Anda di halaman 1dari 4

Penggunaan Tenaga Nuklir di Indonesia: Aspek Hukum

Oleh: Humas ; Diposkan pada: 10 Aug 2015 ; 40768 ViewsKategori: Evaluasi Polhukam

Bagi kebanyakan orang, ketika mendengar kata “nuklir”, maka yang terbayang adalah asap besar
bercampur debu membumbung tinggi ke angkasa disertai suara dentuman dahsyat. Korban
berjatuhan akibat ledakan atau akibat radiasi. Ada yang mati seketika, luka, atau sakit bertahun-
tahun.

Bayangan dan persepsi itu merupakan kewajaran. Media masa yang seringkali  memberitakan
nuklir dikaitkan dengan perang atau kebocoran reaktor nuklir telah membentuk citra dan
persepsi. Padahal, menurut para ahli, nuklir tidak saja dapat digunakan sebagai senjata, tetapi
juga berguna di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian, pertanian, kesehatan,
industri, dan energi.

Adanya kegunaan di samping bahaya yang mengancam itulah yang memunculkan sikap pro dan
kontra. Bagi mereka yang pro, penggunaan tenaga nuklir merupakan keharusan. Sumber energi
yang lain sudah tidak mencukupi kelangsungan kehidupan. Sementara bagi mereka yang kontra,
penggunaan tenaga nuklir hanya menyengsarakan manusia. Bencana Chernobyl dan Fukushima
telah menunjukkan betapa kesengsaraan itu begitu mendalam.

Terlepas dari mana yang dipilih, suatu negara harus menentukan sikap, akan menggunakan
tenaga nuklir atau menolaknya. Sikap itu akan terlihat dalam peraturan perundang-undangan
negara yang bersangkutan yang  disebut dengan politik hukum. Dengan demikian, sikap atas
pilihan penggunaan tenaga nuklir suatu negara merupakan politik hukum penggunaan tenaga
nuklir negara yang bersangkutan. Tulisan ini tidak dimaksudkan membawa pembacanya untuk
mendukung atau menolak penggunaan tenaga nuklir di Indonesia, melainkan hanya membantu
pembacanya agar mengetahui apa yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR memutuskan pilihan bagi kehidupan bernegara.
Keputusan terhadap pilihan itu diwujudkan dalam ketentuan undang-undang yang dihasilkan
bersama dengan Pemerintah. Hal ini berarti politik hukum yang dipilih rakyat Indonesia terhadap
penggunaan tenaga nuklir terlihat di dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Mana
yang dipilih oleh rakyat Indonesia? Berikut gambarannya.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menyatakan bahwa


ketenaganukliran menyangkut kehidupan dan keselamatan orang banyak, oleh karena itu harus
dikuasai oleh negara; perkembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir dalam berbagai bidang
kehidupan manusia di dunia sudah demikian maju sehingga pemanfaatan dan pengembangannya
perlu ditingkatkan dan diperluas; oleh karena itu, demi keselamatan, keamanan, ketenteraman,
kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup,
pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan secara tepat dan hati-hati serta ditujukan untuk maksud
damai dan kesejahteraan rakyat.
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan politik hukum, Indonesia berketetapan memilih
memanfaatkan tenaga nuklir di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian,
pertanian, kesehatan, industri, dan energi dengan syarat dilakukan secara tepat dan hati-hati,
untuk maksud damai, dan untuk kesejahteraan rakyat. Jadi,keberadaan instalasi nuklir untuk
keperluan energi termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia merupakan
pilihan rakyat Indonesia sekaligus memiliki dasar hukum. Namun, sebagai catatan, khusus
pembangunan PLTN dan penyediaan tempat limbah, pemerintah menetapkan pembangunan itu
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sebagai perwujudan pilihan di atas, dibuat peraturan dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir, peraturan Kepala
Badan Tenaga Atom Nasional dan peraturan pelaksanaan lainnya . Uraian di bawah ini
menggambarkan secara singkat rincian pelaksanaan politik hukum di atas yakni mengenai:
kelembagaan, penelitian dan pengembangan, pengusahaan, pengelolaan limbah radioaktif,
pertanggungjawaban kerugian nuklir, ancaman pidana, konvensi internasional, kerjasama
bilateral, perizinan, dan pembianaan sumber daya manusia.

Kelembagaan

Bahan nuklir dikuasai oleh Negara dan pemanfaatannya diatur dan diawasi oleh Pemerintah.
Untuk melaksanakan kewenangan ini pemerintah membentuk  Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan Majelis Pertimbangan Tenaga
Nuklir, serta mendirikan Badan Usaha Milik Negara (PT Industri Nuklir Indonesia). BATAN
bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir. BAPETEN bertugas melaksanakan
pengawasan segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir
bertugas memberikan saran dan pertimbangan mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. PT Industri
Nuklir Indonesia memiliki tugas berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir secara komersial.

Penelitian Dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Penelitian dan pengembangan diselenggarakan terutama
oleh dan menjadi tanggung jawab BATAN. Dalam menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan BATAN dapat bekerja sama dengan instansi dan badan lain.

Pengusahaan

BATAN melaksanakan penyelidikan umum, eksplorasi, dan eksploitasi bahan galian nuklir yang
dapat dikerjasamakan dengan BUMN, koperasi, badan swasta, dan/atau badan lain.

Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh BATAN yang pelaksanaannyadapat bekerja


sama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan swasta.

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir


Pada dasarnya, pelaksana pengusahaan instalasi nuklir wajib bertanggung jawab atas kerugian
nuklir yang diderita oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir yang terjadi dalam
instalasi nuklir tersebut. Namun dalam peraturan perundang-undangan terdapat  batas
pertanggungjawaban tersebut (PP Nomor 46 Tahun 2009).

Ancaman Pidana

Terdapat berbagai ancaman pidana bagi pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang


ketenaganukliran di antaranya pelanggaran izin pembangunan reaktor nuklir. Seseorang yang
membangun, mengoperasikan, atau melakukan dekomisioning reaktor nuklir tanpa izin diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak satu miliar
rupiah. Dan apabila perbuatan tersebut menimbulkan kerugian, maka ancaman pidananya
adalahpenjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak satu miliar rupiah.

Dalam rangka memenuhi ketentuan internasional di bidang ketenaganukliran Indonesia


meratifikasi beberapa perjanjian, traktat, dan protokol, yaitu:

 Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata-Senjata Nuklir;


 Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir;
 Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara;
 Konvensi tentang Keselamatan Nuklir;
 Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir; dan
 Konvensi Gabungan tentang Keselamatan Pengelolaan Bahan Bakar Nuklir Bekas dan
tentang Keselamatan Pengelolaan Limbah Radioaktif.

Kerjasama Bilateral

Selain multilateral, Pemerintah Indonesia juga bekerjasama secara bilateral penggunaan tenaga
nuklir untuk maksud-maksud damai dalam bentukpersetujuan, yaitu persetujuan dengan
Pemerintah Korea, Pemerintah Argentina, Pemerintah Kanada, Pemerintah India, Pemerintah
Italia, dan Pemerintah Amerika Serikat.

Perizinan

Terdapat beberapa izin yang harus dimiliki penyelenggara kegiatan ketenaganukliran antara lain
izin reaktor nuklir, izin pemanfaatan tenaga nuklir, dan izin pemanfaatan sumber radiasi pengion
dan bahan nuklir. Pelanggaran terhadap ketentuan izin ini diancam pidana penjara dan denda
sebagaimana disebutkan di atas.

Pembinaan Sumber Daya Manusia

Untuk mengembangkan kegiatan ketenaganukliran diperlukan sumber daya yang handal sebagai
pendukung. Untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang handal tersebut
dibangun Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang merupakan perguruan tinggi kedinasan. Bagi
pegawai atau pekerja di bidang ketenaganukliran saat ini juga sudah mendapatkan tunjangan bagi
kesejahteraan yang memadai, termasuk tunjangan bahaya radiasi bagi pegawai negeri sipil di
lingkungan BAPETEN sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2005 dan
tunjangan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden
Nomor 48 Tahun 1995

Anda mungkin juga menyukai