1. CUCU MARIAM
2. DWI PUTRI IRIANTO
3. KUSMIATI
4. LUSI HERAWATI
A. PENGERTIAN
B. FATOFISIOLOGI
Sumber Koping
Menarik Diri
Perilaku kekerasan
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang (Davison, Neale, &
Kring, 2004) diantaranya: Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan
prosescontemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan
aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila
tidak ditekan.Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap
ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
a) Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
b) Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
c) Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya
tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang
dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum
beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di
selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering
di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress
yang tidak mampu di selesaikan.
d) Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan. walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya (Davison, Neale, & Kring, 2004)
Berbagai Sudut Pandang Mengenai Bunuh Diri:
1. Sudut Pandang Psikologis, Freud memandang bunuh diri menampilkan agresi
yang diarahkan ke dalam diri seseorang akibat kehilangan seseorang yang
dicintai dan dibenci. Semakin kuat perasaan tersebut, maka seseorang akan
semakin mungkin melakukan bunuh diri.
2. Sudut Pandang Sosiologis, Emile Durkheim 1897, 1951, (dalam Davison,
Neale, & Kring, 2004) menggolongkan 3 kategori bunuh diri, yaitu:
Egoistis, yaitu bunuh diri yang terjadi pada mereka yang tidak terintegrasi
kuat pada berbagai kelompok sosial, kurang memperoleh dukungan social.
Altruistik, yaitu bunuh diri yang dilakukan karena integrasi yang
berlebihan terhadap suatu kelompok dan bunuh diri merupakan upaya
untuk menumbuhkan integrasi kelompok, dan
Anomik, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang integrasinya
dengan masyarakat terganggu, sehingga tidak mampu menampilkan
perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat.
3. Sudut Pandang Biologis, Usaha untuk bunuh diri dapat disebabkan oleh
kurangnya serotonin pada pasien depresi.
4. Pendekatan Shneidman Mengenai Bunuh Diri, Shneidman telah membuat
daftar mengenai 10 karakteristik umum dari bunuh diri, namun tidak semua
ditemukan dalam setiap kasus dan semua kasus. Pandangannya mengenai
bunuh diri berdasarkan bahwa seseorang secara sadar berusaha untuk
menemukan solusi dari masalahnya yang telah menyebabkan penderitaan.
Semua harapan dan tindakan konstruktif telah menghilang. Menurutnya,
seseorang yang merencanakan bunuh diri biasanya mengkomunikasikan
niatnya tersebut, terkadang menangis untuk meminta bantuan, terkadang
menarik diri dari orang lain.
Berikut ini adalah 10 karakteristik dari bunuh diri (Davison, Neale, & Kring,
2004) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi umum dari bunuh diri adalah untuk mencari solusi.
2. Tujuan umum dari bunuh diri adalah penghentian kesadaran.
3. Stimulus umum dalam bunuh diri adalah penderitaan psikologis yang tidak
tertahankan.
4. Stressor umum dalam bunuh diri adalah frustrasi kebutuhan psikologis.
5. Emosi umum dalam bunuh diri berkaitan dengan
hopelessnesshelplessness.
6. Cognitive state umum dalam bunuh diri adalah ambivalen.
7. Perceptual state umum dalam bunuh diri adalah sempit.
8. Tindakan umum dari bunuh diri adalah egression.
9. Tindakan interpersonal umum dalam bunuh diri adalah komunikasi
mengenai intensi.
10. Konsistensi umum mengenai bunuh diri adalah dengan pola coping
seumur hidup.
Dalam melakukan asuhan keperawatan klien resiko bunuh diri, perawat perlu
memahami tahapan dalam proses keperawatan dan petunjuk dalam melakukan
wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. (Yosef,
2007).
a) Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri, Perawat perlu mengkaji peristiwa yang
menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan,
lukisan, memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan,
racun.
2. Gejala, Perawat mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi, gelisah,
insomnia menetap, bewrat badan menurun, bicara lamban, keletihan,
withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik , Upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat
adiktif, depresi remaja, gangguan mental lansia.
4. Riwayat psikososial Bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress
multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis
disiplin, penyakit kronik)
5. Faktor kepribadian Impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan
kakuk, putus asa, harga diri rendah, antisocial.
6. Riwayat keluarga, Riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme. Sebagai
perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut: Menyatakan pikiran, harapan dan
perencanaan tentang bunuh diri. Memiliki riwayat satu kali atau lebih
melakukan percobaan bunuh diri. Memilki keluarga yang memiliki riwayat
bunuh diri. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa. Memiliki
ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental. Mengalami penyalahunaan
NAPZA terutama alcohol. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang
baik. Menunjukkan impulsivitas dan agressif. Sedang mengalami kehilangan
yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara
bersamaan:
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal
pistol, obat, racun.
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan.
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial. Banyak instrument
yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh
diri diantaranya dengan SAD PERSONS
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan
data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara
adalah:
b) Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut
terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya. Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf
bila ada perasaan ingin mencederai diri, Sasaran jangka panjang: klien tidak akan
mencederai diri.
c) Intervensi Keperawatan
1. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga ,klien bisa ditolong dengan
terapi dan mencoba untuk mengungkapkan peasaannya, berikan dukungan
agar dia tabah dsan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat. Buatlah
lingkungannya seaman mungkin dan jauhkanlah dari alatttt-alat yang bisa
digunakan untuk bunuh diri.
2. Pahami persoalan dari kacamata mereka Harus dihadapi dengan sikap
menerima, sabar, dan empati. Perawat berupaya agar tidak bersikap
memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh
diri. Pada saat sedang menderita ia membutuhkan bantuan orang lain, ia butuh
ventilasi untuk mengalirkan perasaan dan masalahnya. Namun ia biasanya
takut untuk mencari pertolongan.
3. Pentingnya partisipasi masyarakat Gangguan kejiwaan biasanya bisa sembuh
hanya perlu terus dievaluasi karena sewaktu-waktu bisa kambuh, dalam hal
ini dukungan keluarga sangat penting untuk upaya penyembuhan klien ,
keluarga perlu didukung masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa
dianggap sama dngan penyakit-penyakit fisik lainnya.
4. Express feeling Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau
curhat sehingga membantu meringankan beban yang menerpa, selain
mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
5. Lakukan implementasi khusus, seperti menjauhkan benda-benda berbahaya
dari lingkungan klien, dan mengobservasi prilaku yang berisiko untuk bunuh
diri. Tujuan: Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri Indikator:
Menyatakan harapannya untuk hidup
Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran
bunuh diri muncul.
Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
d) Implementasi Keperawatan
d) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga
a) Pasien
Mampu menyebutkan cara mengamankan benda-benda berbahaya
Mampu menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Mampu menyebutkan aspek positif diri
Mampu menyebutkan coping konstruktif untuk mengatasi masalah
Mampu membuat rencana masa depan
b) Keluarga
Mampu menyebutkan pengertian bunuh diri dan proses terjadinya
bunuh diri
Mampu menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri
Mampu menyebutkan dan melakukan cara merawat pasien dengan
bunuh diri
Mampu membuat jadwal aktifitas dan minum obat klien diriumah
Mampu memberikan pujian atas kemapuan pasien