Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEBAIKAN DAN KEJAHATAN

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Quran merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Al-Quran merupakan pegangan hidup umat manusia, karena Al-Quran
mengandung segala sumber hukum, ilmu penetahuan, serta berisi tentan tata cara kehidupan
kita dalam keseharian.
Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat yang
berkenaan tentang masalah dua hal yang berlawanan tetapi satu sama lain diantara keduanya
tidak dapat dipisahkan yaitu masalah kebaikan dan kejahatan, diantaranya adalah surah al-
an’am ayat 160 dan 22, an-Nisa ayat 79, Hud ayat 114 serta surah al-Hijr ayat 39-40.

BAB II
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEBAIKAN DAN KEJAHATAN

A.    QS. Al-An’am : 160


Pada suatu waktu Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barang siapa berpuasa tiga hari
pada tanggal purnama di setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun penuh”. Pada suatu
ketika yang lain rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Shalat Jum’at sampai dengan Jum’at
berikutnya adalah merupakan tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya”.
Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-An’am sebagai
dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR. Ahmad,
Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari Muhammad bin
Isma’il dari ayahnya dari Dhamdham bin Zar’ah dari Syuraih bin Ubaid dari abi Malik al-
Asy’ari)1[1]
Ayat yang dimaksud yaitu :

160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan).

Ayat ini menjelaskan bahwa pembalasan Allah SWT. sungguh adil, yakni barang
siapa diantara manusia yang datang membawa amal yang baik, yakni berdasar iman yang
benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni sepuluh kali lipat
amalnya sebagai karunia dari Allah SWT; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang
buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, itu pun
jikalau allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi tidak sedikit keburukan hamba yang
dimaafkannya. Kalau allah menjatuhkan sanksi, maka itu sangat adil, dan dengan demikian
mereka yakni yang melakukan kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing
akan memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka
bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil, tetapi mereka
mendapat anugerah dari Allah SWT.2[2]
Ayat ini memerintahkan kita supaya memperbanyak berbuat baik. Artinya ialah
barang siapa yang dating kepada Allah di hari kiamat dengan sifat-sifat yang baik, maka ia
akan mendapat ganjaran atau pahala dari Allah SWT.
Dan barang siapa yang nantinya menghadap Allah dengan sifat-sifat jahat yang telah
tertanam dalam dirinya, maka ganjaran siksaan yang akan diterimnya adalah setimpal dengan
kejahatannya. Artinya suatu kejahatan tidaklah akan dibalas dengan sepuluh kali ganda
siksaan. Maka ayat ini memberikan kejelasan benar bagi kita bahwasanya sifat Rohman dan
Rohim Allah lebih berpokok dari sifat murkanya Allah SWT.
B.     QS. An-Nisa : 79

2
Orang-orang munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam
berkeluargabaik dari sisi sanak kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan, maka
mereka mengatakan bahwa semua itu datang dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau mereka
mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun dalam keluarga selalu menyalah-
nyalahkan Rasulullah SAW. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah. Hal itu
mereka lakukan karena dalam lahiriyahnya mereka cinta dan tunduk kepada Rasulullah
SAW. Tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah SAW.
Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan ke-79 dari surah an-Nisa sebagai
ketegasan, bahwa semua itu datang dari Allah. Musibah datang bukan karena mengikuti
ajaran Muhammad, dan bukan pula Muhammad penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah
SWT, dimaksudkan sebagai ujian bagi mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi)3[3]

Surah an-Nisa ayat 79 yaitu :


79. Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.

Ayat ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat.
Hukum-hukum alam dan kemasyrakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak baik
dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah melalaui hukum-
hukum tersebut, manusia diberi kemampuan memilah dan memilih, dan masing-masing akan
mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan larangan-Nya
menghendaki, bahkan menganjurkan kepada manusia agar meraih kebaikan dan nikmat-Nya,
karena itu ditegaskan-Nya bahwa, apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad
dan semua manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan anugerah-Nya, dan apa
saja bencana yang menimpamu, engkau wahai Muhammad dan siapa saja selain kamu, maka
bencana itu dari kesalahan dirimu sendiri, karena Kami mengutusmu tidak lain hanya
menjadi Rasul untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan Allah kepada segenap manusia, kapan
dan di mana pun mereka berada. Kami mengutusmu hanya menjadi Rasul, bukan seorang
yang dapat menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencana
atau keburukan pada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan Rasul.
Kalaulah mereka menduga demikian, biarkan saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas
kebenaranmu.
3
Ayat diatas secara redaksional ditujukan kepada Rasulullah saw., tetapi
kandungannya terutama ditujukan kepada mereka yang menyatakan bahwa keburukan
bersumber dari Nabi atau karenakesialan yang menyertai beliau. Pengarahan redaksi ayat ini
kepada Nabi membuktikan bahwa kalau beliau yang sedemikian dekat dengan kedudukannya
di sisi Allah serta sedemikian kuat ketakwaannya kepada Allah tetap tidak dapat luput dari
sunnatullah dan takdir-Nya, maka tentu lebih-lebih yang lain. Allah tidak membedakan
seseorang dari yang lain dalaqm hal sunnatullah ini.4[4]
Setiap kebaikan yang diperoleh oleh orang mukmin, sesungguhnya berasal dari
karunia dan kemurahan Allah, di ayat ini ada dua hal yang perlu diketahui :
  Bahwa segala sesuatu yang berasal dari sisi Allah, dalam arti bahwa Dialah yang menciptakan
segala sesuatu dan menggariskan aturan-aturan.
  Manusia terjerumus kedalam keburukan tidak lain disebabkan dia lalai untuk mengetahui
sunnah-sunnah. Sesuatu dikatakan buruk, sebenarnya disebabkan oleh tindakan manusia itu
sendiri.
Berdasarkan pandangan ini, maka kebaikan berasal dari karunia Allah secara mutlak,
dan keburukan berasal dari diri manusia sendiri secara mutlak. Masing-masing dari dua
kemutlakan ini mempunyai posisi pembicaraan tersendiri. Telah banyak dasar yang
menyatakan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan salah satu sebab mendapatkan nikmat,
dan bahwa kedurhakaaan kepadanya merupakan salah satu jalan yang mendatangkan
kesengsaraan. Ketaatan kepadanya adalah mengikuti sunnah-sunnah-Nya dan menggunakan
jalan-jalan yang telah diberi-Nya pada tempat mestinya.
“Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. Kewajiban Rasul
hanyalah menyampaikan ajaran Allah. Dia tidak mempunyai urusan dan campur dalam
perkara kebaikan dan keburukan yang menimpa manusia, karena beliau diutus
menyampaikan ajaran menyampaikan hidayah.
“Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. Sesungguhya rasul diutus kepada seluruh umat
manusia hanya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, bukan sebagai orang yang
berkuasa atau untuk mengubah dan mengganti aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh
Allah SWT.

C.     QS. Hud : 114


Imam Tarmidzi dan lain-lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits melalui Abu Yusr
yang telah menceritakan, aku kedatangan seorang wanita yang mau membuli buah korma.
4
Lalu aku katakan kepadanya, bahwa di dalam rumah terdapat buah-buah korma yang lebih
baik daripada yang di luar. Kemudian wanita itu masuk kedalam rumah bersamaku, dan
(sesampainya di dalam rumah) aku peluk dia dan kuciumi. Setelah peristiwa itu aku
menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua kisah yang kualami itu kepadanya.
Maka Nabi saw bersabda: “ Apakah engkau berani berbuat khianat seperti itu terhadap istri
seorang mujahid yang sedang berjuang di jalan Allah ?”. selanjutnya Rasulullah
menundukkan kepalanya dalam waktu yang cukup lama hingga Allah menurunkan ayat ke
114 dari surah Hud.5[5]
114. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat.

Ayat ini mengajarkan: “ dan dirikanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan
ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan petang,
atau Subuh, Dzuhur dan Ashar dan pada bagian permulaan daripada malam yaitu Maghrib
dan Isya, dan juga bisa termasuk Witir dan Tahajud. Yang demikian itu dapat menyucikan
jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya
kebajikan-kebajikan itu yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat, shadakah,
istighfar, dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan
keburukan-keburukan yakni perbuatan-perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia.
Adapun dosa besar, maka itu membutuhkan ketulusan hati untuk bertaubat, permohonan
ampun secara khusus dan tekad untuk tidak mengulanginya. Iitu yakni petunjuk-petunjuk
yang disampaikan sebelum ini yang sungguh tinggi nilainya dan jauh kedudukannya itulah
peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan yang ingat
tidak melupakan Allah.
Disamping mengandung makna bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil
apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal saleh, juga mengandung makna bahwa amal-
amal saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi
dirinya sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan. Makna
semacam ini sejalan juga dengan firman Allah dalam surah al-Ankabut ayat 45, yang artinya
“ sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar ".6[6]

5
Dalam tafsir at-Tabari dijelaskan bahwa ada beberapa faedah yang dikandung ayat ini
adalah penjelasan untuk mendirikan salat wajib. Ayat ini menjelaskan secara ringkas semua
waktu shalat yang wajib. Karena kedua tepi siang mencakup shalat subuh, shalat dzuhur dan
shalat ashar. Adapun bagian permulaan malam mencakup shalat maghrib dan isya. Namun
Imam Ath-Thabari lebih memilih pendapat bahwa bahwa shalat pada kedua tepi siang itu
maksudnya adalah shalat subuh dan maghrib.
Ayat ini menjelaskan bahwa shalat termasuk diantara al-hasanat (amal saleh). Ayat
ini juga menjelaskan bahwa al-Quran sebagai mau’izhan (nasihat) bagi mereka yang
mengingat-ingat. Orang-orang yang ingat disebut secara khusus disini karena mereka yang
mendapat manfaat dari nasihat itu.7[7]
D.    QS. Al-An’am : 22
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Dhahak dari Ibnu
Abbas menceritakan bahwa ketika ayat ke-18 dari surat al-Mujaadilah yang menegaskan
tentang kehidupan di hari kiamat nanti diturunkan, orang-orang munafik tidak bisa menerima
kabar tersebut. Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-22 – 25 sebagai ketegasan
tentang keadaan mereka. Mereka akan menerima akibat dari kedustaan mereka terhadap diri
sendiri, yaitu menganggap al-Quran hanya sebagai dongengan belaka.8[8]
        
   
22. Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu kami menghimpun mereka semuanya Kemudian
kami Berkata kepada orang-orang musyrik: "Di manakah sembahan-sembahan kamu yang
dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) kami?".
” Dan (ingatlah) hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya. “
Firman Allah ini mengandung makna: dan ingatlah hari yang di waktu itu Kami menghimpun
mereka.
“ Kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik, ‘Di manakah sembahan-
sembahan kamu’.” Pertanyaan ini merupakan pertanyaan cemoohan, bukan pertanyaan untuk
menuntut jawaban, ……” yang dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) Kami ?” Yakni, bahwa
mereka adalah orang-orang yang dapat memberikan pertolongan kepada kalian disisi Allah,
sesuai dengan dugaan kalian, dan bahwqa mereka dapat mendekatkan kalian kepada-Nya. Ini

8
adalah celaan terhadap mereka. Ibnu Abbas berkata, “ Setiap kata za’m (dugaan) di dalam al-
Quran, maknanya adalah kebohongan.”9[9]
Kalaupun di dunia ini mereka belum merasakan akibat penganiayaan itu, maka suatu
ketika pasti mereka akan menyesal, yakni pada hari kiamat nanti. Karena itu
ingatlah,kebohongan mereka terhadap Allah dalam kehidupan dunia ini, ingatlah itu pada
hari yang di waktu itu kami menghimpun mereka semua secara paksa dan dalam keadaan
hina dina, baik ahl al-kitab, maupun kaum musyrik serta apa yang mereka sekutukan dengan
Allah, seperti berhala-berhala kemudian Kami melalui para malaikat berkata kepada orang-
orang musyrik yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, baik berhala, manusia, maupun
cahaya atau gelap, bahkan sembahan apa saja : Di manakah sembahan-sembahan kamu yang
dahulu kamu kira dan akui secara lisan dan pengalaman sebagai sekutu Kami ? Mintalah
kepada mereka agar membantu dan menyelamatkan kamu dari siksa yang sedang dan akan
kamu hadapi. Sungguh aneh sikap mereka ketika itu lagi jauh dari yang dapat dibayangkan,
sebagaimana dipahami dari kata kemudian.
Ayat ini dapat juga dihubungkan dengan ayat terdahulu dengan menjadikan ayat ini
sebagai jawaban dari satu pertanyaan yang timbul dalam benak siapa yang mendengar ayat
terdahulu yang menyatakan bahwa tidak akan berbahagia orang-orang yang zalim. Seakan-
akan ada yang bertanya. Bagaimana mereka tidak akan berbahagia ? pertanyaan ini dijawab :
itu disebabkan karena kelak di Hari Kemudian Allah akan menggiring mereka ke Padang
Mahsyar dan akan meminta pertanggung jawaban atas dosa-dosa mereka, khususnya
menyangkut persekutuan terhadap Allah.
Seperti terbaca diatas, kata Jamii’an/semua mencakup penyembah dan yang disembah
selain Allah. Itu sebabnya lanjutan ayat menyatakan kemudian Kami berkata kepada orang-
orang musyrik, bukan menyatakan kami berkata kepada mereka. Dihimpunnya para
sembahan itu, untuk lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan serta ketidak berdayaan
mereka, dan untuk membuktikan bahwa walau sembahan-sembahan itu hadir dihadapan
mereka, namun mereka sedikitpun tidak dapat membantu, bahkan mereka akan berlepas diri
dari apa yang dilakukan sembahan-sembahan itu demikian juga para penyembahnya.
Kata Tsumma/kemudian pada firman-Nya kemudian kami berkata pada orang-orang
musyrik untuk mengisyaratkan jarak waktu penantian yang cukup lama antara keberadaan
orang-orang musyrik dan sembahan mereka di padang mahsyar, dengan perkataan/pertanyaan
yang diajukan kepada mereka. Jarak waktu penantian itu, menjadikan mereka lebih gelisah,

9
sekaligus menunjukkan betapa mereka tidak diperhatikan bahkan diabaikan begitu lama,
untuk lebih menghina dan melecehkan mereka.
Kata Aina/di mana, digunakan untuk menanyakan tempat sesuatu, sebagaimana
digunakan juga untuk menanyakan sesuatu walau tidak memiliki tempat, tetapi diharapkan
apa yang ditanyakan itu menjadi perhatian atau dikerjakan. Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, sembahan-sembahan mereka ikut dikumpulkan di padang mahsyar. Jika
demikian, pertanyyan tentang di mana pada ayat ini, bukanlah pertanyaan tempat keberadaan
mereka, tetapi tentang peranan mereka dalam membantu para penyembahnya. Pertanyyan itu
dimaksudkan sebagai kecaman dan ejekan karena ketika itu sungguh jelas ketidakmampuan
yang disembah menolong siapa yang pernah menyembahnya.10[10]
E.     QS. Al-Hijr : 39-40
39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat,
pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan
pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,
40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".

setelah Allah menyampaikan bahwa Iblis akan termasuk mereka yang ditangguhkan
hidupnya hingga waktu tertentu, Iblis berkata, “Tuhanku, disebabkan oleh penyesatan-Mu
terhadap diriku yakni kutukan-Mu terhadapku hingga hari kemudian, maka pasti aku akan
memperindah bagi mereka yakni menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat
serta segala macam aktivitas di muka bumi yang mengalihkan mereka dari pengabdian
kepada-Mu, dan pasti pula dengan demikian aku akan dapat menyesatkan mereka semuanya
dari jalan lurus menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Upaya tersebut akan menyentuh
semua manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas diantara mereka, yakni yang
engkau pilih karena mereka telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Mu.11[11]
Allah berfirman memberi tahu bahwa iblis berkata kepadanya, “Ya Tuhanku,
dikarenakan engkau telah menakdirkan aku tersesat, maka pasti aku akan menyesatkan anak
cucu adam dengan membujuk mereka memandang baik segala perbuatan maksiat dan
mendorong mereka dengan segala tipu daya agar mereka menjauhi segala perintahmu dan
pasti aku akan berhasil dalam usaha penyesatanku ini kecuali terhadap beberapa hamba-

10

11
hamba-Mu yang memperoleh taufik dan hidayah untuk menaati segala petunjuk dan
perintahmu.12[12]

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Surat al-An’am ayat 160
Pada ayat ini dapat disimpulkan bahwa Allah benar-benar maha adil, dimana Allah
akan selalu memberikan karunia-Nya kepada umatnya yang beribadah dengan dasar
keimanan dan ketulusan hati dengan memberikan ganjaran pahala sepuluh kali lipat dari amal
saleh yang telah dikerjakan, serta hanya memberikan ganjaran yang sesuai dengan maksiat
yang dikerjakakdikerjakan manusia.
2.      Surat an-Nisa ayat 79
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa segala sesuatu kebaikan yang menimpa umat
manusia adalah secara mutlak dating dari Allah dan segala sesuatu yang buruk yang menimpa
manusia semata-mata karena perbuatan manusia itu sendiri.
3.      Surat Hud ayat 114
Pada ayat ini dijelaskan bahwa segala amal saleh khususnya yang terdapat dalam ayat
ini yaitu shalat wajib yang lima waktu dapat menghapus dosa-dosa kecil, dan apabila amal
saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya
sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan.
4.      Surat al-An’am ayat 22
Pada ayat ini Allah akan menunjukkan bahwa Tuhan yang patut disembah hanyalah
Allah semata kepada orang-orang yang telah menyekutukannya, dan juga membuktikan
bahwa apa yang dulu mereka sembah tidak akan bisa menolong mereka dari siksa Allah
SWT.
5.      Surat al-Hijr ayat 39-40
Pada ayat ini disinggung bahwasanya manusia itu mempunyai dua poitensi, yaitu
potensi baik dan potensi keburukan. Iblis berusaha ingin memuncukan potensi keburukan
yang ada pada diri manusia agar manusia selalu berada di jalan kemaksiatan, terkecuali
manusia yang mampu menimbulkan potensi baiknya agar terhindar dari segala macam tipu
daya Iblis.

Anda mungkin juga menyukai