Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan teknologi konstruksi saat ini mengalami kemajuan pesat, yang

ditandai dengan hadirnya berbagai jenis material dan peralatan yang modern. Hal

ini bertujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas kerja, salah satu

aplikasi teknologi pada proses konstruksi adalah teknologi cetakan beton atau

bekisting. Fungsi bekisting adalah menentukan bentuk konstruksi beton menyerap

dengan aman beban yang ditimbulkan oleh spesi beton dan bekisting harus dapat

dibongkar pasang dengan cara yang sederhana. Proporsi biaya pekerjaan bekisting

beton cukup besar dibandingkan dengan biaya seluruh pekerjaan beton bertulang,

sehingga pekerjaan bekisting sangat berpengaruh dalam efisiensi biaya dan waktu

pekerjaan beton yang merupakan salah satu item pekerjaan dalam sebuah proyek.

Sebuah konstruksi bekisting harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan

stabilitas. Syarat ini harus dipenuhi mengingat bekisting adalah pekerjaan yang

dilakukan berulang-ulang pada bangunan bertingkat serta membutuhkan biaya yang

besar untuk membuatnya (American Concrete Institute). Biaya untuk bekisting

berkisar antara 40%-60% dari biaya pekerjaan beton atau sekitar 10% dari biaya

total konstruksi gedung.

Pekerjaan bekisting juga memberikan pengaruh besar dalam hal durasi waktu

pelaksanaan dalam pekerjaan beton karena siklus pekerjaan bekisting beriringan

dengan pekerjaan beton. Semakin cepat produktifitas pekerjaan bekisting maka

akan semakin cepat pula pekerjaan beton terselesaikan. Seiring berkembangnya

teknologi dalam dunia konstruksi di Indinesia, teknologi cetakan beton atau

1
2

bekisting juga berkembang dengan banyak alternatif metode. Diantaranya yang

sudah digunakan untuk proyek pembangunan diIndonesia antara lain PCH, KHK,

MESA, PERI dan ALUMA.

Teknologi bekisitng berkembang dari sistem tradisional (rakit ditempat)

menjadi sistem Fabrikasi. Untuk gedung High Rise Building yang tipikal bentuk

strukturnya, bekisting sistem cenderung akan lebih ekonomis karena volume

pengecoran akan besar. Untuk gedung Low Rise Building yang volume

pengecorannya cenderung lebih sedikit dan bentuk strukturnya cenderung kurang

tipikal, bekisting semi konvensional akan cenderung lebih ekonomis. Untuk

melakukan penghematan atau efisiensi biaya konstruksi, khususnya pekerjaan

bekisting, diperlukan pertimbangan dalam perencanaan yang matang, sehingga

dalam pelaksanaanya tidak menimbulkan banyak sisa material terbuang atau waste

material, pada bekisting konvensional serta mendapat penghematan dan

keuntungan biaya dalam penggunaan bekisting secara berulang kali, antara

bangunan satu dengan bangunan lainnya. Oleh karena itu metode perencanaan

bekisting harus dievaluasi melalui perhitungan dan analisis yang benar, untuk

mendapatkan tujuan yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini metode perbandingan yang digunakan adalah bekisting

Konvensional, Peri dan Aluma System. Untuk penggunaan bekisting Konvensional

meliputi acuan atau mal beton menggunakan kayu dan multiplex, pemikul

menggunakan kayu sedangkan penopang perancahnya menggunakan kayu gelam

atau bisa juga dengan menggunakan scaffolding, dan untuk penggunaan bekisting

Peri meliputi acuan atau mal beton menggunakan plywood dan girder GT.24,

pemikul menggunakan girder Vt 20 sedangkan penopang atau perancahnya


3

menggunakan Prop Support 400 M. 70 Galv, kemudian pada bekisting aluma

system merupakan hasil rekayasa engineering bidang konstruksi, khususnya bidang

bekisting baik moulding untuk column, beam maupun slab. Aluma System disebut

sebagai table form, sistem ini mempercepat pekerjaan kolom, balok dan pelat lantai

sehingga saat ini aluma menjadi salah satu plateform yang sangat revolusioner dan

menjadikan segalanya mudah dari pada cara tradisional atau konvensioanal dan

30% lebih ringan dari pendahulunya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang pada sub bab sebelumnya, maka rumusan

masalah untuk penelitian ini ialah sebagai berikut:

A. Berapa banyak jumlah material, biaya dan pekerja yang dibutuhkan untuk

pengerjaan balok dan pelat lantai dengan menggunakan bekisting

Konvensional, Peri dan Aluma Siystem.

B. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan plat lantai dan balok

dengan menggunakan bekisting Konvensional, Peri dan Aluma System.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan kebutuhan bekisting pada pekerjaan pelat lantai dan balok maka

tujuan penelitian ini adalah:

A. Mengetahui banyaknya jumlah material, biaya dan pekerja yang dibutuhkan

untuk pengerjaan balok dan pelat lantai dengan menggunakan bekisting

Konvensional, Peri dan Aluma Siystem.


4

B. Mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan plat lantai

dan balok dengan menggunakan bekisting Konvensional, Peri dan Aluma

System.

1.4. Pembatasan Masalah

Agar penelitian dapat lebih terfokus dan terarah, maka batasan masalah yang

dapat diambil dalam penelitian ini adalah :

A. Bekisting yang digunakan untuk metode pekerjaan pelat lantai dan balok

adalah bekisting dengan sistem Konvensional, Peri dan Aluma.

B. Bagian pekerjaan bekisting yang ditinjau adalah pekerjaan pelat lantai dan

balok.

1.5. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penelitian perbandingan metode kerja bekisting pekerjaan pelat

lantai dan balok adalah untuk :

A. Penelitian ini memberikan gambaran dan informasi tetang perbandingan

penggunaan bekisting pekerjaan pelat lantai dan balok menggunakan metode

bekisting Konvensional, Peri dan Aluma System.

B. Memberikan pertimbangan penggunaan metode bekisting Konvensional, Peri

dan Aluma System dalam pengerjaan struktur gedung agar dapat mengambil

keputusan yang tepat dan efisien dalam langkah menentukan metode

bekisting yang akan digunakan.

C. Memberikan pemahaman tentang berapa lama waktu untuk pemasangan dan

pengerjaan pelat lantai dan balok dari setiap masing-masing metode bekisting

yang digunakan baik Konvensional, peri dan Aluma System.


5

1.6. Sistematika Penulisan

Bab I PENDAHULUAN

Pada bagian bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan pada

metoda pekerjaan pelat lantai dengan menggunakan bekisting dengan

sistem konvensional, peri, dan aluma.

Bab II KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian bab ini membahas tentang uraian umum sistem kerja proyek,

serta unsur-unsur yang terlibat dalam sistem pekerjaan pelat lantai pada

pembangunan gedung Rusunawa Penggilingan.

Bab III METODE PENELITIAN

Pada bab ini membahas teknis terkait pengambilan data-data serta analisa

dan pembahasan dari ketiga variable bekisting yaitu konvensional, peri

dan aluma sistem pada lokasi penelitian yang mana menjadi pendukung

penulisan serta penelitian yang sedang dilakukan.

Bab IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab analisa dan pembahasan merupakan penjelasan keseluruhan

mengenai perbandingan metode pekerjaan bekisting pelat lantai dengan

menggunakan sistem aluma, peri, dan konvensional pada gedung

rusunawa penggilingan.
6

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab kesimpulan dan saran membahas mengenai kesimpulan yang

diambil selama penelitian dan penulisan serta saran untuk hal yang

lebih baik untuk kedepan.


7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Struktur Bangunan

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan

atau di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan

usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

Struktur bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah (lower

structure) dan struktur atas (upper structure). Struktur bawah (lower

structure) yang dimaksud adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada di

bawah permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan struktur atas (upper

structure) adalah struktur bangunan yang berada di atas permukaan tanah seperti

kolom, balok, plat, tangga juga atap. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi

yang berbeda-beda di dalam sebuah struktur.

Suatu bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat

rawan terhadap keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu,

diperlukan suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi

kriteria kekuatan (strenght), kenyamanan (serviceability), keselamatan (safety), dan

umur rencana bangunan (durability).

Beban-beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load),

beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load)

menjadi bahan perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan

besar dan arah gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian
8

dapat dilakukan analisis struktur untuk mengetahui besarnya kapasitas penampang

dan tulangan yang dibutuhkan oleh masing-masing struktur (Gideon dan Takim,

1993).

Perencanaan struktur atas harus mengacu pada peraturan atau pedoman

standar yang mengatur perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang,

yaitu Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T-15-1991-

03, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, Peraturan Perencanaan

Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung tahun 1983, dan lain-lain (Istimawan,

1999).

2.1.1. Pengertian Struktur Atas (Upper Structure)

Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada

di atas muka tanah (SNI 2002). Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat,

balok,dinding geser dan tangga, yang masing-masing mempunyai peran yang

sangat penting.

2.1.1.1. Komponen-Komponen Struktur Gedung Bagian Atas

A. Kolom ( Column )

Kolom adalah batang tekan vertical dari rangka struktur yang memikul beban

dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan

penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan

lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang

bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmako,

1996). SK SNIT-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen yang tugas


9

utamanya menyangga beban aksian tekan vertical dengan bagian tinggi yang tidak

ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral kecil.

Gambar 2.1. Kolom


(Sumber : https:/civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-
atas-upper-structure)

B. Balok ( Beam )

Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok

merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat

kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan

akan beban-beban.

Gambar 2.2. Balok beton


10

( Sumber : https://civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-atas-
upper-structure )

C. Pelat Lantai ( Slab )

Slab (pelat) adalah sebuah elemen struktur horizontal yang berfungsi

menyalurkan beban mati maupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical

dari suatu sistem struktur. Elemen-elemen horizontal tersebut dapat dibuat bekerja

dalam satu arah ataupun bekerja dua arah yang saling tegak lurus (biaksial)..

Gambar 2.3. Pelat Lantai


( Sumber : https://civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-atas-
upper-structure )

D. Dinding Geser (Shear Wall)

Dinding geser (shear wall) adalah suatu struktur balok kantilever tipis yang

langsing vertical, untuk digunakan menahan gaya lateral. Biasanya dinding geser
11

berbentuk persegi panjang. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada

bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.

Gambar 2.4. Dinding Geser (Shear wall)


( Sumber : https://civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-atas-
upper-structure )

E. Atap

Atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, yang melindungi gedung

dan penghuninya secara fisik maupun metafisik. Permasalahan atap

tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi

yang dipilih, dan lapisan penutupnya.

Gambar 2.5. Atap


( Sumber : https://civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-atas-
upper-structure )

2.1.1.2. Struktur Bawah Bangunan (lower structure)

A. Pondasi
12

Pengertian umum pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang

terhubung langsung dengan tanah, atau bagian bangunan yang terletak di bawah

permukaan tanah yang berfungsi memikul beban bangunan yang ada diatas nya.

Pondasi harus di perhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap

beban bangunan itu sendiri, beban-beban bangunan, gaya-gaya luar seperti tekanan

angin gempa bumi, dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh adanya penurunan

level melebihi batas yang di izinkan.

Gambar 2.6. Pondasi


( Sumber : https://civilengginering.wordpress.com/2016/03/28/struktur-atas-upper-
structure )

B. Tanah

Galian tanah dan galian-galian lainnya harus dilakukan menurut ukuran

dalam, lebar, dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum pada gambar.
13

Semua bekas-bekas pondasi lama, dan akar pohom yang terdapat pada bagian

pondasi yang dilaksanakan harus dibongkar dibersihkan dan dibuang.

C. Struktur Basement

Konstruksi basement sering merupakan solusi yang ekonomis guna

mengatasi keterbatasan lahan dalam pembangunan gedung. Tapi sebagai

struktur bawah tanah, desain maupun pelaksanaan konstruksi basement perlu

dilakukan dengan memperhitungkan banyak hal. Disamping aspek teknis dari

basement itu sendiri, tidak kalah pentingnya adalah aspek lingkungannya.

2.2 Bekisting

Formwork atau bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk

menahan beban selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang

diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebgai cetakan sementara, bekisting akan

dilepas atau dibongkar apabila beton yang dituang telah mencapai kekuatan yang

cukup.

Bekisting merupakan komponen biaya terbesar dalam pekerjaan struktur

bertingkat yang tipikal. Biaya bekisting berkisar 40 – 60 % dari total biaya beton

dan untuk perkiraan 10% dari total biaya konstruksi, gambar 2.5 untuk lantai.

Proporsi biaya yang besar dari bekisting konvensional relative terhadap biaya upah

(a)

30.00%
11.00% 52.00%

70.00%

Pekerja bekisting Pekerja Beton Material Bekisting Material Beton


14

bekisting. Pengurangan biaya signifikan dapat dicapai dengan pengurangan biaya

upah.

Gambar 2.7. Proporsi biaya bekisting konvensional lantai

( Sumber : https://anzdoc.com/bab-ii-landasan-
teori9a88c6c90de312e012a48aa3a1faace331320.html )

2.3. Dasar Perencanaan Bekisting

Perencanaan sebuah sistem serta metode kerja bekisting menjadi sepenuhnya

tanggung jawab dari pihak pemborong kerja. Sehingga segala resiko dalam

pekerjaan tersebut sudah pasti menjadi hal yang harus ditekan serendah mungkin.

Tentunya hal ini dapat dilakukan dengan perencanaan yang sematang mungkin

dengan memperhatikan segala faktor yang menjadi pendukung atau yang malah

menjadi kendala dalam pelaksanaan nantinya. Pada umumnya sebuah bekisting

serta alat-alat penopangnya merupakan sebuah konstruksi yang bersifat sementara

dengan tiga fungsi utama yaitu :

A. Untuk memberikan bentuk kepada konstruksi beton yang akan dibuat.

B. Bekisting ahrus dapat menyerap dengan aman beban yang ditimbulkan oleh

spesi beton dan berbagai beban luar serta getaran. Dalam hal ini perubahan

bentuk yang timbul dan geseran-geseran dapat diperkenankan asalkan tidak

melampaui toleransi tertentu.

C. Bekisting harus dapat dipasang dengan cara sederhana, dilepas dan

dipindahkan.

Dalam menentukan sistem serta mode kerja yang akan dipakai, dari beberapa

alternatif yang ada pasti terlebih dahulu dilihat kelemahan dan keunggulan dari

pada masing-masing metode. Dalam kenyataan dilapangan faktor pengambilan


15

keputusan mengenai keputusan metode ini tergantung juga dari pengalaman

sipelaksana pekerjaan tersebut.

Ada 3 (tiga) tujuan penting yang harus dipertimbangkan dalam membangun

dan merancang bekisting, yaitu :

A. Bekisting harus didesain dan dibuat dengan kekakuan (stiffness) dan

keakurasian sehingga bentuk, ukuran, posisi, dan penyelesaian dari

pengecoran dapat dilaksanakan sesuai dengan toleransi yang diinginkan.

B. Keamanan, bekisting harus stabil pada posisinya dan faktor keamanan yang

memadai sehingga sanggup menahan atau menyangga seluruh beban hidup

dan mati tanpa mengalami keruntuhan atau berbahaya bagi pekerja dan

konstruksi beton.

C. Ekonomis, bekisting harus dibuat secara efisien, meminimalkan waktu dan

biaya dalam proses pelaksanaan dan schedule demi keuntungan kontraktor

dan owner (pemilik).

Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk mengambil suatu

keputusan mengenai metode bekisting yang akan dipakai yaitu:

1. Kondisi struktur yang akan dikerjakan

Hal ini menjadi pertimbangan utama sebab sistem perkuatan bekisting

menjadi komponen utama keberhasilan untuk menghasilkan kualitas dimensi

struktur seperti yang direncanakan dalam bestek.

2. Luasan bangunan yang akan dipakai

Pekerjaan bekisting merupakan pekerjaan yang materialnya bersifat pakai

ulang. Oleh karena itu, luas bangunan ini menjadi salah satu pertimbangan
16

utama untuk penetuan siklus pemakaian material bekisting. Hal ini juga akan

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pengajuan harga satuan pekerjaan.

3. Ketersediaan material dan alat

Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah kemudahan atau kesulitan

untuk memperoleh material atau alat bantu dari sistem bekisting yang akan

diterapkan.

Selain faktor-faktor tersebut masih banyak pertimbangan lain termaksud

waktu pengerjaan proyek (work-time schedule), harga material, tingkat upah

pekerja, sarana transportasi dan lain-lain.

2.4. Siklus Pekerjaan Bekisting

Pelaksanaan bekisting merupakan bagian terintegrasi dari suatu proses

konstruksi beberapa terminology diginakan dalam pengerjaan beton dan bekisting.

Proses penyediaan bekisting dan beton merupakan integrasi yang mutlak

dibutuhkan.

Siklus bekisting dimulai dengan pemilihan metode bekisting. Aktifitas siklus

bekisting ini digambarkan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) fabrikasi

bekisting, (2) pemasangan, (3) pembongkaran. Sedangkan siklus pekerjaan beton

dimulai setelah fabrikasi bekisting dan selesai sebelum pembongkaran bekisting.

Fungsi dari siklus pekerjaan bekisting untuk menyediakan kebutuhan struktur untuk

bentuk dan ukuran yang berbeda. Sedangkan fungsi dari siklus pekerjaan beton
17

untuk menyediakan kebutuhan struktur akan kekuatan, durabilitas dan bentuk

permukaan.

2.4.1. Pemilihan Metode Bekisting

Pemilihan sistem bekisting termaksud proses pemilihan sistem untuk elemen

struktur yang berbeda. Itu juga termaksud pemilihan aksesori, bracing dan

ketersediaan komponen untuk sistem bekisting tersebut. Ada beberapa bentuk

sistem yang dipakai dalam konstruksi struktur beton bertulang. Sebagai contoh,

sistem bekisting untuk pelat lantai dapat diklasifikasikan sebagai sistem

konvensional atau buatan tangan dan sistem yang dikerjakan dengan bantuan alat

angkut atau crane. Sistem konvensional masih merupakan sistem yang biasa

digunakan pekerjaan konstruksi. Karena sistem ini dapat disesuaikan dengan segala

bentuk dan ukuran struktur. Walaupun sistem konvensional ini menghasilkan biaya

yang tinggi akan material dan tenaga kerjanya.

2.4.2. Fabrikasi Bekisting

Langkah kedua dari siklus bekisting adalah fabrikasi bekisting. Kegiatan ini

termaksud penerimaan material bekisting, pemotongan dan penempatan material

menurut tipe dan ukuran, pemasangan bagian-bagian sesuai bentuk dan ukuran

yang diminta, penempatan bekisting dekat dengan alat angkat. Pihak kontraktor

pelaksana juga harus memilih area fabrikasi pada lokasi kerja guna dapat memenuhi

kebutuhan akan mobilisasi alat dan material bekisting pada pelaksanaan pekerjaan.

2.4.3. Pemasangan Bekisting, Penempatan dan Perkuatan


18

Metode dan urutan kerja dari pekerjaan bekisting sangat di pengaruhi oleh

ketersediaan alat angkat dan ketersediaan perkuatan. Bekisting biasanya diangkat

secara manual dengan derek atau small crane. Pemasangan bekisting termaksud

pekerjaan pengangkatan, positioning, pengaturan penempatan elemen-elemen yang

berbeda dari bekisting. Siklus pekerjaan beton dimulai setelah pemasangan


bekisting dan berakhir dengan pemasangan besi tulangan serta pengecoran.
Gambar 2.8. Area kerja (balok & pelat) siap cor setelah
pemasangan bekisting dan pembesian
( Sumber : http://arsitekdansipil.blogspot.co.id/2014/06/ )

2.4.4. Penambahan Perkuatan Bekisting

Bekisting haruslah cukup kuat menahan tegangangan awal atau lendutan

akibat berat sendiri serta akibat beban tambahan lainnya. Selama pengerjaan

pengecoran, perkuatan bekisting harus tetap dipertahankan dengan melakukan

penambhan-penambahan elemennya selama proses tersebut. Pembongkaran pada

bekisting beton hanya boleh dilakukan apabila beton telah mencapai 70% kekuatan

rencananya.
19

2.4.5. Perbaikan dan Penggunaan Kembali Bekisting

Setelah pembongkaran bekisting, biasanya harus ada langkah perbaikan

akibatpemasangan dan pembongkaran sebelumnya. Langkah ini dilakukan supaya

bekisting dapat digunakan kembali untuk pekerjaan selanjutnya.

2.5. Syarat dan Ketentuan Dalam Pekerjaan Bekisting

Untuk memenuhi fungsinya, menurut American Concrete Institute ACI)

dalam buku Formwork For Concrete menyebutkan bahwa bekisting harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

A. Kuat, dalam hal ini mampu menopang dan mendukung beban-beban yang

terjadi baik sebelum ataupun setelah masa pengecoran beton.

B. Stabil (kokoh), adalah tidak terjadi goyangan dan geseran yang mampu

mengubah bentukan struktur ataupun membahayakan sistem bekisting itu

sendiri (ambruk).

C. Kaku, mencegah terjadinya perubahan dimensi, bunting atau keropos pada

struktur beton.

Perancangan suatu bekisting dimulai dengan membuat konsep sistem yang

akan digunakan untuk membuat cetakan dan ukuran dari beton segar hingga dapat

menanggung berat sendiri dan beban-beban sementara yang terjadi. Syarat-syarat

yang harus dipenuhi yaitu :

1. Kekuatan.

Bekisting harus dapat menahan tekanan beton dan berat dari pekerja dan

peraltan kerja pada penempatan dan pemadatan.


20

2. Kekakuan.

Lendutan yang terjadi tidak boleh melebihi 0,3% dari dimensi permukaan

beton. Perawatan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa lendutan

komulatif dari bekisting lebih kecil dari toleransi struktur beton.

3. Ekonomis.

Bekisting harus sederhana dan ukuran komponen serta pemilihan material

harus ditinjau dari segi pembiayaan.

4. Mudah diperkuat dan dibongkar tanpa merusak beton atau bekisting.

Metode dan cara bongkar serta pemindahan bekisting harus dicermati dan

dipelajari sebagai bagian dari perencanaan bekisting, terutama metode

pemasangan dan levelling elevasi.

2.6. Metode Bekisting

Dalam penggunaan bekisting, terdapat beberapa macam metode bekisting

yang dapat digunakan. Untuk tugas akhir ini akan membahas beberapa metode,

diantaranya yaitu:

A. Bekisting Konvensional atau Tradisional

Bekisting tradisional adalah bekisting yang setiap kali, setelah dipakai dan

dibongkar menjadi bagian dasar, dapat disusun kembali dalam bentuk

lain ( Wigbout, 1992 ). Bahan bekisting tradisional hampir sebagian besar

menggunakan bahan dari kayu olahan. Depresiasi bekisting sistem ini sangat

tinggi karena banyak volume bahan terbuang pada proses pembuatan serta

membutuhkan volume tenaga kerja yang cukup besar serta berpengalaman.


21

Penggabungan jenis bahan akan dapat mengurangi jumlah tenaga kerja serta

tingkat depresiasi yang tinggi.

Gambar 2.9. Bekisting Konvensional


( Sumber : Science and Civil Structure Media Bekisting Struktur Beton )

B. Bekisting Sistem Peri

Sistem Peri ditemukan pada tahun 1969 di Weissenhorn, dekat Ulm

Jerman selatan, dan mempunyai perkembangan tetap dalam ukuran dan

penting tahun demi tahun. Di weissenhorn, Peri menutupi suatu area sekitar

340,000 𝑚2 , gedung modern dengan total 60,000 𝑚2 , dan menghasilkan

lebih dari 90% dari seluruh material sistem Peri untuk didistribusikan

keseluruh dunia. Setiap tahunnya 40,000 𝑚2 kayu, 50,000 ton baja dan 3,000

ton aluminium telah diproses (Handbook PERI, 2005).

Sistem Peri merupakan bagian dari pekerjaan bekisting sistem. Elemen-

elemen dari sistem ini dibuat dipabrik dan diaplikasikan pada bangunan yang

bersangkutan dengan elemen-elemen pembantu yang merupakan bagian dari

sistem ini. Karena aplikasinya sudah sangat disederhanakan, segi teknisnya


22

pun menjadi cukup ringan, akan tetapi pembelian elemen-elemen dari sistem

ini memerlukan biaya yang cukup tinggi (Setiaty,2005).

Sistem Peri mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1985 seperti

layaknya sebuah sistem yang baru, pada awal perkembangannya sistem

tersebut di Indonesia mengalami masa-masa sulit, terutama hal ini disebabkan

masih sulitnya merubah kebiasaan kontraktor di Indonesia untuk menerima

suatu hal yang baru, berbeda dengan sistem konvensional. Baru setelah

melalui beberapa kali uji pakai pada beberapa proyek, ada sebafian kontraktor

yang mulai tertarik pada sistem tersebut.

Metode bekisting dengan sistem Peri sangatlah praktis dan mudah

dalam pemasangan serta pembongkarannya. Elemen-elemen penyusun

bekistingnya tersedia sangat detail mulai dari balok-balok girder, asesoris

sabuk waller sampai keasesoris yang kecil di desain sedemikian rupa

sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah (Nofirman, 2006)

Keunggukan dari bekisting system peri adalah :

1. Memiliki standar keselamatan yang lebih memadai.

2. Memiliki kapasitas untuk menahan beban yang lebih berat atau tinggi.

3. Praktis dalam perakitan, pemasangan dan pembongkaran.

4. Tidak banyak menggunakan material yang konsumabel ( habis pakai ).

5. Hasil akhir beton yang diperoleh lebih presisidan akurat dari segi bentuk

dan dimensi.

6. Dapat diaplikasikan pada berbagai bentuk dan jenis struktur, baik vertical,

horizontal maupun kurva atau lengkung.


23

7. Peralatan dan aksesoris dapat digunakan untuk waktu yang lebih lama

(tahan lama).

Kekurangan dari bekisting system peri adalah :

1. Biaya yang diperlukan untuk pengadaan alat sangat mahal.

2. Pihak produsen atau (supplier) yang menjual atau menyewakan masih

sangat terbatas jumlahnya.

3. Jenis-jenis asesoris system Peri tertentu masih sangat jarang di Indonesia.

4. Diperlukan pembinaan dan pelatihan bagi pekerja lapangan mengenai

jenis alat, fungsi dan cara penyetelan.

5. Mobilisasi atau pemindahan panel pada beberapa jenis bekisting terutama

kolom atau dinding memerlukan alat bantu ( tower crane ).

Gambar 2.10. Bekisting peri


( Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork.html )

C. Bekisting Aluma System

Aluma system merupakan rangkaian lembar plywood atau pelat besi

yang ditopang oleh balok sekunder serta balok primer yang digelar diatas
24

mainframe seperti scaffolding. Pada bekisting aluma yang diutamakan ialah

pekerjaan pelat lantai.

Sistem kerja aluma sistem atau table form yaitu dengan menurunkan

posisi jack dikaki mainframe, sehingga rangkaian bekisting tidak perlu

dibongkar dan dapat didorong menggunakan roda untuk kemudian diangkat

oleh tower crane kelantai berikutnya ( Ahadi 2011 ) keunggulan dari bekisting

table form sendiri dapat mempercepat pekerjaan lebih efisien terhadap biaya

dan waktu. Selain itu lebih efisien, bekisting table form mudah dalam

perakitan, pemasangan dan pembongkaran.

Gambar 2.11. Bekisting Aluma System


(Sumber : https://www.aluma.com/us/products/formwork_shoring/alma_truss)

2.7. Material Penyusun Bekisting

Material yang umumnya digunakan dalam pekerjaan bekisting adalah sebagai

berikut :
25

2.7.1. Kayu

Tidak ada material yang lebih luas penggunaanya dibandingkan dengan kayu

dalam pembuatan bekisting dan perkuatannya. Kayu memiliki sifat tidak mahal,

kuat, fleksibel, serbaguna, tahan lama, ringan, dan mudah pengerjaanya.

Penggunaan kayu sebagai material bekisting diatur ketentuan dan

persyaratannya dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI). Dalam

peraturan PKKI ini jenis-jenis kayu diklasifikasikan berdasarkan berat jenis,

kekuatan lentur serta kekuatan tekan mutlaknya menjadi 5 (lima) kelas.

Tabel 2.1. Klasifikasi Kayu Indonesia


Kelas Berat Jenis Kering Udara Kuat lentur mutlak Kuat tekan
No
Kuat (gr/cm3) (kg/cm2) mutlak (kg/cm2)

1 I > 0,9 > 1100 > 650

2 II 0,90 – 0,60 1100 – 725 650 - 425

3 III 0,60 - 0,40 725 – 500 425 - 300

4 IV 0,40 – 0,30 500 – 360 300 - 215

5 V < 0,3 < 360 < 215

Sumber : PKKI Tahun 1961

Material kayu memiliki sifat-sifat menguntungkan dalam fungsinya sebagai

bagian dari konstruksi yaitu :

A. Kekuatan yang besar pada suatu massa volumik yang kecil.

B. Harga yang relative murah dan dapat diperoleh dengan mudah.

C. Mudah dikerjakan dan alat-alat sambung yang sederhana.


26

D. Dapat dengan baik menerima tumbukan-tumbukan dan getaran-getaran serta

penanganan yang kasar di tempat pendirian sebuah bangunan

Tabel 2.2. Nilai-nilai tegangan ijin kayu modulus elastisitas


Jenis Tegangan Kelas kuat kayu
No
(kg/cm2) I II III IV V

Tegangan lentur
1 150 100 75 50 -
sejajar serat (σlt//)

Tegangan tekan =

2 tarik sejajar serat 130 85 60 45 -

(σlt// = σlt//)

Tegangan tekan tegak


3 40 25 15 10 -
lurus serat (σlt// ┴)

Tegangan geser
4 20 12 8 5 -
sejajar serat (ɽ//)

5 Modulus elaastis (E) 125000 100000 80000 60000 -

Sumber : PKKI Tahun 1961

2.7.2. Multiplek

Triplek terdiri sejumlah lapisan kayu finer yang direkatkan bersilang satu

diatas yang lain. Pada umumnya lapisa-lapisan finer dikupas dari sebatang kayu

bulat finer yang ditusuk akan memperlihatkan retakan-retakan kecil

dipermukaannya.
27

Ketebalan satu lapisam finer berkisar antara 1,5 – 2,5 hingga 3 mm. setiap

lapis finer dari satu plat tidak harus sama tebal dan jenis kayu yang sama.

Hal-hal yang merugikan dengan menggunakan triplek (multiplek) adalah

sebagai berikut :

A. Harganya yang relatif tinggi.

B. Sudut dan tepi dari plat-plat mudah rusak.

C. Permukaan dari plat harus ditangani dengan hati-hati.

Dalam pembuatan dan pemasangan bekisting hal yang paling utama agar

bekisting dapat digunakan berulang kali yaitu pada saat pembongkaran, oleh karena

itu diperlukan model bekisting yang mudah dilakukan pada saat pembongkaran,

salah satunya dengan menggunakan bekisting balok konvensional.

2.8. Perencanaan Biaya Proyek

2.8.1. Tahapan Perencanaan Biaya Proyek

Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang

sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu

perlu dilakukan identifikasi biaya proyek dengan tahapan perencanaan biaya proyek

sebagai berikut :

A. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global

berdasarkan informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan berdasarkan

unit biaya bangunan berdasarkan harga per kapasitas tertentu.

B. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak detail

berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.


28

C. Tahapan pelelangan , biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar

didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar kerja

yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak pekerjaan.

D. Tahapan pelaksanaan, biaya proyek pada tahapan ini dihitung lebih detail

berdasarkan kuantitas pekerjaan, gambar shop drawing dan metode

pelaksanaan dengan ketelitian yang lebih tinggi.

Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan proyek,

dilakukan estimasi biaya (Husen, 2009).

2.8.2. Estimasi Biaya

Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang

berdasarkan analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu

dengan hasil seoptimal mungkin. Aspek itu dapat dikelompokkan menjadi 4

tahapan yaitu (Kodoatie, 1995) :

A. Tahapan studi.

B. Tahapan perencanaan.

C. Tahapan pelaksanaan.

D. Tahapan operasi dan pemeliharaan.

Pada tahap perencanaan sangat penting untuk memperhatikan perkiraan biaya

untuk membangun proyek karena memiliki fungsi dengan spektrum yang amat luas

bagi masing-masing organisasi peserta proyek dengan penekanannya yang berbeda-

beda. Bagi pemilik, angka yang menunjukkan jumlah perkiraan biaya akan menjadi

salah satu patokan untuk menentukan kelanjutan investasi.

Untuk kontraktor, keuntungan financial yang akan diperoleh tergantung

kepada seberapa jauh kecakapannya membuat perkiraan biaya, bila penawaran


29

harga yang diajukan terlalu tinggi kemungkinan besar kontraktor yang

bersangkutan akan mengalami kekalahan, sebaliknya bila memenangkan lelang

dengan harga terlalu rendah akan mengalami kesulitan di belakang hari. Untuk

konsultan, angka tersebut diajukan kepada pemilik sebagai usulan jumlah biaya

terbaik untuk berbagai kegunaan sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat

tertentu, kredibilitasnya terkait dengan kebenaran atau ketepatan angka-angka yang

diusulkan (Soeharto, 1997).

Perkiraan biaya atau estimasi biaya adalah seni memperkirakan (the art of

approximating) kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan

yang didasarkan atas informasi yang tersedia pada waktu itu (Soeharto, 1997).

Dalam prosesnya, tiap-tiap kategori estimasi harus secara hati-hati dipersiapkan

dari tingkat estimasi konseptual sampai pada estimasi detail untuk memperoleh

keakuratan estimasi biaya konstruksi. Keakuratan estimasi biaya konstruksi

seharusnya meningkat sesuai dengan perubahan proyek, dari perencanaan, desain

hingga estimasi akhir pada saat penyelesaian proyek. Hal ini bisa diprediksi dari

estimasi konseptual yang akan membentuk batasan, dengan tingkat keakuratannya

relatif luas terhadap nilai kontrak proyek konstruksi, karena tidak semua gambaran

desain dan detail disebutkan selama perencanaan awal.

Estimasi biaya dibedakan menjadi estimasi biaya konseptual dan estimasi

biaya detail. Estimasi biaya konseptual adalah estimasi biaya berdasarkan konsep

bangunan yang akan dibangun. Estimasi biaya konseptual ini bisa disebut juga

sebagai perkiraan biaya pendahuluan. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya

bahwa perkiraan biaya pendahuluan dikerjakan pada tahap konseptual di mana

dalam tahap ini semua aspek yang berkaitan dengan rencana investasi
30

dikembangkan, dikaji dan disaring untuk sampai pada suatu laporan yang dapat

dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan untuk tahap berikutnya (Soeharto,

1997). Tuntutan yang harus dipenuhi untuk bisa berlanjutnya rencana investasi

adalah kualitas perkiraan biaya yang berkaitan dengan akurasi estimasi biaya

tersebut. Kualitas suatu estimasi biaya yang berkaitan dengan akurasi dan

kelengkapan unsur-unsurnya tergantung pada hal-hal berikut (Soeharto, 1997) :

A. Tersedianya data dan informasi

B. Teknik atau metode yang digunakan

C. Kecakapan dan pengalaman estimator

D. Tujuan pemakaian perkiraan biaya

Tersedianya data dan informasi memegang peranan penting dalam hal

kualitas perkiraan biaya yang dihasilkan. Hal ini juga memerlukan kecakapan,

pengalaman serta judgement dari estimator dan tergantung pula dengan metode

perkiraan biaya yang dipakai.

2.8.3. Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Analisa harga satuan pekerjaan adalah suatu cara perhitungan harga satuan

pekerjaan konstruksi yang dijabarkan dalam perkalian kebutuhan bahan bangunan,

upah kerja, dan peralatan dengan harga bahan bangunan, standart pengupahan

pekerja dan harga sewa atau beli peralatan untuk menyelesaikan per satuan

pekerjaan konstruksi.

Analisa harga satuan pekerjaan ini dipengaruhi oleh angka koefisien yang

menunjukkan nilai satuan bahan atau material, nilai satuan alat, dan nilai satuan

upah tenaga kerja ataupun satuan pekerjaan yang dapat digunakan sebagai
31

acuan/panduan untuk merencanakan atau mengendalikan biaya suatu pekerjaan.

Untuk harga bahan material didapat dipasaran, yang kemudiandikumpulkan

didalam suatu daftar yang dinamakan harga satuan bahan/material, sedangkan upah

tenaga kerja didapatkan di lokasi setempat yang kemudian dikumpulkan dan didata

dalam suatu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah tenaga kerja. Harga

satuan yang didalam perhitungannya haruslah disesuaikan dengan kondisi

lapangan, kondisi alat/efisiensi, metode pelaksanaan dan jarak angkut.

Skema harga satuan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh faktor

bahan/material, upah tenaga kerja dan peralatan dapat dirangkum sebagai berikut :

Harga Satuan
UPAH /
Upah
TENAGA/
Analisa Upah Satuan Pekerja
Harga Satuan HARGA
BAHAN /
Bahan MATERIAL/ SATUAN
Analisa Satuan Pekerja PEKERJA
Bahan
Harga Satuan
Alat PERALATAN /
Analisa Alat Satuan Pekerja

Gambar 2.11 Skema Harga Satuan

( Sumber : Ibrahim, Rencana dan Estimate Real Of Cost, Jakarta, 1993 )

Dalam skema diatas dijelaskan bahwa untuk mendapatkan harga satuan

pekerjaan maka harga satuan bahan, harga satuan tenaga, dan harga satuan alat

harus diketahui terlebih dahulu yang kemudian dikalikan dengan koefisien yang

telah ditentukan sehingga akan didapatkan perumusan sebagai berikut :

A. Upah : harga satuan upah x koefisien (analisa upah)

B. Bahan : harga satuan bahan x koefisien (analisa bahan)

C. Alat : harga satuan alat x koefisien (analisa alat)


32

Maka didapat : ( Harga Satuan Pekerjaan = Upah + Bahan + Peralatan )

Besarnya harga satuan pekerjaan tergantung dari besarnya harga satuan

bahan, harga satuan upah dan harga satuan alat dimana harga satuan bahan

tergantung pada ketelitian dalam perhitungan kebutuhan bahan untuk setiap jenis

pekerjaan. Penentuan harga satuan upah tergantung pada tingkat produktivitas dari

pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan. Harga satuan alat baik sewa ataupun

investasi tergantung dari kondisi lapangan, kondisi alat atau efisiensi, metode

pelaksanaan, jarak angkut dan pemeliharaan jenis alat itu sendiri.

2.8.4. Analisa Bahan dan Upah

Yang dimaksud dengan analisa bahan suatu pekerjaan, ialah yang menghitung

banyaknya/volume masing-masing bahan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan.

sedangkan Yang diamksud dengan analisa upah suatu pekerjaan ialah, menghitung

banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk

pekerjaan tersebut. (H.bachtiar,1993)

Sebagai contoh daftar analisa upah dan bahan (SNI) . SNI merupakan

pembaharuan dari analisa BOW (Burgeslijke Openbare Werken) 1921, dengan kata

lain bahwa analisa SNI merupakan analisa BOW yang diperbaharui. Analisa SNI

ini dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pemukiman. Sistem

penyusunan biaya dengan menggunakan analisa SNI ini hampir sama dengan

sistem perhitungan dengan menggunakan analisa BOW. Prinsip yang mendasar

pada metode SNI adalah, daftar koefisien bahan, upah dan alat sudah ditetapkan

untuk menganalisa harga atau biaya yang diperlukan dalam membuat harga satu

satuan pekerjaan bangunan. Dari ketiga koefisien tersebut akan didapatkan

kalkulasi bahan-bahan yang diperlukan, kalkulasi upah yang mengerjakan, serta


33

kalkulasi peralatan yang dibutuhkan. Komposisi perbandingan dan susunan

material, upah tenaga dan peralatan pada satu pekerjaan sudah ditetapkan, yang

selanjutnya dikalikan dengan harga material, upah dan peralatan yang berlaku

dipasaran.

Rancangan Standar Nasional (RSNI) tentang cara perhitungan harga satuan

pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan dan perumahan adalah revisi o1RSNI

T-13-2002, tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton, dengan perubahan

pada indeks harga bahan dan indeks harga tenaga kerja.

Standar ini disusun oleh panitia teknis bahan konstruksi bangunan dan

rekayasa sipil melalui gugus kerja struktur dan konstruksi bangunan pada

subpanitia teknik bahan, sains, struktur, dan konstruksi bangunan.

DAFTAR ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN


Harga Jumlah
Analisa Uraian Pekerjaan Koefisien Satuan Satuan Harga
Rp. Rp.
1 2 3 4 5 6
Pekerjaan Bekisting
SNI 7394:2008 No.6.24
1 m2 Bekisting Untuk Pekerjaan Pelat Lantai
Tenaga Pekerja 0,660 OH
Tukang Kayu 0,330 OH
Kepala Tukang 0,033 OH
Mandor 0,033 OH
Material
Kayu kls III 0,040 m3
Paku 0,400 kg
5 cm – 12 cm
Minyak Bekisting 0,200 liter
Balok kayu kls II 0,015 m3
Plywood tebal 9 mm 0,350 Lbr

1
(BSN) Badan Standardisasi Nasional, SNI-7394:2008)
34

Dolken kayu ɸ galam, (8-10) cm,


6000 batang
panjang 4 m

Tabel 2.3. Analisa Pekerjaan Bekisting dengan Model SNI

Sumber : ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional, SNI 7394 : 2008.

Tabel 2.4. Analisa Pekerjaan Bekisting pekerjaan balok.


1 m2 Bekisting Untuk Pekerjaan Balok

Tenaga Pekerja 0,660 OH

Tukang Kayu 0,330 OH

Kepala Tukang 0,033 OH

Mandor 0,033 OH

Material

Kayu kls III 0,040 𝑚3

Paku
0,400 kg
5 cm – 12 cm

Minyak Bekisting 0,200 Liter

Balok kayu kls II 0,015 𝑚3

Plywood tebal 9 mm 0,350 Lembar

Dolken kayu ɸ 6000 Batang


galam (8-10) cm panjang 4m
Sumber : ICS 91.010.20 Badan Standardisasi Nasional, SNI 7394 : 2008

Keterangan :

Kolom 1 : Menandakan kode analisa.

Kolom 2 : Menandakan uraian pekerjaan.


35

Kolom 3 : Menandakan indeks atau koeffisien yang berupa sebuah angka ketetapan

dari SNI, baik untuk bahan, upah tenaga dan Koefisien / indeks mendeskripsikan

seberapa besar alat dan tenaga yang digunakan didalam mengerjakan pekerjaan

galian tanah dengan volume 1 m3.

Kolom 4 : Menandakan satuan bahan, upah tenaga dan peralatan.

Kolom 5 : Menandakan harga satuan bahan, upah tenaga, dan peralatan.

Kolom 6 : Menandakan jumlah harga yang berarti koeffisien dikalikan dengan

harga satuan.

2.9. Penelitian Terdahulu

Penggunaan penelitian terdahulu dibutuhkan dalam sebuah pelaksanaan

penelitian, sebab dengan adanya hal tersebut dapat membantu untuk

membandingkan antara tujuan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang

akan dilaksanakan saat ini. Selain itu sangat membantu dalam memberikan

informasi dan literature yang dibutuhkan.


36

Tabel 2.5. Penelitian terdahulu


No Judul Skripsi dan Penulis Uraian
Rumusan Masalah Tujuan Analisa Data Hasil Analisa Data
Analisa Perbandingan
Penggunaan Bekisting Semi
Bagaimana melakukan
Konvensional Dengan Untuk mengetahui Menganalisa Bekisting yang
perbandingan analisa
Bekisting Sistem Table Form perbandingan bekisting perbandingan bekisting efektif terhadap
bekisting konvensional
1 Pada Konstruksi Gedung yang efektif terhadap High yang efektif terhadap High Rise Building
dengan sistem table form
Bertingkat Rise Building dan Low Rise High Rise Buliding dan dan Low Rise
pada High Rise Building dan
Yevi Novi Dwi Saraswati Buliding Low Rise Building Building
Low Rise Building?
S1 Teknik Sipil FTSP-ITS
2012

Perbandingan Waktu dan 1. Mengetahui Jumlah


1. Berapa waktu yang
Biaya Konstruksi Pekerjaan waktu yang dibutuhkan Menganalisa Alternatif
dibutuhkan dari bekisting
Bekisting Menggunakan pada bekisting table form penggunaan penggunaan dari
table form dan bekisting
Metode Semi Sistem Dengan dan semi sistem perbandingan waktu dan kedua bekisting
2 semi sistem
Table Form 2. Mengetahui jumlah biaya pada bekisting akan lebih efektif
2. Berapa yang dibutuhkan
Muhammad Fandi biaya yang dibutuhkan table form dan semi terhadap proyek
dari bekisting table form dan
S1 Teknik Sipil FTSP-ITS pada bekisting table form sistem yang dikerjakan
bekisting semi sistem
2013 dan semi sistem

1. Bagaimana perencanaan 1. Mengetahui cara


Evaluasi Perbandingan pola kerja sistem zoning melakukan perencanaan
Metode perancah
Bekisting Perancah penggunaan bekisting pada pola kerja sistem zoning
table form yang
Konvensional Dan Bekisting pelaksanaan proyek pekerjaan bekisting pada
Menganalisa pembagian lebih efektif dan
Perancah Table Form apartemen puncak proyek apartmen puncak
3 zona berdasarkan analisa efisien walaupun
Menggunakan Sistem Zoning Dharmahusada Dharmahusada
perhitungan menggunakan 6
Whifaq Fatha Arija 2. Berapa waktu yang 2. Mengetahui waktu yang
zona kerja dan 4
S1 Teknik Sipil FTSP-ITS dibutuhkan bekisting dibutuhkan dari bekisting
zona kerja
2017 konvensional dangan konvensional dan table
bekisting table form form

1. Manakah yang lebih hemat


1. Mengetahui biaya
biaya penggunaan bekisting Menganalisa
Komparasi Biaya Pelaksanaan terhemat antara bekisting
konvensional atau bekisting Perbandingan biaya Metode bekisting
Penggunaan Bekisting konvensional atau
peri kedua bekisting dan peri lebih efisien
Konvensional dan Bekisting bekisting sistem peri
2. Faktor-faktor apa saja yang penetu faktor apa saja pekerjaan lebih
4 Sitem Peri 2. Mengetahui faktor apa
bisa menjadi pertimbangan sehinga kontraktor bisa rapih juga dan
Esti Legstyana saja dalam memilih
pelaksanaan didalam menentukan bekisting mengurangi
S1 Teknik Sipil FTSP-ITS bekisting konvensional
memilih bekisting yang tepat untuk limbah konstruksi
2012 atau bekisting sistem peri
konvensional atau bekisting digunakan
untuk konstruksi gedung
peri untuk konstruksi gedung
37

BAB III

METODELOGI PENELITIAN DAN DATA-DATA

3.1. Metode Penelitian

Metode Pelaksanaan Pekerjaan struktur merupakan tahapan yang

menentukan keberhasilan suatu proyek konstruksi, sehingga aspek teknis dan non

teknis pelaksanaan sangat berperan, seperti rencana kerja, teknis pelaksanaan,

metode pelaksanaan, tenaga kerja, upah, serta material konstruksi dan alat

konstruksi yang digunakan. Metode pelaksanaan pekerjaan meluputi pekerjaan.

pelat lantai dan balok.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang digunakan untuk

mendapatkan data. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh

dari kontraktor pelaksana meliputi laporan anggaran biaya progress pelaksanaan

fabrikasi bekisting aluma system dan gambar rencana proyek.

3.3. Pengumpulan Data Proyek

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari penelitian akhir ini, maka

diperlukan data-data sebagai berikut :

A. Lokasi Proyek.

B. Metode kerja bekisting yang digunakan.

C. Spesifikasi bekisting yang digunakan.

D. Daftar harga material untuk bekisting.

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian


38

Tahapan dalam analisis data merupakan urutan langkah yang dilaksanakan

secara sistematis dan logis sesuai dasar teori permasalahan sehingga didapat

analisis yang akurat untuk mencapai tujuan penuloisan. Adapun tahap dan prosedur

penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

A. Tahap Persiapan

Langkah yang dilakukan yaitu merumuskan masalah penelitian, tujuan penelitian

menentukan metode yang digunakan dan menggali kepustakaan. Melakukan studi

pustaka yaitu dengan membaca materi kuliah, buku-buku

referensi, buku-buku tugas akhir, dan jurnal yang berhubungan dengan pembuatan

laporan penelitian.

B. Tahap Pengumpulan Data

langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :

Mengumpulkan data proyek yang dijadikan objek penelitian, berupa data sekunder

dari kjontraktor pelaksana dan pengawas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

proyek. Dari observasi diperoleh data sebagai berikut :

1. Gambar Rencana Proyek

2. Metode kerja dan daftar harga material, spesifikasi bekisting yang digunakan,

3. Data-data anggaran biaya bekisting konvensional, peri, dan aluma

C. Tahap analisis data

Adapun langkah yang dilakukan adalah :

1. Menghitung waktu dan biaya kebutuhan material dan tenaga kerja yang

digunakan pada pelaksanaan pekerjaan bekisting.


39

2. Membandingkan analisis pekerjaan bekisting konvensional, peri dan aluma

berdasarkan analisa biaya konstruksi kontraktor serta penggunaan material

pada implementasi proyek.

3. Tahap Pembahasan Langkah yang dilakukan adalah membahas hasil penelitian

perbandingan penggunaan bekisting konvensional, peri serta aluma.


40

3.5. Diagram Alir Analisa Perbandingan

Mulai
Tahap I

Persiapan :
 Menentukan masalah
 Menentukan tujuan
penelitian Tahap II

Teknik Pengumpulan Data


Mengumpulkan data sekunder yang dijadikan objek penelitian
dari kontraktor pelaksana dan pengawas yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan proyek pembangunan gedung yang
menggunakan bekisting konvensional, peri dan aluma sistem.

Tahap III

Analisa Perbandingan

Bekisting Bekisting Sistem


Konvensional Bekisting Sistem Aluma
Peri
Metode Pelaksanaan Metode Pelaksanaan Metode
Pelaksanaan
Analisa kebutuhan Analisa kebutuhan Analisa kebutuhan
pekerja dan material pekerja dan material pekerja dan material
bekisting bekisting bekisting

Waktu dan Biaya Waktu dan Biaya Waktu dan Biaya

Tahap IV

Pembahasan
Tahap V

kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Analisa Perbandingan Penelitian


41

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

besarnya biaya pembuatan bekisting pekerjaan pelat lantai dan balok dengan

membandingkan penggunaan bekisting konvensional, peri dan aluma sistem. Untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan maka dilakukan analisa biaya,

4.1.1. Pengenalan Proyek

4.1.2. Data Proyek

Nama Proyek : Rusunawa Penggilingan

Lokasi : Jl. Penggilingan Raya No. 56 Jakarta Timur. DKI

Jakarta

Spesifikasi Bangunan : Gedung Bertingkat

Fungsi Bangunan : Hunian Rumah Susun

Pemberi Tugas : Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Jumlah Tower : 4 Tower

Jumlah Lantai : 17 Lantai

4.1.3. Waktu Pelaksanaan Proyek

Jangka waktu pelaksanaan selama 470 (Empat Ratus Tujuh Puluh) Hari

Kalender Kerja, pemeliharaan 365 (Tiga Ratus Enam Puluh Lima) hari.
42

4.1.4. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proyek

Pemilik : Pemprov DKI Jakarta.

Perencana Arsitektur : PT. Atelier Enam (enam) Arsitek KSO.

Perencana Me : PT. Atelier Enam (enam) Arsitek KSO.

Perencana MK : PT. Yodia Karya.

Kontraktor : PT. Totalindo Eka Persada.

4.1.5. Data Sekunder

Tabel 4.1. Data struktur pelat


No Uraian Keterangan
1 Pelat Beton Bertulang
2 Tebal Pelat 12 cm = 0,12
3 Tinggi Antar Lantai 3,2 m
Volume Pekerjaan
4
Pelat 1 Lantai 790 m2
5 Jumlah Lantai 17
LT Ds 1
LT 2 - 16
LT Atap 17
Sumber : Data lapangan

4.1.6. Lokasi Proyek Penelitian

Gambar : 4.1. Lokasi Rusunawa Penggilingan


(Sumber : KAK Rusunawa Penggilingan)
43

4.2. Metode Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting

Konvensional.

Pekerjaan balok dan pelat lantai dirancang sebagai satu kesatuan yang

monolit, sehingga dalam pengerjaannya harus dikerjakan secara bersama.

Pemasangan bekisting balok dan penulangan baloknya dikerjakan terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan bekisting pelat lantai dan penulangan

pelat lantainya.

4.2.1. Metode Bekisting Balok

Bentuk penampang balok umunya berbentuk segi empat dengan posisi

berdiri.

Gambar 4.2. Detail bekisting balok


Sumber : (https://ceritaengineer.com/bekisting-balok-dan-pelat-sistem)

Bagian-bagian dari bekisting balok terdiri dari :

A. Bekisting kontak pipi dan bodeman

Bekisting kontak adalah bagian dari bekisting yang berhubungan langsung

dengan beton. Material yang digunakan adalah material pelat yang memiliki
44

sifat tahan air dan tahan aus. Fungsinya sebagai pemberi bentukan pada balok

dan juga menerima langsung beban yang bekerja dari beton. Ketebalan dari

pelat ini tergantung dari perhitungan beban yang ditanggungnya.

B. Rangka alas dan pipi vertical dan horizontal

Rangka ini berfungsi sebagai penerima beban yang disalurkan dari bekisting

kontak kemudian disalurkan kepada komponen bekisting dibawahnya.

Material yang digunakan biasanya adalah kayu ukuran 2/3, 4/6, 5/7, 5/10 atau

juga dari material yang lebih kuat seperti besi hollow atau plat siku.

Penggunaan material tersebut tergantung dari penentuan sistem metode yang

akan dipakai dan juga dari perhitungan kekuatan beban.

C. Balok suri

Balok suri berfungsi menyebarkan beban yang diperoleh dari rangka alas balok

kepada gelagar memanjang yang ada dibawahnya. Balok suri dipasang arah

berlawanan dengan panjang balok sedangkan panjang dari balok suri

tergantung dari kebutuhan

D. Balok engkel (gelagar memanjang)

Balok engkel pada pada konstruksi balok dimensi kecil jarang dipakai.

Fungsinya adalah menyalurkan beban dari konstruksi diatasnya kepada

stampel atau penopang dibawahnya.

E. Stempel (penopang)

Stampel adalah bagian yang menahan beban dari beban diatasnya dan

menyalurkan pada tanah atau lantai yang ada dibawah. Kekuatan dari pada

stampel ini yang menentukan kestabilan dari keseluruhan bekisting.


45

F. Skoor Skoor adalah penopang pipi balok. Fungsinya menyebarkan gaya

horizontal yang diterima pipi balok kepada balok suri atau kayu memanjang

yang ada dipangkalnya.

4.2.1.2 Metode Bekisting Pelat

Pada umumnya lantai dicor bersama-sama dengan balok. Konstruksi

bekisting lantai harus dapat menahan beban-beban yang bekerja diatasnya agar

memenuhi syarat sebagai bekisting dan tidak melebihi lendutan yang diijinkan.

Bagian-bagian pada bekisting lantai yang menerima beban terdiri dari balok

kayu yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan dibantu oleh papan pengokoh

dan selur-selur yang terdiri dari kayu papan agar konstruksi lebih stablil.

Gambar : 4.3. Sketsa komponen bekisting pelat lantai


Sumber : (F.Wigbout, 1992 Hal 334)

A. Bekisting kontak
Sama halnya seperti pada bekisting balok fungsinya menyalurkan beban dari
beton ke anak balok yang di bawahnya.
B. Anak balok (rangka pelat)
Menjadi tulangan dari bekisting pelat. Jarak praktis pemasangan anak balok ini
antara 25 sampai 50 cm tergantung dari pembebanan dan juga jenis dan tebal
material pelat yang dipakai sebagai bekisting kontak.
C. Balok penyangga
Berfungsi seperti balok engkel pada bekisting balok. Beban yang diterima dari
anak balok diteruskan kepada stampel yang ada dibawahnya.
D. Stampel (penopang)
46

Adalah bagian yang menahan beban dari beban diatasnya dan menyalurkannya
pada tanah atau lantai yang ada dibawah. Kekuatan dari pada stampel ini yang
menentukan kestabilan dari keseluruhan bekisting.

Gambar 4.4. Penempatan Anak Balok Melintang dan Perancah


Sumber : (Legstyana, 2012)

Gambar 4.5. Potongan A-A Bekisting Konvensional


Sumber : (Legstyana, 2012)
47

4.2.1.3. Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting Balok Dan Pelat Sistem

Konvensional

Biaya tenaga kerja dan peralatan bagi konstruksi bekisting dan penggunaanya

memiliki porsi terbesar dari total keseluruhan biaya. Dalam berbagai estimasi, biaya

untuk membuat, mendirikan, dan perkuatan bekisting diestimasi terhadap

produktivitas pekerja. Semua pengeluaran untuk tenaga kerja dan peralatan kerja

bekisting digabungkan dalam 3(tiga) urutan pekerjaan bekisting yaitu membuat

(build), memasang (erect), dan pembongkaran (strip).

4.2.1.4. Pekerjaan Bekisting Balok

Struktur balok beton adalah konstruksi yang menghubungkan satu kolom

dengan kolom lainnya untuk menopang lantai dan beban-beban yang ada diatasnya.

Berikut langkah kerja pelaksanaan bekisting balok, dengan bentuk bekisting balok

persegi panjang :

A. Pembuatan (build)

1. Persiapan material kontak bekisting balok berupa multiplek atau papan yang

dipotong sesuai dengan ukuran balok yang akan dikerjakan. Perlu

diperhatikan metode pemotongan agar terjadi banyak pemborosan material.

2. Pembuatan panel pipi balok dan alas (bodeman) dengan pemotongan rangka

panel sesuai dengan ukuran dan jarak pemasangan yang telah direncanakan.

B. Pemasangan (erect)

1. Menentukan dan mengukur ketinggian dasar bekisting balok, kemudian

menarik dari dua buah titik yang sudah diukur dengan waterpass sebagai

dasar bekisting.

2. Memasang papan alas sebagai tempat berdirinya perancah (tiang)


48

3. Memasang perancah atau stampel kaso atau balok dengan jarak antar tiang

sesuai dengan gambaran kerja. Pemasangan pengaku antar tiang apabila

diperlukan.

4. Memasang gelagar memanjang (balok engkel) dengan posisi gelagar bagian

atas menyentuh benang yang sudah di waterpass.

5. Memasang balok suri diatas gelagar memanjang dengan jarak pemasangan

sesuai gambar rencana.

6. Pemasangan rangka alas balok (bodeman) dengan mengacu pada titik as

balok yang telah ditandai dengan benang dan unting-unting.

7. Setelah alas balok terpasang dengan benar, maka dilakukan perangkaian

panel pipih balok. Diusahakan agar posisi pipi balok tegak lurus alas balok

8. Pemasangan skoor penahan untuk mempertahankan ketegakan pipi balok dan

menahan beban pada saat pengecoran terjadi.

C. Pembongkaran (strip)

1. Pembongkaran diawali dengan pelepasan skoor-skoor penahan pipi balok.

2. Pembongkaran pipi-pipi balok dengan metode kerja yang efisien agar tidak

terjadi kerusakan terhadap panel-panel pipi bekisting tersebut.

3. Pembongkaran alas balok dilakukan bersamaan dengan pembongkaran balok

suri dan gelagar memanjang.

4. Stempel (tiang) penyangga dibuka dan ditempatkan secara teratur untuk

memudahkan penggunaan selanjutnya.


49

4.2.1.5. Pekerjaan Bekisting Pelat Lantai

Tebal lantai beton yang dipakai untuk struktur umumnya nilainya berkisar

antara 12 – 15 cm, sedangkan untuk atap beton tebalnya antara 8 – 12 cm. berikut

ini adalah langkah kerja pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai (Suripto,

2000) :

A. Pembuatan (build)

Persiapan material kontak bekisting balok berupa multiplex atau papan yang

dipotong sesuai dengan ukuran balok yang akan dikerjakan. Perlu diperhatikan

alur penghamparan material kontak agar tidak terjadi pemborosan material.

B. Pemasangan (erect)

1. Menentukan dan mengukur ketinggian elevasi bekisting pelat lantai,

kemudian menarik dari dua buah titik yang sudah diukur dengan waterpass

sebagai dasar bekisting.

2. Memasang papan alas sebagai tempat berdirinya perancah (tiang).

3. Memasang perancah atau stampel kaso atau balok dengan jarak antar tiang

sesuai dengan gambar kerja. Pemasangan pengaku antar tiang apabila

diperlukan

4. Memasang gelagar memanjang (balok engkel) dengan posisi gelagar bagian

atas menyentuh benang yang sudah di waterpass.

5. Pemasangan anak balok atau rangka pelat dengan jarak pemasangan sesuai

dengan gambar rencana.

6. Penghamparan bekisting kontak yang kemudian dipaku ke rangka pelat lantai.

7. Pengecekan kerataan dan elevasi permukaan bekisting.


50

C. Pembongkaran (strip)

1. Pembongkaran diawali dengan pelepasan bekisting kontak dan rangka pelat

lantai.

2. Pembongkaran balok suri dan gelagar memanjang.

3. Stampel (tiang) penyangga dibuka dan ditempatkan secara teratur untuk

memudahkan penggunaan selanjutnya.

4.3. Metode Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting

Sistem Peri.

Sebelum pelaksanaan pekerjaan bekisting harus diperhitungkan terlebih

dahulu kebutuhan material bekisting sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Penempatan material bekisting harus pada tempat yang terlindung terhadap cuaca,

memiliki sirkulasi udara yang baik, serta diletakkan di atas balok penumpu.

Penempatan bahan material di lokasi proyek harus berada dekat dengan tempat

yang akan dilakukan pekerjaan bekisting. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan

pengambilan material dan memudahkan pekerjaan bekisting. Tetapi penempatan

material tidak diperbolehkan secara sembarangan dan asal tumpuk saja, material

harus disusun secara rapi dan sesuai dengan kebutuhan material yang akan dipasang

dan diletakkan di satu tempat yang sama sehingga tidak kelihatan semrawut dan

tidak menggangu aktifitas pekerjaan lain.


51

Tabel 4.2. Elemen Peri

Girder Gt-24 Berfungsi sebagai perkuatan


bekisting untuk menerima beban diatasnya. Bahan
dari finland birch, panjang 2.45 m, 2.90m, 3.3m,
3.6m, 3.9m, 4.9m, 5.9m.

Balok VT-20 K GIRDER L = 5,9


Berfungsi untuk menahan beban balok dan ¼ pelat.
Bahan kayu kamper medan, rasamala, kruing,
dimensi 6/12, 5/10, panjang menyesuaikan dari
dimensi balok.

ELEMEN VERTIKAL
Berfungsi untuk menahan beban diatasnya. Bahan
dari hot dip galvanis, diameter 48.3 mm, tebal 3.25
mm, panjang 1 m, sampai 2 m.

ELEMEN HORIZONTAL
Berfungsi untuk merangkai dan menyatukan
batang vertical sehingga didapat satu kesatuan
yang kokoh. Bahan dari hotdip galvanis, diameter
48.3 mm, tebal 3.25 mm, panjang 0,5 m.

PROP SUPPORT 400 M.90 GALV


Berfungsi menahan beban diatasnya. Bahan hot dip
galvanis, panjang 3 m, 3.5 m, 4 m, 4.5 m.
52

JACK BASE
Berfungsi sebagai tumpuan capslock pada lantai.
Bahannya galvanis, panjang 75cm, dimensi 15cm
x 15cm.
U- HEAD
Berfungsi sebagai tumpuan balok girder H20.
Bahan galvanis, panjang 75 cm, dimensi 24 cm x
15 cm x 20 cm.

BEAM CLAM
Berfungsi sebagai pengunci dinding balok agar
sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan
menahan beban dari samping balok. Bahan baja
siku, dimensi 5 cm x 5 cm x 5 mm, panjang
tergantung dengan dimensi balok

TRIPOD TELESCOPIC
Berfungsi sebagai tumpuan dan menjaga support
agar tetap dalam posisi vertical, tidak goyah dan
kuat. Bahan hot dip galvanis, tinggi 75 cm.

PAPAN PHENOLIC
Berfungsi meratakan permukaan balok dan slab.
Bahan plywood yang dilapisi film, tebal 12 mm,
panjang 2.44 m, lebar 1.24 m.

Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/
53

4.3.1. Metode Pelaksanaan Bekisting Balok dan Pelat Lantai Multiflex Girder
Slab Formwork

Komponen utama dari MULTIFLEX adalah VT 20K atau GT 24 Formwork

Girders. Sebagai balok utama dan silang, posisi dan jarak serta formlining dapat

dipilih secara bebas, MULTIFLEX memberikan fleksibilitas maksimum untuk

berbagai macam persyaratan. Jika beban tinggi Bantalan Bekisting GT24

digunakan, bentang besar untuk tiang utama dan palang dapat direalisasikan. Oleh

karena itu, MULTIFLEX merupakan solusi ideal untuk perencanaan tanah yang

rumit, lembaran dengan offset atau balok downstand terintegrasi, serta operasi

pembentuk di ruang terbatas. Mengoptimalkan penggunaan material melalui

kombinasi GT 24 dan VT 20K Formwork Girder serta pengaturan girder yang dapat

dipilih secara bebas untuk semua rencana dasar melalui pemosisian variabel dari

girder juga secara poligon atau tumpang tindih untuk semua persyaratan permukaan

dengan formasi yang dapat dipilih secara bebas untuk kualitas yang ditentukan dan

dapat disesuaikan untuk menyesuaikan pengaturan bersama yang diperlukan.

Pemasangan bekisting balok dimulai dengan mendirikan PROP Support dan

perlengkapannya dengan jarak sesuai rencana pada as yang telah dimarking.

Sebagai pengaku scaffolding digunakan cross brace. Pembuatan acuan harus sesuai

gambar rencana sehingga menghasilkan beton dengan dimensi, ukuran sesuai

gambar rencana. Acuan diperkuat dengan skur-skur untuk menahan gaya yang

bekerja baik sebelum pengecoran maupun selama pengecoran. Adapun pemasangan

bekisting balok adalah sebagai berikut :


54

A. Memasang Jack Base dengan jarak sesuai gambar kerja.

Jack base

Gambar 4.6. Pemasangan Jack Base


Sumber : https://www.peri.com

A= Jarak Main Frame


B= Lebar Main Frame
C= Tinggi Jack Base
L= Panjang Jack Base

B. Memasang PROP Support dengan jarak sesuai gambar kerja.

Gambar 4.7 Prop Support


Sumber : https://www.peri.com
55

C. Memasang U-Head Jack. Tinggi U-Head Jack ini disesuaikan dengan elevasi

balok yang direncanakan. Untuk menyeragamkan ketinggian U-Head Jack

dipakai waterpass atau menggunakan theodolite.

Gambar 4.8 U-Head Jack


Sumber : https://www.peri.com

D. Memasang balok girder GT-24 arah memanjang dan balok engkel 6/12 – 2m

arah melintang dengan jarak sesuai gambar kerja.

Balok engkel 6/12

Gambar 4.9. Pemasangan Balok Girder 24 dan Girder VT-K


Sumber : https://docplayer.info/52507210-Bab-iii-data-teknis-dan-metode-
pelaksanaan.html
56

Gambar 4.10. Pengaplikasian pemasangan Balok Girder 24 dan Girder VT-K


Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/slab-formwork/multiflex-girder-
slab-formwork.html

E. Memasang panel bagian bawah (bottom form) dan kedua panel bagian samping

(side form). Panel bagian samping diperkuat dengan skur-skur dari kaso 5/7

untuk menahan gaya ke samping yang bekerja selama pengecoran berlangsung.

Panel terbuat dari plywood yang diperkuat dengan kaso. Ukuran lebar dan

panjang panel sesuai ukuran gambar rencana. Kemudian memasang beam clamp

dan stronger beam.


57

Side form

beam clamp
stronger beam

bottom form

Scaffolding

Gambar 4.11. Pemasangan bottom form dan side form


Sumber : https://docplayer.info/52507210-Bab-iii-data-teknis-dan-metode-
pelaksanaan.html

F. Memasang Balok Girder 24 6 M dan VT-20K GIRDER L = 5,9 M dengan

jarak sesuai gambar kerja, dilanjutkan dengan memasang plywood. Perletakan

plywood disesuaikan dengan ukuran Girder Gt dan VT

Gambar 4.12. Pemasangan multiflex girder slab formwork


Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/slab-formwork/multiflex-
girder-slab-formwork.html
58

4.4. Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting Aluma

System.

Gambar 4.13. Table Form Aluma Sistem


Sumber : www.aluma.com

Alumalite® Table Form adalah hasil dari Aluma Sistem sistem truss yang tak

tertandingi oleh sistem pengembangan dan penggunaan. Dengan kaki yang

dipatenkan desain yang memungkinkan staf ekstensi dan jack untuk digunakan di

bagian atas dan bawah meja, sistem ini dapat beradaptasi dengan sebagian besar

pelat dan balok konfigurasi, sementara memenuhi tuntutan metode konstruksi

kecepatan tinggi saat ini. Dengan berongga ganda yang dipatenkan revolusioner

kaki diekstrusi, bentuk tabel Alumalite® membuat konstruksi balok dan lempengan

jauh lebih mudah dan lebih cepat untuk menangani dari bentuk tabel sebelumnya
59

atau metode tradisional. 30% lebih ringan dari pendahulunya dan bias diterbangkan

dengan mudah oleh tradisional kapasitas crane, sistem Alumalite® adalah sistem

ideal untuk industri perumahan dan pasar slab and beam shoring.

4.4.1. Metode Kerja Pabrikasi Alumalite® Table Form

Urutan metode pemasangan atau pabrikasi bekisting aluma system adalah

sebagai berikut :

A. Pemasangan screwjack yang sudah diatur ketinggiannya. Kemudian screwjack

dimasukan kedalam staff.

B. Pemasangan staff kedalam outerleg dengan cara memasukan U-pin kelubang

yang terdapat pada keduanya.

C. Pemasangan spandrels atau truss arah memanjang table form. Pemasangan ini

dilakukan dengan mengencangkan baut antara spandrels atau truss dengan

crossbrace connectors.

D. Pemasangan strongback diatas spandrels atau truss dengan cara memasang

aluma clamp kemudian dikencangkan dengan baut.

E. Pemasangan crossbrace connectors diantara kedua rangkaian table form.

F. Pemasangan aluma beams® atau stringer yang menghubungkan spandrels

dengan aluma joist (bagian dari bekisting pelat lantai) kearah memanjang table

form.

G. Pemasangan bekisting pelat lantai yang telah terangkai plywood dengan aluma

beams kearah melintang table form.


60

Gambar 4.14. Rangkaian serta bagian Alumalite® table form


Sumber : http://www.ilmusipil.com/pabrikasi-bekisting-balok-dan-pelat-lantai
Keterangan alat yang digunakan:

1. Theodolite.

2. Waterpass.

3. Bor listrik.

4. Benang.

5. Kunci inggris.

6. Unting-unting.

7. Palu.

8. Meteran.

9. Gergaji.
61

4.4.2. Metode Kerja Bekisting Balok dan Pelat Lantai

Bentuk dan ukuran balok dan pelat lantai pada proyek ini adalah tipikal

(sama) dari lantai kelantai. Sehingga digunakan bekisting dengan sistem flying table

form (bekisting berbentuk meja yang dapat dengan mudah dipindah-pindah seperti

melayang menggunakan tower crane). Setelah proses perakitan alumalit® table

form dan pembuatan bekisting balok dan pelat lantai di los kerja kayu telah

dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pemasangan bekisting diarea yang telah

direncanakan dengan menggunakan tower crane.

Metode kerja bekisting balok dan pelat lantai menggunakan bekisting

aluma sistem sebagai berikut :

A. Pembuatan bekisting balok dan pelat lantai dikerjakan di los kerja kayu, yaitu

pemotongan plywood sesuai dengan luas sisi balok dan pelat lantai.

B. Pada bekisting pelat lantai, pemasangan plywood disatukan dengan rangkaian

Aluma beams® atau stringer dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

C. Setelah table aluma selesai disusun kemudian sebagian bekisting untuk pelat

lantai dipasang diatas table aluma.

D. Table aluma yang sudah siap dipasang kemudian diikat bagian tepi untuk

diangkat menggunakan towercrane.

E. Saat flying kaki dari table atau screwjack harus dalam posisi dipendekan, untuk

menjaga jika baseplat jatuh pada waktu flying.

F. Jika sudah diatas atau berada pada posisi yang diinginkan maka dilanjutkan

memasang bekisting hingga terpasang semua.

G. Untuk perkuatan arah memanjang pada sisi balok, dipasang kayu atau kaso 5/7

(dipasang vertical) setiap 50 cm, dengan cara memaku kedalam plywood.


62

Sedangkan bagian atas dan bawah balok dipasang kayu kaso 5/7 dengan arah

horizontal.

H. Setelah itu dipasang pembesian kemudian dichek oleh surveyor untuk

memastikan bahwa sudah tidak ada pelat yang miring, bekistingnya sudah

terpasang semua dan sesuai elevasi.

4.5. Perhitungan Luasan Volume Bekisting Balok dan Pelat

Tabel 4.3. perhitungan Volume Bekisting Struktur


Dimensi (m) tebal plat Panjang Volume
No As Line
Bottom Side (1) Side (2) (m) (m) (m2)
Horisontal
1 Grid 11-12 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.808
2 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
3 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
4 Grid 10-11 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
5 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
6 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
7 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
8 Grid 9-10 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
9 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
10 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
11 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
12 Grid 8 - 9 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
13 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
14 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
15 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
16 Grid 7 - 8 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
17 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
18 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
19 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
20 Grid 6 - 7 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 3.2 4.096
21 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
22 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
23 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
24 Grid 5 - 6 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 2.9 3.712
25 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.8 3.584
26 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
27 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
28 Grid 4 - 5 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
29 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
30 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
31 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
32 Grid 3 - 4 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
33 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
34 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
35 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
36 Grid 2 - 3 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
37 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
38 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
39 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
40 Grid 1 - 2 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
41 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
42 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
43 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
44 Grid 0 - 1 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.808
45 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
46 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
318.528
63

Vertical
1 Grid 12 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
2 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.2 1.656
3 Grid 11 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
4 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.25 5.865
5 Grid 10 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
6 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
7 Grid 9 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
8 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
9 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
10 Grid 8 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
11 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
12 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
13 Grid 7 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
14 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
15 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
16 Grid 6 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
17 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
18 Grid 5 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
19 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
20 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
21 Grid 4 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
22 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
23 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
24 Grid 3 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
25 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
26 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
27 Grid 2 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 0.713 0.98394
28 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
29 Grid 1 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 0.713 0.98394
30 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
31 Grid 0 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.2 1.656
32 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
127.893
Sumber : Analisa Penulis
64

Tabel 4.4. Perhitungan Volume Bekisting Balok Anak


Dimensi (m) tebal plat Panjang Volume
No As Line
Bottom Side (1) Side (2) (m) (m) (m2)
Horisontal
1 Grid 11 - 12 / DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.575 2.575
2 Grid 10 - 11 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
3 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
4 Grid 9 - 10 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
5 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
6 Grid 8 - 9 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
7 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
8 Grid 7 - 8 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
9 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
10 Grid 6 - 7 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 2.95 3.6875
11 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 2.4 3
12 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
13 Grid 5 - 6 / DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.7 2.7
/ DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.7 2.7
/ DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.15 2.15
14 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
15 Grid 4 - 5 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
16 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
17 Grid 3 - 4 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
18 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
19 Grid 2 - 3 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
20 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
21 Grid 1 - 2 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
22 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
23 Grid 0 / BA 0.2 0.4 0.4 0.12 2.575 2.575
145.3875
Sumber : Analisa Penulis
65

Tabel 4.5. Perhitungan Volume Bekisting Pelat


Dimensi Jumlah
No As Line Volume
Panjang Lebar kotak
1 Grid 11 - 12 / CB 2.575 1.8 1 4.635
2 Grid 10 - 11 / DC 5.6 5.25 29.4
3 / CB 5.6 1.8 3 10.08
4 / BA 5.6 5.25 29.4
5 Grid 9 - 10 / DC 5.6 5.25 29.4
6 / CB 5.6 1.8 3 10.08
7 / BA 5.6 5.25 29.4
8 Grid 8 - 9 / DC 5.6 5.25 29.4
9 / CB 5.6 1.8 3 10.08
10 / BA 5.6 5.25 29.4
11 Grid 7 - 8 / DC 5.6 5.25 29.4
12 / CB 5.6 1.8 3 10.08
13 / BA 5.6 5.25 29.4
14 Grid 6 - 7 / DC 5.25 2.95 15.4875
15 / CB 5.6 1.8 3 10.08
16 / BA 5.6 5.25 29.4
17 Grid 5 - 6 / DC 2.15 2.126 4.5709
18 / CB 5.6 1.8 3 10.08
19 / BA 5.6 5.25 29.4
20 Grid 4 - 5 / DC 5.6 5.25 29.4
21 / CB 5.6 1.8 3 10.08
22 / BA 5.6 5.25 29.4
23 Grid 3 - 4 / DC 5.6 5.25 29.4
24 / CB 5.6 1.8 3 10.08
25 / BA 5.6 5.25 29.4
26 Grid 2 - 3 / DC 5.6 5.25 29.4
27 / CB 5.6 1.8 3 10.08
28 / BA 5.6 5.25 29.4
29 Grid 1 - 2 / DC 5.6 5.25 29.4
30 / CB 5.6 1.8 3 10.08
31 / BA 5.6 5.25 29.4
32 Grid 0 - 1 / CB 2.675 1.8 4.815
33 / BA 2.575 1.281 3 3.298575
34 / BA 2.575 1.245 3.205875
666.01285
Sumber : Analisa Penulis
66

4.6. Analisa Kebutuhan Material Bekisting, Biaya, Pekerja dan Waktu


Pelaksanaan
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kebutuhan material yang

digunakan dengan tepat. Dari jumlah kebutuhan material yang dihasilkan, dapat

menunjang keakuratan perhitungan biaya pekerjaan bekisting secara keseluruhan.

Analisa kebutuhan material bekisting meliputi perhitungan sebagai berikut :

4.6.1. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Konvensional

Tabel 4.6. Perhitungan material dan biaya bekisting Konvensional


Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Konvensional

Kebutuhan Kebutuhan
Uraian Harga Beli Koefisien Satuan Harga Satuan Jumlah Harga
Alat Alat

Bahan Material 1 Lantai Seluruh Lantai m2


A

1. Kayu Kelas III 3,981,908.00 0.04 50.31 m3 100.63 159,276.32 200,341,136.73


2. Balok Kayu Kelas II 3,074,657.00 0.18 226.41 m3 452.82 553,438.26 696,126,392.92
3. Multiplex 18 mm 245,000.00 0.35 440.24 Lembar 1,760.95 85,750.00 323,574,511.42
Balok Struktur 4. Kayu Gelam 15,000.00 2.00 2,515.64 Batang 7,546.93 30,000.00 113,203,910.70
dan Balok Anak 18,000.00 0.40 503.13 Kg 503.13 7,200.00 9,056,312.86
5. Paku
dan Slab
6. Minyak Bekisting 15,000.00 0.20 251.56 Liter 251.56 3,000.00 3,773,463.69

Peralatan
Tower Crane 100,000.00 Buah

838,664.58 1,346,075,728.32

UPAH
1. Tukang Aluma bekisting 125,000.00
struktur 19,478.13 416,500,000.00
B
2. Kepala Tukang bekisting135,000.00
struktur 9,015.59 192,780,000.00
3. Mandor 150,000.00 8,347.77 178,500,000.00
36,841.48 787,780,000.00

875,506.06 2,133,855,728.32

Sumber : Analisa Penulis

4.6.1.1. Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Konvensional

Tabel 4.7. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan


Jumlah Hari Rencana Volume
Lantai Jumalah Pekerja Yang
Sumber Daya Manusia Pekerjaan Hari Kerja Pekerjaan per Biaya Pekerja
Keseluruhan Dibutuhkan
Hari Hari hari

Pekerja 13,207.12 14.00 416,500,000.00


Lantai 1 sampai
17 Kepala Pekerja 5,282.85 192,780,000.00
238 14.00 89.84 6.00

Mandor 4,402.37 5.00 178,500,000.00


787,780,000.00
Sumber : Analisa Penulis
67

4.6.2. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Peri


Tabel 4.8. Perhitungan material dan biaya bekisting Peri
Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Peri
Uraian Harga Beli Jumlah Kebutuhan Alat Kebutuhan Alat Harga Satuan
Jumlah Harga
1 Lantai
A BAHAN MATERIAL Seluruh Lantai m2

GT24 GIRDER, L = 6 M 1,486,000.00 1.00 3.00 104.82 419.27 123,833.33 155,760,195.65


VT-20K GIRDER L = 5,9 M 777,000.00 1.00 12.00 419.27 1,677.09 259,000.00 325,775,698.57
Balok Struktur dan CROSS HEAD JACK CH-60 GALV CPL
181,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 90,500.00 113,832,821.32
Balok Anak PROP SUPPORT 400 M.90 GALV
746,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 373,000.00 469,167,318.79
BASE JACK BJ-60 GALV CPL 115,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 57,500.00 72,324,720.73
U-HEAD JACK UHJ-60 GALV CPL123,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 61,500.00 77,356,005.65
SWIVEL COUPLER, drop forged 52,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 26,000.00 32,703,351.98
Slab Plywood 12 mm 1.2 * 2.4 230,000.00 1.00 12.50 436.74 1,746.97 79,861.11 402,507,165.92
Minyak Bekisting 15,000.00 1.00 11.93 202.73 139.76 175,790.47

PERALATAN
Tower Crane 100,000.00 1.00
1,071,194.44 1,649,427,278.59

B UPAH
1. Tukang Aluma bekisting struktur125,000.00 9,937.82 212,500,000.00
2. Kepala Tukang bekisting struktur
135,000.00 4,293.14 91,800,000.00

3. Mandor 150,000.00 4,770.15 102,000,000.00


19,001.11 406,300,000.00

1,090,195.55 2,055,727,278.59

Sumber : Analisa Penulis

1.6.2.1. Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Peri

Tabel 4.9. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan


Lantai Jumlah Hari Rencan Volume Jumalah Pekerja Ynag
Sumber Daya Manusia Biaya Pekerja
Keseluruhan Pekerjaan Hari a Hari Pekerjaan Dibutuhkam

Pekerja 9,433.66 10.00 212,500,000.00


Lantai 1
sampai 17 Kepala Pekerja 170.00 10.00 125.78 3,773.46 4.00 91,800,000.00

Mandor 3,144.55 3.00 76,500,000.00


380,800,000.00
Sumber : Analisa Penulis
68

4.6.3. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Aluma System

Tabel 4.10. Perhitungan material dan biaya bekisting Aluma System


Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Aluma

Kebutuhan
Uraian Harga Beli Kebutuhan Alat Harga Satuan Jumlah Harga
Jumlah Alat

A Bahan Material 1 Lantai Seluruh Lantai m2 1 Lantai

Slab $1500 (Rp. 14,200 )1 Set


AlumaliteTruss Ukuran 35.53 601,694.92 756,870,496.77
Balok Struktur6 / 5,9 / 3,6 21,300,000.00 ( 36 Set ) ( 36 Set ) 268,625,449.43
Balok Anak 87,484,220.11

1,112,980,166.32

Plywood 18 mm 245,000.00 1 Lembar 436.74 1,746.97 85,069.44 56,681,625.03


1.2*2.4 ( 437 Lembar ) ( 1,747 Lembar ) 37,993,052.12
Minyak B ekisting 15,000.00 1 Liter 11.93 202.73 36.46 45,858.38
( 12 Liter )
Peralatan
Tower Crane 100,000.00
686,800.82 94,720,535.54

1,207,700,701.86
B UPAH
1. Tukang Aluma bekisting 125,000.00
struktur 7,352.94 104,125,000.00
2. Kepala Tukang bekisting135,000.00
struktur 3,403.36 48,195,000.00
3. Mandor 150,000.00 2,521.01 35,700,000.00
13,277.31 188,020,000.00

700,078.13 1,395,720,701.86

Sumber : Analisa Penulis

4.6.3.1 Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Aluma System

Tabel 4.11. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan

Jumlah Hari Rencana Volume


Lantai Sumber Daya Jumalah Pekerja
Pekerjaan Hari Kerja Pekerjaan per Biaya Pekerja
Keseluruhan Manusia Yang Dibutuhkam
Hari Hari hari

Pekerja 6,603.56 7.00 104,125,000.00


Lantai 1 Kepala Pekerja 2,201.19 48,195,000.00
119.00 7.00 179.69 3.00
sampai 17
Mandor 2,641.42 2.00 35,700,000.00
188,020,000.00
Sumber : Analisa Penulis
69

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

besarnya biaya pembuatan bekisting pekerjaan pelat lantai dan balok dengan

membandingkan penggunaan bekisting konvensional, peri dan aluma sistem. Untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan maka dilakukan analisa biaya,

4.1.1. Pengenalan Proyek

4.1.2. Data Proyek

Nama Proyek : Rusunawa Penggilingan

Lokasi : Jl. Penggilingan Raya No. 56 Jakarta Timur. DKI

Jakarta

Spesifikasi Bangunan : Gedung Bertingkat

Fungsi Bangunan : Hunian Rumah Susun

Pemberi Tugas : Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Jumlah Tower : 4 Tower

Jumlah Lantai : 17 Lantai

4.1.3. Waktu Pelaksanaan Proyek

Jangka waktu pelaksanaan selama 470 (Empat Ratus Tujuh Puluh) Hari

Kalender Kerja, pemeliharaan 365 (Tiga Ratus Enam Puluh Lima) hari.
70

4.1.4. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proyek

Pemilik : Pemprov DKI Jakarta.

Perencana Arsitektur : PT. Atelier Enam (enam) Arsitek KSO.

Perencana Me : PT. Atelier Enam (enam) Arsitek KSO.

Perencana MK : PT. Yodia Karya.

Kontraktor : PT. Totalindo Eka Persada.

4.1.5. Data Sekunder

Tabel 4.1. Data struktur pelat


No Uraian Keterangan
1 Pelat Beton Bertulang
2 Tebal Pelat 12 cm = 0,12
3 Tinggi Antar Lantai 3,2 m
Volume Pekerjaan
4
Pelat 1 Lantai 790 m2
5 Jumlah Lantai 17
LT Ds 1
LT 2 - 16
LT Atap 17
Sumber : Data lapangan

4.1.6. Lokasi Proyek Penelitian

Gambar : 4.1. Lokasi Rusunawa Penggilingan


(Sumber : KAK Rusunawa Penggilingan)
71

4.2. Metode Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting

Konvensional.

Pekerjaan balok dan pelat lantai dirancang sebagai satu kesatuan yang

monolit, sehingga dalam pengerjaannya harus dikerjakan secara bersama.

Pemasangan bekisting balok dan penulangan baloknya dikerjakan terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan bekisting pelat lantai dan penulangan

pelat lantainya.

4.2.1. Metode Bekisting Balok

Bentuk penampang balok umunya berbentuk segi empat dengan posisi

berdiri.

Gambar 4.2. Detail bekisting balok


Sumber : (https://ceritaengineer.com/bekisting-balok-dan-pelat-sistem)

Bagian-bagian dari bekisting balok terdiri dari :

G. Bekisting kontak pipi dan bodeman

Bekisting kontak adalah bagian dari bekisting yang berhubungan langsung

dengan beton. Material yang digunakan adalah material pelat yang memiliki
72

sifat tahan air dan tahan aus. Fungsinya sebagai pemberi bentukan pada balok

dan juga menerima langsung beban yang bekerja dari beton. Ketebalan dari

pelat ini tergantung dari perhitungan beban yang ditanggungnya.

H. Rangka alas dan pipi vertical dan horizontal

Rangka ini berfungsi sebagai penerima beban yang disalurkan dari bekisting

kontak kemudian disalurkan kepada komponen bekisting dibawahnya.

Material yang digunakan biasanya adalah kayu ukuran 2/3, 4/6, 5/7, 5/10 atau

juga dari material yang lebih kuat seperti besi hollow atau plat siku.

Penggunaan material tersebut tergantung dari penentuan sistem metode yang

akan dipakai dan juga dari perhitungan kekuatan beban.

I. Balok suri

Balok suri berfungsi menyebarkan beban yang diperoleh dari rangka alas balok

kepada gelagar memanjang yang ada dibawahnya. Balok suri dipasang arah

berlawanan dengan panjang balok sedangkan panjang dari balok suri

tergantung dari kebutuhan

J. Balok engkel (gelagar memanjang)

Balok engkel pada pada konstruksi balok dimensi kecil jarang dipakai.

Fungsinya adalah menyalurkan beban dari konstruksi diatasnya kepada

stampel atau penopang dibawahnya.

K. Stempel (penopang)

Stampel adalah bagian yang menahan beban dari beban diatasnya dan

menyalurkan pada tanah atau lantai yang ada dibawah. Kekuatan dari pada

stampel ini yang menentukan kestabilan dari keseluruhan bekisting.


73

L. Skoor Skoor adalah penopang pipi balok. Fungsinya menyebarkan gaya

horizontal yang diterima pipi balok kepada balok suri atau kayu memanjang

yang ada dipangkalnya.

4.2.1.2 Metode Bekisting Pelat

Pada umumnya lantai dicor bersama-sama dengan balok. Konstruksi

bekisting lantai harus dapat menahan beban-beban yang bekerja diatasnya agar

memenuhi syarat sebagai bekisting dan tidak melebihi lendutan yang diijinkan.

Bagian-bagian pada bekisting lantai yang menerima beban terdiri dari balok

kayu yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan dibantu oleh papan pengokoh

dan selur-selur yang terdiri dari kayu papan agar konstruksi lebih stablil.

Gambar : 4.3. Sketsa komponen bekisting pelat lantai


Sumber : (F.Wigbout, 1992 Hal 334)

E. Bekisting kontak
Sama halnya seperti pada bekisting balok fungsinya menyalurkan beban dari
beton ke anak balok yang di bawahnya.
F. Anak balok (rangka pelat)
Menjadi tulangan dari bekisting pelat. Jarak praktis pemasangan anak balok ini
antara 25 sampai 50 cm tergantung dari pembebanan dan juga jenis dan tebal
material pelat yang dipakai sebagai bekisting kontak.
G. Balok penyangga
Berfungsi seperti balok engkel pada bekisting balok. Beban yang diterima dari
anak balok diteruskan kepada stampel yang ada dibawahnya.
H. Stampel (penopang)
74

Adalah bagian yang menahan beban dari beban diatasnya dan menyalurkannya
pada tanah atau lantai yang ada dibawah. Kekuatan dari pada stampel ini yang
menentukan kestabilan dari keseluruhan bekisting.

Gambar 4.4. Penempatan Anak Balok Melintang dan Perancah


Sumber : (Legstyana, 2012)

Gambar 4.5. Potongan A-A Bekisting Konvensional


Sumber : (Legstyana, 2012)
75

4.2.1.3. Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting Balok Dan Pelat Sistem

Konvensional

Biaya tenaga kerja dan peralatan bagi konstruksi bekisting dan penggunaanya

memiliki porsi terbesar dari total keseluruhan biaya. Dalam berbagai estimasi, biaya

untuk membuat, mendirikan, dan perkuatan bekisting diestimasi terhadap

produktivitas pekerja. Semua pengeluaran untuk tenaga kerja dan peralatan kerja

bekisting digabungkan dalam 3(tiga) urutan pekerjaan bekisting yaitu membuat

(build), memasang (erect), dan pembongkaran (strip).

4.2.1.4. Pekerjaan Bekisting Balok

Struktur balok beton adalah konstruksi yang menghubungkan satu kolom

dengan kolom lainnya untuk menopang lantai dan beban-beban yang ada diatasnya.

Berikut langkah kerja pelaksanaan bekisting balok, dengan bentuk bekisting balok

persegi panjang :

D. Pembuatan (build)

3. Persiapan material kontak bekisting balok berupa multiplek atau papan yang

dipotong sesuai dengan ukuran balok yang akan dikerjakan. Perlu

diperhatikan metode pemotongan agar terjadi banyak pemborosan material.

4. Pembuatan panel pipi balok dan alas (bodeman) dengan pemotongan rangka

panel sesuai dengan ukuran dan jarak pemasangan yang telah direncanakan.

E. Pemasangan (erect)

9. Menentukan dan mengukur ketinggian dasar bekisting balok, kemudian

menarik dari dua buah titik yang sudah diukur dengan waterpass sebagai

dasar bekisting.

10. Memasang papan alas sebagai tempat berdirinya perancah (tiang)


76

11. Memasang perancah atau stampel kaso atau balok dengan jarak antar tiang

sesuai dengan gambaran kerja. Pemasangan pengaku antar tiang apabila

diperlukan.

12. Memasang gelagar memanjang (balok engkel) dengan posisi gelagar bagian

atas menyentuh benang yang sudah di waterpass.

13. Memasang balok suri diatas gelagar memanjang dengan jarak pemasangan

sesuai gambar rencana.

14. Pemasangan rangka alas balok (bodeman) dengan mengacu pada titik as

balok yang telah ditandai dengan benang dan unting-unting.

15. Setelah alas balok terpasang dengan benar, maka dilakukan perangkaian

panel pipih balok. Diusahakan agar posisi pipi balok tegak lurus alas balok

16. Pemasangan skoor penahan untuk mempertahankan ketegakan pipi balok

dan menahan beban pada saat pengecoran terjadi.

F. Pembongkaran (strip)

5. Pembongkaran diawali dengan pelepasan skoor-skoor penahan pipi balok.

6. Pembongkaran pipi-pipi balok dengan metode kerja yang efisien agar tidak

terjadi kerusakan terhadap panel-panel pipi bekisting tersebut.

7. Pembongkaran alas balok dilakukan bersamaan dengan pembongkaran balok

suri dan gelagar memanjang.

8. Stempel (tiang) penyangga dibuka dan ditempatkan secara teratur untuk

memudahkan penggunaan selanjutnya.


77

4.2.1.5. Pekerjaan Bekisting Pelat Lantai

Tebal lantai beton yang dipakai untuk struktur umumnya nilainya berkisar

antara 12 – 15 cm, sedangkan untuk atap beton tebalnya antara 8 – 12 cm. berikut

ini adalah langkah kerja pelaksanaan pekerjaan bekisting pelat lantai (Suripto,

2000) :

D. Pembuatan (build)

Persiapan material kontak bekisting balok berupa multiplex atau papan yang

dipotong sesuai dengan ukuran balok yang akan dikerjakan. Perlu diperhatikan

alur penghamparan material kontak agar tidak terjadi pemborosan material.

E. Pemasangan (erect)

8. Menentukan dan mengukur ketinggian elevasi bekisting pelat lantai,

kemudian menarik dari dua buah titik yang sudah diukur dengan waterpass

sebagai dasar bekisting.

9. Memasang papan alas sebagai tempat berdirinya perancah (tiang).

10. Memasang perancah atau stampel kaso atau balok dengan jarak antar tiang

sesuai dengan gambar kerja. Pemasangan pengaku antar tiang apabila

diperlukan

11. Memasang gelagar memanjang (balok engkel) dengan posisi gelagar bagian

atas menyentuh benang yang sudah di waterpass.

12. Pemasangan anak balok atau rangka pelat dengan jarak pemasangan sesuai

dengan gambar rencana.

13. Penghamparan bekisting kontak yang kemudian dipaku ke rangka pelat

lantai.

14. Pengecekan kerataan dan elevasi permukaan bekisting.


78

F. Pembongkaran (strip)

4. Pembongkaran diawali dengan pelepasan bekisting kontak dan rangka pelat

lantai.

5. Pembongkaran balok suri dan gelagar memanjang.

6. Stampel (tiang) penyangga dibuka dan ditempatkan secara teratur untuk

memudahkan penggunaan selanjutnya.

4.3. Metode Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting

Sistem Peri.

Sebelum pelaksanaan pekerjaan bekisting harus diperhitungkan terlebih

dahulu kebutuhan material bekisting sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Penempatan material bekisting harus pada tempat yang terlindung terhadap cuaca,

memiliki sirkulasi udara yang baik, serta diletakkan di atas balok penumpu.

Penempatan bahan material di lokasi proyek harus berada dekat dengan tempat

yang akan dilakukan pekerjaan bekisting. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan

pengambilan material dan memudahkan pekerjaan bekisting. Tetapi penempatan

material tidak diperbolehkan secara sembarangan dan asal tumpuk saja, material

harus disusun secara rapi dan sesuai dengan kebutuhan material yang akan dipasang

dan diletakkan di satu tempat yang sama sehingga tidak kelihatan semrawut dan

tidak menggangu aktifitas pekerjaan lain.


79

Tabel 4.2. Elemen Peri

Girder Gt-24 Berfungsi sebagai perkuatan


bekisting untuk menerima beban diatasnya. Bahan
dari finland birch, panjang 2.45 m, 2.90m, 3.3m,
3.6m, 3.9m, 4.9m, 5.9m.

Balok VT-20 K GIRDER L = 5,9


Berfungsi untuk menahan beban balok dan ¼ pelat.
Bahan kayu kamper medan, rasamala, kruing,
dimensi 6/12, 5/10, panjang menyesuaikan dari
dimensi balok.

ELEMEN VERTIKAL
Berfungsi untuk menahan beban diatasnya. Bahan
dari hot dip galvanis, diameter 48.3 mm, tebal 3.25
mm, panjang 1 m, sampai 2 m.

ELEMEN HORIZONTAL
Berfungsi untuk merangkai dan menyatukan
batang vertical sehingga didapat satu kesatuan
yang kokoh. Bahan dari hotdip galvanis, diameter
48.3 mm, tebal 3.25 mm, panjang 0,5 m.

PROP SUPPORT 400 M.90 GALV


Berfungsi menahan beban diatasnya. Bahan hot dip
galvanis, panjang 3 m, 3.5 m, 4 m, 4.5 m.
80

JACK BASE
Berfungsi sebagai tumpuan capslock pada lantai.
Bahannya galvanis, panjang 75cm, dimensi 15cm
x 15cm.
U- HEAD
Berfungsi sebagai tumpuan balok girder H20.
Bahan galvanis, panjang 75 cm, dimensi 24 cm x
15 cm x 20 cm.

BEAM CLAM
Berfungsi sebagai pengunci dinding balok agar
sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan
menahan beban dari samping balok. Bahan baja
siku, dimensi 5 cm x 5 cm x 5 mm, panjang
tergantung dengan dimensi balok

TRIPOD TELESCOPIC
Berfungsi sebagai tumpuan dan menjaga support
agar tetap dalam posisi vertical, tidak goyah dan
kuat. Bahan hot dip galvanis, tinggi 75 cm.

PAPAN PHENOLIC
Berfungsi meratakan permukaan balok dan slab.
Bahan plywood yang dilapisi film, tebal 12 mm,
panjang 2.44 m, lebar 1.24 m.

Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/
81

4.3.1. Metode Pelaksanaan Bekisting Balok dan Pelat Lantai Multiflex Girder
Slab Formwork

Komponen utama dari MULTIFLEX adalah VT 20K atau GT 24 Formwork

Girders. Sebagai balok utama dan silang, posisi dan jarak serta formlining dapat

dipilih secara bebas, MULTIFLEX memberikan fleksibilitas maksimum untuk

berbagai macam persyaratan. Jika beban tinggi Bantalan Bekisting GT24

digunakan, bentang besar untuk tiang utama dan palang dapat direalisasikan. Oleh

karena itu, MULTIFLEX merupakan solusi ideal untuk perencanaan tanah yang

rumit, lembaran dengan offset atau balok downstand terintegrasi, serta operasi

pembentuk di ruang terbatas. Mengoptimalkan penggunaan material melalui

kombinasi GT 24 dan VT 20K Formwork Girder serta pengaturan girder yang dapat

dipilih secara bebas untuk semua rencana dasar melalui pemosisian variabel dari

girder juga secara poligon atau tumpang tindih untuk semua persyaratan permukaan

dengan formasi yang dapat dipilih secara bebas untuk kualitas yang ditentukan dan

dapat disesuaikan untuk menyesuaikan pengaturan bersama yang diperlukan.

Pemasangan bekisting balok dimulai dengan mendirikan PROP Support dan

perlengkapannya dengan jarak sesuai rencana pada as yang telah dimarking.

Sebagai pengaku scaffolding digunakan cross brace. Pembuatan acuan harus sesuai

gambar rencana sehingga menghasilkan beton dengan dimensi, ukuran sesuai

gambar rencana. Acuan diperkuat dengan skur-skur untuk menahan gaya yang

bekerja baik sebelum pengecoran maupun selama pengecoran. Adapun pemasangan

bekisting balok adalah sebagai berikut :


82

G. Memasang Jack Base dengan jarak sesuai gambar kerja.

Jack base

Gambar 4.6. Pemasangan Jack Base


Sumber : https://www.peri.com

A= Jarak Main Frame


B= Lebar Main Frame
C= Tinggi Jack Base
L= Panjang Jack Base

H. Memasang PROP Support dengan jarak sesuai gambar kerja.

Gambar 4.7 Prop Support


Sumber : https://www.peri.com
83

I. Memasang U-Head Jack. Tinggi U-Head Jack ini disesuaikan dengan elevasi

balok yang direncanakan. Untuk menyeragamkan ketinggian U-Head Jack

dipakai waterpass atau menggunakan theodolite.

Gambar 4.8 U-Head Jack


Sumber : https://www.peri.com

J. Memasang balok girder GT-24 arah memanjang dan balok engkel 6/12 – 2m

arah melintang dengan jarak sesuai gambar kerja.

Balok engkel 6/12

Gambar 4.9. Pemasangan Balok Girder 24 dan Girder VT-K


Sumber : https://docplayer.info/52507210-Bab-iii-data-teknis-dan-metode-
pelaksanaan.html
84

Gambar 4.10. Pengaplikasian pemasangan Balok Girder 24 dan Girder VT-K


Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/slab-formwork/multiflex-girder-
slab-formwork.html

K. Memasang panel bagian bawah (bottom form) dan kedua panel bagian samping

(side form). Panel bagian samping diperkuat dengan skur-skur dari kaso 5/7

untuk menahan gaya ke samping yang bekerja selama pengecoran berlangsung.

Panel terbuat dari plywood yang diperkuat dengan kaso. Ukuran lebar dan

panjang panel sesuai ukuran gambar rencana. Kemudian memasang beam clamp

dan stronger beam.


85

Side form

beam clamp
stronger beam

bottom form

Scaffolding

Gambar 4.11. Pemasangan bottom form dan side form


Sumber : https://docplayer.info/52507210-Bab-iii-data-teknis-dan-metode-
pelaksanaan.html

L. Memasang Balok Girder 24 6 M dan VT-20K GIRDER L = 5,9 M dengan

jarak sesuai gambar kerja, dilanjutkan dengan memasang plywood. Perletakan

plywood disesuaikan dengan ukuran Girder Gt dan VT

Gambar 4.12. Pemasangan multiflex girder slab formwork


Sumber : https://www.peri.com/en/products/formwork/slab-formwork/multiflex-
girder-slab-formwork.html
86

4.4. Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai Menggunakan Bekisting Aluma

System.

Gambar 4.13. Table Form Aluma Sistem


Sumber : www.aluma.com

Alumalite® Table Form adalah hasil dari Aluma Sistem sistem truss yang tak

tertandingi oleh sistem pengembangan dan penggunaan. Dengan kaki yang

dipatenkan desain yang memungkinkan staf ekstensi dan jack untuk digunakan di

bagian atas dan bawah meja, sistem ini dapat beradaptasi dengan sebagian besar

pelat dan balok konfigurasi, sementara memenuhi tuntutan metode konstruksi

kecepatan tinggi saat ini. Dengan berongga ganda yang dipatenkan revolusioner

kaki diekstrusi, bentuk tabel Alumalite® membuat konstruksi balok dan lempengan

jauh lebih mudah dan lebih cepat untuk menangani dari bentuk tabel sebelumnya
87

atau metode tradisional. 30% lebih ringan dari pendahulunya dan bias diterbangkan

dengan mudah oleh tradisional kapasitas crane, sistem Alumalite® adalah sistem

ideal untuk industri perumahan dan pasar slab and beam shoring.

4.4.1. Metode Kerja Pabrikasi Alumalite® Table Form

Urutan metode pemasangan atau pabrikasi bekisting aluma system adalah

sebagai berikut :

H. Pemasangan screwjack yang sudah diatur ketinggiannya. Kemudian screwjack

dimasukan kedalam staff.

I. Pemasangan staff kedalam outerleg dengan cara memasukan U-pin kelubang

yang terdapat pada keduanya.

J. Pemasangan spandrels atau truss arah memanjang table form. Pemasangan ini

dilakukan dengan mengencangkan baut antara spandrels atau truss dengan

crossbrace connectors.

K. Pemasangan strongback diatas spandrels atau truss dengan cara memasang

aluma clamp kemudian dikencangkan dengan baut.

L. Pemasangan crossbrace connectors diantara kedua rangkaian table form.

M. Pemasangan aluma beams® atau stringer yang menghubungkan spandrels

dengan aluma joist (bagian dari bekisting pelat lantai) kearah memanjang table

form.

N. Pemasangan bekisting pelat lantai yang telah terangkai plywood dengan aluma

beams kearah melintang table form.


88

Gambar 4.14. Rangkaian serta bagian Alumalite® table form


Sumber : http://www.ilmusipil.com/pabrikasi-bekisting-balok-dan-pelat-lantai
Keterangan alat yang digunakan:

10. Theodolite.

11. Waterpass.

12. Bor listrik.

13. Benang.

14. Kunci inggris.

15. Unting-unting.

16. Palu.

17. Meteran.

18. Gergaji.
89

4.4.2. Metode Kerja Bekisting Balok dan Pelat Lantai

Bentuk dan ukuran balok dan pelat lantai pada proyek ini adalah tipikal

(sama) dari lantai kelantai. Sehingga digunakan bekisting dengan sistem flying table

form (bekisting berbentuk meja yang dapat dengan mudah dipindah-pindah seperti

melayang menggunakan tower crane). Setelah proses perakitan alumalit® table

form dan pembuatan bekisting balok dan pelat lantai di los kerja kayu telah

dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pemasangan bekisting diarea yang telah

direncanakan dengan menggunakan tower crane.

Metode kerja bekisting balok dan pelat lantai menggunakan bekisting

aluma sistem sebagai berikut :

I. Pembuatan bekisting balok dan pelat lantai dikerjakan di los kerja kayu, yaitu

pemotongan plywood sesuai dengan luas sisi balok dan pelat lantai.

J. Pada bekisting pelat lantai, pemasangan plywood disatukan dengan rangkaian

Aluma beams® atau stringer dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

K. Setelah table aluma selesai disusun kemudian sebagian bekisting untuk pelat

lantai dipasang diatas table aluma.

L. Table aluma yang sudah siap dipasang kemudian diikat bagian tepi untuk

diangkat menggunakan towercrane.

M. Saat flying kaki dari table atau screwjack harus dalam posisi dipendekan, untuk

menjaga jika baseplat jatuh pada waktu flying.

N. Jika sudah diatas atau berada pada posisi yang diinginkan maka dilanjutkan

memasang bekisting hingga terpasang semua.

O. Untuk perkuatan arah memanjang pada sisi balok, dipasang kayu atau kaso 5/7

(dipasang vertical) setiap 50 cm, dengan cara memaku kedalam plywood.


90

Sedangkan bagian atas dan bawah balok dipasang kayu kaso 5/7 dengan arah

horizontal.

P. Setelah itu dipasang pembesian kemudian dichek oleh surveyor untuk

memastikan bahwa sudah tidak ada pelat yang miring, bekistingnya sudah

terpasang semua dan sesuai elevasi.

8.5. Perhitungan Luasan Volume Bekisting Balok dan Pelat

Tabel 4.3. perhitungan Volume Bekisting Struktur


Dimensi (m) tebal plat Panjang Volume
No As Line
Bottom Side (1) Side (2) (m) (m) (m2)
Horisontal
1 Grid 11-12 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.808
2 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
3 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
4 Grid 10-11 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
5 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
6 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
7 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
8 Grid 9-10 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
9 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
10 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
11 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
12 Grid 8 - 9 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
13 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
14 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
15 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
16 Grid 7 - 8 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
17 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
18 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
19 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
20 Grid 6 - 7 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 3.2 4.096
21 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
22 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
23 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
24 Grid 5 - 6 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 2.9 3.712
25 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.8 3.584
26 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
27 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
28 Grid 4 - 5 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
29 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
30 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
31 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
32 Grid 3 - 4 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
33 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
34 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
35 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
36 Grid 2 - 3 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
37 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
38 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
39 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
40 Grid 1 - 2 / D 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
41 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
42 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
43 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 6 7.68
44 Grid 0 - 1 / C 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.808
45 / B 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
46 / A 0.4 0.5 0.38 0.12 2.975 3.84
318.528
91

Vertical
1 Grid 12 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
2 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.2 1.656
3 Grid 11 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
4 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.25 5.865
5 Grid 10 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
6 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
7 Grid 9 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
8 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
9 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
10 Grid 8 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
11 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
12 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
13 Grid 7 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
14 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
15 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
16 Grid 6 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
17 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
18 Grid 5 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
19 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
20 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
21 Grid 4 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
22 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
23 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
24 Grid 3 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
25 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
26 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
27 Grid 2 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 0.713 0.98394
28 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
29 Grid 1 / DC 0.3 0.6 0.48 0.12 0.713 0.98394
30 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.8 2.484
31 Grid 0 / CB 0.3 0.6 0.48 0.12 1.2 1.656
32 / BA 0.3 0.6 0.48 0.12 4.05 5.589
127.893
Sumber : Analisa Penulis
92

Tabel 4.4. Perhitungan Volume Bekisting Balok Anak


Dimensi (m) tebal plat Panjang Volume
No As Line
Bottom Side (1) Side (2) (m) (m) (m2)
Horisontal
1 Grid 11 - 12 / DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.575 2.575
2 Grid 10 - 11 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
3 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
4 Grid 9 - 10 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
5 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
6 Grid 8 - 9 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
7 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
8 Grid 7 - 8 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
9 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
10 Grid 6 - 7 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 2.95 3.6875
11 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 2.4 3
12 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
13 Grid 5 - 6 / DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.7 2.7
/ DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.7 2.7
/ DC 0.2 0.4 0.4 0.12 2.15 2.15
14 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
15 Grid 4 - 5 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
16 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
17 Grid 3 - 4 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
18 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
19 Grid 2 - 3 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
20 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
21 Grid 1 - 2 / DC 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
22 / BA 0.25 0.5 0.5 0.12 5.6 7
23 Grid 0 / BA 0.2 0.4 0.4 0.12 2.575 2.575
145.3875
Sumber : Analisa Penulis
93

Tabel 4.5. Perhitungan Volume Bekisting Pelat


Dimensi Jumlah
No As Line Volume
Panjang Lebar kotak
1 Grid 11 - 12 / CB 2.575 1.8 1 4.635
2 Grid 10 - 11 / DC 5.6 5.25 29.4
3 / CB 5.6 1.8 3 10.08
4 / BA 5.6 5.25 29.4
5 Grid 9 - 10 / DC 5.6 5.25 29.4
6 / CB 5.6 1.8 3 10.08
7 / BA 5.6 5.25 29.4
8 Grid 8 - 9 / DC 5.6 5.25 29.4
9 / CB 5.6 1.8 3 10.08
10 / BA 5.6 5.25 29.4
11 Grid 7 - 8 / DC 5.6 5.25 29.4
12 / CB 5.6 1.8 3 10.08
13 / BA 5.6 5.25 29.4
14 Grid 6 - 7 / DC 5.25 2.95 15.4875
15 / CB 5.6 1.8 3 10.08
16 / BA 5.6 5.25 29.4
17 Grid 5 - 6 / DC 2.15 2.126 4.5709
18 / CB 5.6 1.8 3 10.08
19 / BA 5.6 5.25 29.4
20 Grid 4 - 5 / DC 5.6 5.25 29.4
21 / CB 5.6 1.8 3 10.08
22 / BA 5.6 5.25 29.4
23 Grid 3 - 4 / DC 5.6 5.25 29.4
24 / CB 5.6 1.8 3 10.08
25 / BA 5.6 5.25 29.4
26 Grid 2 - 3 / DC 5.6 5.25 29.4
27 / CB 5.6 1.8 3 10.08
28 / BA 5.6 5.25 29.4
29 Grid 1 - 2 / DC 5.6 5.25 29.4
30 / CB 5.6 1.8 3 10.08
31 / BA 5.6 5.25 29.4
32 Grid 0 - 1 / CB 2.675 1.8 4.815
33 / BA 2.575 1.281 3 3.298575
34 / BA 2.575 1.245 3.205875
666.01285
Sumber : Analisa Penulis
94

8.6. Analisa Kebutuhan Material Bekisting, Biaya, Pekerja dan Waktu


Pelaksanaan
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kebutuhan material yang

digunakan dengan tepat. Dari jumlah kebutuhan material yang dihasilkan, dapat

menunjang keakuratan perhitungan biaya pekerjaan bekisting secara keseluruhan.

Analisa kebutuhan material bekisting meliputi perhitungan sebagai berikut :

8.6.1. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Konvensional

Tabel 4.6. Perhitungan material dan biaya bekisting Konvensional


Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Konvensional

Kebutuhan Kebutuhan
Uraian Harga Beli Koefisien Satuan Harga Satuan Jumlah Harga
Alat Alat

Bahan Material 1 Lantai Seluruh Lantai m2


A

1. Kayu Kelas III 3,981,908.00 0.04 50.31 m3 100.63 159,276.32 200,341,136.73


2. Balok Kayu Kelas II 3,074,657.00 0.18 226.41 m3 452.82 553,438.26 696,126,392.92
3. Multiplex 18 mm 245,000.00 0.35 440.24 Lembar 1,760.95 85,750.00 323,574,511.42
Balok Struktur 4. Kayu Gelam 15,000.00 2.00 2,515.64 Batang 7,546.93 30,000.00 113,203,910.70
dan Balok Anak 18,000.00 0.40 503.13 Kg 503.13 7,200.00 9,056,312.86
5. Paku
dan Slab
6. Minyak Bekisting 15,000.00 0.20 251.56 Liter 251.56 3,000.00 3,773,463.69

Peralatan
Tower Crane 100,000.00 Buah

838,664.58 1,346,075,728.32

UPAH
1. Tukang Aluma bekisting 125,000.00
struktur 19,478.13 416,500,000.00
B
2. Kepala Tukang bekisting135,000.00
struktur 9,015.59 192,780,000.00
3. Mandor 150,000.00 8,347.77 178,500,000.00
36,841.48 787,780,000.00

875,506.06 2,133,855,728.32

Sumber : Analisa Penulis

8.6.1.1. Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Konvensional

Tabel 4.7. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan


Jumlah Hari Rencana Volume
Lantai Jumalah Pekerja Yang
Sumber Daya Manusia Pekerjaan Hari Kerja Pekerjaan per Biaya Pekerja
Keseluruhan Dibutuhkan
Hari Hari hari

Pekerja 13,207.12 14.00 416,500,000.00


Lantai 1 sampai
17 Kepala Pekerja 5,282.85 192,780,000.00
238 14.00 89.84 6.00

Mandor 4,402.37 5.00 178,500,000.00


787,780,000.00
Sumber : Analisa Penulis
95

8.6.2. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Peri


Tabel 4.8. Perhitungan material dan biaya bekisting Peri
Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Peri
Uraian Harga Beli Jumlah Kebutuhan Alat Kebutuhan Alat Harga Satuan
Jumlah Harga
1 Lantai
A BAHAN MATERIAL Seluruh Lantai m2

GT24 GIRDER, L = 6 M 1,486,000.00 1.00 3.00 104.82 419.27 123,833.33 155,760,195.65


VT-20K GIRDER L = 5,9 M 777,000.00 1.00 12.00 419.27 1,677.09 259,000.00 325,775,698.57
Balok Struktur dan CROSS HEAD JACK CH-60 GALV CPL
181,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 90,500.00 113,832,821.32
Balok Anak PROP SUPPORT 400 M.90 GALV
746,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 373,000.00 469,167,318.79
BASE JACK BJ-60 GALV CPL 115,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 57,500.00 72,324,720.73
U-HEAD JACK UHJ-60 GALV CPL123,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 61,500.00 77,356,005.65
SWIVEL COUPLER, drop forged 52,000.00 1.00 18.00 628.91 628.91 26,000.00 32,703,351.98
Slab Plywood 12 mm 1.2 * 2.4 230,000.00 1.00 12.50 436.74 1,746.97 79,861.11 402,507,165.92
Minyak Bekisting 15,000.00 1.00 11.93 202.73 139.76 175,790.47

PERALATAN
Tower Crane 100,000.00 1.00
1,071,194.44 1,649,427,278.59

B UPAH
1. Tukang Aluma bekisting struktur125,000.00 9,937.82 212,500,000.00
2. Kepala Tukang bekisting struktur
135,000.00 4,293.14 91,800,000.00

3. Mandor 150,000.00 4,770.15 102,000,000.00


19,001.11 406,300,000.00

1,090,195.55 2,055,727,278.59

Sumber : Analisa Penulis

1.6.2.2. Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Peri

Tabel 4.9. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan


Lantai Jumlah Hari Rencan Volume Jumalah Pekerja Ynag
Sumber Daya Manusia Biaya Pekerja
Keseluruhan Pekerjaan Hari a Hari Pekerjaan Dibutuhkam

Pekerja 9,433.66 10.00 212,500,000.00


Lantai 1
sampai 17 Kepala Pekerja 170.00 10.00 125.78 3,773.46 4.00 91,800,000.00

Mandor 3,144.55 3.00 76,500,000.00


380,800,000.00
Sumber : Analisa Penulis
96

8.6.3. Analisa Kebutuhan Material dan Biaya Bekisting Aluma System

Tabel 4.10. Perhitungan material dan biaya bekisting Aluma System


Harga Satuan per m2 Pekerjaan Slab dan Beam Bekisting sistem Aluma

Kebutuhan
Uraian Harga Beli Kebutuhan Alat Harga Satuan Jumlah Harga
Jumlah Alat

A Bahan Material 1 Lantai Seluruh Lantai m2 1 Lantai

Slab $1500 (Rp. 14,200 )1 Set


AlumaliteTruss Ukuran 35.53 601,694.92 756,870,496.77
Balok Struktur6 / 5,9 / 3,6 21,300,000.00 ( 36 Set ) ( 36 Set ) 268,625,449.43
Balok Anak 87,484,220.11

1,112,980,166.32

Plywood 18 mm 245,000.00 1 Lembar 436.74 1,746.97 85,069.44 56,681,625.03


1.2*2.4 ( 437 Lembar ) ( 1,747 Lembar ) 37,993,052.12
Minyak B ekisting 15,000.00 1 Liter 11.93 202.73 36.46 45,858.38
( 12 Liter )
Peralatan
Tower Crane 100,000.00
686,800.82 94,720,535.54

1,207,700,701.86
B UPAH
1. Tukang Aluma bekisting 125,000.00
struktur 7,352.94 104,125,000.00
2. Kepala Tukang bekisting135,000.00
struktur 3,403.36 48,195,000.00
3. Mandor 150,000.00 2,521.01 35,700,000.00
13,277.31 188,020,000.00

700,078.13 1,395,720,701.86

Sumber : Analisa Penulis

4.6.3.2 Analisa Kebutuhan Pekerja dan Waktu Bekisting Aluma System

Tabel 4.11. Perhitungan kebutuhan pekerja dan waktu pelaksanaan

Jumlah Hari Rencana Volume


Lantai Sumber Daya Jumalah Pekerja
Pekerjaan Hari Kerja Pekerjaan per Biaya Pekerja
Keseluruhan Manusia Yang Dibutuhkam
Hari Hari hari

Pekerja 6,603.56 7.00 104,125,000.00


Lantai 1 Kepala Pekerja 2,201.19 48,195,000.00
119.00 7.00 179.69 3.00
sampai 17
Mandor 2,641.42 2.00 35,700,000.00
188,020,000.00
Sumber : Analisa Penulis

Anda mungkin juga menyukai