Makalah Injeksi HAL
Makalah Injeksi HAL
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Injeksi merupakan sedian steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan
menggunakan suntik.
Sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan
atau disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh
yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang paling
efisiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus
memiliki kemurniaan yang dapat diterima.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosisi ganda (Ditjen
POM RI, 1979).
Injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena.
Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (Ditjen POM RI, 1995).
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih
bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang
merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus
(streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja
sama. Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan
oleh pasien sendiri. Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus
steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih
dengan tepat ( Tjay, 2013).
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis
yang berbeda, yaitu: 1. Obat tau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi,
ditandai dengan nama, Injeksi………………; 2. Sediaan padat kering atau cairan
pekat tidak mengandung dapar , pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan
yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama bentuknya ………………Steri; 3.
Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
………………untuk Injeksi; 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal,
ditandai dengan nama Suspensi……………… Steril; 5. Sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama ……………… Steril untuk Suspensi (Syamsuni,
2012).
Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Injeksi intrakutan atau
intradermal (i.c). Biasanya berupa larutan atau suspense dalam air, volume yang
disuntikkan sedikit (0,1- 0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Biasanya
yang digunakan adalah ekstrak alergenik; 2. Injeksi subkutan atau hipoderma
(s.c). umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari
1 ml. disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit
mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanol 70%). Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti Epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan
harus sedapat mungkin isotonus, sedang pH-nya sebaiknya netral, maksudkan
untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis
(mengendornya kulit). Jika tidak disuntikkan secara infuse, volume injeksi 3 Lt
sampai 4 Lt sehari, masih dapat disuntikkan secara subkuntan dengan
penambahan hialuronidase ke dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik
hialuronidase; 3. Injeksi intramuskulus (i.m). Merupakan larutan atau suspensi
dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk otot daging dan volume
sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih
dari 4 ml. Ke dalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 ml, sedangkan otot
lain volume yang disuntikkan lebih kecil; 4. Injeksi intravenus (i.v). Merupakan
larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat
bercampur air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonus atau
hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikkan perlahan-lahan. Jika larutan
yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 ml disebut infuse, larutan
diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit
dan lebih baik pada suhu badan; 5. Injeksi intraarterium (i.a). umunya berupa
larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampuran dengan air,
volume yang disuntikan 1 ml sampai 10 ml dan digunakan bila diperlukan efek
obat yang segera dalam daerah perifer; 6. Injeksi intraktor atau intrakardial (i.k.d).
Berapa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikkan ke dalam
otot jantung atau ventrikulus. Injeksi intraarterium tidak boleh mengandung
bakterisida; 7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural. Berupa larutan harus
isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah lambat, meskipun larutan
anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar
steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di sini sangat peka; 8. Injeksi
intratikulus. Berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikkan ke dalam
cairan sendi dalam rongga sendi; 9. Injeksi subkonjungtiva. Berupa larutan atau
suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya tidak
lebih dari 1 ml; 10. Injeksi yang digunakan lain: a. Intraperitoneal (i.p),
disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, penyerapan cepat, bahan infeksi
besar dan jarang dipakai, b. peridural (p.d), ekstra dural, disuntikkan ke dalam
ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan
sumsum tulang belakang, c. Intrasisternal (i.s.) disuntikkan ke dalam saluran
sumsum tulang belakang pada otak (Anief, 2010).
Wadah untuk injeksi dibuat dari kaca atau dari plastik, tidak boleh
bereaksi dengan obat atau mempengaruhi khasiatnya dan tidak memberikan zarah
kecil serta harus memungkinkan melakukan pemeriksaan isinya dengan mudah.
Wadah kaca ditutup kedap dengan cara meleburkan mulut wadah atau dengan cara
lain yang cocok (Depkes, 1978).
BAB III
PEMBAHASAN
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat
dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh
tubuh. Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan
penyakit tifus dan E. Coli yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi
steril. Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara
lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus).
Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane
mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa,
maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan
dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia,
atau mikrobiologis.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau melalui selaput lendir.
Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu :
1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama
injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium
steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari
nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu
steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi.
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi).
Diharapkan dengan kondidi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet
implan, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae
ophth), cuci mata (collyrium), dan salep mata (oculenta).
3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang
berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap
lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk
mencegah rasa sakit.
4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute
ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi
dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara
lambat atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10
ml. Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari
10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen,
tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida.
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume
antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.
1. Keuntungan :
a) Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
b) Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh
cairan lambung.
c) Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
d) Daat digunakan sebagai depo terapi.
2. Kerugian :
a) Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b) Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c) Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d) Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan
per oral.
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung.
1. Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki
ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10,
20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal,
oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali
injeksi.
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara
parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk
vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral
menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk parenteral dibuat
mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga pengemasan. Bahan
pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik, elastik
(karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan
steril karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat,
termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan
melindungi bahan yang telah dibuat.
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya.
Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya
dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda.
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril.
Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
atau kemurnian pada bagian yang tertinggal.
Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan
melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher
agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi
serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat
suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan
digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas
dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian
khusus. Gelas yang digunakan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan
menjadi 4 kategori, yaitu :
Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi
Sediaan
Resistensi parenteral
terhadap asidik dan
Tipe 1 Borosilikat hidrolisis netral, bisa juga
tinggi,eksporasi untuk sediaan
termal rendah alkali yang
sama
Sediaan
Kaca soda parenteral
kapur Resistensi asidik dan
Tipe II (diperlukan hidrolitik netral, bisa juga
dealkalisas relatif tinggi untuk sediaan
i) alkalin yang
sesuai
Hanya
Kaca soda digunakan
Resistensi
Tipe kapur untuksediaaan
hidrolitik
NP (pengguna non parenteral
sangat rendah
an umum) (oral, tipikal,
dsb)
b. Pengisian
Pengisian ampul dengan larutan obat dilakuakn pada sebuah alat khusus
untuk pabrik kecil atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi
yang bekerja secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan
yangakan diisikan dihisap oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan
melalui kebalikan gerak lengan dilakukan pengisiannya.
c. Penutupan
Penutupan ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan,
dimana semburan nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan ampul
ditutup dengan membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar kontinyu. Kedua
cara tarikan, dimana seluruh alat penutup ampul otomatis yang digunakan dalam
industri bekerja menurut prinsip ini
Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah) semburan api diarahkan pada
bagian tengah leher ampul. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit
dengan sebuah pinset (pada kerja manual), atau dilakukan oleh alat khusus
(masinel) kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.
2. Vial
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial
adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun
dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi
serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun
lebih.
Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau
ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial
(takaran ganda):
A. Kesimpulan
1. Sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan
kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
2. Rute-rute sediaan injeksi : Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal; Injeksi subkutan
(s.k/s.c) atau hipodermik; Intramuskular (i.m); Intravena (i.v); Intraarterium (i.a);
Intrakordal/intrakardiak (i.kd); Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s),
intradural (i.d), subaraknoid; Intraartikular ; Subkonjungtiva; Intrabursa;
Intraperitoneal (i.p); dan Peridural (p.d), ekstradural, epidural.
3. Keuntungan dan Kerugian :
Keuntungan :Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok
anafilaktik; Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan
lambung; Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin dan saat digunakan
sebagai depo terapi.
Kerugian : Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan
pencegahan; Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.;
Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan; dan Secara ekonomis lebih
mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral
4. Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20,
kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali injeksi.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat
berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan
obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila
diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau
ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
5. Pengujian atau Pemeriksaan Sediaan
- Pemeriksaan kebocoran.
- Pemeriksaan sterilitas.
- Pemeriksaan pirogenitas.
- Pemeriksaan kejernihan dan warna.
- Pemeriksaan keseragaman bobot.
- Pemeriksaan keseragaman volume.
B. Saran
Diharapkan agar kedepannya kita dapat menemukan sediaan yang lebih baik
lagi agar pengobatan lebih bervariasi dan semakin memudahkan untuk manusia.
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ditjen POM RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
Tjay, T. H., Rahardja, K. 2013. Obat-Obat Penting Edisi Keenam Cetakan Ke-3.
Elex Media Komputindo. Jakarta.