Anda di halaman 1dari 36

MUHAMMAD ILYAS YUSUF, APT

Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif


(pertahanan diri) sebagai respon terhadap cedera
berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel
dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial
pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan
dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non
spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi
dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis dan
pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan.
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan
atas jenis eksudat yang terbentuk, organ
atau jaringan tertentu yang terlibat dan
lamanya proses peradangan.
Tata nama proses peradangan
memperhitungkan masing-masing variable ini.
Berbagai eksudat diberi nama deskriptif,
berdasarkan lamanya respon peradangan
disebut akut, subakut dan kronik. Lokasi reaksi
peradangan disebut dengan akhiran -tis yang
ditambahkan pada nama organ (misalnya;
apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya).
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim.
Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme
dalam jaringan, sedang pada peradangan
belum tentu, karena banyak peradangan yang
terjadi steril sempurna. Jadi infeksi hanyalah
merupakan sebagian dari peradangan.
Selama proses peradangan terjadi pelepasan
histamine dan zat-zat humoral lain kedalam
cairan jaringan sekitarnya.

Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa :

1. Peningkatan aliran darah lokal.


2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam
jaringan interstitial.
4. Edema ekstraseluler lokal.
5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan
limfe.
Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang
cedera atau nekrotik akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi.
Peningkatan permeabilitas membran vaskuler terjadi
dengan peregangan sel-sel endotel sehingga pori-pori
membran membesar dan dapat dilalui oleh protein
darah. Sedangkan vasodilatasi menyebabkan
peningkatan jumlah volume darah ke daerah
peradangan.
Setiap luka pada jaringan akan menimbulkan
reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-mula
terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler
sehingga terjadi peningkatan volume darah.
Peningkatan volume darah menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik yang mendorong
plasma merembes keluar (transudasi).
Selanjutnya cairan edema akan
terkumpul di daerah sekitar luka,
kemudian fibrinogen keluar dari
vaskuler membentuk benang-benang
fibrin yang menutupi saluran limfe
dengan tujuan membatasi penyebaran
mikroorganisme.
Leukosit juga ikut berperan dalam fagositosis.
Pada saat terjadi vasodilatasi maka aliran
darah menjadi lambat dan menyebabkan
neurofil mengalami marginasi kemudian
emigrasi dengan cara diapedesis, selanjutnya
bergerak secara kemotaksis ke lokasi radang
untuk melakukan fagositosis.
Mula-mula neutrofil membungkus
mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti
dalam sel, hal ini akan mengakibatkan
perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan
keluar protease selluler yang akan
menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu
makrofag mononuklear besar akan tiba di
lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa
leukosit dan akhirnya terjadilah pencairan
(resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
Cairan kaya protein dan sel darah putih yang
tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai
akibat reaksi radang disebut eksudat.

1. Transudat

Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial


yang terjadi akibat peningkatan tekanan
hidrostatik atau turunnya protein plasma
intravaskular yang meningkat. Berat jenis
transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang
mencerminkan kandungan protein yang rendah.
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan
berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah
putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun
sebagai akibat permeabilitas vaskular (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar
dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang
meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit
yang menyebabkan emigrasinya.
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera
atau infeksi sehingga pada tempat cedera atau
radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk
membendung infeksi atau menahan
mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan.
Leukositosis ini disebabkan karena produksi
sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya
dalam darah cukup untuk emigrasi pada waktu
terjadi cedera atau radang.
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan
emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal
dari sumsum tulang, dimana tidak saja leukosit
tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit
dihasilkan secara terus memenerus. Dalam
keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat
ditemukan banyak sekali leukosit yang belum
matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit
matang yang ditahan sebagai cadangan untuk
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam
darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah
"sesuai kebutuhan" jika timbul proses
peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon
peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum
tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran
satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran
darah.
Vasodilatasi arteriol dan kapiler menyebabkan
aliran darah menjadi lambat sehingga neutrofil
mengalami marginasi kemudian terjadi adhesi
dengan membran vaskuler, selanjutnya neutrofil
keluar melalui membran vaskuler (emigrasi)
dengan cara diapedesis. Mediator kimia yang
dikeluarkan pada lokasi radang merupakan faktor
kemotaksik yang menyebabkan neutrofil bergerak
ke lokasi radang dan melakukan fagositosis.
Fagositosis adalah proses penyerapan dan
eliminasi mikrobaatau partikel lain oleh sel-
sel khusus yang disebut fagosit. Fagosit
adalah sel-sel darah putih atau sel-sel yang
berasal dari sel-sel darah putih tersebut,
yang terdapat di dalam aliran darah.
Fagosit itu terdiri atas dua kelompok, yaitu:

1) Granulosit (lekosit polimorfonuklear) : 70%


jumlah sel darah putih.
a) Netrofil (menghasilkan senyawa yang dapat
melepaskan oksigen reaktit) : 68% jumlah
sel darah putih.
b) Eosinofil: 1% jumlah sel darah putih.
c) Basofil: 1% jumlah sel darah putih.

2) Agranulosit (sel-sel mononuklear) : 30%


jumlah lekosit.
a) Limfosit: 25% jumlah lekosit.
b) Monosit/makrofag : 5% jumlah lekosit.
1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal
pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul
maka arteriol yang mensupali daerah tersebut
melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-
kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan
darah.
 Keadaan ini yang dinamakan hyperemia
atau kongesti,menyebabkan warna merah
lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia,melalui
pengeluaran zat seperti histamin.
2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan
kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya
terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari -37 °C yaitu
suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada
kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan
daerah yang terkena lebih banyak daripada yang
disalurkan kedaerah normal.
 Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah-daerah yang terkena radang jauh di
dalam tubuh, karena jaringan-jaringan
tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C,
hyperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)

Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat


dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal
atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,
pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan
rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin
adalah pembengkaan lokal (tumor). Pembengkaan
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti
yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka
bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah
reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi
abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan
yang meradang itu terganggu.
I. DAMPAK SISTEMIK REAKSI INFLAMASI

a. Demam
Demam merupakan akibat dari pelepasan
zat pirogen endogen yang berasal dari
neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat
tersebut akan memacu pusat pengendali
suhu tubuh yang ada di hypothalamus.
b. Perubahan Hematologis

Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan


mempengaruhi proses maturasi dan pengeluaran
leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut
leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga
terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang
dinamakan laju endap darah (LED).
c. Gejala Konstitusional
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan
metabolisme dan endokrin yang menyolok.
Akhirnya reaksi peradangan lokal sering
diiringi oleh berbagai gejala konstitusional
yang berupa malaise, anoreksia atau tidak
ada nafsu makan dan ketidakmampuan
melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-
beda bahkan sampai tidak berdaya
melakukan apapun.
 Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil
perbaikan yang paling menggembirakan yang
dapat diperoleh adalah jika terjadi hanya sedikit
kerusakan atau tidak ada kerusakan jaringan di
bawahnya sama sekali. Pada keadaan ini agen
penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan.
Pembuluh darah kecil di daerah itu memperoleh
kembali mipermeabilitasnya, aliran cairan
berhenti dan emigrasi leukosit dengan cara yang
sama juga berhenti.
Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan
sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh
limfe dan sel-sel eksudat mengalami
disintegrasi dan keluar melalui pembuluh
limfe atau benar-benar dihilangkan dari
tubuh. Hasil akhir dari proses ini adalah
penyembuhan jaringan yang meradang
jaringan tersebut pulih seperti sebelum reaksi
atau resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak
cukup bermakna jaringan yang rusak harus
diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes
berdekatan yang masih hidup. Perbaikan
sebenarnya melibatkan dua komponen yang
terpisah tetapi terkoordinir.
Pertama disebut regenerasi, hasil akhirnya
adalah penggantian unsur-unsur yang telah
hilang dengan jenis sel yang sama.
Komponen perbaikan kedua melibatkan
proliferasi unsur-unsur jaringan penyambung
yang mengakibatkan pembentukan jaringan
parut. Namun apabila agen penyebab
peradangan tetap ada maka peradangan akan
berlangsung kronis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai