Anda di halaman 1dari 29

ANATOMI JALAN LAHIR

Disusun Oleh:

Faisal Maulana, S.Ked ( 19360099 )

Preseptor:

dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2021
188

16

ANATOMI JALAN LAHIR

Trijatmo Rachimhadhi

Tujuan Intruksional Umum

Memahami susunan anatomi jalan lahir sebingga dapat memaharni hubungannya dengan

mekanisme persalinan.

Tujuan Intruksional Khusus

1. Mengidentifikasi tulang-tulang dan persendian pangul serta otot-otot dasar pangul.

2. Mengidentifikasi pintu atas, ruang tengah, pintu bawah panggul, ukuran-ukurannya,

dan pemeriksaannya

3. Mengidentifikasi bidang-bidang Hodge.

Dalam setiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor berikut (1) jalan-lahir; (2) janin; dan

(3) kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu. Dalam bab ini akan dibahas jalan-lahir dan

anatominya.
189

Jalan-lahir dibagi atas (a) bagian tulang, terdiri atas tulang-tulang panggul dengan

persendiannya (artikulasio); dan (b) bagian lunak, terdiri, tas otot-otot, jaringan- jaringan

dan ligamen-ligamen.

Tulang-tulang Panggul

Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu (l) os koksa (disebut juga tulang

innominata) 2 buah kiri dan kanan; (2) os sakrum, dan (3) os kotsigis. os koksa merupakan

fusi dari os ilium, os iskium, dan os pubis1.

Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan dalam suatu persendian panggul.

Didepan terhadap hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis.

Simfisis terdiri atas jaringan fibrokartilago dan ligamentun pubikum superior dibagian atas

serta ligamentum pubikum inferior dibagian bawah. Kedua ligamentum ini sering disebut

sebagai ligamentum arkuatum. Simfisis mempunyai tingkat pergerakan tertentu, yang

dalam kehamilan tingkat pergerakan semakin dipermudah. Apabila jari dimasukkan

kedalam vagina seorang perempuan hamil dan kemudian perempuan ini diminta berjalan,

maka tulang pubis akan teraba bergerak naik dan turun pada setiap langkah2.

Di belakang terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os

ilium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum


190

dengan os koksigis. Di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran

sedikit, tetapi dalam kehamilan persendian ini mengalami relaksasi akibat perubahan

hormonal, sehingga pada waktu persalinan dapat digeser lebih jauh dan lebih longgar,

misalnya ujung os koksigis dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.

Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan. Pada partus dan pada

pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang3.

Selain itu, akibat relaksasi persendian ini, maka pada posisi dorso-litotomi memungkinkan

penambahan diameter pintu bawah panggul sebesar 1,5 sampai 2 cm. Hal ini yang menjadi

dasar pertimbangan untuk menempatkan perempuan bersalin dalam posisi dorso-litotomi 2.

Penambahan diameter pintu bawah panggul hanya dimungkinkan apabila os sakrum

dimungkinkan untuk bergerak ke belakang yaitu dengan mengurangi tekanan alas tempat

tidur terhadap os sakrum. Hal inilah yang menjadi dasar tindakan manuver McRoberts pada

distosia bahu2.

Pada seorang perempuan hamil yang bergerak terlampau cepat dari posisi duduk langsung

berdiri, sering dijumpai pergeseran yang lebar pada artikulasio sakroiliaka. Hal demikian

dapat menimbulkan rasa sakit di daerah artikulasio tersebut. Juga pada simfisis tidak jarang

dijumpai simfisiolisis sesudah partus atau ketika tergelincir, karena longgarnya hubungan

di simfisis. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit atau gangguan saat berjalan.
191

Gambar 16-1. Potongan sagital panggul, menunjukkan pelvis mayor dan minor

Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor.

Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false

pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis.

Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalam obstetri dan harus

dapat dikenal dan dinilai sebaik-baiknya untuk dapat meramalkan dapat-tidaknya bayi

melewatinya.

Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke

depan (sumbu Carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik

persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan

titik-titik sejenis di Hodge II, III, dan IV. Sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar
192

dengan sakrum, untuk seterusnya melengkung kedepan, sesuai dengan lengkungan sakrum.

Hal ini penting untuk diketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar arah

penarikan cunam itu disesuaikan dengan arah sumbu jalan-lahir tersebut.

Gambar 16-2. Sumbu panggul

Bagian atas saluran ini berupa suatu bidang datar, normal berbentuk hampir bulat, disebut

pintu atas panggul (pelvic inlet). Bagian bawah saluran ini disebut pintu bawah panggul

(pelvic outlet), tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas panggul, melainkan terdiri

atas dua bidang. Di antara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ukuran

ruang panggul dari atas ke bawah tidak sama. Ruang panggul mempunyai ukuran yang
193

paling luas di bawah pintu-atas panggul, kemudian me-nyempit di panggul tengah, dan

selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi dibagian bawah. Penyempitan di panggul tengah

ini setinggi spina iskiadika yang jarak antara kedua iskiadika (distansia interspinarum)

normal + 10,5 cm.

Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus

vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir atas simfisis. Terdapat 4

diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter anteroposterior, diameter transversa, dan 2

diameter oblikua3.

Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm, disebut

konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu-atas panggul lebih kurang 12,5 -

13 cm, disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakro-iliaka ke titik

persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea

innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang lebih kurang 13

cm1,4.
194

Gambar 16-3. Bidang pintu atas panggul Gambar 16-4. Bidang pintu bawah panggul

Cara mengukur konjugata vera ialah dengan jari tengah dan telunjuk dimasukkan ke dalam

vagina untuk meraba promontorium. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium

dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama

dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Apabila promontorium dapat diraba, maka

konjugata diagonalis dapat diukur, yaitu sepanjang jarak antara ujung jari kita yang meraba

sampai ke batas pinggir bawah simfisis. Kalau promontorium tidak teraba, berarti ukuran

konjugata diagonalis lebih panjang dari jarak antara ujung jari kita sampai ke batas pinggir

bawah simfisis. Kalau jarak antara ujung jari kita sampai ke batas pinggir bawah simfisis

adalah 13 cm, maka berarti konjugata vera lebih dari 11,5 cm (13 cm - 1,5 cm). Selain

kedua konjugata ini, dikenal pula konjugata obstetrika, yaitu jarak dari tengah simfisis
195

bagian dalam ke promontorium. Sebenarnya konjugata obstetrika ini yang paling penting,

walaupun perbe- daannya dengan konjugata vera sedikit sekali1,4.

Gambar 16-5. Pintu atas panggul dengan konjugata vera, diameter transversa dan diameter

oblikua
196

Gambar 16-6. Cara mengukur konjugata diagonalis

Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 1933), yang

mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut5,6,7.

Gambar 16-7. Cara mengfukur konjugata diagonalis dengan mengukur panjangnya jari

telunjuk

1. Jenis ginekoid : panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul

hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira sama dengan diameter

transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% perempuan.

2. Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segi-tiga. Umumnya pria mempunyai

jenis seperti ini. Panjang diameter anteroposrerior hampir sama dengan diameter tansversa,

akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekati sakrum. Dengan demikian, bagian
197

belakangnya pendek dan gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit kedepan. Jenis

ini ditemukan pada 15% perempuan.

3. Jenis anthropoid : Bentuk pintu atas panggul agak lonjong sepeti telur. Panjang diameter

antero-posterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ditemukan pada 35%

perempuan.

4.Jenis platipelloid : sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah

muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar dari pada ukuran muka belakang. Jenis

ini ditemukan pada 5 % perempuan.

Tidak jarang dijumpai jenis kombinasi keempat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan

pelvimetri radiologik untuk mengetahui jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran pelvis secara

tepat. Untuk menyebut jenis pelvis kombinasi, disebutkan jenis pelvis bagian belakang

dahulu kemudian bagian depan. Misalnya, jenis android-ginekoid; itu berarti jenis pelvis

bagian belakang adalah jenis android dan bagian depan adalah ginekoid. Pelvimetri

radiologik hanya dilakukan pada indikasi tertenru, misalnya adanya dugaan

ketidakseimbangan antara janin dan panggul (feto-pebic disproportion), adanya riwayar

trauma atau penyait tuberculosis pada tulang panggul, bekas seksiosessaria yang akan

direncanakan partus pervaginam pada janin letaks sungsang, presentasi muka atau kelainan

letak lainnya. Pemakaian sinar rontgen dibatasi berdasarkan pengaruhnya terhadap sel-sel
198

kelamin janin yang masih sangat muda dan ovarium ibu8-11. Dewasa ini dapat digunakan

Magnetic Resonance Imaging (MRl)12.

Ruang Panggul (Pelvic Cavity)

Gambar 16-8 Jenis-jenis panggul


199

Seperti telah dikemukakan, ruang panggul di bawah pintu atas panggul mempunyai ukuran

yang paling luas. Di panggul tengah terdapat penyempitan dalam ukuran melintang setinggi

kedua spina iskiada. Jarak antara kedua spina ini (disunsia interspinarum) normal + 10 cm

atau lebih sedikit. Karena di pintu atas panggul ukuran yang lebar adalah ukuran melintang

dan di ruang panggul ukuran melintang yang sempit. (atau ukuran depan-belakang yang

lebar), maka janin saat lewat di ruang panggul harus menyesuaikan diri dengan melakukan

putaran paksi dalam. Yang penting dari spina iskiadika ini bukan tonjolannya, tetapi jarak

antara kedua spina iskiadika (disunsia interspinarum) dan apakah spina itu runcing atau

tumpul. Walaupun spina iskiadika menonjol, kalau distansia interspinarum 10,5 cm atau

lebih berarti jarak antarpina iskiadika cukup lebar. Sebaliknya, apabila spina iskiadika tidak

menonjol, tetapi distansia inrerspinarum kurang dari 9 cm berarti jarak antarspina sempit.

Spina iskiadika yang runcing lebih baik dari pada yang tumpul, karena pada spina iskiadika

yang tumpul bidang geseran yang harus dilewati kepala janin lebih luas daripada spina

iskiadika yang runcing, sehingga perlu tenaga yang lebih besar dan waktu yang lebih lama l-
4.

Ketika mengadakan penilaian ruang panggul hendaknya diperhatikan bentuk os sakrum,

apakah normal melengkung dengan baik dari atas ke bawah dan cekung ke belakang. Os

sakrum yang kurang melengkung dan kurang cekung akan mempersempit ruang panggul

dan mempersulit putaran paksi dalam, sehingga dapat teriadi malposisi janin. Selanjutnya

dinding samping ruang panggul dinilai dari atas ke bawah. Misalnya pada panggul
200

ginekoid, dinding sampingnya umumnya lurus dari atas ke bawah. Yang kurang baik

adalah dinding samping yang di atas lebar dan ke arah bawah menyempit.

Gambar 16-9. Ruang panggul

Dari bentuk dan ukuran pelbagai bidang rongga panggul tampak rongga ini merupakan

saluran yang tidak sama luasnya di setiap bidangnya. Bidang yang terluas dibentuk pada

pertengahan simfisis dengan os sakrum 2 - 3 (ukuran depan-belakang terbesar lebih besar

dari ukuran melintang tersempit, yaitu distansia interspinarum), sehingga kepala janin

dimungkinkan bergeser melalui pintu-atas panggul masuk ke dalam ruang panggul.


201

Kemungkinan kepala janin dapat lebih mudah masuk ke dalam ruang panggul jika sudut

antara sacrum dan lumbal (disebut inklinasi), lebih besar.

Bidang Hodge

Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai di manakah bagian terendah

janin turun dalam panggul dalam persalinan4.

 Bidang Hodge I: ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan

promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.

 Bidang Hodge II: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I terletak setinggi

bagian bawah simfisis.

 Bidang Hodge III: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I dan II terletak

setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang Hodge III ini

disebut juga bidang O. Kepala yang berada di atas 1 cm disebut (- 1) atau

sebaliknya.

 Bidang Hodge IV: ialah bidang yang sejajar dengan Bidang Hodge I, II, dan III,

terletak setinggi os koksigis.


202

Pembagian ruang panggul menumt Hodge ini dipakai dalam klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Jndonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Gambar 16-10. Bidang-bidang Hodge

Pintu Bawah Panggul

Seperti telah dijelaskan, pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar, tetapi

tersusun atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang

dibentuk oleh garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os sakrum dan segitiga

lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tuber os iskii dengan bagian bawah simfisis.

Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut disebut arkus
203

pubis. Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ±9O°, atau lebih besar sedikit. Bila kurang

sekali (lebih kecil) dari 90°, maka kepala janin akan lebih sulit dilahirkan karena

memerlukan tempat lebih banyak ke arah dorsal (ke arah anus). Dalam hal ini perlu

diperhatikan apakah ujung os sakrum/os koksigis tidak menonjoi ke depan, sehingga kepala

janin tidak dapat dilahirkan. Jarak antara kedua tuber os iskii (distansia tuberum) juga

merupakan ukuran pintu bawah panggul yang penting. Distansia tuberum diambil dari

bagian dalamnya adalah + 10,5 cm. Bila lebih kecil, jarak antara tengah-tengah distansia

tuberum ke ujung sakrum (diameter sagitalis posterior) harus cukup panjang agar bayi

normal dapat dilahirkan1,3,4.


204

Gambar 16-11. Pintu bawah panggul

Gambar 16-12. Arkus pubis normal. Kepala janin lahir tanpa kesukaran
205

Gambar 16-13. Arkus pubis lebih kecil dari 90°. Untuk lahir, kepala janin menggunakan

lebih banyak tempat di belakang (bandingkan dengan Gambar 16-12)

Ukuran-ukuran Luar Panggul

Ukuran-ukuran luar panggul ini dapat digunakan bila pelvimetri radiologik tidak dapat

dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-

ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan dalam. Alat- alat yang dipakai

antara lain jangka-jangka panggul Martin, Oseander, Collin, dan Boudeloque.

Yang diukur sebagai berikut1,3,4.

 Distansia spinarum (± 24 cm - 26 cm); jarak antara kedua spina iliaka anterior

superior sinistra dan dekstra.

 Distansia kristarum (±28 cm - 30 cm); jarakyang terpanjang antara dua tempat yang

simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran-ukuran ini tidak

penting, tetapi bila ukuran ini lebih kecil 2 - 3 cm dari nilai normai, dapat dicurigai

panggul itu patologik.

 Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar): jarak antara spina iliaka posterior

sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior

dekstra ke spina iliaka anterior superior sinistra. Kedua ukuran ini bersilang. Jika
206

panggul normal, maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda. Akan tetapi, jika

panggul itu asimetrik (miring), kedua ukuran itu jelas berbeda sekali.

 Distansia intertrokanterika: jarak antara kedua trokanter mayor.

 Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm: jarak antarabagian atas simfisis ke

prosesus spinosus lumbal 5.

 Distansia tuberum (±10,5 cm): jarak antara tuber iskii kanan dan kiri. Untuk

mengukurnya dipakai jangka Oseander. Angka yang ditunjuk jangka harus

ditambah 1,5 cm karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung jangka,

yang menghalangi pengukuran secara tepat. Bila jarak ini kurang dari normal,

dengan sendirinya arkus pubis lebih kecil dari 90 derajat.

Gambar 16-14. Distansia spinarum Gambar 16-15. Distansia kristarum


207

Gambar 16-i6. Distansia oblikus eksterna Gambar 16-12. Distansia intertrokanterika

Gambar 16-18. Konjugata eksterna Gambar 16-19. Distansia tuberum

(Boudeloque)
208

Kelainan-kelainan panggul yang mencolok dengan ukuran-ukuran luar yang tidak normal

dapat lebih ditegaskan, tetapi untuk kelainan-kelainan yang ringan diperlukan pelvimetri

radiologik. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pernakaian pelvimetri radiologik

mempunyai pengaruh tidak baik terhadap janin. Jadi, hendaknya pemakaiannya dibatasi

pada hal-hal dengan indikasi yang jelas, antara lain adanya kecurigaan ukuran panggul

lebih kecil daripada ukuran kepala janin (cepbalopebic disproportion)13.

Dewasa ini MRI dalam anatomi maternal mulai dipakai karena lebih aman daripada

rontgenl2. Pengaruh buruk MRI (genetik atau onkologik) belum diketahui. Oleh karena itu,

pemakaiannya dalam trimester pertama sewaktu organogenesis sedang berlangsung dengan

hebatnya, seyogianya tidak dilakukan. Indikasi pemakaian MRI dalam anatomi maternal

terutama untuk pelvimetri, karena indikasi lainnya umumnya dapat dilakukan dengan

pemeriksaan ultrasonografi (USG)14.

Bagian Lunak Jalan-Lahir

Pada kala pengeluaran (Kala II) segmen bawah uterus, serviks uteri, dan vagina ikut

membentuk jalan lahir. Pada akhir kehamilan, pada usia kehamilan ± 38 minggu, serviks

lebih pendek darrpada waktu kehamilan 16 minggu. Seperti telah dikemukakan, ismus uteri

pada kehamilan 16 minggu menjadi bagian uterus tempat janin berkembang. Umumnya
209

serviks disebut menjadi matang apabila teraba sebagian bibir dan ini terjadi pada usia

kehamilan 34 minggu. Pada primigravida hai ini ditemukan bila hampir aterm.

Di samping uterus dan vagina, otot-otot, jaringan-jaringan ikat, dan ligamen-ligamen yang

berfungsi menyokong alat-alat urogenitalis perlu diketahui oleh karena semuanya

mempengaruhi jalan-lahir dan lahirnya kepala atau bokong pada partus. Otot-otot yang

menahan dasar panggul di bagian luar adalah muskulus sfingter ani eksternus, muskulus

bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan muskulus perinei transversus superfisialis.

Di bagian tengah ditemukan otot-otot yang melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae),

otot-otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus, antara lain muskulus

iliokoksigeus, muskulus iskiokoksigeus, muskulus perinei transversus profundus, dan

muskulus koksigeus. Lebih ke dalam lagi ditemukan otot-otot dalam yang paling kuat,

disebut diafragma pelvis, terutama muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar

panggul. Ia menutup hampir seluruh bagian belakang pintu bawah panggul. Letak muskulus

levator ini sedemikian rupa sehingga bagian depan muskulus ini berbentuk segitiga, disebut

trigonum urogenitalis (hiatus genitalis). Di dalam trigonum ini berada uretra, vagina, dan

rektum.

Muskulus levator ani mempunyai peranan yang penting dalam mekanisme putaran paksi

dalam janin. Kemiringan dan kelentingan (elastisitas) otot ini membantu memudahkan

putaran paksi dalam janin. Pada otot yang kurang miring (lebih mendatar) dan kurang
210

melenting (misalnya pada multiparayang elastisitas otot berkurang), putaran paksi dalam

lebih sulit15.

Gambar 16-20. Boneka De Snoo dan silinder

(Sumber: McDonald IA, A method of obstetrics and gnaecolog,. Pergamon Press Australia; 1971)

Banyak penelitian yang telah direka untuk menjelaskan fenomena putaran paksi dalam.

Salah satu di antaranya adalah yang telah dilakukan oleh Klaas de Snoo seorang dokter
211

spesialis kebidanan Belanda yang menggunakan silinder gelas yang melengkung dan

sebuah boneka karet yang satu ujungnya dibuat miring dan runcing seolah-olah oksiput

dalam posisi kepala fleksi dan suatu takik agak jauh sedikit dari ujung runcing yang

memungkinkan fieksi leherl5. Klaas de Snoo menunjukkan bahwa apabila boneka didorong

ke dalam silinder lengkung tersebut dan oksiput dalam posisi apa pun (kecuali dalam posisi

oksiput posterior mutlak), maka dalam proses turunnya kepala selalu diikuti dengan rotasi

oksiput ke depan.

Selain faktor otor, putaran paksi dalam juga ditentukan oleh ukuran panggul dan mobilitas

leher janin. Tumor atau lilitan tali pusat di leher janin juga mempersulit putaran paksi

dalam.

Dalam diafragma pelvis berjalan nenus pudendus yang masuk ke rongga panggul melalui

kanalis Alcock, terletak antara spina iskiadika dan tuber iskii. Pada persalinan sering

dilakukan anestesia blok pudendus, sehingga rasa sakit dapat dihilangkan pada ekstraksi

cunam, ekstraksi vakum, penjahitan rupture perinei, dan sebagainya.

Arteria dan vena yang berjalan dalam rongga panggul adalah cabang bawah dari arteria dan

vena uterina serta cabang-cabang arteria dan vena hemorroidalis superior.


212

Gambar 16-21. Otot-otot pada perineum


213

Gambar 16-22. Diafragma pelvis (dari luar)

Gambar 16-23. Diafragma pelvis (dari dalam)


214

RUJUKAN

1. Perngoph E, Pichler A. Systematische und topographische anatomie des weiblichen

Beckens. In: Seitz L, Amreich AI. Biologie und Pathologie des W'eibes. I Band. S. 83,

Verlag Urban und Schwarzenberg, Berlin, Innsbruck, Munchen, Wien, 1953

2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. \flilliams Obstetrics.

19th ed. Prentice-Hall International; 1993: 283-96

3. Baird D. The cause and prevention of difficult labor. Am J Obstet Gynecol, 1952;63: 1200

4. Tadjuluddin T. Imbang feto-pelvik. Mimeograf. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1961.

5. Caldwell VE, Moloy HC. Anatomical variations in the female pelvis and their effect in

labor with a suggested classification. Am J Obstet Gynecol, 1933;26: 479

6. Caldwel VE, Moloy HC, Swenson PC. Use of the roentgen ray in Obstetrics: 1. Roentgen

pelvimetry and cephalometry; technique of pelvioroentgenography. Am J

Roentgenol,1939;41:305

7. Caldwell WE, Moloy HC, Swenson PC. Use of the roentgen ray in Obstetrics: II.

Anatomical variations in the female pelvis and their classification according to morphology.

Am J Roentgenol, 1939;41.505

8. Berman R, Sonnenbick BP, Intravaginal measurement of radiation dose incident to x-ray

pelvimetry and hysterosalpingography. Am J Obstet Gynecol 1957;74: 1

9. Clayton CG, Farmer FT, \vy'arrick CK. Radiation dosage to the foetal head and maternal

gonads in obstetrics radiography during late pregnancy. Brit J Radiol, 1957;30:291


215

10. Muller HJ. Damage to posterity irradiation of rhe gonads. Am J Obstet Gynecol, 1954; 67:

467

11. Stewart A, Kneale G\W. Radiation dose effects in relation to obstetrics X-rays and

childhood cancers. Lancet, l970;1,: 1185

12. Powel MC, Worthington BS, Buckley jM. Magnetic Resonance Imaging (MRI) in

Obstetrics I Maternal Anatomy. Br J Obstet Gynaecol, 1988; 95: 31

13. Caldwell WE, Moloy HC, Swenson PC. Use of the roentgeen ray in Obstetrics: Mechanism

of labor. Am J Roentgenol,1939; 41:719

14. Taylor ES, Holmes JH, Thompson HE Gottesfeld KR. Ultrasound diagnostic techniques in

obstetrics and gynecology. Am J Obstet Gynecol, 1964;90: 655

15. McDonald IA. A method of obstetrics and gynaecology. Pergamon Press Australia; 1971.

l8-9

Anda mungkin juga menyukai