Anda di halaman 1dari 13

TUGAS JIWA : GANGGUAN

RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. CUCU MARIAM
2. DWI PUTRI IRIANTO
3. KUSMIATI
4. LUSI HERAWATI

STIKES BANI SALEH BEKASI

KELOMPOK BELAJAR SENTUL


RESIKO BUNUH DIRI

A. PENGERTIAN

Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan


dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh
diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai
diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan
mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja
untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008).

B. FATOFISIOLOGI

Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping.


Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang
mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri.
Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi

Sumber Koping

Mekanisme Koping Maladaptif


Ketidak efektifan Koping
Respon Konsep Diri Maladaptif individu

Gangguan Konsep Diri :

Harga Diri Rendah (HDR)

Malu merasa bersalah

Menarik Diri

Resiko Ganguan Persepsi Isolasi Sosial


Sensori: Halusinasi

Perilaku kekerasan

Resiko Membahayakaan diri:

Resiko Bunuh Diri

C. FAKTOR PENYEBAB BUNUH DIRI

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada


dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor
pencetus).
a) Faktor predisposisi Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang
menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1. Diagnosis psikiatri Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.
2. Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi.
3. Lingkungan psikososial Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian,kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Biologis Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan
biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya
bahwa ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin
diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain
mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana
orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan
kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada
faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung dengan
perilaku bunuh diri
5. Psikologis Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi
tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang
pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is
murder turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh
diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara
psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi
dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap
objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum atau bahkan
membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu
mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan
harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu,
perilaku destruktif diri terjadi
6. Sosiokultural Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu
dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan
teratur atau tidak dengan masyarakatnya.
b) Faktor presipitasi Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa
kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku
bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
c) Respon terhadap stres
1. Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang,
dan pikiran tidak wajar.
2. Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat
adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3. Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh
terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan
diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada.
4. Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh
diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5. Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
d) Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping.
1. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko
bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga,
teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang
diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan
kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah
keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.
e) Mekanisme coping Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien
secara sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa
mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri
tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus harapan merupakan
rentang adaptif-maladaptif.
D. TANDA DAN GEJALA

Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang (Davison, Neale, &
Kring, 2004) diantaranya: Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan
prosescontemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan
aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila
tidak ditekan.Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap
ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
a) Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
b) Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
c) Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya
tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang
dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum
beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di
selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering
di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress
yang tidak mampu di selesaikan.
d) Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan. walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya (Davison, Neale, & Kring, 2004)
Berbagai Sudut Pandang Mengenai Bunuh Diri:
1. Sudut Pandang Psikologis, Freud memandang bunuh diri menampilkan agresi
yang diarahkan ke dalam diri seseorang akibat kehilangan seseorang yang
dicintai dan dibenci. Semakin kuat perasaan tersebut, maka seseorang akan
semakin mungkin melakukan bunuh diri.
2. Sudut Pandang Sosiologis, Emile Durkheim 1897, 1951, (dalam Davison,
Neale, & Kring, 2004) menggolongkan 3 kategori bunuh diri, yaitu:
 Egoistis, yaitu bunuh diri yang terjadi pada mereka yang tidak terintegrasi
kuat pada berbagai kelompok sosial, kurang memperoleh dukungan social.
 Altruistik, yaitu bunuh diri yang dilakukan karena integrasi yang
berlebihan terhadap suatu kelompok dan bunuh diri merupakan upaya
untuk menumbuhkan integrasi kelompok, dan
 Anomik, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang integrasinya
dengan masyarakat terganggu, sehingga tidak mampu menampilkan
perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat.
3. Sudut Pandang Biologis, Usaha untuk bunuh diri dapat disebabkan oleh
kurangnya serotonin pada pasien depresi.
4. Pendekatan Shneidman Mengenai Bunuh Diri, Shneidman telah membuat
daftar mengenai 10 karakteristik umum dari bunuh diri, namun tidak semua
ditemukan dalam setiap kasus dan semua kasus. Pandangannya mengenai
bunuh diri berdasarkan bahwa seseorang secara sadar berusaha untuk
menemukan solusi dari masalahnya yang telah menyebabkan penderitaan.
Semua harapan dan tindakan konstruktif telah menghilang. Menurutnya,
seseorang yang merencanakan bunuh diri biasanya mengkomunikasikan
niatnya tersebut, terkadang menangis untuk meminta bantuan, terkadang
menarik diri dari orang lain.
Berikut ini adalah 10 karakteristik dari bunuh diri (Davison, Neale, & Kring,
2004) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi umum dari bunuh diri adalah untuk mencari solusi.
2. Tujuan umum dari bunuh diri adalah penghentian kesadaran.
3. Stimulus umum dalam bunuh diri adalah penderitaan psikologis yang tidak
tertahankan.
4. Stressor umum dalam bunuh diri adalah frustrasi kebutuhan psikologis.
5. Emosi umum dalam bunuh diri berkaitan dengan
hopelessnesshelplessness.
6. Cognitive state umum dalam bunuh diri adalah ambivalen.
7. Perceptual state umum dalam bunuh diri adalah sempit.
8. Tindakan umum dari bunuh diri adalah egression.
9. Tindakan interpersonal umum dalam bunuh diri adalah komunikasi
mengenai intensi.
10. Konsistensi umum mengenai bunuh diri adalah dengan pola coping
seumur hidup.

E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA RESIKO BUNUH DIRI

Dalam melakukan asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri, perawat perlu
memahami tahapan dalam proses keperawatan dan petunjuk dalam melakukan
wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. (Yosef,
2007).
a) Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri, Perawat perlu mengkaji peristiwa yang
menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan,
lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan,
racun.
2. Gejala, Perawat mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi, gelisah,
insomnia menetap, bewrat badan menurun, bicara lamban, keletihan,
withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik , Upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat
adiktif, depresi remaja, gangguan mental lansia.
4. Riwayat psikososial Bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress
multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis
disiplin, penyakit kronik)
5. Faktor kepribadian Impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan
kakuk, putus asa, harga diri rendah, antisocial.
6. Riwayat keluarga, Riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme. Sebagai
perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut: Menyatakan pikiran, harapan dan
perencanaan tentang bunuh diri. Memiliki riwayat satu kali atau lebih
melakukan percobaan bunuh diri. Memilki keluarga yang memiliki riwayat
bunuh diri. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa. Memiliki
ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental. Mengalami penyalahunaan
NAPZA terutama alcohol. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang
baik. Menunjukkan impulsivitas dan agressif. Sedang mengalami kehilangan
yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara
bersamaan:
 Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal
pistol, obat, racun.
 Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan.
 Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial. Banyak instrument
yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh
diri diantaranya dengan SAD PERSONS

NO SAD PERSON KETERANGAN

1 Sex (jenis kelamin) Laki-laki lebih komit melakukan suicide 3


kali lebih tingi disbanding wanita,meskipun
wanita lebih sering 3 kali disbanding laki-
laki melakukan percobaan bunuh diri

2 Age (umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun


atau lebih muda,45 tahun lebih tua dan
khususnya umur 65 tahun lebih.

3 Depression 35-79% orang yang melakukan bunuh diri


mengalami syndrome depresi

4 Previus attempts 65-70% orang yang melakukan bunuh diri


(percobaan sebelumnya) sudah pernah melakukan percobaan
sebelumnya

5 ETOH (Alkohol) 66% orang yang suicide adalah orang yang


menyalag gunakan alkohol

6 Ratinal thinking Loss Orang skizofrenia dan dementia lebih sering


(Kehilangan berfikir melakukan bunuh diri dibanding general
rasional) populasi

7 Sosial support lacking Orang yang melakukan bunuh diri biasanya


(kurang dukungan social) kurangnya dukungan dari teman dan
saudara,pekerjaan yang bermakna serta
dukungan spiriyual keagamaan

8 Organized plan Adanya perencanaan yang spesifik terhadap


(perencanaan yang bunuh diri merupakan resiko tinggi
terorganisasi)

9 No spouse (Tidak memiliki Orang duda,janda single adalah lebih rentan


pasangan) disbanding menikah

10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal


beresiko tinggi melakukan bunuh diri

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan
data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara
adalah:

1. Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan wawancara, perawat tidak


melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan
dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap
kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di
hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena
hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa–gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi, Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu
individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat
kabur penilaian profesional.
Data Yang Perlu Dikumpulkan Saat Pengkajian:

Riwayat masa lalu a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi


diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood,penyalahgunaan
NAPZA dan skizefrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik,nyeri
kronik
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan
kepribadian ,borderline,paranoid,anti social
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan
proses berduka

Symptom yang a. Apakah klien mengalami : Ide bunuh diri


menyertainya 1. Ancaman bunuh diri
2. Percobaan bunuh diri
3. Sindrom mencederai diri sendiri yang
disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap
keputusasaan,ketidakberdayaan dan
anhedonia dimana hal ini merupakan faktor
krusial terkait dengan resiko bunuh diri
c. Bila individu menyatakan memiliki rencana
bagaimana untuk membunuh diri mereka
sendiri. Perlu dilakukan lebih mandalam lagi
diantaranya:
1. Cari tahu rencana apa yang sudah
direncanakan
2. Menentukan seberapa jauh klien sudah
melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai
dengan rencananya
3. Menentukan seberapa banyak waktu yang
dipakai pasien untuk merenvanakan dan
menggagas akan suicide
4. Menentukan bagaimana metode yang
mematikan itu mampu diakses oleh klien
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam
pengkajian tentang riwayat kesehatan mental
kilien yang mengalami resiko bunuh diri
1. Menciptakan hubungan saling percaya
terapeutik
2. Memilih tempat yang tenang dan menjaga
privacy klien
3. Mempertahankan ketenangan,suara yang
tidak mengancam,dan mendorong
komunikasi yang terbuka
4. Menentukan keluhan utama klien dengan
menggunakan kata-kata yang dimengerti
klien
5. Mendiskusikan gangguan jiwa
sebelumnya dan riwayat pengobatan
sebelumnya
6. Mendapatkan data tentang demografi dan
social ekonomi
7. Mendiskusikan keyakinan budaya dan
keagamaan
8. Peroleh riwayat peyakit fisik klien.

b) Diagnosa Keperawatan

Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut
terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya. Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf
bila ada perasaan ingin mencederai diri, Sasaran jangka panjang: klien tidak akan
mencederai diri.

c) Intervensi Keperawatan
1. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga ,klien bisa ditolong dengan
terapi dan mencoba untuk mengungkapkan peasaannya, berikan dukungan
agar dia tabah dsan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat. Buatlah
lingkungannya seaman mungkin dan jauhkanlah dari alatttt-alat yang bisa
digunakan untuk bunuh diri.
2. Pahami persoalan dari kacamata mereka Harus dihadapi dengan sikap
menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap
memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh
diri. Pada saat sedang menderita ia membutuhkan bantuan orang lain, ia butuh
ventilasi untuk mengalirkan perasaan dan masalahnya. Namun ia biasanya
takut untuk mencari pertolongan.
3. Pentingnya partisipasi masyarakat Gangguan kejiwaan biasanya bisa sembuh
hanya perlu terus dievaluasi karena sewaktu-waktu bisa kambuh, dalam hal
ini dukungan keluarga sangat penting untuk upaya penyembuhan klien ,
keluarga perlu didukung masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa
dianggap sama dngan penyakit-penyakit fisik lainnya.
4. Express feeling Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau
curhat sehingga membantu meringankan beban yang menerpa, selain
mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
5. Lakukan implementasi khusus, seperti menjauhkan benda-benda berbahaya
dari lingkungan klien, dan mengobservasi prilaku yang berisiko untuk bunuh
diri. Tujuan: Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri Indikator:
 Menyatakan harapannya untuk hidup
 Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
 Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran
bunuh diri muncul.
 Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
d) Implementasi Keperawatan

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck,
2008), obatobat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20
mg/hari per oral), venlafaksin (75- 225 mg/hari per oral), nefazodon (300-
600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion
(200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak
berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan
bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya
norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh
otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood,
proses sensori, dan nafsu makan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat
bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh
diri adalah (Keliat, 2009)
a) Klien tetap aman dan selamat
b) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart


dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi intervensi
utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :

a) Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk


mencegah klien melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan
adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu
dilakukan pengawasan, temani klien terusmenerus sampai klien dapat
dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda
yang berbahaya.
b) Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai
harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif
dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji
koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk
koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
d) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya.
Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang
mempengaruhi prilaku klien.
e) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau
lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien

Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:

a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu


dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
 Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
 Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
 Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
 Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya
disyukuri oleh klien

d) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga
a) Pasien
 Mampu menyebutkan cara mengamankan benda-benda berbahaya
 Mampu menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 Mampu menyebutkan aspek positif diri
 Mampu menyebutkan coping konstruktif untuk mengatasi masalah
 Mampu membuat rencana masa depan
b) Keluarga
 Mampu menyebutkan pengertian bunuh diri dan proses terjadinya
bunuh diri
 Mampu menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri
 Mampu menyebutkan dan melakukan cara merawat pasien dengan
bunuh diri
 Mampu membuat jadwal aktifitas dan minum obat klien diriumah
 Mampu memberikan pujian atas kemapuan pasien

Anda mungkin juga menyukai