Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
Widya Loviana S,Ked
FAB 118 027

Pembimbing:
dr. Sutopo M.Widodo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
dr. Widia Hitayani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKA RAYA

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan
kematian pada anak di negara berkembang. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau
bakteri. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteri. Pneumonia bakteri
ditandai oleh gejala respiratorik akut dan gambaran foto rontgen infiltrat bercak-bercak atau
infiltrat difus yang dikenal sebagai gambaran bronkopneumonia atau pneumonia lobaris.1
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifokal dan biasanya bilateral.1
Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian
bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia merupakan penyebab
kematian kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita). Dan selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang
berkontribusi terhadap tingginya angka kematian balita di Indonesia.Pada 2015, WHO
melaporkanhampir 6 jutaanakbalitameninggaldunia, 16 persendarijumlahtersebutdisebabkan
pneumonia. Berdasarkan data Badan PBB untukAnak – Anak (Unicef), pada 2015
terdapatkuranglebih 14 persendari 147.000 anakdibawah 5 tahun di Indonesia
meninggalkarena pneumonia.2
Kuman penyebab pneumonia banyak macamnya dan berbeda menurut sumber
penularan (komunitas / nosokomial). Jenis komunitas 47 – 74% disebabkan oleh bakteri, 5 –
20% oleh virus atau mikoplasma, dan 17 – 43% tidak diketahui penyebabnya. Pneumonia
pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada
umur 2 – 3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma pneumoniae.3

2
BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
An. A, 2 bulan, 6,1 kg, L.
I. Vital Sign :
- Nadi : 153x/menit, teraba kuat angkat, volume dan isi cukup.
- Pernafasan : 60x/menit
- Suhu : 39,0°C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 60x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak retraksi.
IV. Circulation : Denyut nadi 153x/menit, regular, teraba kuat angkat, volume dan isi
cukup, CRT <2’’.
V. Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6)
VI. Exposure : Tampak sesak, menangis tidak kuat, gerakan aktif,
mengisap kurang kuat.
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam Priority sign karena pasien datang dalam keadaan sesak. Pasien diberi label Kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah dan
oksigenasi dengan nasal kanul 1-2 lpm, dilakukan pemasangan akses infus intravena.

Survey Sekunder
I. Identitas
Nama : An. A
RM : 23.53.09
Usia : 2 bulan
Berat badan : 6,1 kg
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jln. Ais Nasution
Tanggal Masuk RS : 24/9/2019 pukul 10.05 WIB

3
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 16Juli 2019di ruang IGD
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak ±1 jam sebelum masuk rumah sakit.
b. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, demam, muntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang bersama orang tuanya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus dengan keluhan
sesak nafas sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak timbul saat os sedang
tidur secara tiba-tiba, badan biru saat sesak (-), suara nafas terdengar “grok..grok..”.
Selain itu, sejak 2 hari SMRS os juga batuk berdahak, dahak sulit dikeluarkan,
disertai adanya demam sejak 1 hari SMRS, demam naik turun (+) waktu tak
menentu, menggigil (-), berkeringat (-). Pagi ada dibawa ke puskesmas dan
diberikan obat penurun panas tapi demam tidak berkurang. Mimisan (-) muntah (+)
sejak ± 7 jam SMRS berisi air susu sebanyak 2x, ¼ gelas aqua, lendir (-) darah (-),
BAK (+) terakhir 3 jam SMRS, jumlah banyak. BAB cair (-). Pasien masih mau
menyusui per dua jam sehari. Ibu pasien juga mengatakan ayah pasien memiliki
kebiasaan merokok didalam rumah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riw. Keluhan serupa sebelumnya (-) Riw. batuk lama lebih dari 2 minggu
disangkal. Riw. Pengobatan paru 6 bulan (-). Riw. Imunisasi lengkap. Riw. Kejang
(-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riw. Keluarga yang tinggal serumah dengan batuk lama lebih dari 3 minggu atau
pengobatan TB disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 16Juli 2019 dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit : Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
B. Tanda Vital
a. Nadi : 153x/menit, teraba kuat angkat, volume dan isi cukup.
b. Pernafasan : 60 x/menit
c. Suhu : 39,0 °C
4
C. Kepala : Normocephal, Ubun-ubun cekung (-)
D. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-)produksi
air mata (+)
E. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (+)
F. Mulut : Mukosa mulut pucat (-), kering (-) Sianosis (-)
G. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, penggunaan otot bantu
pernafasan (-)
H. Thorax
a. Pulmo :
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, retraksi (+/+) epigastrum
Palpasi : Gerakan sama dikedua hemithorax
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronki basah (+/+), wheezing (-/-)
b. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tampak di linea midclavicula sinistra ICS V.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V,thrill(-)
Auskultasi : SI-SII tunggal regular, murmur(-) dan gallop(-)
I. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) 16 x/menit
Palpasi : Supel, lien dan hepar tidak teraba membesar, turgor kulit cepat
kembali
Perkusi : Timpani
J. Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, Pitting Oedem (-/-) Sianosis (-/-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 13,0 g/dl 12-16 g/dl Normal
Leukosit 13.540/uL 4000-12.000/uL Meningkat
Trombosit 276.000/uL 100000-300000/uL Normal
Hematokrit 36,4 % 35-49% Normal
Gula darah sewaktu 102 mg/dL <200 mg/dL Normal
DDR (-)/ Negatif (-)/ Negatif Normal
Foto Thoraks

5
Gambaran berupa corakan paru yang meningkat dan kasar, hilus kasar, serta
bercak infiltrat pada perihiler dan parakardial paru kanan kiri

V. Diagnosis Banding
Dyspnea:
- Bronkopneumonia
- Bronkiolitis

VI. Diagnosis Kerja


- Bronkopneumonia

VII. Anjuran
Pemeriksaan Apus tenggorok (Kultur)

VIII. Penatalaksanaan
- O2 nasal kanul 1-2 lpm
- Di IGD diberikan Infus intravena menggunakan cairan RL 65 cc dan pemberian
Paracetamol drop 0,6 ml, nebulizer.
Observasi selama 1 jam: tanda vital  nadi: 139 kali/menit reguler kuat angkat
volume danisi cukup, RR: 45 kali/menit, suhu 38,0°C, dengan SPO2 95%.

Pasien dirawat di Ruang F (Anak):


- IVFD KAEN 4B 15tpm micro
- Inj. Cefotaxime 3x200mg/IV
- Inj. Gentamicin 2x15 mg/IV
- Inj MP 3x6,25mg/IV

Edukasi:
1. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan

6
2. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
3. Menjauhkan anak dari penderita batuk
4. Menjaga konsumsi nutrisi, sehingga kesehatan serta daya tahan tubuh baik.
Monitoring:
- Monitoring tanda vital dan keadaan umum
- Monitoring cairan dan elektrolit
- Monitoring konsumsi makanan dan obat

IX. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN

7
Pada kasus ini, dilaporkan seorang bayi laki-laki An. A, berusia 2 bulan dengan berat
badan 6,1 kg yang masuk IGD RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya. An.A datang dengan
keluhan utama Sesak nafas disertai adanya batuk dan demam. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan bunyi napas tambahan berupa rhonki di kedua lapang paru. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan adanya peningkatan nilai leukosit, serta dari pemeriksaan radiologi
yaitu foto rontgen thoraks didapatkan gambaran bronkopneumonia. Berdasarkan dari
rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, An.A didiagnosis mengalami
bronkopneumonia.
Berdasarkan anamnesis pada pasien yaitu ditemukan sesak nafas, demam dan batuk
serta riwayat ayah pasien merokok dirumah. Berdasarkan teori terdapat trias
bronkopneumonia yaitu ditemukan sesak nafas, demam dan batuk.manifestasi klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, namun secara umum
adalah gejala infeksi umum yaitu demam, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah.
Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, nafas cuping hidung,merintih dan
sianosis.4Berdasarkan teori diagnosis bronkopneumonia ditegakkan karena dari anamnesis
didapatkantrias bronkopneumonia pada pasien yaitu ditemukan sesak nafas, demam dan
batuk yang merupakan gambaran klinis yang khas. Serta pada kasus ini terdapat faktor resiko
yang dapat memperkuat penegakkan diagnosis, tingginya pajanan terhadap polusi udara yaitu
asap rokok. Hal ini disimpulkan dari anamnesis ibu pasien yang mengaku bahwa suami
memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nafas cepat, nafas cuping hidung, retraksi dan bunyi
nafas tambahan berupa rhonki basah halus adanya suara ronkhi basah halus nyaring diseluruh
lapang paru dan wheezing menandakan bahwa sesak nafas merupakan adanya gangguan dari
paru-paru bukan berasal dari jantung. Ronkhi terdengar karena adanya udara yang melewati
saluran napas yang mengalami penyempitan atau obstruksi Berdasarkan teori
Takipneuataunafascepatmerupakantanda pneumonia yang penting. Olehsebabitu,
kaderkesehatanjugadiajarkanuntukmengenalitandaawal pneumonia
inidengancaramenghitungfrekuensinafasselama 1 menit. Batasanfrekuensinafascepatpadabayi
2 – 12 bulan 50 kali per menit, sedangkanusia 1 – 5 tahun 40 kali per menit.
Selaintakipneudanretraksi, balita yang mengalamiperburukangejaladitandaidengangelisah,
tidakmaumakan/minum, kejangatausianosis (kebiruanpadabibir),
bahkanpenurunankesadaran.5
Hasil pemeriksaan ini kemudian didukung oleh pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan leukositosis (leukosit= 13.450/uL). Berdasarkan teori pemeriksaan darah pada
8
pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai
dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil
mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia
bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.
Serta pada pemeriksaan penunjang berupa gambar foto thoraks dimana ditemukan gambaran
berupa corakan paru yang meningkat dan kasar, hilus kasar, serta bercak infiltrat pada
perihiler dan parakardial paru kanan kiri yang memberikan kesan bronkopneumonia
berdasarkan teori foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik
dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada
bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus.
Gambaran bronkopneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran
konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka
bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Rontgen. Pada bronkopneumonia
terdapat bercak yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar. Bronkopneumonia ditandai
oleh multiple nodular opacities yang cenderung tidak merata (patchy) dan / atau konfluen. Ini
merupakan area paru-paru di mana ada patch inflamasi yang dipisahkan oleh parenkim paru
normal. Khas biasanya menyerang beberapa lobus dan bilateral asimetris, hal ini yang
membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya
terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.

Berdasarkan teori pemeriksaan fisikpada bronkopneumonia pasien ini memenuhi


kriteria dalam penegakan diagnosis karena dari hasil laboratorium menunjukan leukositosis,
dari hasil pemeriksaan rontgen ditemukan gambaran bercak infiltrat pada perihiler dan
parakardial.
9
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Terjadi sumbatan oleh eksudat yang mukopurulen,
yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat
sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), demam
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer
biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. Berdasarkan klasifikasi anatomisnya,
bronkopneumonia disebut juga dengan pneumonia lobaris.5
Penyebab tersering pneumonia bakterial adalah S. pneumonia. Virus lebih sering
ditemukan pada anak <5 tahun dan respiratory syncytial virus (RSV) merupakan penyebab
tersering pada anak <3 tahun. Virus lain penyebab pneumonia meliputi adenovirus,
parainfluenza virus, dan influenza virus. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia
lebih sering ditemukan pada anak >10 tahun. Sementara itu, bakteri yang paling banyak
ditemukan pada apus tenggorok pasien usia 2-59 bulan adalah Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, dan Hemophilus influenza.5
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi
suportif yang diberikan pada penderita bronkopneumonia adalah :6
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48
jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi. Mengatasi penyakit penyerta.
4. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang
harus diberikan.
Tatalaksana bronkopneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik
secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi
pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri
namun karena keterbatasan fasilitas sehingga hanya diberikan antibiotik empiris.
Pemberian antibiotik
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena
efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,
ceflacor,eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
10
 M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan
makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak ≥5tahun
 Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C.pneumoniae dicurigai sebagai penyebab
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.pneumoniae sangat mungkin
sebagai penyebab
 Jika S.aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacilin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat
per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
 Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena
Pasien mendapatkan infus KAEN 4B 15tpm micro. Hal ini sudah sesuai karena
kebutuhan cairan perhari pasien Pemberian infus KAEN 4B untuk mengganti cairan dan
kalori.Prinsip tatalaksana bronkopneumonia adalah mengeliminasi etiologi, namun hal ini
masih sulit dilakukan akibat adanya keterbatasan sarana, oleh karena itu pengobatan
bronkopneumonia yang etiologinya masih belum diketahui biasanya diberikan terapi empiris.
Pada pasien obat yang diberikan berupa injeksi cefotaxime 3x200 mg (IV) dan
gentamisin 2x15 mg (IV). Cefotaxime merupakan cephalosporin generasi II yang memiliki
efek menghambat sintesis dinding sel mikroba, obat ini kemudian dikombinasi dengan
gentamisin yang merupakan golongan aminoglikosida. Berdasarkan teori, terapi antibiotik
awal yang diberikan yaitu amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Dosis yang diberikan pada pasien ini
sudah sesuai, yaitu dosis cefotaxime 50-100 mg/kgBB dibagi 3 kali pemberian, dan dosis
gentamisin 3-5 mg/kgBB dibagi 2 kali pemberian. Dalam pemberian antibiotik diperlukan
kontrol ulang setelah 3 hari pemberian antibiotik. Dan diberikan Injeksi Metilprednisolon
3x6,25mg untuk antiinflamasi.
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis bronkopneumoniahasilnya baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.

11
Pasien didiagnosis banding dengan bronkiolotis karena keluhan pada bronkopneumonia
dapat ditemukan pula pada bronkiolitis namun biasanya pada bronkiolitis akut didahului
dengan batuk kering disertai demam yang tidakterlalu tinggi, pasien juga mengalami takipneu
dan sianosis. Bronkiolitis akut juga sering timbul gejala pilek (nasal discharge) sebelum
adanya gejala lain. Pada bronkiolitis auskultasi paru ditemukan bunyi wheezing yang sangat
jelas, sedangkan pada bronkopneumonia suara rhonki basah halus nyaring yang ditemukan
dominan.4
Prognosis pada pasien bronkopneumonia berdasarkan teori dengan pemberian antibiotik
yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka
mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan
sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi. Pada kasus ini prognosis baik karena penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien ini yaitu pemberian antibiotik serta tidak ditemukan keadaan malnutrisi energi dan
protein pada pasien ini sehingga prognosisnya dubia ad bonam.

BAB IV
PENUTUP
12
Demikian telah dilaporkan suatu kasus bronkopneumonia pada seorang anak bayi
laki-laki A berusia 2 bulan dengan berat badan 6,1 kg yang masuk IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus. Os datang dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak, dan demam.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan dengan melihat trias bronkopneumonia pada
pasien ditemukan sesak, demam dan batuk yang merupakan gambaran klinis yang khas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nafas cepat, nafas cuping hidung, retraksi dan bunyi nafas
tambahan berupa rhonki basah halus yang menandakan terdapat kumpulan cairan berupa
dahak di paru-paru. Hasil pemeriksaan ini kemudian didukung oleh pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan leukositosis dan pemeriksaan penunjang berupa gambar foto
thoraks dimana ditemukan gambaran berupa corakan paru yang meningkat dan kasar, hilus
kasar, serta bercak infiltrat pada perihiler dan parakardial paru kanan kiri yang memberikan
kesan bronkopneumonia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.Os diberikan terapi berupa KAEN 4B, medikamentosa berupa pemberian
antibiotik dan antiinflamasi. Prognosis pada pasien ini baikjikamendapatkan penanganan
tepat dan segera sehingga dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan dan pentingnya
untuk edukasi yang diberikan kepada orangtua pasien.

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Said M. Pneumonia atipik pada anak. Sari Pediatri;2011. Vol.3, No.3:141 - 6.

2. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Pneumonia Balita di Indonesia. Buletin Jendela


Epidemiologi;2010. Vol.3:1-36.

3. Departemen Kesehatan RI. Pneumonia. Dalam: Pedoman pengobatan dasar di


puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI;2008. h.182-4.

4. Dicky A, Wulan A. Jurnal. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada anak di


rumah sakit Abdul Moeloek. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
Lampung.Volume 7 Nomor 2. 2017

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Menekan Pneumonia. Jakarta. 2017

6. WHO. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.2015.

14

Anda mungkin juga menyukai