selanjutnya, untuk

zona 2 pada lantai 3, yaitu dengan menggunakan material yang telah digunakan

sebelumnya pada zona 1 lantai 1.Siklus pemasangan bekisting, pengecoran dan

pembongkaran akan berlanjut seperti ini hingga lantai akhir. Material bekisting

bisa dibongkar dan digunakan untuk lantai – lantai selanjutnya bila beton sudah

mencapai umur kurang lebih 5 hari.

VIII - 18
MANAJEMEN KONSTRUKSI

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peranan teknologi bertambah semakin besar terutama untuk mempermudah

proses yang terjadi pada suatu proyek konstruksi. Salah satu contoh aplikasi

teknologi pada proses konstruksi adalah teknologi cetakan beton atau bekisting.

Bahan bekisting dapat dikatakan baik apabila memenuhi beberapa persyaratan,

antara lain tidak bocor dan tidak menghisap air dalam campuran beton, harus

mempunyai tekstur seperti yang ingin dihasilkan, kekuatan bekisting harus

diperhatikan, dimensi sesusai dengan perencanaan.

Dari grafik pareto optima, didapatkan hasil yang paling optimal dari segi

waktu dan biaya yaitu metode rotasi 2 lantai yang memiliki durasi pelaksanaan

107 hari dan biaya Rp 1,992,516,097.00, dengan waste material sebesar 2,5%.

Sedangkan hasil untuk masing – masing perencanaan metode rotasi bekisting

semi sistem 1,5 lantai dan 2,5 lantai yang telah dilakukan ialah sebagai berikut :

a. Berdasarkan metode rotasi pekerjaan beksiting 1,5 lantai dengan

pembagian 2 zona, diperoleh durasi pelaksanaan sebesar 126 hari dan

biaya sebesar Rp 1,972,279,747.00,dengan waste material sebesar 2,93%.

b. Berdasarkan metode rotasi pekerjaan beksiting 2,5 lantai dengan

pembagian 2 zona, diperoleh durasi pelaksanaan sebesar 105 hari dan

biaya sebesar Rp 2,180,620,423.00, dengan waste material sebesar 2,32%.

3.2 Saran

VIII - 19
MANAJEMEN KONSTRUKSI

Dari analisa yang telah dilakukan, didapatkan beberapa saran yang

diharapkan dapat digunakan oleh pembaca untuk menyempurnakan pekerjaan di

kemudian hari. Berikut ini adalah saran-saran yang didasarkan dari proses analisa

yang dilakukan :

1. Untuk penelitian selanjutnya bisa dibandingkan metode rotasi untuk dua

jenis bekisting yang berbeda.

2. Masih ada asumsi yang digunakan dalam perhitungan bab sebelumnya

yaitu perhitungan waste material akibat kerusakan, dimana material yang

mengalami kerusakan diasumsikan sebesar 10%. Diharapkan survey

lapangan dilakukan terlebih dahulu.

VIII - 20
MANAJEMEN KONSTRUKSI

DAFTAR PUSTAKA

Haposan, Jeremias. 2009. Identifikasi Material Waste Pada Proyek Konstruksi

Ruko San Diego Pakuwon City.Surabaya: ITS.

Kitairu. Table Formwork. https://kitairu.net

Muis, A., & Trijeti, T. (2013). Analisis Bekisting Metode Semi Sistem dan

Metode Sistem Pada Bangunan Gedung. Konstruksia, 4(2).

Sari, N., Mardiana, R., & Ahmad, M. M. (2019). Penggunaan Aluma System Pada

Proyek Green Sedayu Apartment. In Prosiding Seminar Nasional Teknik

Sipil (Vol. 1, No. 1, pp. 282-289).

Soedrajat, S. A. 1994. Analisa (Cara Modern) Anggaran Biaya Pelaksanaan.

Bandung: Nova.

Sunggono, K. H. 1984. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova.

Wigbout, F. Ing. 1992. Buku Pedoman tentang Bekisting (Kotak Cetak). Jakarta:

Erlangga.

Zainullah, A., Suharyanto, A., & Budio, S. P. (2012). Pengaruh upah, kemampuan

dan pengalaman kerja terhadap kinerja pekerja pelaksanaan bekisting pada

pekerjaan beton. Rekayasa Sipil, 6(2), 125-133.

VIII - 21

Anda mungkin juga menyukai