Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

“Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Program Profesi Ners Stase Keperawatan Anak Profesi”

TUGAS INDIVIDU

OLEH:
HERMUNAS NOOR
NIM: 20.300.0091

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKIAL

OLEH:
HERMUNAS NOOR
NIM: 20.300.0091

Banjarmasin, Maret 2021


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Ria Anggara Hamba, S.Kep., Ns., MM) (Dahlia, S. Kep., Ns)

LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKIAL

I. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Asma Bronkial
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan.
(Infodatin, 2017). Menurut Wahid dan Suprapto (2013), asma adalah suatu penyakit
dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan
tertentu yang mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara.
Sementara itu, menurut Huda dan Kusuma (2016), asma adalah suatu keadaan dimana
saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu yang menyebabkan peradangan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa asma merupakan penyakit
inflamasi/peradangan kronik saluran napas akibat penyempitan karena hiperaktivitas
pada rangsangan tertentu yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di
dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi.

2. Etiologi Asma Bronkial


Menurut Wijaya dan Putri (2014) penyebab asma antara lain:
a. Asma Ekstrinsik/Alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
b. Asma Instrinsik/Idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor
non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering memicu
serangan asma. Asma ini sering muncul sesudah usia 40tahun setelah menderita
infeksi sinus.
c. Asma Campuran
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
3. Manifestasi Klinis Asma Bronkial
Menurut Zullies (2016), tanda dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2,
yakni:
a. Stadium Dini
 Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainana bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
6) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
 Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parial O2
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
7) Sianosis
8) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
9) Rongent paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk produktif,
sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang.

4. Klasifikasi Asma Bronkial


Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat penyakit,
antara lain:
a. Tahap I: Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan:
1) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
2) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
3) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
5) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi, Variabilitas < 20%
6) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol
Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi
jangka pendek β2 agonis
7) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi kortikosteroid oral
mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan:
1) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
4) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi, Variabilitas 20-30%
5) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol
Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka
panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama untuk serangan
asma malam hari.
c. Tahap III: Persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan:
1) Gejala harian
2) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4) Pemakaian inhalasi janga pendek β2 agonis setiap hari
5) PEF atau FEV1 : > 60% - <80% dari prediksi, Variabilitas >30%
6) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol
7) Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam hari)
d. Tahap IV: Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala terus-menerus
2) Gejala eksaserbasi sering
3) Gejala serangan asma malam hari sering
4) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi, Variabilitas > 30%.
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika pasien
telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami adalah
bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu,
dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (Global Initiative for Asthma/GINA,
2015) Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
a. Asma Ringan
Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2, yaitu terapi
pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas rendah seperti
steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.
b. Asma Sedang
Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus Long Acting Beta Agonist (LABA).
c. Asma Berat
Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist (LABA)
untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah mendapat
terapi. Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang
tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat,
kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma
yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma
berat merujuk pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang
adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik (GINA, 2015).
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain:
a. Uji Faal Paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak
disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam
melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
b. Foto Toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama kali di
poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien asma
yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi dan
atelektasis.
c. Pemeriksaan Darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan
uji kulit dengan menggunakan alergen.

6. Penatalaksanaan
Menurut Huda dan Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi
7 komponen, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak hanya
ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi
kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan
berbagai faktor antara lain:
 Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
 Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya
 Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang Penatalaksanaan asma
bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Terdapat 3
faktor yang perlu dipertimbangkan :
1) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2) Tahapan pengobatan
 Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
 Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya), untuk
alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan leukotriene modifiers.
 Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan Kombinasi
inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya), untuk
alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau
ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2 kerja lama oral,
atau Teofilin lepas lambat.
 Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2 kerja
lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya Prednisolo/
metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis bate 2 kerja lama
oral, ditambah Teofilin lepas lambat.
3) Penanganan asma mandiri (pelangi asma) Hubungan penderita dokter yang baik
adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan
asma. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,
realistik/ memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma.
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada serangan akut antara
lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2 subcutan,
Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik.
f. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh
dokter yaitu:
 Tindak lanjut (follow-up) teratur
 Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
g. Pola hidup sehat
1) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak
berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia
(SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga
umumnya.
2) Berhenti atau tidak pernah merokok
3) Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma
7. Komplikasi
Komplikasi asma menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu:
a. Pneumothorak
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Asidosis
g. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas

8. Pathway
Pathway Asma Bronkial adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 Pathway Asma Bronkial
Sumber: (Huda & Kusuma, 2016)
Patofisiologi Asma
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau
lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas,
atau pembengkakan membran yang melapisi bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan mukus
yang kental. Selain itu, otot-otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi ada
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sisitem otonom (Wijaya &
Putri, 2014).
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak (Wijaya & Putri, 2014).
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau nonalergik, ketika ujung saraf pada
jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis (Wijaya & Putri, 2014).
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor β- adregenik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-
adregenik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
alfa mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergik mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyababkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan βadrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya & Putri, 2014).

II. Rencana Asuhan Keperawatan Asma Bronkial


2.1. Pengkajian
2.1.1. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas, mengi dan batuk
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan asma bronkial: Biasanya klien sesak
nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada
dada dan pada jalan nafas. Sesak setelah melakukan aktivitas. Sesak nafas karena
perubahan udara dan debe. Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat keluarga yang memiliki asma. Riwayat keluarga yang menderita penyakit
alergi seperti rinitis alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan. Riwayat
kehamilan dan persalinan biasanya normal dan tidak ada masalah.
2.1.2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asma bronkial dalam keadaan sesak napas dan
lemah.
2) Tanda-tanda Vital
 Pernapasan : cepat, dangkal,
 Nadi : meningkat, teratur
 Suhu : pada umumnya normal
3) Kesadaran
a. Kualitatif : compos mentis bahkan dapat menurun
b. Kuantitatif : 15, bisa jadi juga <14
4) Sistem Pernafasan
a. Inspeksi : Nafas cepat dan tarikan dada bagian bawah ke dalam. Retraksi
suprasternal atau substernal (+), sianosis memungkinkan, fase ekspirasi
memanjang. Toraks mungkin menjadi barrel chest
b. Palpasi : pergerakan dada sama dan memungkinkan adanya pergerakan
dada yang berbeda
c. Perkusi : Terdengar bunyi reseonan kedua lapang paru.
d. Auskultrasi : terdapat suara nafas tambahan whezing hingga memungkinkan
tidak ada bunyi nafas
5) Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat,
b. Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS 4 linea medio clavicularis sinistra.
c. Perkusi : Terdengar bunyi pekak ketika di perkusi.
d. Auskultrasi : Bunyi jantung klien regular (I lup II dup).
6) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran: compos mentis kemungkinan menurun,
7) Sistem Pencernaan
a. Inspeksi : perut simetris, distensi (-), mual-muntah (-), kembung (-)
b. Auskultasi : suara peristaltik (+), bising usus dalam batas normal (5-
35x/menit)
c. Perkusi : timpani, distensi (-)
d. Palpasi : asites (-). Nyeri tekan (-), batas organ dalam batas normal.
8) Sistem muskluloskeletal
Muskuloskeletas tidak ada masalah, hanya saja klien biasanya tampak lesu dan
lemah
9) Sistem integumen
CRT<2 detik, sianosis mungkin ada
10) Sistem endokrin
Kemungkinan tidak ada gangguan
11) Sistem genitourinaria
Genitourinaria tidak ada masalah

2.2. Analisa Data


N
Data Etiologi Masalah
o
1 DO: Asma Ketidakefektifan
 Pola napas abnormal bersihan jalan
 Dispnea napas
 Takipnea
 wheezing
 sianosis
 batuk
2 DO: Hiperventilasi Ketidakefektifan
 Pola napas abnormal pola napas
 Dispnea
 Takipnea
 Pernapasan cuping hidung
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Peningkatan diameter anterior-
posterior

3 DO: Ketidakseimbangan Hambatan


 Pola napas abnormal ventilasi-perfusi pertukaran gas
 Dispnea
 Takipnea
 Warna kulit abnormal
 Pernapasan cuping hidung
 Gas darah arteri abnormal
 Hiperkapnia
 Takikardia
4 DS: Perubahan preload Penurunan curah
jantung
 Klien mengatakan sesak
DO:
 Pola napas abnormal
 Dispnea saat beraktivitas
 Takipnea
 Warna kulit abnormal
 Takikardia
 Kelemahan umum
 Perubahan EKG
5 DO: Gangguan Intoleran aktivitas
 Pola napas abnormal pernapasan
 Dispnea saat beraktivitas
 Takipnea
 Warna kulit abnormal
 Takikardia
 Kelemahan umum
2.3. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d asma
2. Hambatan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Penurunan curah jantung b/d perubahan preload
4. Ketidakefektifan pola napas b/d hiperventilasi
5. Intoleran aktivitas b/d gangguan pernapasan
2.4. Nursing Care Plan (NCP)
N Dx Keperawatan NOC NIC
O
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Asma
Bersihan Jalan Napas keperawatan selama 2x24 jam, Status 1. monitor reaksi asma
Respirasi adekuat, dengan kriteria: 2. observasi status pernafasan
indikator IR ER (frekuensi, irama)
 Frekuensi nafas 2 5 3. Auskultasi suara nafas
 Irama nafas 3 5 tambahan
 Suara nafas 3 5 4. Dapatkan pengukuran
tambahan spirometri sebelum dan setelah
3 5 penggunaan bronkodilator
 Penggunaan otot 5. Pantau status oksigen pasien
bantu nafas 3 5 6. berikan O2 sesuai kebutuhan
 Sianosis 3 5 7. Posisikan pasien untuk
 dispnea memaksimalkan ventilasi
keterangan skor: 8. Ajarkan tekneik
1: Sangat terganggu/berat bernafas/relaksasi
2: banyak terganggu/cukup berat 9. Ajarkan klien mengidentifikasi
3: cukup terganggu/sedang dan menghindari pemicu, sebisa
4: sedikit terganggu/ringan mungkin
5: tidak terganggu/tidak ada 10.Intruksikan pada klien/keluarga
mengenai pengobatan anti-
inflamasi dan bronkodilator dan
penggunaannya dengan tepat
11.Ajarkan teknik yang tepat untuk
menggunakan pengobatan dan
alat (misalnya, inhaler,
nebulizer, peak flow meter)
12.Tetapkan jadwal perawatan
teratur lanjutan
13.Resepkan dan/atau perbarui
pengobatan asma dengan tepat
2 Hambatan Setelah dilakukan intervensi Respiratory monitoring
Pertukaran Gas keperawatan selama 3x24 jam, Status 1. memonitor pernafasan
Respirasi adekuat, dengan kriteria: 2. memonitor penggunaan otot
indikator IR ER bantu nafas
 Frekuensi nafas 2 5 3. memonitor suara nafas
 Irama nafas 3 5 tambahan
 Suara nafas 3 5 4. memposisikan pasien untuk
tambahan memaksimalkan ventilasi
 Penggunaan otot 3 5 5. memberikan oksigen
bantu nafas 6. memberikan latihan deep
 Sianosis 4 5 diapragma breathing
4 5 7. berkolaborasi pemberian obat-
 dispnea
obatan
keterangan skor:
1: deviasi berat dari normal
2: deviasi cukup berat dari normal
3: deviasi sedang dari normal
4: deviasri ringan dari normal
5: tidak ada deviasi dari normal
3 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi Perawatan Jantung
jantung keperawatan selama 3x24 jam, Status 1. Identifikasi tanda/gejala primer
Sirkulasi adekuat, dengan kriteria: penurunan curah jantung
Indikator IR ER (meliputi dispnea, kelelahan,
 Tekanan darah 3 5 edema, ortopnea, paroxysmal
 Nadi 5 5 noctumal dyspnea, peningkatan
 Pernafasan 3 5 CVP)
 Nyeri dada 2. Monitor tekanan darah
3 5
 Kelelahan 3. Monitor intake dan output cairan
3 5 4. Monitor berat badan harian
 Toleransi 3 5 5. Monitor status oksigenasi
aktivitas 5 5 6. Observasi nyeri
 sianosis
7. Monitor EKG
keterangan skor:
8. Monitor nilai laboratorium
1: deviasi berat dari normal
9. Posisikan pasien semi-fowler
2: deviasi cukup berat dari normal
atau fowlwe denga kaki ke
3: deviasi sedang dari normal
bawah atau posisi nyaman
4: deviasri ringan dari normal
10. Berikan diet jantung yang sesuai
5: tidak ada deviasi dari normal
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
11. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
12. Ajurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
13. Anjurkan beraktifitas fisik secara
bertahap
Kolaborasi pemberian obat-obatan
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi Respiratory monitoring
pola nafas keperawatan selama 3x24 jam, Status 1. memonitor pernafasan
Respirasi adekuat, dengan kriteria: 2. memonitor penggunaan otot
indikator IR ER bantu nafas
 Frekuensi nafas 2 5 3. memonitor suara nafas
 Irama nafas 3 5 tambahan
 Suara nafas 3 5 4. memposisikan pasien untuk
tambahan memaksimalkan ventilasi
 Penggunaan otot 3 5 5. memberikan oksigen
bantu nafas 6. memberikan latihan deep
 Sianosis 4 5 diapragma breathing
4 5 7. berkolaborasi pemberian obat-
 dispnea
obatan
keterangan skor:
1: deviasi berat dari normal
2: deviasi cukup berat dari normal
3: deviasi sedang dari normal
4: deviasri ringan dari normal
5: tidak ada deviasi dari normal
5 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Energy Management
aktivitas keperawatan selama 1x24 jam 1. Observasi adanya pembatasan
diharapkan self care: ADLs adekuat klien dalam melakukan aktivitas
dengan kriteria: 2. Kaji adanya factor yang
Indikator IR ER menyebabkan kelelahan
 Keluhan sesak 3 5 3. Monitor nutrisi dan sumber
nafas saat energi yang adekuat
beraktivitas 4. Monitor pasien akan adanya
 Tekanan darah 3 5 kelelahan fisik dan emosi secara
setelah aktivitas berlebihan
 Nadi setelah 3 5 5. Monitor respon kardiovaskuler
aktivitas terhadap aktivitas
 Pernafasan 3 5 6. Monitor pola tidur dan lamanya
setelah aktivitas tidur/istirahat pasien
 Melakukan
aktivitas mandiri 3 5 Terapi Aktivitas
 Keseimbangan 7. Bantu klien untuk
aktivitas dan 5 5 mengidentifikasi aktivitas yang
istirahat mampu dilakukan
8. Bantu klien untuk beraktivitas
Keterangan skor:
secara bertahap sesuai dengan
1: berat
kondisinya
2: cukup berat
9. Bantu klien untuk merubah
3: sedang
posisinya setiap 2jam
4: ringan
5: tidak ada
Bantuan ADL
10. Bantu klien untuk melakukan
aktivitas ADLnya (makan-
minum, mandi, BAK, BAB,
berdandan)
11. Ajarkan keluarga untuk
membantu ADL klien dengan
aman

2.5. Implementasi Keperawatan


N Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi
O
1 Ketidakefektifan Manajemen Asma S (subjektif) :
Bersihan Jalan Napas 1. monitor reaksi asma ungkapan perasaan atau keluhan oleh
2. observasi status pernafasan klien ataupun keluarga klien setelah
(frekuensi, irama) diberikan implementasi keperawatan
3. Auskultasi suara nafas tambahan O (objektif):
4. Dapatkan pengukuran spirometri keadaan objektif yang dapat
sebelum dan setelah penggunaan diidentifikasi oleh perawat
bronkodilator menggunakan pengamatan secara
5. Pantau status oksigen pasien langsung dan merujuk pada indikator
6. berikan O2 sesuai kebutuhan yang telah ditetapkan
7. Posisikan pasien untuk A (analis):
memaksimalkan ventilasi analisis perawat setelah mengetahui
8. Ajarkan tekneik respon subjektif dan objektif, serta
bernafas/relaksasi membandingkannya dengan indikator
9. Ajarkan klien mengidentifikasi tujuan perawatan.hasil analisis dapat
dan menghindari pemicu, sebisa berupa diagnosis keperawatan yang
mungkin masih terjadi, selesai sebagian,
10.Intruksikan pada klien/keluarga terselesaikan sepenuhnya atau bahkan
mengenai pengobatan anti- muncul masalah baru
inflamasi dan bronkodilator dan indikator IR ER
penggunaannya dengan tepat  Frekuensi nafas 2 5
11.Ajarkan teknik yang tepat untuk  Irama nafas 3 5
menggunakan pengobatan dan  Suara nafas 3 5
alat (misalnya, inhaler, nebulizer, tambahan
peak flow meter)  Penggunaan otot 3 5
12.Tetapkan jadwal perawatan bantu nafas
teratur lanjutan  Sianosis 3 5
13.Resepkan dan/atau perbarui 3 5
 dispnea
pengobatan asma dengan tepat
P (planning)
merupakan perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan
ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
2 Hambatan Respiratory monitoring S (subjektif) :
Pertukaran Gas 1. memonitor pernafasan ungkapan perasaan atau keluhan oleh
2. memonitor penggunaan otot bantu klien ataupun keluarga klien setelah
nafas diberikan implementasi keperawatan
3. memonitor suara nafas tambahan O (objektif):
4. memposisikan pasien untuk keadaan objektif yang dapat
memaksimalkan ventilasi diidentifikasi oleh perawat
5. memberikan oksigen menggunakan pengamatan secara
6. memberikan latihan deep langsung dan merujuk pada indikator
diapragma breathing yang telah ditetapkan
7. berkolaborasi pemberian obat- A (analis):
obatan analisis perawat setelah mengetahui
respon subjektif dan objektif, serta
membandingkannya dengan indikator
tujuan perawatan.hasil analisis dapat
berupa diagnosis keperawatan yang
masih terjadi, selesai sebagian,
terselesaikan sepenuhnya atau bahkan
muncul masalah baru
indikator IR ER
 Frekuensi nafas 2 5
 Irama nafas 3 5
 Suara nafas 3 5
tambahan
 Penggunaan otot 3 5
bantu nafas
 Sianosis 4 5
 dispnea 4 5
P (planning)
merupakan perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan
ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
3 Penurunan curah Perawatan Jantung S (subjektif) :
jantung 1. mengidentifikasi tanda/gejala ungkapan perasaan atau keluhan oleh
primer penurunan curah jantung klien ataupun keluarga klien setelah
(meliputi dispnea, kelelahan, diberikan implementasi keperawatan
edema, ortopnea, paroxysmal
noctumal dyspnea, peningkatan O (objektif):
CVP) keadaan objektif yang dapat
2. Memonitor tekanan darah diidentifikasi oleh perawat
3. Memonitor intake dan output menggunakan pengamatan secara
cairan langsung dan merujuk pada indikator
4. Memonitor berat badan harian yang telah ditetapkan
5. Memonitor status oksigenasi
6. mengobservasi nyeri A (analis):
7. Memonitor EKG analisis perawat setelah mengetahui
8. Memonitor nilai laboratorium respon subjektif dan objektif, serta
9. memposisikan pasien semi-fowler membandingkannya dengan indikator
atau fowler dengan kaki ke bawah tujuan perawatan.hasil analisis dapat
atau posisi nyaman berupa diagnosis keperawatan yang
10. memberikan diet jantung yang masih terjadi, selesai sebagian,
sesuai (mis. Batasi asupan kafein, terselesaikan sepenuhnya atau bahkan
natrium, kolesterol, dan makanan muncul masalah baru
tinggi lemak) Indikator IR ER
11. memberikan oksigen untuk  Tekanan darah 3 5
mempertahankan saturasi oksigen  Nadi 5 5
>94%  Pernafasan 3 5
12. mengajurkan beraktifitas fisik  Nyeri dada 3 5
sesuai toleransi  Kelelahan
13. menganjurkan beraktifitas fisik 3 5
 Toleransi 3 5
secara bertahap
aktivitas 5 5
14. berkolaborasi pemberian obat-
 sianosis
obatan
P (planning)
merupakan perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan
ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
4 Ketidakefektifan Respiratory monitoring S (subjektif) :
pola nafas 1. memonitor pernafasan ungkapan perasaan atau keluhan oleh
2. memonitor penggunaan otot bantu klien ataupun keluarga klien setelah
nafas diberikan implementasi keperawatan
3. memonitor suara nafas tambahan O (objektif):
4. memposisikan pasien untuk keadaan objektif yang dapat
memaksimalkan ventilasi diidentifikasi oleh perawat
5. memberikan oksigen menggunakan pengamatan secara
6. memberikan latihan deep langsung dan merujuk pada indikator
diapragma breathing yang telah ditetapkan
7. berkolaborasi pemberian obat- A (analis):
obatan analisis perawat setelah mengetahui
respon subjektif dan objektif, serta
membandingkannya dengan indikator
tujuan perawatan.hasil analisis dapat
berupa diagnosis keperawatan yang
masih terjadi, selesai sebagian,
terselesaikan sepenuhnya atau bahkan
muncul masalah baru
indikator IR ER
 Frekuensi nafas 2 5
 Irama nafas 3 5
 Suara nafas 3 5
tambahan
 Penggunaan otot 3 5
bantu nafas
 Sianosis 3 5
 dispnea 3 5
P (planning)
merupakan perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan
ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
5 Intoleransi Energy Management S (subjektif) :
aktivitas 1. Observasi adanya pembatasan ungkapan perasaan atau keluhan oleh
klien dalam melakukan aktivitas klien ataupun keluarga klien setelah
2. Kaji adanya factor yang diberikan implementasi keperawatan
menyebabkan kelelahan O (objektif):
3. Monitor nutrisi dan sumber energi keadaan objektif yang dapat
yang adekuat diidentifikasi oleh perawat
4. Monitor pasien akan adanya menggunakan pengamatan secara
kelelahan fisik dan emosi secara langsung dan merujuk pada indikator
berlebihan yang telah ditetapkan
5. Monitor respon kardiovaskuler A (analis):
terhadap aktivitas analisis perawat setelah mengetahui
6. Monitor pola tidur dan lamanya respon subjektif dan objektif, serta
tidur/istirahat pasien membandingkannya dengan indikator
tujuan perawatan.hasil analisis dapat
Terapi Aktivitas berupa diagnosis keperawatan yang
7. Bantu klien untuk masih terjadi, selesai sebagian,
mengidentifikasi aktivitas yang terselesaikan sepenuhnya atau bahkan
mampu dilakukan muncul masalah baru
8. Bantu klien untuk beraktivitas Indikator IR ER
secara bertahap sesuai dengan  Keluhan sesak 3 5
kondisinya nafas saat
9. Bantu klien untuk merubah beraktivitas
posisinya setiap 2jam  Tekanan darah 3 5
setelah aktivitas
Bantuan ADL  Nadi setelah 3 5
10. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
aktivitas ADLnya (makan-  Pernafasan 3 5
minum, mandi, BAK, BAB, setelah aktivitas
berdandan)  Melakukan
11. Ajarkan keluarga untuk aktivitas mandiri 3 5
membantu ADL klien dengan  Keseimbangan
aman aktivitas dan 5 5
istirahat
P (planning)
merupakan perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan
ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative for Asthma. (2015). GINA Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. Retrieved from https://ginasthma.org/.../2016/01/GINA_Pocket_2015.pdf

Huda, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Infodatin. (2017). Asma. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-
7659.

Ngastiyah. (2005). Buku Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.

Wahid, A., & Suprapto, I. (2013) Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keparawatan Pada
Gangguan SIstem Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.

Wijaya, A. S., & Putri. (2014). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan dewasa).
Yogyakarta: Nuha medik.

Zullies, I. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Bursa


Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai