Anda di halaman 1dari 6

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.

1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 1

Pemodelan Konsentrasi Partikel Debu (PM10) pada


Pencemaran Udara di Kota Surabaya dengan Metode
Geographically-Temporally Weighted Regression
Kurniasari Aisyiah, Sutikno, dan I Nyoman Latra
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: sutikno@statistika.its.ac.id

Abstrak - Konsentrasi partikel debu (PM10) di Kota (PM10) di Kota Surabaya menempati urutan tertinggi di
Surabaya menempati urutan pertama di Jawa Timur. Hal Jawa Timur [2]. Dibandingkan dengan kadar O3, SO2, dan
ini karena aktifitas penduduk Kota Surabaya yang tinggi CO, partikel debu (PM10) memiliki konsentrasi maksimum
menyebabkan polusi udara. Partikel debu (PM10) yang lebih tinggi di area Kota Surabaya [3]. Peralatan yang
merupakan salah satu polutan yang apabila terhisap digunakan untuk mengukur adalah Hi-Vol dengan metode
langsung ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli Gravimetric. Seringkali peralatan tersebut mengalami
dapat membahayakan sistem pernafasan. Dalam kerusakan sehingga konsentrasi partikel debu (PM10) tidak
pemantauan kualitas udara, seringkali peralatan dapat diketahui. Namun, mesin pada Unit Stasiun Pemantau
pengukur konsentrasi PM10 mengalami kerusakan, Kualitas Udara (SUF) masih dapat mengukur parameter
sehingga data polutan tersebut tidak terukur atau tidak meteorologi seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin dan
tersedia (missing), maka perlu dilakukan pendugaan data arah angin. Untuk itu diperlukan pemodelan untuk
PM10 pada lokasi yang tidak terukur. Salah satu metode memprediksi konsentrasi partikel debu (PM10) dengan
yang digunakan adalah Geographically-Temporally menggunakan parameter meteorologi.
Weighted Regression (GTWR) untuk memprediksi Penelitian yang membahas pencemaran udara di Kota
konsentrasi PM10 dengan menggunakan parameter Surabaya dilakukan oleh Putri yang mengestimasi Nitrogen
meteorologi. Konsentrasi partikel debu bergantung pada Dioksida (NO2) dan Karbon Mokosida (CO) dengan metode
lokasi dan waktu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa interpolasi cokigring[4]. Sementara Choiruddin meneliti
kondisi pencemaran udara di Kota Surabaya pada tahun kadar BOD Kali Surabaya menggunakan Geographically-
2010 masih dinyatakan baik dan metode GTWR Temporally Weighted Regression (GTWR) dan
memberikan hasil yang lebih akurat daripada regresi menyimpulkan bahwa terdapat efek heterogen spasial dan
nonspasial karena dapat mengakomodasi adanya temporal [5]. Selain itu Huang menggunakan metode
pengaruh heterogenitas spasial dan temporal pada GTWR untuk memodelkan variasi harga rumah di Calgary,
konsentrasi partikel debu (PM10). Canada [6]. Pada penelitian ini metode GTWR digunakan
untuk memodelkan partikel debu dengan mengakomodasi
Kata Kunci — Partikel debu (PM10), Regresi, Spasial, Temporal adanya pengaruh heterogenitas spasial dan temporal pada
konsentrasi partikel debu (PM10).
I. PENDAHULUAN
Adanya peningkatan pada komunikasi, inovasi, dan II. TINJAUAN PUSTAKA
transportasi merupakan dampak positif globalisasi. Namun, A. Regresi Linier
secara bersamaan globalisasi turut memberikan dampak
pada siklus ekologis berupa polusi. Salah satu polusi pada Analisis regresi linier merupakan suatu metode untuk
lingkungan hidup adalah polusi udara. Berdasarkan Baku menjelaskan hubungan antara variabel respon dan variabel
Mutu Udara Ambien Nasional terdapat 9 jenis polutan prediktor secara linier [7].Persamaan umum untuk model
dengan nilai baku mutu yakni Sulfur Dioksida (SO2) 0,1 regresi linier adalah sebagai berikut.
ppm tiap pengukuran 24 jam, Karbon Monoksida (CO) 20
ppm tiap pengukuran 24 jam, Nitrogen Dioksida (NO2) 0,05
ppm tiap pengukuran 24 jam, Oksidan (O3) 0,1 ppm tiap Dalam bentuk matriks, persamaan umum model regresi
pengukuran 1 jam, partikel < 10 μm (PM10) 150 mg/m3 tiap linier adalah sebagai berikut.
pengukuran 24 jam, partikel < 2,5 μm (PM2,5) 65 ug/Nm3
tiap pengukuran 24 jam, TSP 230 ug/Nm 3 tiap pengukuran
24 jam, Timah Hitam (Pb) 2 ug/Nm3 tiap pengukuran 24 dengan,
jam, dan Debu Jatuh 10 ton/km2/30hari. Jika kadarnya
melebihi nilai baku mutu maka udara ambien dinyatakan
tercemar. [ ]; ; [ ];
Salah satu polutan yang menyebabkan polusi adalah [ ]
partikel debu (PM10). Dengan uji tokikologi dapat
memberikan hasil bahwa partikel debu (PM10) yang terhisap
langsung ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli [ ];
dapat membahayakan sistem [1]. Kadar partikel debu
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 2

(residual tidak bersifat identik)


Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
Statistik uji yang yang digunakan, diperoleh dari
(OLS) untuk meminumumkan jumlah kuadrat error, maka (∑ | ̂ | | ̅| )
didapatkan estimator parameter yakni ̂ . perhitungan nilai (∑ | | | ̂| )
. Pengujian
1. Pengujian Hipotesis Model Regresi akan memberikan keputusan tolak apabila
atau p-value .
Pengujian hipotesis secara serentak dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian model. Tabel 1 menjelaskan nilai Untuk pengujian asumsi independen menggunakan uji
perhitungan pada analisis varians pada model regresi. Durbin-Watson. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut.
Tabel 1. Analisis Varians (residual bersifat independen)
Rata-rata (residual tidak bersifat independen)
Sumber Jumlah Derajat
Kuadrat F
Variasi Kuadrat (SS) Bebas (DF) Statistik uji yang diperoleh melalui perhitungan nilai
(MS)
yakni sebagai berikut.
Regresi ∑ ̂ ̅


Error ∑ ̂
Pengujian akan memberikan keputusan tolak apabila
nilai atau
Total ∑ ̅
Adanya multikolinearitas yakni terdapat korelasi antar
variabel prediktor menyebabkan kesalahan pada pendugaan
Hipotesis pada pengujian serentak adalah sebagai berikut. parameter dalam pemodelan regresi linier. Untuk
mengetahui adanya multikolinearitas dilakukan dengan uji
minimal ada satu ; Variance Inflation Factor (VIF). Nilai didapatkan
melalui perhitungan sebagai berikut.
Statistik uji yang diperoleh melalui perhitungan nilai
yang tercantum pada Tabel 2.1 dan daerah kritis yakni tolak
apabila atau p-value . Jika dengan adalah koefisien determinasi antara variabel
diperoleh keputusan tolak , maka dapat disimpulkan prediktor dan variabel prediktor yang lain. Apabila nilai
bahwa terdapat minimal satu parameter yang signifikan lebih besar dari 10, maka dinyatakan adanya
terhadap respon. Kemudian dilakukan pengujian secara multikolinearitas.
parsial untuk mengetahui parameter yang signifikan
terhadap respon dengan hipotesis sebagai berikut. B. Uji Heterogenitas
Untuk mengetahui adanya heterogenitas spasial maka
; dilakukan pengujian menggunakan uji Breusch-Pagan.
Hipotesis yang digunakan pada uji Breusch-Pagan adalah
Statistik uji yang diperoleh melalui perhitungan nilai sebagai berikut.
sebagai berikut.
(homoskedasitisitas)
̂
∑ ̅ minimal ada satu
̂
(heteroskedasitisitas)
Daerah kritis pada pengujian secara parsial yakni tolak Statistik uji yang diperoleh melalui perhitungan nilai
apabila | | atau p-value . Jika diperoleh sebagai berikut.
keputusan tolak , maka dapat disimpulkan bahwa
signifikan terhadap respon.
2. Pengujian Asumsi Residual Model Regresi yang mana nilai vektor adalah . Nilai
Pada analisis regresi terdapat beberapa asumsi residual adalah least square residual untuk observasi ke-i dan
yang harus dipenuhi yakni residual berdistribusi normal, merupakan matriks berukuran dengan elemen
identik, dan independen. Pengujian asumsi distribusi normal vektor yang sudah dinormal-standarkan untuk setiap
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang observasi. Pengujian akan memberikan keputusan tolak
digunakan adalah sebagai berikut. apabila .
Untuk mengetahui adanya heterogenitas temporal maka
dilakukan dengan menggambarkan data menggunakan
(residual mengikuti distribusi normal)
boxplot. Boxplot digunakan untuk membandingkan karakter
distribusi nilai data secara individual atau kelompok
(residual tidak mengikuti distribusi normal)
kategori dari suatu variabel serta untuk menangkap adanya
Statistik uji yang diperoleh melalui perhitungan nilai data yang outlier.
| | dan daerah kritis yakni tolak
C. Geographically-Temporally Weighted Regression
apabila | | atau p-value .
Untuk pengujian asumsi identik menggunakan uji Geographically-Temporally Weighted Regression
Glejser. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut. (GTWR) merupakan metode pengembangan dari
Geographically Weighted Regression yang mengakomodasi
(residual bersifat identik) adanya heterogenitas secara spatial (lokasi) dan secara
minimal ada satu
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 3

temporal (waktu) [8]. Persamaan umum untuk model


GTWR adalah sebagai berikut. ( )

∑ [( ) ( ) ] ( )
{ ( )}
Pada model adalah jumlah variabel prediktor dan i
menunjukkan observasi. Estimasi nilai parameter dengan adalah parameter bandwith spasial temporal
didapatkan dari perhitungan sebagai berikut. dengan merupakan parameter bandwith
̂ spasial dan merupakan parameter bandwith
temporal. Dimisalkan merupakan parameter rasio
yang mana dengan dengan , maka persamaan (2) dapat dibagi dengan
adalah jumlah data observasi. Elemen diagonal untuk memunculkan parameter sehingga dapat ditulis
adalah fungsi jarak ruang ) dan waktu dari ( dalam bentuk sebagai berikut.
sesuai dengan pembobotan pada regresi yang berdekatan
dengan titik pengamatan . Semakin dekat titik yang diamati ( ) ( ) ( )
dengan titik , maka koordinat memiliki pengaruh yang
lebih besar pada estimasi parameter. Parameter didapatkan melalui metode optimasi
Besar pembobotan ditentukan menggunakan fungsi koefisien determinasi ( ) secara iteratif. Sehingga estimasi
kernel gaussian karena menghasilkan hasil yang lebih halus parameter dapat menghasilkan yang maksimum.
dan standar error yang lebih kecil pada estimasi parameter Parameter digunakan untuk memperbesar atau
[9]. Fungsi jarak berdasarkan fungsi kernel gaussian adalah memperkecil efek jarak temporal terhadap efek jarak
sebagai berikut. spasial. Kemudian estimasi parameter dan didapatkan
melalui metode iteratif berdasarkan estimasi parameter
( ) yang menghasilkan nilai maksimum. Untuk penentuan
bandwith spasial temporal dapat diinisiasi dengan
dengan merupakan jarak antara titik dan titik yang menggunakan bandwith spasial ditentukan oleh peneliti
diperoleh dari fungsi jarak euclidean yakni ( ) dengan trial-error.

( ) ( ) dan ( ) ( ). Dan D. Kriteria Kebaikan Model


adalah parameter non negatif untuk penghalus atau biasa Kriteria kebaikan model yang digunakan adalah kriteria
disebut bandwith. Adanya perbedaan skala secara spasial koefisien determinasi ( ) dan Mean Square Error ( ).
dan temporal maka sistem koordinat yang digunakan adalah Kriteria merupakan metode menemukan himpunan
ellipsodial. variabel prediktor terbaik dalam memprediksi variabel
respon melalui model regresi. Model terbaik ditunjukkan
dengan nilai yang paling tinggi untuk setiap unit variabel
prediktor dipertimbangkan dalam model. Formulasi
perhitungan koefisien determinasi ( ) adalah sebagai
berikut.

Sementara Mean Square Error ( ) digunakan untuk


Titik Regresi mengevaluasi tingkat kesalahan berdasarkan nilai residual
Titik Terdekat
pada model yang satu dan dibandingkan dengan model yang
lainnya.
Gambar 1 Ilustrasi Jarak Spasial-Temporal E. Pencemaran Udara
(Sumber : Huang, dkk, 2010)
Udara dinyatakan tercemar apabila mengandung polutan
Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa fungsi jarak spasial- yang kadarnya melebihi nilai baku mutu. Menurut Peraturan
temporal dibentuk melalui kombinasi fungsi jarak spasial Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999,
( ) dan fungsi jarak temporal ( ). Maka fungsi jarak polusi atau dapat disebut pecemaran udara adalah masuknya
spasial-temporal adalah sebagai berikut. atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
(1) dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu. Sedangkan
dengan dan menyatakan faktor skala penyeimbang udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada
perbedaan efek yang digunakan untuk mengukur jarak lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi
spasial dan temporal. Menurut Huang dengan Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
mensubtitusikan fungsi jarak euclidean maka persamaan (1) kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan
menjadi sebagai berikut. hidup lainnya.
Partikel debu (PM10) merupakan salah satu jenis polutan
[( ) ( ) ] ( ) (2)
dengan konsentrasi paling tinggi dibandingkan konsentrasi
Kemudian dengan mensubtitusikan persamaan (2) pada O3, SO2, dan CO di Kota Surabaya. Zusana menyebutkan
fungsi jarak kernel gaussian maka didapatkan perhitungan bahwa faktor yang mempengaruhi konsentrasi partikel debu
sebagai berikut. (PM10) adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan arah
angin. Artinya perbedaan tempat atau adanya heterogenitas
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 4

secara spasial memberikan pengaruh pada konsentrasi e. Menghitung matriks pembobot model GTWR
partikel debu (PM10) [10]. Selain itu Chaloulakou juga dengan fungsi kernel gaussian.
menyebutkan bahwa musim juga memberikan pengaruh f. Estimasi parameter GTWR.
pada konsentrasi partikel debu (PM10) [11]. Surabaya g. Pengujian asumsi residual model regresi identik,
merupakan wilayah dengan pengelompokan musim hujan independen, berdistribusi normal (IIDN).
terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari.
Peralihan musim hujan menuju musim kemarau terjadi pada
bulan Maret, April, Mei, dan Juni. Musim Kemarau terjadi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
pada bulan Juli, Agustus, dan September. Dan peralihan Pemodelan konsentrasi partikel debu (PM) yang
musim kemarau menuju musim hujan terjadi pada bulan merupakan variabel respon dengan variabel prediktor yakni
Oktober dan November [12]. Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban (HUM), suhu (TEMP), kecepatan angin (FF).
konsentrasi partikel debu (PM10) memiliki heterogenitas
A. Deskripsi Partikel Debu (PM10) dan Faktor-Faktor yang
secara temporal.
Diduga Mempengaruhi
Sebelum melakukan pemodelan dilakukan analisis
III. METODOLOGI PENELITIAN deskriptif. Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi partikel
Data yang digunakan adalah data sekunder mengenai debu memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah indeks
kualitas udara ambien di Kota Surabaya pada tahun 2010 standart pencemaran udara maka kondisi udara ambien
yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota dinyatakan baik. Konsentrasi partikel debu memiliki nilai
Surabaya. Terdapat 5 titik pengamatan yang merupakan yang cenderung lebih beragam dibandingkan dengan ketiga
lokasi penempatan stasiun pemantauan kualitas udara variabel prediktor.
ambien (SUF) yakni : Taman Prestasi di Jalan Ketabang Tabel 3. Nilai Rataan, Standar Deviasi, Minimum, dan Maksimum
Kali (1), Perak Timur di Jalan Selanggor (2), di Jalan Variabel PM, HUM, TEMP, dan FF di Kota Surabaya 2010
Sukomanunggal (3), Gayungan di Jalan Raya Pagesangan Variabel Rataan StDev Minimum Maksimum
(4), dan Gebang Putih di Jalan Arif Rachman Hakim (5).
PM (mg/m3) 34.90 16.21 6.45 58.39
Namun pada penelitian ini hanya menggunakan tiga titik
pengamatan yakni SUF 1 Taman Prestasi, SUF 4 Gayungan, HUM (%) 79.51 3.58 73.69 83.68
dan SUF 5 Gebang Putih. TEMP (˚C) 28.13 0.48 27.22 28.68
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah
FF (m/s) 2.50 1.27 0.819 5.30
sebagai berikut.
Tabel 2. Variabel Penelitian Rata-rata konsentrasi partikel debu cenderung tinggi dan
Kode Variabel Satuan nilai standar deviasi yang cenderung rendah terjadi pada
Respon musim hujan dan peralihan hujan-kemarau (Tabel 4).
Y Partikel Debu (PM10) μg/m3
(dependen)
Sementara konsentrasi partikel debu memiliki nilai rataan
X1 Kelembaban Persen
Prediktor
X2 Suhu Derajat celcius cenderung lebih rendah dan beragam pada musim kemarau
(independen) dan peralihan kemarau-hujan.
X3 Kecepatan Angin m/s

Langkah-langkah dalam menganalisis data penelitian Tabel 4. Nilai Rataan, Standar Deviasi, Minimum, dan Maksimum
Variabel PM di Kota Surabaya 2010 Berdasarkan Musim
ini adalah sebagai berikut.
Musim Rataan StDev Minimum Maksimum
1. Mendeskripsikan tiap variabel untuk mengetahui
karakteristik kondisi pencemaran udara di Kota Hujan
46.10 4.31 42.01 50.60
(Bulan 12, 1, 2)
Surabaya. Hujan-Kemarau
2. Mengidentifikasi pola hubungan konsentrasi partikel 46.91 9.98 40.33 58.39
(Bulan 3, 4, 5, 6)
debu (PM10) dengan variabel prediktor menggunakan Kemarau
22.73 14.49 7.34 36.11
analisi korelasi dan diagram pencar. (Bulan 7, 8, 9)
3. Melakukan pemodelan regresi linier berganda yang Kemarau-Hujan
23.90 17.5 6.50 41.50
(Bulan 10, 11)
meliputi :
a. Estimasi parameter. Rata-rata konsentrasi partikel debu pada SUF 1 dan
b. Pengujian serentak dan parsial parameter regresi. SUF 5 cenderung lebih tinggi (Tabel 5). Hal ini dikarenakan
c. Pengujian asumsi residual model regresi identik, SUF 1 merupakan wilayah pusat kota, perkantoran, dan
independen, berdistribusi normal (IIDN) dan uji pemukiman dan SUF 5 merupakan wilayah pemukiman,
multikolinearitas. perkantoran, dan kampus. Kedua lokasi tersebut memiliki
4. Melakukan uji heterogenitas spasial dan heterogenitas aktifitas yang padat dan konstan setiap waktunya.
temporal.
Sementara SUF 4 merupakan wilayah pemukiman dengan
5. Melakukan pemodelan GTWR yang meliputi :
a. Menghitung jarak euclidean pada koordinat intensitas aktifitas yang lebih beragam di setiap waktunya.
. Tabel 5. Nilai Rataan, Standar Deviasi, Minimum, dan Maksimum
b. Mendapatkan estimasi parameter optimum secara Variabel PM di Kota Surabaya 2010 Berdasarkan Lokasi
iteratif dengan nilai awal = 0.025 dan Lokasi Rataan StDev Minimum Maksimum
atau bandwith spasial, dengan membandingkan SUF 1 Taman Prestasi 39.98 2.67 36.11 42.01
nilai .
c. Mendapatkan estimasi parameter dan . SUF 4 Gayungan 26.60 23.00 6.50 50.60
d. Menentukan bandwith spasial-temporal ( ). SUF 5 Gebang Putih 38.12 16.90 23.65 58.39
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 5

B. Identifikasi Pola Hubungan Partikel Debu (PM10) dan Setelah diketahui bahwa terdapat minimal satu
Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi variabel prediktor yang berpengaruh pada konsentrasi
Gambar 2 menunjukkan bahwa kelembaban, arah angin, partikel debu, kemudian dilakukan pengujian parsial. Pada
dan kecepatan angin memiliki hubungan yang positif taraf signifikansi (α) sebesar 0.05, Tabel 9 menunjukkan
dengan partikel debu. Sementara suhu memiliki hubungan bahwa persentase kelembaban berpengaruh signifikan pada
negatif dengan partikel debu. konsentrasi partikel debu. Persentase kelembaban yang
meningkat akan memberikan dampak peningkatan pada
60
60
konsentrasi partikel debu. Nilai estimasi parameter suhu dan
kecepatan angin yang bernilai positif menyimpulkan bahwa
50
50

40

semakin tinggi suhu udara atau semakin panas kondisi udara


40
PM

30

PM
30

20 20 dan angin yang berhembus lebih cepat akan menyebabkan


10 10
penyebaran partikel debu di udara juga semakin tinggi.
0
75.0 77.5
HUM
80.0 82.5 85.0
0
27.2 27.4 27.6 27.8 28.0
TEMP
28.2 28.4 28.6 28.8 Berikut adalah model regresi linier yang didapatkan :
(a) (b)
60
̂ (3)
50
Persamaan (3) menjelaskan bahwa setiap peningkatan 1
satuan pada persentase kelembaban, suhu, dan kecepatan
40

angin dapat meningkatkan konsentrasi partikel debu sebesar


PM

30

20

10 4.19, 8.76, dan 2.82 mg/m3.


0
1 2 3 4 5
Model regresi linier menghasilkan nilai koefisien
determinasi ( ) yang menjelaskan variabilitas konsentrasi
FF

(c)
Gambar 2. Diagram Pencar antara Partikel Debu dan Variabel Prediktor, partikel debu sebesar 67%. Sementara sisanya sebesar 33%
(a)Kelembaban (b)Suhu (c)Kecepatan Angin. dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan
kedalam model. Didapatkan nilai MSE sebesar 119.3.
Untuk mengidentifikasi pola hubungan lebih lanjut
dilakukan dengan analisis korelasi. Sehingga dapat Tabel 9. Estimasi dan Pengujian Parameter Model Regresi Linier
diketahui variabel prediktor yang memiliki pola hubungan Prediktor Estimasi Parameter T Hitung P-value
yang signifikan terhadap partikel debu. Constant -551.80 -1.58 0.152
HUM 4.19 3.37 0.010
Tabel 6. Koefisien Korelasi antara Partikel Debu dengan Variabel Prediktor TEMP 8.76 0.90 0.392
Kelembaban Suhu Kecepatan FF 2.82 1.27 0.239
(HUM) (TEMP) Angin (FF)
Nilai Korelasi 0.769 -0.467 0.247 E. Pengujian Asumsi Residual Regresi Linier
P-value 0.003 0.167 0.438 Pada uji Glejser didapatkan P-value sebesar 0.602.
Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu memiliki korelasi Pengujian distribusi normal dengan uji Kolmogorov-
yang signifikan pada taraf kepercayaan 80% (α=0.2). Smirnov didapatkan hasil P-value lebih dari 0.15. Kemudian
Kemudian kelembaban memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah variabel prediktor sebanyak 3, jumlah data
pada taraf kepercayaan 95% (α=0.05). Namun ketiga sebanyak 12, dan taraf signifikansi 0.05 didapatkan nilai
variabel prediktor tetap digunakan dalam pemodelan karena Durbin-Watson yakni dL<0.82. Nilai statistik pengujian
didasarkan pada penelitian Zusana, dkk pada tahun 2008. Durbin-Watson sebesar 1.567. Dengan taraf signifikansi
0.05, secara keseluruhan residual telah memenuhi asumsi
C. Uji Multikoliniearitas pemodelan regresi.
Tabel 7 menunjukkan bahwa seluruh variabel prediktor F. Analisis Heterogenitas Spasial dan Temporal
memiliki nilai kurang dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat kasus multikolinearitas antar variabel Pengujian Breusch-Pagan memberikan hasil nilai 1.765
prediktor. dengan P-value sebesar 0.6225. Karena P-value lebih dari
taraf signifikansi (α) sebesar 0.05, maka tidak terdapat kasus
Tabel 7. Nilai VIF tiap Variabel Prediktor heterogenitas spasial. Artinya, lokasi atau titik pengamatan
HUM TEMP FF yang berbeda cenderung tidak memberikan perbedaan
1.829 1.970 1.116
variasi pada konsentrasi partikel debu. Dengan
D. Pemodelan Partikel Debu (PM10) Menggunakan Model menggunakan boxplot, Gambar 3 menunjukkan bahwa tiap
Regresi Linier lokasi memiliki tingkat variasi yang sangat berbeda. Variasi
Tabel 8 menunjukkan bahwa dengan taraf signifikansi SUF 1 cenderung konstan karena wilayah pusat kota.
(α) sebesar 0.05 didapatkan P-value kurang dari taraf Sementara variasi berdasarkan waktu pengukuran
signifikansi. Dengan menggunakan nilai statistik uji F yang menunjukkan hasil yang cenderung berbeda dan beragam
menunjukkan lebih besar dari F0.5;3;11 sebesar 3.59. Hal mengindikasi adanya kasus heterogen temporal.
tersebut menyatakan bahwa terdapat minimal satu variabel 60 60

prediktor yang berpengaruh pada konsentrasi partikel debu 50 50

dalam model regresi linier. 40 40


PM

PM

30 30

Tabel 8 Analisis Varians Model Regresi Linier 20 20

Sumber Jumlah Derajat Rata-rata P- 10 10

F
Variasi Kuadrat (SS) Bebas (DF) Kuadrat (MS) value 0
1 2
Musim
3 4
0
1 4
SUF
5

Regresi 1934.7 3 644.9 5.41 0.025


(a) (b)
Error 954.2 8 119.3
Gambar 3. Boxplot Partikel Debu Berdasarkan (a)Waktu dan (b)Lokasi
Total 2888.9 11
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 2337-3520 (2337-3520Online) 6

G. Pemodelan Partikel Debu (PM10) Menggunakan Model Kemudian dalam pengujian residual pemodelan GTWR
Spatial-Temporal Weighted Regression juga telah memenuhi asumsi yakni bersifat identik,
Dalam mendapatkan matriks pembobot, dilakukan independen, dan berdistribusi normal.
perhitungan matriks jarak euclidean dengan melakukan
estimasi parameter τ dengan menggunakan program R.
Estimasi parameter τ dilakukan secara iteratif sebanyak 100 V. KESIMPULAN DAN SARAN
kali dengan nilai awal 0.025 dan nilai bandwidth spasial (hs) Kondisi udara ambien Kota Surabaya pada tahun 2010
sebesar 0.481. dinyatakan baik berdasarkan rata-rata konsentrasi partikel
debu (PM10) sebesar 34.9 mg/m3. Rata-rata konsentrasi
1.00

partikel debu cenderung tinggi dan tidak beragam pada


0.95

musim hujan dan peralihan hujan-kemarau sedangkan nilai


0.90

rataan cenderung lebih rendah dan beragam pada musim


R.square

0.85

kemarau dan peralihan kemarau-hujan.


0.80

Berdasarkan kriteria R2 dan Mean Square Error (MSE),


0.75

pemodelan menggunakan metode GTWR memberikan hasil


yang lebih akurat dalam memprediksi konsentrasi partikel
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

tau

Gambar 4. Iterasi Estimasi Parameter τ debu (PM10) di Kota Surabaya. Efek heterogen temporal
memberikan pengaruh yang lebih besar pada pemodelan
Gambar 4 menunjukkan hasil iterasi estimasi parameter konsentrasi partikel debu (PM10) di Kota Surabaya.
τ yang optimum adalah 1.2 dengan nilai R2 sebesar 0.99941. Saran yang diberikan adalah melakukan kajian
Nilai τ merupakan perbandingan antara λ dan μ. Maka mengenai validitas data yang diperoleh dari pengukuran
selanjutnya melakukan proses estimasi parameter λ dan μ data lingkungan, pengujian heterogenitas spasial dan
secara iteratif dengan nilai awal λ sebesar 0.012 dan μ temporal secara serempak, perbedaan penggunaan fungsi
sebesar 0.01. pembobot, dan menggunakan data minimal dua tahun agar
dapat melakukan validasi model GTWR.
1.00

1.00
0.95

0.95
0.90

0.90

DAFTAR PUSTAKA
R.square

R.square
0.85

0.85

[1] Kusminingrum, N., dan Gunawan, G. (2008). Polusi Udara Akibat


0.80

0.80

Aktivitas Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali.


0.75

0.75

Pusat Penelitian dan Pembangunan Jalan dan Jembatan.


0.70

0.70

[2] Badan Lingkungan Hidup. (2011). Laporan Status Lingkungan Hidup


0.0 0.4 0.8 1.2 0.0 0.4 0.8 Provinsi Jawa Timur. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur.
miu lamda
[3] Chamidha. (2004). Policy For Air Pollution Control Strategy By Using
Gambar 5. Iterasi Estimasi Parameter μ dan λ The Air Pollutant Dispersion Model (PM10) In Surabaya. Dinas
Gambar 5 menunjukkan hasil iterasi estimasi parameter Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Surabaya.
λ dan μ yang optimum adalah 0.46 dan 0.54 dengan nilai R2 [4] Putri, D. S. (2013). Estimasi Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO 2) dan
sebesar 0. 90869. Setelah mendapatkan nilai estimasi Karbon Monoksida (CO) di Udara Surabaya Menggunakan Interpolasi
parameter λ dan μ, maka didapatkan nilai bandwidth Cokriging. Skripsi Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu
spasial-temporal (hst) sebesar 0.32623. Langkah selanjutnya Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
[5] Choiruddin, A. (2013). Pemodelan Indikator Pencemar Biological
adalah melakukan perhitungan matriks pembobot.
Oxygen Demand di Kali Surabaya Menggunakan Pendekatan Spatial-
Kemudian dilakukan estimasi parameter β untuk Temporal Weighted Regression. Skripsi Jurusan Statistika Fakultas
medapatkan nilai prediksi konsentrasi partikel debu. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Terdapat 12 model yang didapatkan dari 12 data observasi Nopember Surabaya.
(4 musim pada 3 lokasi). Persamaan model GTWR lokasi [6] Huang, B., Wu, B., dan Barry, M. (2010). Geographically and
temporally weighted regression for modeling spatio-temporal variation
SUF 1 Taman Prestasi pada musim hujan adalah sebagai in house price. International Journal of Geographical Information
berikut. Science, 24, 383-401.
[7] Draper, N.R, dan Smith, H. (1998). Applied Regression Analysis,
̂ Second Edition. Canada : John Wiley & Sons, Inc.
[8] Huang, B., Wu, B., dan Barry, M. (2010). Geographically and
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa setiap penurunan 1 temporally weighted regression for modeling spatio-temporal variation
satuan pada persentase kelembaban, suhu, dan kecepatan in house price. International Journal of Geographical Information
angin dapat meningkatkan konsentrasi partikel debu sebesar Science, 24, 383-401.
1.995, 9.379, dan 1.284 mg/m3. [9] Fotheringham, A.S., Brusdon, C., dan Charlton, M. (2002).
Nilai parameter λ yang lebih besar mengindikasi Geographically weigted regression Chichester. United Kingdom : John
bahwa efek heterogen temporal memberikan pengaruh yang Wiley and Sons.
[10]Zuzana, H., Jaroslav, M., Miroslav, K., dan Vitezslav, V. (2008).
lebih besar pada pemodelan. Pada pemodelan GTWR
Identification of factor affecting air pollution by dust aerosol PM 10 in
didapatkan nilai R2 sebesar 0.96415 dan MSE sebesar Brno City, Czech Republic. Atmospheric Environment, 42, 8661-8673.
8.631. Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa metode [11]Chaloulakou, A., Kassomenos, P., Spyrellis, N., Demokritou, P., dan
GTWR menghasilkan model yang lebih akurat daripada Koutrakis P. (2002). Measurement of PM10 and PM2.5 particle
concentration in Athens, Greece. Atmospheric Environment, 37, 649-
menggunakan metode regresi linier. Sehingga ketika unit
660.
pemantau kualitas udara mengalami kerusakan, didapatkan [12]Aldrian, E., (2001). Pembagian Iklim Indonesia Berdasarkan Pola
prediksi nilai konsentrasi partikel debu yang lebih optimal. Curah Hujan Dengan Metode “Double Correlation”. Jurnal Sains dan
Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 2, 1, 11-18.

Anda mungkin juga menyukai