15 ·
(
.. ~
sarana Berpikir Ilmiah
.......
. I
rl
1
. na berpikir ilmiah ini dalam pre se~- pend1d
' .i. L
... ~ · ki · ·
idang studi tersendiri, Artinya kita mern ~- . ixan ita, merupakan
ini '"eperti kita mempelajari berbagai c:b npe 1~Jan sarana berpikir ilmiah
r us memperhatikan .dua . hal · ~P '"...' rtamaa.,
·
at"1g.-i ~u~ D~am hal ini kita ha-
' sarana ilmiah buk
ilmu dalam .
pengertian •
bahwa sarans a........ iah in .
~ ~"'""' .lllllJ 1 u .mer up k
an merupakan
k
P.engetahuan yang d1dapatkan berdasar L--~. . d ~. an. -~mpula.n
. · . - .L(ln meto e ilmi h · . .
d1ketahu1
b salah satu· k ara.ktenstik dari ilmu u . · ,a. ~ _ Seperti
· 1 • • d • · . ~· - - mpa-manya adalah penggu
naan erp1 K1T t n uxtzf Clan ded ukrif-dalam m nrl - . k . .,__.: _ ., . _ . - - ·
·~ iki ·1 . ., . ' encapat an -p e n get -
Sarana er f .r a ahuan.
mempergunakan
o p1 I 1 n1 11 tidak y ·, - - .
.J car · · d
, .a1 pc- ng._ciahuan, i,e• bih1 tt1n1as·0Lapa· dikas im·1 k. a a· bm
r. 1 c "
• . . :,- ::cara
nv a
Jt, . .,
• • • . •
hm·enda. pat-
• · .a a an a- 1wa xarana
- ·" 1 1
bcrpikir Jinnah n1cmr:,unya,·rn,.1odi>
, , • ... ~
t· rsendiri
- ... ,1.J
dala
c, < m nicn
daparkan
· ncngc-
ahuan: ya yar.g berbeda dengan mciodc ilrniah. ·
-. ..
- - -
. I. - ··~ - •
l . d .
mak ncana an apa yang akan kita lakukan setelah nantl
an m. al am Manu
kan untuk · iki sia engan kemampuannya berbahasa me1nungk1n-
rnerm irkan sesuatu masalah secara terus-menerus. Lain pula
dengan binatang_, karena merek~ tida~ rncmpunyai bahasa .sepertiapa
yang kita punya1, m~ka mereka _baru bis~ berpikir jika obyek itu berada
di depan mata~y~. J1ka ~eek~r tikus rnelihat makanan di atas meja baru
dia mulai berpikir, apakah dia akan rnencoba mengambil makanan itu
atau tidak, jika ya lalu bagaimana caranya. Demikian juga seekor tikus
kalau melihat kucing maka biasanya dia akan lari. Bagaimana dia tahu
bahwa kucing itu berbahaya? Dari pengalaman atau sesamanya tentu
saia dan bahkan seeker tikus pun sampai tahap tertentu mengajar anak•
nya. Perbedaan pendidikan antara manusia dengan binatang terutarna
t-erletak dalam tujuannya: manusia belajar agar berbudaya sedangkan
binatang belajar untuk mernpertahankan jenisnya. · Karena tikus tidak
mempunyai bahasa seperti kita, maka seekor ibu tikus tidak bisa menga•
jar anaknya ·di depan papan tulis, atau bercerita sambil meninabobok•
annya. · Dia harus membawa anaknya kepada seeker kucing dan menun•
jukkan pada wale tu Hu juga bahwa makhluk itu berbahaya,
Jadi dengan bahasa bukan saja manusia .dapat berpikirsecara teratur
namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan
'~- kepada orang Jain! .Narnun bukan itu saja, dengan bahasa kira pun dapat
mengekspresikan .sikap dan. perasaan -kita, · Seorang bayi bila clia· sudah
kenyang dan hatinya pun-sangat .senang, dia rnulai membuka suara.
Tidak terlalu enak rnemang,' tetapi ·fi~ak .apa, sebab kalau dia mulai be-
. sar. kelak dan .sudah belajar .do-re-mi-Ia-sol.. bunyi yang dihasilkannya
mungkin akan jauh lebih menyenangkan. Lew at seni suara dia alcan
rnengekspresikan perasaannya, - kedukaan, _dan kesukaan lewat liku
nada kata-kata.· Seorang yang berbakat sastra mungkin akan meng•
ekspreslkan perasaannya · dengan · cara · Iain, ·men~lis novel yang tebal
yang mencakup puluhan ribu kalirriat, atau .menulis puisi yang terdiri
dari·beberapa bait. _ .
.Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni duni~
peng~laman yang nyata dan dunia sirnbolik yang dinyatakan dengan ba•
hasa. Berbeda dengan binatang maka manusia mencoba mengatur
pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi kepada manusia
simbolik. Bila binatang hidup menurut naluri mereka, dan hidup dari
waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan fisiologis rnereka,
maka manusia mencoba rnenguasai sernua ini, Pengalarnan mengajarkan
kepada manusia bahwa hid up seperti ini kurang bisa diandalkan di mana
e~sistensi hidupnya sangat tergantung kepada faktor-faktor yang sukar
~ikontrol dan diramalkan, Manusia rnempunyai pegangan yang menga•
Jarkan manusia agar rnengekang hawa nafsu clan tidak mengikutinya
seperti kuda tanpa kendali. Menurut Sigmund Freud, kebudayaan mem ..
be) tuk manusia dengan rnenekan dorongan-dorongan alann mere-k ,
en bl. asi·kannya meniadi sesuatu yang berbudaya yang kemuct· a,
mensu un : . · . · 9 1an
merupakan dasar bagi pen1b_ent~kan kebudayaan, .) Kebu~ayaan rnem~
unyai landasan-landasan etika yan~ menyatakan rnana t1ndakan Ya
P · k· · n
b aik rnana yang tidak. yang sedang di arnu ge1a i·a· · kemarahan g-
·
Manusia
nya, sebelum terlanjur menurut haw~ nafsunya, rnau tidak mau akan
rn·endengar suara yang mengandung amanat.rnoral ,., Janganl membunuh
itu tidak baik!" Demikian juga sekiranya -: · kelelahan fisik meru.pab""~
penghalang bagi usaha mereka, .: ':1~au .ekses .hormonal m.engurangi ~e•
rnangat hidup rnereka, rnanusia rnempunyai penuntun .yang mengata•
kan, "Kau harus tetap bersikeras sebab.. }tulah. - yang -lebih ·baik- bag:
kita ". Dalam haf ini rnaka rnanusia aj(a.i1:Je~ap, berusaha tidak sepern bi-
natang sepenuhnya dikuasa'i pro,es.1.fi~.iql,~gis~ya·~; : ·_ . - _
Demikian juga .htdup--. dal~~-· '.g~~~~j:a·· -.:fisHi.-.;_y~ng kejam clan sukar
diramalkan maka manusia -bang:kit :_qaii 'n*elawannya. Manusia Ialu -~l_.,,_:i-:-,,\ · -..!:-_:',!, ."
a a-
· . · · · a an a am
tera d jampi-jarnpi. K kuatan dalam kepercayaan d k . -
an . an eyakinan
aJ K k
mor . mee uatan yang dorongan dan arah dal b
id s mbennya
· am erke-
hi upan. ernacarn pegangan yang mcmbedakan mana yang suci dan
luhur, mana yang rendah dan menghinakan. Tanpa bahasa rnak . "
. "T k
m ta k ..mung k in a d a. a .~nah ada binatang yang membikin
a sern ua
.
t
perang, kata Aldous Huxley, karena mereka tak mempunyai sesuatu
yang dianggapnya luhur. Apakah yang lebih luhur lagi bagi seeker
harimau selain daging segar dan betinanya? Mereka tak mempunyai me•
kanisme verbal untuk mengernukakan dan mempertahankan apa yang
dianggapnya luhur ... uJQ) Demikian juga manusia memberi arti
bagi
yang indah dalam hidup ini dengan bahasa. Kita membaca puisi dan
karya-karya sastra yang mengungkapkan nilai-nilai estetik dalam hidup
kita. Atau kita memadukannya dengan seni suara, di mana kita menya•
nyi, menangisi, dan rilerayakan hidup kita lewat kata-kata. Tanpa
estetika ini maka semua kehidupan akan.menjadi steril. Bulan hanyalah
tumpukan gersang yang didarati astronot. Manusia hanyalah tumpukan
daging dan tulang, Kemanusiaan · tidak lagi mernpunyai · pe~~aan.
"Pengetahuan dan perasaan adalah sama pentingnya dalam kehidupan
individual dan masyarakat," ujar Bertrand Russell ". · · .dunia tan pa ke-
. ·1 . ,, t 1)
sukaan dan kemesraan adalah dunia tanpa n1 ai,
tahu
· ilrniah ini berjalan
.
dengan. baik maka
.
bahasa yanag.n.dperguna
1. gar .kokmu~:
~r: r :r
terbebas ~ar1 u~sur-u~sur. ~mot!f: Komunikasi ilmiah harus b::, .: , _
~eproduk_t1f, artmya bila si pengmm komunikasi rnenyampaikan suau,
inforrnasi yang katakanlah berupa x, maka si penerima kornunikasi ha•
rus menerima informasi yang berupa x pula, Inf ormasi x yang diterirna
harus merupakan reproduksi yang- -benar-benar sama dari inf ormasi x
yang dikirimkan. H_3:l .ini dimaksudkan _untuk mencegah apa yang dina•
makan sebagai suatu salah informasi, yakni suatu proses kornunikasi
yang mengakibatkan penyampaian informasi ·yang tidak sesuai dengan
apa yang dimaksudkan,' di .manasuatu informasi 'yang berbeda akan
menghasilkan proses berpikir yang berbeda pula. Oleh sebab itu maka
proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan obyektif yakni terbe-
- bas dari unsur-unsur emotif. -
Berbahasadengan jelas·aftinya-ialah bahwa makna yang terkandung
dalam kata-kata yang dipergunakan diungkapkan secara tersurat
(eksplisit) untukmencegah pemberian makna yang lain. Oleh sebab i~~
maka dalam komunikasi ilmiah kita sering sekali mendapatkan definisi
dari kata-kata. yang dipergunakan. Ump_amanya jika dalam seb~ah ko•
munikasi ilmiah kita ~empergunakan kata seperti '''epistemologi" at~u
"optimal" maka kita harus menjelaskan lebih lanjut apa yang kita
maksudkan dengan kata-kata itu, Hal ini harus kit~ lakukan untuk
. b akna lain yan° berbed:
mencegah
·
si penerima komun1 mem
·
m, e, ,
kas1 en
· ·ata at· g 'U· ,·
dengan makna yang kita maksudka . Tentu s ja -~" - - '- .~ 111
·
jelas dan kecil kernungk . inannya untu J.c t"id
··-1'}, a 11 rtik'u1 tan rid k lagi rn-
bu luhk an penjelasaa lebi h lanj, t. . . . , · _
. . ·ix·~t 1~- ·r P n apat :11Ja
Berbahasa dengan jelas ~ ·tu Y · Jug· - 01.e~ ~ ,_ - ka kat \. ar-ka-
1 ·1 · · l
ran perm c iran secara J e as. K
sr rit· .c icli.i I· btl 1, Jlll kan suatu ner-
1, 11~ "
a
a. au . . . h p· d·< J· .arnya 121erup"1 c ~
limat dalarn sebuan karya drn1a L ~ - · "
•
.
£~"' 1
ilmuwan .. Hal ini adalah salah Sama sekali, dan bahkan sebalik- nya,
untuk mampu berkomunikasi secara benar ma.ka seorang ilmuwan
harus menguasai bahasa dengan lebih baik.
Karyailmiah jugamempunyai gaya.penulisan yang pada
hakikatnya merupakan usaha untuk mencoba menghindari
kecenderungan yang ber• sifat emosional bagi kegiatan seni namun
merupakan kerugian bagi ke• giatan ilmiah. Oleh sebab itu . gaya
penulisan ilmiah, di mana tercakup di dalamnya penggunaan tata
bahasa. dan penggunaan kata-kata, harus diusahakan sedemikian
.mungkin untuk menekan unsur-unsur emotif mi
semini al mu ngkin. Di itu karya ilmiah memp · f
m . s amping
. t unya1 orma
. · ·. '"
format penulisan tertentu seperti car a meletakkan ca ta tan kaki a tau
me-
nyertakan daftar bacaan, Kesernuanya lni harus dik · d b
1 h ·
ik 1 uasai engan
ai
?·e seorang ilmuwan agar dapat berkomunik . d .
ilrnuwan secara benar, · asr engan sesama
kau:m
Selamat jalan c
Selamat jalan v
Selamat jalan x
Selamat jalan y
Selamat jalan.
+-.
t A
2 i
j r
•
LJl G
s 6
~.
t*-'
t
4 ·• h
9 I 4>
Angka yan~ dipergunakan bangsa Goth
o 1 OJ 1-J Tf. H ff ,r
20 60 80 100 100 _ 100 200
. ·.
.ir. ~,
. ~ Tulisan suku Indian Dakota rnelambangkan rnusirn
• .
• • 4il •
0
• .. • • I •
Tul~san
suku
Indian
Dakota
metamb
angkan
rnereka
melihat
untuk
pertama
kali
kuda
yang
mernaka
i _
sepatu
kuda
(1802-
03).
Sifat Kuantita t.if
dnri Matematika
M atcmatika mernpunyai
.
kelebihan lain dibandingk an dengan bah
bal. Matema tJka t. mengembangkan bahasa nunierik Y as~ ver•
.. I k k . a ng mem ungkmkar 1
kita untuk me a.11 - u an UI an secara kuantitatif D b
pengu
· · · d. . · engan ahasa ver-
bal a k a mem ngkan dua obyek yang ~
b1 it TlUt ban i ber\ i""'
ki . iainan , urnpamanya
ajah dan se k
ma a ita hanya bisa mengatakan gaj ah .eo1
1 ih b .
ki . . . . esar dari
~emut. Kalau Ha mgin rnenelusur lebih lanjut beraoa besar · h dib ..,
k ki gaja • 1 a.11-
dingkan d engan semut ma a rt a mengalami kesukaran dal
. . .. menge-
am.
m~kakan hubungan itu. Kemud1a~n J1k.a sekiranya kita ingin mengeta-
hui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan sernut
maka dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersif at
kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan
oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Kita bisa
mengetahui bahwa .logam kalau ·clipallaskan akan memanjang, Namun
pengertian kita hanya sampai di situ. Kita tidak bisa mengatakan dengan
tepat berapa besar pertambah;.11 panjangnya. Hal ini menyebabkan penje•
lasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak,
mcnycbabkan daya predik tif dan k ontrol ilrnu kurang cermat dan iepar.
Untuk mengatasi masalah ini matematika mengernbangkan konsep
pengukuran, Lewat pengukuran, · maka kita dapat mengetahui dengan
tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjang•
nya kalau logarn itu dlpanaskan. Dengan mengetahui hal ini maka
pernya• taan ilmiah yang berupa pemyataan kualitatif .seperti "Seba
tang logam kalau dipanaskan akan memanjang" dapat diganti dengan
pemyataan
matematik yang lebih eksak umpamanya :
P1 = P0(1 + l'll)
. . . da ten1peratur l , Po merupakan
di rnana P 1 merupakan panjang Iogarn pa l d ~ erupakan koefisieu
panjang logam tersebut pada ·tempcratur no an rn_ L
1
pat dan cermat dari ilmu. Beberapa disiplin k .1
osial agak mengalarni kesukaran dalam peck, muban, terutama ilmu-ilmu
S , k . . r em anga
ada proble.ma te ms dan dalam pengukuran K k n ~a.ng bcrs~mber
P . d d" . . esu aran m1
hap telah m u1 at apat iatasi, dan akhir-akhi ki .. secara berta-
. rim ita m Iih
bangan yang rnenggernbirakan, di mana ilmu-ilm . e 1 at perkem-
rnasuki tahap yang bersifat kuantitatif. Pada das u sosial telah ~ulai mc-
. · 1-
1s1p · arnya matemat1ka d"
lukan oI e h sernua d in kcilmuan untuk menin Jc k iper-
dan kontrol dari ilmu tersebut, g at an daya prediksi
Kita semua kiranya telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah . _
gitiga adalab 180 derajat. · Pengetahuan ini mungkin saja ki a da set
dengan jalan. mcngukt.µ" ;.- : . -~ dalam sebuah segitiga dan
kemudian me_njumlahkannya. • .' · ;;{ . :: 9#1l&etahuan ini bisa
didapatkan secara deduktif dengan mempe_~ · -- · matematika.
Seperti diketahui berpikir
deduktif adaJah proscs·t)engambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Untuk rnenghitung
jumlah sudut dalam segitiga tersebut kita mendasarkan kepada premis
bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk
kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Prernis
yang kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis
lurus adalah 180 derajat.
Kedua premis itu -kemudian kita terapkan dalam berpilcir deduktif
· untuk menghitung jumlah sudut-sudut dalam seb~ se~tiga .. Dalam h~
ini kita melihat bahwa dalam segitiga ABC kalau kita tarik gans P melalui
titik A yang sejajar dengan BC maka pada titik A dapat didapatkan tig_a
.sudut yakni, J. I, J.. 2, dan .,(_3, yang ketiga-tiganya me~ben~k suatu
~
1W1ls. Mempergunakan premis yang pertama maka kita bisa mengam
kesimpulan -
(I)ck. 3 = ,B 1
demikian juga dengan premis yang pertama dapat disimpulkan
P.erkeml>anpn
Matematiks
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalarn tiga
tahap yakni tahap sistematika, komparatif dan kuantitatif. Pada
tahap sistema• tika maka ilmu mulai menggolong-golongkan obyek
empiris ke da1~ kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini
memungkinkan kita untuk
rnenemukan ciri-ciri yang. bersifat um um dari angg ta-a~ggota
yang
menjadi kelompok tertentu, Ciri-ciri yang bersif at umum ini
mcrupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia
fisik. Dalam tahap Yang lcedua kita mulai melakukan perbandingan
antara o~yek ~
:a~
dengan obyek yang lain, kategori yang satu dengan lcategon yang am,
seterusnya. Kita mulai meneari hubungan yang didasarkan kep_ al ~
tnper-
. k ·· Tahap se anju
bandingan antara di berbagai obyek Y
yang kjt~ aji. bah
akibat
adalah tahap kuantitatif di mana kita mencan hubungan se
ukuran
tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berda.urkan ~fungsi
Yang eksak dari obyek yang sedang lcita sclidiki. Bahas:;:n tahap
yang dengan baik dalam kedua tahap yang pertama n~kunLambang-
laJJlbang
k · - hkan matemau a. -
.
etiga m~ka pengetah~a~ membutu . eksak dengan mengandung
in·
matemattka bukan saja jelas namun J~ga nsi-dimensi pengukuran.
f0nnasi tentang obyek tertentu daJam dime
. .. ·'
Di s~~ sebagai bahasa maka matcmatika ju cl . .. . .
aJat berpddr. Ilmu merupakan ,pe:igetabuan · . . . . g berfunf$1 sebagai
anaiisis d~ rnenarik k~mpulan mc11urot ~ P~e;das:y~n
kepada
Matematika, menurut Wittgenstein, tak lain adalah berpikjr tcrteniu:
Iogjs.S) Berdasarkan perkembangannya maka asa1 hmetode ~erpilcir
Jo~ka makin lama makin rumit ~- ~~butnhk:
leb1h sempurna. Dalam pcrspekttf inilah maka 1 ik - ber
str:kt!~~:tlapi
yang
. di t tik . dis· • - . . ogi a . kembang
me~Ja ma cma ..~_ a, .sepern . . unpu!~~Ul' -~~ Bertrand Russell~ "mate-
manka adala~ masa kedewesaaa Iogika, sedangkan · Iogika adalah .
kecil matematika", 6) · masa
Matema~a pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun
secara k011S1Sten berdasarkan logilca deduktif .. Bertrand Russell dan
Whitehead dalam karyanya yang monumental yang berjudul
Principia Mathematika mencoba membuktikan bahwa dalil-dalil mate
· ~ dasarnya adalah pernyataan logika~> meskipun tidak seluruhnya
berhasil, Pierre de Fermat (1(,()1-1665) mewariskan teorema yang - .
l yang merupakan teka-teki [enigma) yang menantan.g pemilir-pemikir
mate• matik yang paling ulung 9) dan tak knnjung terpecah.kan. Dia
menyata-
- kan bahwa xn · + yn -: "zri. ·de.ngan x, y,. zdan n adalah biiangan bulat
positif yang tidak mempunyai jawaban bila:.n: = 2.· Atau dengao perkata•
an lain hanya bilangan I ~ml yang memenuhi persyaratan,ini~ .
31 + 41 = 71 (penjumlahanbiasa)·danl2 + 42 = 52. Fer~atsendinme•
ngaku bahwa dia dapat membuktikan run:ius ini namun disebab~an ~•
pal yang terbataslO) (sic.') maka sayang sekali bukti itu t~ dapat disamp»-
kannya.11) Sayang sekali memang mengapa Fermat tidak men tan-
. · sekaran& tctap -
pembuktian rumus tersebut yang_sam~ ·, · . da . t di~trasi-
tangan bagi logika deduktif mesldpun secara mudah pa
kan kebenarannya.
. . ,. rnang tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bah
1ne
matika adalah pengetahuan . yang bersif at deduktif Im wa ma-
te17...,A-t 804) umpamanya berpendapat bahwa mate~at·k manuel Kant
( ~ . 'k . . di l a merupakan
ngetahuan sinteti a prior, mana eksistensi materriark
peepada dunia pengalaman kita.12) Namun pada dasarnys de1waasate~g~ntung
k ·k · · 1ru orang
berpendapat b ah wa ma t emat~ a merupakan pengetahuan yang bersif at
rasional yang . enarannya tida. tergantung kepada pembukt" 1an secara
ke k
·
b
.
empiris. rh1tung. an maternatika suatu , 13) k ata
Pe. bukanlah. ekspp·~rimen
Wittgens~e1~,sebuah pernyataan matematika tidaklah mengekspresikan
produk pikiran (ten tang obyek yang faktual).14) Selanjutnya Wittgenstein
membuktikan bahwa 2 x 2 = 4 merupakan suatu proses deduktif dengan
penalaran sebagai berikut: J 5)
(Ct)j4'_x= OV)C,..,v xDef .•
n2·)C2'x=(02)2'x:=(fl2)1+1•x
=02•02'x·= (ll+1..•01+1'x=(O'O)' (0'0)' x
=n·n·n'O' X= 0 1+1+1+1'x=n~·x .
.
Memang, menurut akal sehat.sehari-hari, kebenaran matematika tidak
ditentukan olehpembuktian secaraempiris.jnelainkan kepada proses pe•
nalaran dedukrif, Jika seseorang memasukkan bebek dua ekor pada pagi
hari, kemudian dia memasukkan bebek dua ekor lagi pada siang bari,
maka pada malam dia akan mengharapkan jumlah bebek semuanya
menjadi empat ekor. Sekiranya pada malam hari dia melakukan "verifi•
kasi" dan jumlahnya hanya tiga ekor, segera dia menyimpulkan ada
sesuatu yang salah secara empiris dibandingkan dengan aran
rasionalnya, sebab apa pun yang terjadi jumlahnya harus empat ekor
· Kecuali tentu saja: bebeknya ada yang lari lewat kolong rumah: ada pen•
curi yang datang selagi dia tidur; atau ada bebek yang ngumpet belum .~e.
temu, demikian juga jika bebek-bebek itu beberapa bulan. kemudian
bukan lagi empat melainkan lima maka masalah itu bukan lagi termasuk
matematika melainkan ilrnu beternak bebek dan sebangsanya. . ·
Di samping sarana berpikir deduktif yang merupakan aspek es!ett~, ma...
te mattik a j· uga merupakan kegunaan pra k d alam kehidupan sehan·han.
ti. s
S emua masalah kehidupan yang membutu hk pernecahan secara cerrnat
an
dan teliti rnau tidak mau. harus berpaling kepada matematika .
m e pelajari bihtang~bintang di langit ~sampai mengukur pan] ang · Dai;
- Papan
untuk membuat rumah orang memerlukan pengukuran dan pcnghitunga
matematik. Dal8:111 ~~k~~bangann!a maka kedua aspek _estetik dan Prak~
tis dari maternatika 1~ silih berg~t1 mendapatkan perhatian terutama bila
dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, .
Griffits dan Howson 0974) membagi sejarah perkembangan matema•
tika menjadi empat tahap. l6) Tahap yang pertama dimulai dengan matc•
matika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan daerah sekitar. ·
nya sepcrti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika telah
dipergunakan dalam · perdagangan, pertanian, bangunan dan
usaha
mengontrol alam seperti banjir. Para pendeta Mesir Kuno mempunyai ke•
ahlian dalam bidang matematika yang sangat dihargai dalam masyarakat
yang mengaitkan aspek praktis dari matematika dengan aspek mistik dari
keagamaan. Di.samping kegunaan praktis ini maka aspek estetik juga di•
perkembangkan di mana matematika merupakan kegiatan intelektual da-
1~ kegiatan berplkir yang penuh kreatif. Walaupun demikian dalam ke•
budayaan Mesir Kuno ini maka aspek praktis dari matematika inilah yarig
merupakan tujuan utama. Hal yang sarna juga berlangsung dalam per•
adaban di Mesopotamia dan Babylonia yang turut mengembangkan kegu•
naan praktis dari matematika.
Matematika mendapatkan momentum baru dalamperadaban Yunani
yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika. Dapat dikata•
kan bahwa peradaban Yunani inilah yang meletakkan dasar matematika
sebagai cara berpikir tasional dengan menetapkan berbagai langkah dan
definisi tertentu. Euclid pa.da 300 S.M. mengumpulkan semua pengeta•
huan ilmu ucur dalam bukunya Element~-dengan penyajian secara -siste•
matis dari berbagai postulat, definisi dan teorema. Kaum cendekiawan
Yunani, terutama mereka yang kaya, mempunyai budak· belian yang
mengcrjakan pekerjaan kasar termasuk hal-hal yang praktis seperti mela-
- kukan pengukuran. Dengan demikian maka kaum cendekiawan ini dapat
memusatkan perhatiannya kepada aspek estetik dari matematika yang me•
- rupakan simbol status dari golongan atas waktu itu,
Orang Junani sangat memperhatikan ilmu ukur sebagairnana tercermin
dalam bukunya Euclid tersebut di atas. Babak perkernbangan matematika
selanjutny~ terjadi di Timur_ di mana pada sekitar tahun 1000 bangsa
Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Merek~
c1apatkan angka nol dan cara penggunaan d
.rnen . . serr
k1 d . · es1ma1
k eounaan pra tis an I mu hitung dan al1"ab a
n m engernbang
ka . .. ar tcrsebut
w,;, . · d
gan antara Timur an Barat berkembang . d ·
aktu l)erda-
. - . .
sebagai' pelayan matematika mem-
berikan bukan · saia sis-tent pengorganisasian ilmu yang bersifat ~
.na-
mun juga- pernyataan-pernyataan 'dalam bentuk model
matematik.18>
Matematika bukan saia menvampafkaninformasisecare jelas dan
tepat namun juga singkat, Suatu rumus yang jik~· ditulis dengan
babasa verbal memerlukan kalimat yang banyak sekali, di mana
makin banyak kata• kata yang dipergunakan maka makin besar pula
peluang untuk terjadin~~ salah inf ormasi .dan salah . interpretasi,
maka dalam bahasa matematl~ cukup ditulis dengan mod-el yang
sederharia sekali. ~1~tem~tik~ seb~ai
bahasa mempunyai ciri, sebagaimana dikatakan Morns Kime,
bersifat
ekonomis dengan kata-kata.Pl . . du itidak
mengan-
Sebagaimana sarana ilmiah maka matematika itu sen n . dunia
dung kebenaran tentang sesuatu yang bersifat f~-~
empiris. Matematika merupakan alat Y~ ~emung
disiplin sei:ia dikornunikasikannya ke~naran t~ah
m=annya
111
:bagai
le=~onsistensi
dari t,_er· ketlmuan. Kriteria kebenaran dari matemattka ~
Jainnya. Untuk itu bagai postulat, definisi dan berbagai _aturan
perma;;a~ juga Jogika. me- maka matematika sendiri tidak bers1fat
tunggal, pe .
l · inkan bersifat jamak. Dengan mengubah salah satu
umpamanya maka dapat dikembangkan sistem matematika postulatnya
sekali bila dibandingkan dengan sistem sebelumnya. Semula
anggap bahwa hanya terdapat satu b
z
baru
.sistem matematika di mana peemang 1-di
dari postulat-pestulatnya alcan mengakibatkan terjadinya inkon~ tha~
Namun hal ini ternyata tidak benar sebagairnana terjadi dengan ilm: e~sl.
EUclid. Perubahan salah satu postulat Euclid tersebut yang semula ~b~'.
nyi dari satu titik 'di luar sebuab garis hanya dapat ditarik satu garis sejaJar
dengan garis tersebut menjadi dari satu titik di luar sebuan garis dapat
ditarik garis-garis sejajar dengan garis tersebut yang jumlohnya tak ter•
hingga, temyata tidak menimbulkan inkonsistensi malahan menimbulkan
sistem matematika baru yang sama. sekali berbeda dengan ilf!lu ukur Eudid.
Sistem matematika yang baru ini dikenal sebagai llmu Ukur Non..Euclid
yang sudah dikcmukakan oleh Gauss (1777-18S5) pada tahun 197C)211) dan
dilcembangkan oleh Lobaehevskii (1793·1856), Bolyai (1~1860) dan
Riemann (1826-1866).21) Ilmu Ukur Non-Euclid ini muJanya hanya rneru•
pakan sesuatu yang bersifat akademis clan baru rnenemukan kegunaannya
wakru Einstein menyusun Teori Relativitas.
E instein
- ' neraka ke surga?
Berapajarak
- Sctengah inci c11ma ... -
Mcnurut sistem Lobachevskii
- Jarak adaJah garis lengkung
Kurva bibirnya~
k d ya bersifat konsist n iai bu-
Adanya dua sistem ilmu ukur yang Ee ::atau Ilrnu U ur Non-Eu "d
kan berarti bahwa sistem Ilmu Ukur .u~ harus dilihat dalarn ru lin -
ini bersifat benar atau salah seba~ hal;n~ Iah m ru n pe t u·
kupnya masing-masing. Mate~uka u rb ikir u tuk in d . tk n
mengenai. obye k terten t u melain.kan
. aradit el h itu 1 m ur . ~. in-. . in.
pengetahuan tersebut. Kalau oby~k yan l, '., i·1f am hidang n1 ~·1ni~j
> . rular E lt un~1 arn n , '-' :· . . . . . ~ d: p:.:it
yang cocok derigan po~ , . b: hwa iln u u 'Hf n I - :,urhd rt I 1 it
!dasik Newton maka jelas a
dipakai.
Sedangkan dalam pengkajian mengenai alam sernesta, di mana cab
menjadi garis lengkung bersama tarikan gravitasi dan jarak terd
antara dua obyek tidak lagi merupakan Saris lurus, maka dalam h; .a:
fa
kita berpaling kepada ilmu ukur non-Euclid. Jadi kedua sistern ilmu utu
ini berlaku tergantung dari postulat yang dipergunakannya. · ur ·
Bebempa Aliran
daiam
Fllsafat Matematika
an m asing-
masing, memperkukuh matematika sebagai sarana kegiatan ber ik·
duktif. · · P . lr de..
Matematika tanpa kita sadari memang bisa menjadi tujuan dan bu~ ~at
itu sendiri seperti pengamatan anak kecil itu y~g menggerutu, "Dikira•
nya hanya angka-angka saja merelca bisa mengetahui sesuatur•30> ~jala_
ini kemungkinan besar disebabkan karena kita kurang ,~e?getahw ten•
tang hakikat yang· sebenarnya dari matematika. Tulisan ilmiah ~~a•
nya lalu berubah men] adi kumpulan rumus dan tabel yang tidak ~r~t~
apa-apa. 3 u Namun pihak lain ketidaktahuan tentang ma emat1ka
· · · t
re
1m se-
k ali·ta·;f
· - · k da tahap u ·~ '
n~g_ menyebabkan suatu bidang keilmuan terpa_ u adanya tetap me·
di mana tanpa mengurangi rasa. pengh.argaan kita P · L 'at pengka-
r. . aka n bidan
t
. . bub sempurna. ew
g kei lmuan yang belum tum · p . eran
up. .
Keci l
Jk~ ~ualitatif clan kuantitatif inilah, meminjam perkatAaanaioga:ngan per-
· 1ta- , 1Im u sampai . kepada· penget a· h uan Yang asa. n ·
dew·
rt.rand Russell tentang hubungan antara logika dan
::t~~tika
t
. · in kita bisa berkata, "Ilrnu kualitatlf adalah masa-k
· tit atif, ilrnu kuantitatif merupakan rnasa dewasa ilmu :uai/~ llmu
mana ilmu yang sehat, seperti juga kita manusia, adalah terns tu~~tif'•; di
mendewasa. · . uh dan
Sernoga perkembangan matematika tidak menimbulkan dikh .
. irki d . b
dalam cara berpi an men gem angkan dua pola kebudayaan
o to llli
d a l mas!arakat. 32) Kerangka pemikiran seoi~g ~uw~ -
bagaimanap:
rumit clan dalamnya seyogyanya mampu dikomunikasikan dengan ·kaia•
kata yang sederhana. tidak seperti ilmuwan dalam sajak Tauflq IsmaiJ:33)
. . . .
Tak seorang pun, saya kira, yang bisa · menyalahkan kesahihan proses
penarikan kesimpulan anak kecil Itu, namun bila .semua pengujian dila
u•
kan sepertiini lalubagaimananasib tukang duren? Demikian juga halnya
dengan orang ·yang-_-kecaµduatf lotere, bertanya pada a.ngin dan rum t•
rumput yang -bergoyang, "Bagaimana caranya mernenangkan alo? ,
Pertanyaan yang rumit ini ')a-wabpya ternyata sangat sederhana, beli sai a
semua karcis lotere, Namun bukan dengan jalan membeli semua
karcis lotere itu, tentu saja, yang menyebebkan orang tidak henti-hentinya
ber• pikir bagaimana caranya memenangkan perjudian yang .
an untung-untungan ini. Kita lihat di pinggir-pinggir jalan para "ahli
ma e- matika kaki lima" menguraikan rumus-rumusnya dalam e . .
an
nomor yang akan menang campuran antara metafisika, astiologt ~tral
· dan 1001 omong kosong · · (serta
' . . ·1 t sistem
banyak lagi dalil-da 1 unya r
analis!s djtn input-output Leontief). . . · r de
- Sekitar n 45 , se. g a.hli matematika m. au. urd, ac.am -.in1·
tahu. 16. oran. a- i s -m.
Mere,
epada mengajukan mbeberapa perm.asalahan
Pran mengenai J . · . .)
' '
r ahun atemattka cis · aise 16
P . . . urnur ·
asca1, seorang jeruus dalam . . ·k dalam ;O dan
dra.n.~ ~ate· a,
ma
b1 ti e agumkan
telah rnenghasilkan karya-karya tlnu~ yang, m 1:hwa karya-karya
- Descartes (1596-1650) pernah dikatakan tidak percaya
ut dihasilkan oleh anak semud~ !t~. 2) Pascal tertank
terseb yang berlatar belakang teori iru dan kemud· dengan Perma-
1ahan . . tan mengadak k
sa' densi dengan ahli maternatika Prancis lainnya p· an o-.
respon ierre de Fer
dan keduanya n1engembangkan cikal bakal mat
i
.
01_1665), 1
(l~k. ahkan bahwa Descartes, ketika m.empelaJ·ari hukeon Pd~luan~.
D1 is . . · um 1 U n1-
·tas poitters antara tahun 1612 sampru 1616, juga bergaul d
verst - k b . di engan te..
rn
an -teman yang· su a erju
h.
1, namun Descartes kebanyakan
• l)
karena dia pandai meng itung 1
J:'C uang, Pcndeta Thomas Bayes pada
tahun 1763 mengembangkan. teon peluang subycktif berdasarkan kcperca•
yaan seseorang alcan teriadinya suatu keiadian, TCOri ini berkembang
menjadi cabang khusus dalam statistika sebaaai pelengkap teori peluang
4>
yang bersifat obyektif. . . - -
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan 1C01J1seD
yang tidak dikenal · dalam pemikiran Yunani Knno, Roma ·
U-W44.a.an Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengcnai kom · ·
-
langan sudah terdapat dalam aljabaryang dikemban sarjana_Musnm
un bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar 1,1\,J.I.I~
Statistika dan
Cara BerpUdr lnduktif telah
.
Ilm ~.secara . id fi .. k . sebagai pengetahuan yans
-s~derhana dapat di e nusi ~ . ah bersifat falctual, di
teruji kebenarann~a. Semua per~Y;~~ llmiah ~":1alan mem r an
1
mana konsekuensinya dapat <;liuJ1 balk ~eng al -al t yang
lnembantu
Pancaindera, maupun dengan m_empergunak~ . at ru ..... i. an saJah satu
• 6) ~-.:am emp111s me ~ ·--
~wr
Pancai ndera tersebut. PenguJ.~ $\1\,IU,I - . mbedakan ilmU
dari
mata rantai dalam metode ihn1ah. ~ang -:i.
lebih dalam maka pe~J1aD
huan-pengetahuan lainnya. Kalau kita tel · ta yang re~'llan densan hipo~
merupakan suatu proses pengumpulan fak .
·is yang diajukan, Sekiranya hipotesis itu didukun
. . 1 g o Ieh fak
l u s
ernpiris maka pernyataan potesi tersebut ditcrin a ata d' ta~fakt;:t
narannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bcrtentanga: ~sahkan kcbe
taan maka hipotesis itu ditolak. engan kenya.
Pengujian mengharu kan kita untuk menarik kesimpulan y .
umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpaman;:&..~ers1'.a1
ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur IO tahun \kita l
tempat maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksudkan itu mer~e ~ah
sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak u:Ur ~~
·tahun di tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasar.
kan logika induktif. Di pihak lain maka penvusunan hipotesis merupa.kari
penarikan kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan yang e .
sifat umum dengan mempergunakan deduksi. Kedua penarikan .
simpulan ini tidak sama dan tidak boleh dicampuradukkan. Logi a
deduktif bcrpaling kepada matematika sebagai sarana pena]aran penarik
an lcesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika, Sta•
tistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimp .
induktif secara lebih seksarna.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan pe -
rikan bsimpulan secara deduktif, Dalam penalaran de · malca e•
simpulao yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipe •
gunakannya adalah benar dan prosedur pcnarikan kesimp~annya adaiah
sab. Scdangkan dalam penalaran induktif meskipun pranis-prem..·...-. ··•
adaJab benar dan prosedur penarilcan kcsimpulannya adalab sah mak
impulan itu belumtentu benar. Yang dapar kita katakan adalab han,n
k imp an itu mempunyai peluang untuk benar. Statistika me
pengeta ua yang memungkinkan kita untuk menghitung tinak t pe
ini deogan eksak. 7) ,
Pe kcsimpulan secara induktif menghadapkan kit
buah pc n rnengcnai banyaknya ka u y ng h ru · ira n1· ti
pai kepada ·uatu kc impulan yang b r ifat urnurn, Jika it in i me
hui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 t hun di Jn n j • um m
lalu bagaiman . carany kita mengumpulk n pat .
simpulan tersebut? - entu aj dal h 1 m it • I tS
adalah dcngan jalan melakuk, 1 ukur . tin i b· ti t hada 51..tu
ruh anak umur 10 tahun di I do . Pen 'tun ul d: ta s perti ini ta
diragukan lagi akan m rnberik impula n 111 n> n i tin · gi rata-r3tl
an k tersebut di negara kita, Namun kegiatan sepen] ini
kita f
epada )11asalp.b lain yang·~ kurang rumitnya, Y~ghadapkan
bahwa dalam -pelaksanaannya kegiatan seperti itu membut hk kenyataan
;u
biaya, dan waktu yang banyak sekali. Sensus yang mempunu . an .tenaga,
penting dalam sejarah kernanusiaan, namun mungkin kur~ai sanga1
bagai kejadian yang rnempunyai arti dalam perkembang~ iken~ se-
an stat ·
adalah sensus penduduk yang dilakukan penguasa Romawi Y istika
ba!'kru~ Jusuf g~n :"'ana
·
~m:5 · ' ang men
p ndah ke te.~pat kelahirannya di rn:e~
kemudian Jesus Kristus dilahirkan. Dapat dibayangkan betapa k . a
pe~ujian hipotesis ak~ mengalarni harnbatan yang sukar dapa
sekiranya proses pengujran tersebut harus dilakukan dengan pen
1i:t~n
ciSl
. . Hal . . ak . . . . gumpul-
a,.~ d ata sepe tu. an me njaoi. kan ke
n ~ziara ilmt'ah m enJ· a~.
suatu yang sangat mahal yang rnengakibatkan penghalangbsjj kema.»
bi1d k e1ilrn uan. -; · e- Juan
-
ang
Untunglah dalam hal ini statistika mernberikan sebuah jalan keluar.
Statistika rnemberikan cara urituk dapat menarik kesimpulan yang ber•
sifat ·~Um dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi ~ a g
bersangkutan .. Jadi untuk mengetabui tinggi rata-rata anak umur 1
· _ tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran terhadap seluruh
anak yang berumur tersebut di seluruh Indonesia, namun cukup hanya
dengan jalan melakukan pengukuran terhadap sebagian anak saja.
Tentu saja penarikan kesimpulan seperti ini, yang ditarik berdasarkan
contoh (sample) dari populasi yang bersangkutan, tidak selalu akan sete•
liti · kesim pulan yang ditarik berdasarkan · - sensus yakni dengan
jalan mengamati keseluruhan populasi tersebut. Namun bukankah
dalam pe· nelaah -keilmuan yang bersifat pragmatis, di mana teori
keilmuan tidak
- · ditujukan ite arahpenguasaan pengetahuan yang bersifat absolut, sesuatu
yang tidak mutlak teliti namun dapat dipertanggungjawabkan adalah
· · _ sudah mernenuhi syarat '? ·
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan p da
asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh ang diambil
- maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesirnpul n tersebut. S balik•
nya rnakin sedikit contoh yang diambil maka m kin r ndah pula tin._-kat
ketelitiannya. Karakteristik ini emung inkan kita untuk dapat rn ~1ili~
dengan saksarna tingkat ketelit ian yang dlbutuhkan se 'U ai d "'J1g41n 1tuk1-
kat perrnasalahan yang dihadapL Tiap permasalahan 1e1nb11tuhka1~
tingkat ketelitian yang berbeda-beda. kiranya kita it gin 1engoperasi
otak manusia rnaka kesalahan beb rapa milimet r saja dalam memotong
Jaringan yang sangat peka. tersebut mungkin akan berakib f tal
h kit . . a . at a
Penget~ uabn b1ka malenhgenai Janng.a~ te~sebut haruslah bersifat setellti
mungkin se a .es. a an yang s e ik it saja akan menyeb ·bk k .
- N . · . an erugian
d
.
yang sangat besar. ki 1n1. tidak demikian halnya bil 1 ki
amun hal b
a ta an-
dingkan dengan ~ersoa I an_ ta ~1.atas mengenai tinggi rata-rata anak
umur 10 , tahun di . Indonesia. . Sel. isih berapa sentimeter clan· ti1n· gg· i rata-
rata yang sebenarnya mungkin tidak akan berarti banyak seperti halnya
dengan pembedahan o~tak tersebut di atas.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk rnenge•
tahui apakah suatu .hubungan kausalita antara dua faktor at.au lebih ber•
sifat kebetulan ata~ memang benar-benar terkait dalam suam hubungan
yang bersifat ernpiris.. Umpamanya saja kita melakukan pemupukan ter•
hadap sejumlah .rumpun padi. · Berdasarkan teori yang hipotesisnya
sedang kita kajimaka secara logis batang padiyang dipupuk seharnsnya
bertarnbah ting~. ·Namun bila · kita teliti batang padi yang tidakdipupuk
rnaka rnungkin saja beberapa batang di antaranya juga akan bertambah
tinggi disebabkan oleh hal-hal di luar pemupukan tersebut. HaLini bisa
disebabkan oleh kesuburan 'tanah yang ditumbuhi batang tersebut agak
berlainan dengan tanah di sekitarnya, a.tau mungkin juga batang padi
terse but. mempunyai karakteristik _ genetik tersendiri mes~P1:ID berasal
dari species yang sama dengan rumpun padi Iainnya, atau mungkin jnga -;
disebabkan berbagai-bagai hal lainnya yang berada di luar hubungan -
kausalita antara tinggi batang padi dan pemupukan, Atau dengan per-
-kataan lain, bisa saja terjadi bahwa hubungan antara tinggi batang padi
dengan pemupukan tersebut hanya terjadi secara kebetulan saja. Penga•
matan secara sepintas lalu sering memberikan kesan kepada kita terda•
patnya suatu hubungan kausalita antara beberapa faktor, di· mana kalau
kita teliti lebih lanjut .ternyata hanya bersifat kebetulan, Jadi dalam hal ini
statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam
menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang
bersif at kebetulan.
Terlepas dari semua itu maka dalam penarikan kesimpulan secara in•
duktif kekeliruan memang tidak bisa · dihindarkan. Dalam k~atan
pengumpulan data kita terpaksa mendasarkan .diri kepada berbagai alat
Yang pada hakikatnya juga tidak · terJepas dari cacat yang ber~pa ke•
tidaktelitian dalam pengamatan. Pancaindera manusia sendiri tidak sem•
purna yang bisa mengakibatkan berbagai kesalahan .dalam pengamatan kita
. Demikian juga dengan alat-alat yang dipergunakan, semua tak ada Yang
se~puma. Kegiatan pengarnatan pancaindra manusia dengan rnem-
pergu?ak~n b~rbaga~ atat _jelas mengar_a~ _kepa~a. ketidaklclitian dal·
penarikan kesirnpulan. D1 atas semua 1n1 statistika n1en,berik
yanipragmatis kepada penelahaan keilmuan; di mana dalam
bah"'.a. suatu kebenaran absolut tidak rnungkin ~apat di<:apai,
k~:
.~_111
0/1'
1
ki~a
:a:'.
pendirian _ bahwa suatu kebenaran yang dapat d1pertanggungjawabka
dapat diperoleh. n
Penarikan kesimpulan secara statistik rnernungkinkan kita untuk
lakukan kegiatan ilmiah secara ckonomis, di mana tanpa statistika ~e;
ini tak mungkin dapat dilakukan. Atau di pihak lain, kita melakukan p:.
narikan kesimpulan induktif secara tidak .sah, dengan mengacaulan
logika induktif dengan logika deduktif, Karakteristik yang dipu.nyai sta.
tis~ka ini sering kurang dikenali dengan baik yang rnenyebabkan orang
sering melupakan pentingnya statistika dalam penelaahan keilm an.
Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali
dihubungkan dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang ber•
kaitan dengan matematika sedangkan logika induktif justru berkaita
dengan statistika, Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan f ungsi ma e-
. '
.
matika lebih tinggi dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan
keilmuan. Sec1ta hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama
dalam penarikan kesimpulan induktif · seperti matematika dalam pe-
nari kan kesimpulan secara deduktif. Demikian juga penarikan kesimpu -
an deduktif dan induktif keduanya mernpunyai kedudukan yang sam
pentingnya dalam penelaahan keilmuan. Pada suatu pihak, jika kita t r•
lalu mementingkan logika deduktif maka kita terjatuh kernbali kep
paham rasionalisme, sebaliknya di pihak lain, jika kita terlalu mernen•
tingkan logika induktif maka kita mundur kembali kepada empirisme.
Ilrnu dalam perkembangan sejarah peradaban manusia telah mengg -
bungkan kedua pendekatan ini dalam bentuk metode ilmiah yang men•
dasarkan diri kepada keseimbangan maka harus dijaga pula keseimba~ -
an antara pengetahuan tentang matematika dan stati tik ini, Untuk_ uu
pendidikan statistika haru ditingkatkan agar setar f dengan ma tern tik.
Peningkatan ini bukan saja mencakup a pek-aspek tekni namun 1 bth
penting lagi rnencakup pengetahuan mengenai hakikat tatistika dal; rn ke-
gi.atan me·toae1 ·1 · h
1 rm a
secara Pendi dikan statis· ti ·k a, rnenurut
eseluruhan.
Ferguson, pada hakikatnya adalah pendidikan dalarn metode 1·1 rrn.a h ·
B)
·> ,;,
J{arakteristik Berplklr lnduktif .
l(esimpuian yang didapat dalam berpikir ded k .
. di .. k '-= u hf mcrupak
tab:~:
1
lama bulan O to k dal
am beberapa tahun yang laJu hujan selalu .
1
ber
juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat kita tarik dalarn hal ini
nanyalah pengetahuan mengenai tingkat pcluang un_tuk hujan daJarn ta-
hun ini juga akan turun. · ·
=
an kekeliruan dan ti~gkat peluang, bapimana men,bitulll harga rata•
rata dan sebagainya,
. Kegiatan ilmlah memerlukan penelitian untut IJICDIIQi hi~1~
diajukan. Penelitian pada dasamya merupak9? olch r~ta-f akta.
empiris apalcah hipotesis tersebut memang didukunl muda uu
Jil.a umpamanya kita mempunyai hipotcsis ~ : m lakukan
musik pop namun tidak musik keroncona ~· ~ rersebut ~,
pengujian untu~ memperlihatkan bahwa ~po musjk orang- ¥
· u k
tr baik , a can
Ahli statistika tak usah berkecil hati dengan pand
. .k . . b ~ . angan yang negatif
terhadap stansti a se ab hal yang serupa pernah be 1 k ·
. 1n1, . ' u r a Juga untuk
I!latematika. Tak kurang dart filsuf Schopenhauer ( l 78E- l B60)
menganggap b a b er hiitung
.
merupakan aktivitas mental van
yang
"1· .
h wa
. . d .1 g panng
rendah seba b h a I apatdi akukan dengan mesin.lv'
Demikian· 1n1 juga St.
Agustin us pernah berkata, , 'Hati-hati terhadap ahli matematika dan me•
reka yang mernbuat ramalan-ramalan dusta!" 11)
Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk mempro•
ses pengetahuan secara ilmiah, Sebagai bagian dari perangkat metode
ilmiah maka statistika mernbantu kita untuk rnelakukan generalisasi clan
menyimpulkan karakteristik .suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan
terjadi secara kebetulan. - Sekiranya terdapat seorang gila dalarn sep
orang yang kebetulan berkumpul _ bersama-sama maka berdasarkan akal
sehat kernungkinan besar yang. seorang itulah yang akan disebut orang
gila. Meskipun tentu saja, penilaian orang tidak selalu sama seperti
seorang · rnahasiswa yang mernpunyai teori signifikansi tersendiri dalam
bercinta: -