Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Injeksi merupakan sedian steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan
menggunakan suntik.
Sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan
atau disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh
yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang paling
efisiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus
memiliki kemurniaan yang dapat diterima.
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Sediaan Injeksi Steril ?


2. Jelaskan rute Pemberian Sediaan Injeksi !
3. Apa keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi !
4. Jelaskan yang dimaksud Vial dan Ampul !
5. Jelaskan pengujian sediaan !

C. Tujuan

1. Mengetahui Definisi Sediaan Injeksi Steril.


2. Mengetahui Rute Pemberian Sediaan Injeksi.
3. Mengetahui Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi.
4. Mengetahui Pengertian Vial dan Ampul.
5. Mengetahui Pengujian Sediaan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosisi ganda (Ditjen
POM RI, 1979).
Injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena.
Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (Ditjen POM RI, 1995).
Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih
bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang
merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus
(streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja
sama. Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan
oleh pasien sendiri. Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus
steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih
dengan tepat ( Tjay, 2013).
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis
yang berbeda, yaitu: 1. Obat tau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi,
ditandai dengan nama, Injeksi………………; 2. Sediaan padat kering atau cairan
pekat tidak mengandung dapar , pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan
yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama bentuknya ………………Steri; 3.
Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
………………untuk Injeksi; 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal,
ditandai dengan nama Suspensi……………… Steril; 5. Sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama ……………… Steril untuk Suspensi (Syamsuni,
2012).
Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Injeksi intrakutan atau
intradermal (i.c). Biasanya berupa larutan atau suspense dalam air, volume yang
disuntikkan sedikit (0,1- 0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Biasanya
yang digunakan adalah ekstrak alergenik; 2. Injeksi subkutan atau hipoderma
(s.c). umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari
1 ml. disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit
mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanol 70%). Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti Epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan
harus sedapat mungkin isotonus, sedang pH-nya sebaiknya netral, maksudkan
untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis
(mengendornya kulit). Jika tidak disuntikkan secara infuse, volume injeksi 3 Lt
sampai 4 Lt sehari, masih dapat disuntikkan secara subkuntan dengan
penambahan hialuronidase ke dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik
hialuronidase; 3. Injeksi intramuskulus (i.m). Merupakan larutan atau suspensi
dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk otot daging dan volume
sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit, sedapat mungkin tidak lebih
dari 4 ml. Ke dalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 ml, sedangkan otot
lain volume yang disuntikkan lebih kecil; 4. Injeksi intravenus (i.v). Merupakan
larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat
bercampur air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonus atau
hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikkan perlahan-lahan. Jika larutan
yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 ml disebut infuse, larutan
diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit
dan lebih baik pada suhu badan; 5. Injeksi intraarterium (i.a). umunya berupa
larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampuran dengan air,
volume yang disuntikan 1 ml sampai 10 ml dan digunakan bila diperlukan efek
obat yang segera dalam daerah perifer; 6. Injeksi intraktor atau intrakardial (i.k.d).
Berapa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikkan ke dalam
otot jantung atau ventrikulus. Injeksi intraarterium tidak boleh mengandung
bakterisida; 7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural. Berupa larutan harus
isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah lambat, meskipun larutan
anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar
steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di sini sangat peka; 8. Injeksi
intratikulus. Berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikkan ke dalam
cairan sendi dalam rongga sendi; 9. Injeksi subkonjungtiva. Berupa larutan atau
suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata bawah, umumnya tidak
lebih dari 1 ml; 10. Injeksi yang digunakan lain: a. Intraperitoneal (i.p),
disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, penyerapan cepat, bahan infeksi
besar dan jarang dipakai, b. peridural (p.d), ekstra dural, disuntikkan ke dalam
ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan
sumsum tulang belakang, c. Intrasisternal (i.s.) disuntikkan ke dalam saluran
sumsum tulang belakang pada otak (Anief, 2010).
Wadah untuk injeksi dibuat dari kaca atau dari plastik, tidak boleh
bereaksi dengan obat atau mempengaruhi khasiatnya dan tidak memberikan zarah
kecil serta harus memungkinkan melakukan pemeriksaan isinya dengan mudah.
Wadah kaca ditutup kedap dengan cara meleburkan mulut wadah atau dengan cara
lain yang cocok (Depkes, 1978).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Defenisi Sediaan Steril Injeksi

Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat
dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh
tubuh. Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan
penyakit tifus dan E. Coli yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi
steril. Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara
lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus).
Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane
mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan mukosa,
maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan
dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia,
atau mikrobiologis.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau melalui selaput lendir.
Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu :
1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama
injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium
steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari
nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu
steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi.
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi).
Diharapkan dengan kondidi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet
implan, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae
ophth), cuci mata (collyrium), dan salep mata (oculenta).

B. Rute Pemberian Sediaan Injeksi

1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal


Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis.
Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam
air.

2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik


Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume
yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH
netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah
besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien
tesebut tidak dapat menerima infus intravena.

3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang
berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap
lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk
mencegah rasa sakit.

4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute
ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi
dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara
lambat atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10
ml. Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari
10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen,
tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida.
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.

5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume
antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid


Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar
otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan
cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat,
meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis.
Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.

8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.

9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.

11. Intraperitoneal (i.p)


Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung
cepat, namun bahaya infeksi besar.

12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural


Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.

C. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi

1. Keuntungan :
a)    Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
b)   Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh
cairan lambung.
c)    Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
d)   Daat digunakan sebagai depo terapi.
2.    Kerugian :
a)    Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b)   Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c)    Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d)   Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan
per oral.

D.  Ampul dan Vial

Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung.

1.    Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki
ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10,
20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal,
oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali
injeksi.
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara
parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk
vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral
menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk parenteral dibuat
mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga pengemasan. Bahan
pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik, elastik
(karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan
steril karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat,
termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan
melindungi bahan yang telah dibuat.
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya.
Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya
dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda.
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril.
Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan
pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
atau kemurnian pada bagian yang tertinggal.
Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan
melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher
agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi
serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat
suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan
digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas
dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian
khusus. Gelas yang digunakan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan
menjadi 4 kategori, yaitu :
Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi

Sediaan
Resistensi parenteral
terhadap asidik dan
Tipe 1 Borosilikat hidrolisis netral, bisa juga
tinggi,eksporasi untuk sediaan
termal rendah alkali yang
sama

Sediaan
Kaca soda parenteral
kapur Resistensi asidik dan
Tipe II (diperlukan hidrolitik  netral, bisa juga
dealkalisas relatif tinggi untuk sediaan
i) alkalin yang
sesuai

Sama dengan Cairan anhidrat


Kaca soda
tipe II, tapi dan produk
Tipe lapur (tidak
dengan kurang, sediaan
III mengalami
pelepasan parenteral jika
perlakuan
oksida sesuai

Hanya
Kaca soda digunakan
Resistensi
Tipe kapur untuksediaaan
hidrolitik
NP (pengguna non parenteral
sangat rendah
an umum) (oral, tipikal,
dsb)

a. Tipe 1, 2 dan 3 dimaksudkan untuk produk parenteral


b. Dan tipe NP dimaksudkan untuk produk non-parenteral dan tipe itu
dimaksudkan untuk penggunaan oral dan topical
Keempat kategori tersebut tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut
dan kemampuannya untuk mencegah penguraian. Pembuatan sediaan farmasi
harus memilih dan menggunakan wadah yang tidak mempengaruhi komposisi dan
kestabilan dari produknya. Tipe 1 umumnya merupakan gelas yang paling tahan
dari keempat kategori tersebut.

Proses pengemasan dimulai dari :


a. Pembersihan
Pada umumnya, ampul kosong yang dipasarkan dalam keadaan terbuka
memiliki leher yang lebar untuk memudahkan pembersihan dan pengisian.
Dengan cara pengisian ampul berulang kali dengan cairan pencuci dan akhirnya
dikosongkan dapat diperoleh ampul yang bersih dan menjamin bahwa seluruh
partikel pengotor dan serpihan gelas telah dihilangkan.
Dalam industri kecil, digunakan beberapa alat pencuci dimana ampul-
ampul dipasang pada kanula dan air ditekan mengalir kedalam ampul melaui
kanula bermantel. Suplai air dihentikan digantikan dengan aliran udara
bertekanan yang menekan keluar sisa-sisa air sampai ampul mengering.
Dalam industri besar, tersedia mesin-mesin pembersih ampul
semiotomatis dan otomatis. Pada mesin pencuci otomatis pembersihan
dilakuakan dengan cairan pencuci panas bersuhu 80̊ C bertekanan tinggi (0,4
Mpa, 4 at) dimana serpihan gelas yang melekat erat pada dinding-dinding dan
umumnya baru dapat dihilangkan pada saat sterilisasi melalui kerja panas, juga
turut tercuci.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan cairan pencuci umumnya masih
diikuti 2xpencucian dengan air pada tekanan yang sama dan diakhiri dengan air
suling (0,05 Mpa, 0,5 at).

b. Pengisian
Pengisian ampul dengan larutan obat dilakuakn pada sebuah alat khusus
untuk pabrik kecil atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi
yang bekerja secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan
yangakan diisikan dihisap oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan
melalui kebalikan gerak lengan dilakukan pengisiannya.

c. Penutupan
Penutupan ampul dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama cara peleburan,
dimana semburan nyala api diarahkan pada leher ampul yang terbuka dan ampul
ditutup dengan membakar disatu lokasi lehernya sambil diputar kontinyu. Kedua
cara tarikan, dimana seluruh alat penutup ampul otomatis yang digunakan dalam
industri bekerja menurut prinsip ini
Pada alat ini sebuah (atau juga 2 buah) semburan api diarahkan pada
bagian tengah leher ampul. Setelah gelas melunak bagian atas leher dijepit
dengan sebuah pinset (pada kerja manual), atau dilakukan oleh alat khusus
(masinel) kemudian ditarik keatas kemudian ampul dapat ditutup.
2.    Vial
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial
adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun
dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi
serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun
lebih.
Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau
ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial
(takaran ganda):

a.    Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan


adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
b.    Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%).
c.     Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya.
d.   Zat pengawet kecuali dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang
dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi
yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu
ditambahkan pengawet.

E.  Pengujian atau Pemeriksaan Sediaan


Setelah larutan injeksi ditutup-kedap dan distrerilkan, perlu dilakukan
pemeriksaan, yang kemudian terakhit diberi etiket dan dikemas.
Pemeriksaan meliputi :
a.       Pemeriksaan kebocoran.
b.      Pemeriksaan sterilitas.
c.       Pemeriksaan pirogenitas.
d.      Pemeriksaan kejernihan dan warna.
e.       Pemeriksaan keseragaman bobot.
f.       Pemeriksaan keseragaman volume.
(pemeriksaan a-d diatas disebut pemeriksaan hasil akhir produksi)

a.         Pemeriksaan kebocoran


Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
1)   Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan :
a)    Ampul : disterilkan dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur berada di
bawah. Wadah yang bocor isinya akan kosong/habis atau berkurang setelah
selesai sterilisasi.
b)   Vial : setelah disterilkan, masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam
larutan dingin metilen biru 0,1%. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena
larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
2)   Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik/injeksi
berwarna, diperiksa dengan memasukkannya ke dalam eksikator dan divakumkan.
Pada wadah yang bocor, isi akan terisap keluar.

b.        Pemeriksaan sterilitas


Uji ini dilakukan untuk menetapkan aa tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang
hidup dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptik yang
cocok.
Sebelum dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :
1)   Pengawet : larutan diencerkan dahulu sehingga daya pengawetnya sudah tidak
bekerja lagi.
2)   Antibiotik : daya bakterisidanya dinonaktifkan dulu, misalnya pada penisilin
ditambah enzim penisilinase.

c.         Pemeriksaan pirogen


Pirogen adalah zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme berupa
zat eksotoksin dari kompleks polisakarida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur nitrogen dan fosfor, yang daat menimbulkan demam jika
disuntikkan (reaksi terjadi setelah 15 menit samapi 8 jam).

Cara menghilangkan pirogen :


1)   Untuk alat atau zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik
dan lain-lain) dipanaskan pada sushu 250°C selama 30 menit.

2)   Untuk aqua p.i bebas pirogen.


a)    Dilakukan oksidasi dengan cara :
a. Didihkan dengan larutan H2O2 1% selama 1 jam.
b. Satu liter air dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KmnO4 0,1 N dan 5 ml
larutan 1N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan
air untuk injeksi.
b)   Dilakukan dengan cara absorpsi dari asbes. Lewatkan saring dengan
penyaringan bakteri dari asbes pengabsorpsi 0,1 % (Carbon adsorbens 0,1% pada
suhu 60°C selama 5-10 menit) sambil sekali-kali diaduk, kemudian disaing
dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.
d.        Pemeriksaan Kejernihan dan warna
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari
samping. Kotoran berwarna akan terlihat pada latar belakang putih, kotoran tidak
berwarna akanterlihat pada latar belakang hitam.

e.         Pemeriksaan Keragman Bobot


1)   Hilangkan etiket 10 wadah;
2)   cuci bagian luar wadah dengan air;
3)   keringkan pada suhu 105°C;
4)   timbang satu per satu dalam keadaan terbuka;
5)   keluarkan isi wadah dan cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol
95%;
6)   keringkan lagi pada suhu 105°C sampai bonot tetap;
7)   dinginkan dan kemudian timbang satu per satu.
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera,
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang
tertera.

f.         Pemeriksaan Keragaman Volume


Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sdikit
berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihkan volume yang dianjurkan tertera
dalam daftra berikut ini :
Tabel Keragaman Volume :

Volume Tambahan yang Dianjurkan


Volume Pada Etiket
Cairan Encer Cairan Kental
0,5 ml 0,10 ml (20%) 0,12 ml (24%)
1,0 ml 0,10 ml (10%) 0,15 ml (15%)
2,1 ml 0,15 ml (7,5%) 0,25 ml (12,5%)
5,0 ml 0,30 ml (6%) 0,50 ml (10%)
10,0 ml 0,50 ml (5%) 0,70 ml (7%)
20,0 ml 0,60 ml (3%) 0,90 ml (4,5%)
30,0 ml 0,80 ml (2,6%) 1,20 ml (4%)
50,0 ml atau lebih 2,00 ml (4%) 3,00 ml (6%)
BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.  Sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan
kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
2.  Rute-rute sediaan injeksi : Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal; Injeksi subkutan
(s.k/s.c) atau hipodermik; Intramuskular (i.m); Intravena (i.v); Intraarterium (i.a);
Intrakordal/intrakardiak (i.kd); Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s),
intradural (i.d), subaraknoid; Intraartikular ; Subkonjungtiva; Intrabursa;
Intraperitoneal (i.p); dan Peridural (p.d), ekstradural, epidural.
3.  Keuntungan dan Kerugian :
Keuntungan :Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok
anafilaktik; Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan
lambung; Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin dan saat digunakan
sebagai depo terapi.
Kerugian : Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan
pencegahan; Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.;
Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan; dan Secara ekonomis lebih
mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral
4.    Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20,
kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena total jumlah cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali injeksi.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat
berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan
obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila
diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau
ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
5.  Pengujian atau Pemeriksaan Sediaan
-  Pemeriksaan kebocoran.
-  Pemeriksaan sterilitas.
-  Pemeriksaan pirogenitas.
-  Pemeriksaan kejernihan dan warna.
-  Pemeriksaan keseragaman bobot.
-  Pemeriksaan keseragaman volume.

B.  Saran
Diharapkan agar kedepannya kita dapat menemukan sediaan yang lebih baik
lagi agar pengobatan lebih bervariasi dan semakin memudahkan untuk manusia.
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Ditjen POM RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Indonesia. Jakarta.

Ditjen POM RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Indonesia. Jakarta.

Syamsuni, 2012. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Tjay, T. H., Rahardja, K. 2013. Obat-Obat Penting Edisi Keenam Cetakan Ke-3.
Elex Media Komputindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai