Anda di halaman 1dari 5

HAKIKAT DAN NILAI FISIKA

Drs. Zainuddin, M.Pd.


Suriasa, M.Pd.
Sarah Miriam, M.Sc.

1. HAKIKAT FISIKA

Fisika sebagai bagian dari sains (IPA) dapat dipandang sebagai sebuah cara berpikir (a way
of thinking) untuk memahami dan menguasai alam, sebagai cara investigasi atau
penyelidikan ( a way of investigation), dan sebuah pengetahuan yang sudah terbentuk (a
body of established knowledge). Pemahaman mengenai aspek-aspek fisika sebagai sains yang
demikian ini dapat membantu guru/dosen dalam mempersiapkan pengajaran fisika (Katu,
1995).

Menurut Alonso dan E. J. Finn, (1980) :


Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur materi dan saling antar-aksinya

Menurut Kertiasa, (1996) :


Fisika adalah cabang dari IPA yang mempelajari tentang zat dan energi (aspek produk)
melalui metode ilmiah (aspek proses) dan sikap ilmiah (aspek sikap).

Menurut Hans, J. W. (1993) :


Fisika adalah salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan mempelajari dan memberi
pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam, dan sifat zat dan energi
serta penerapannya. Pendekatan yang digunakan adalah memadukan hasil analisis matematis
(deduktif) dan hasil eksperimen (induktif).

Secara klasik di dalam Fisika :

Zat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa,
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja.

Hubungan antara parameter massa zat (m) dan energi (E) telah dirumuskan oleh Albert
Einstein secara relativistik sebagai berikut :
E = m.c2
dengan c adalah cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa sekaligus sebagai
parameter gelombang dan medan

Dari berbagai definisi di atas, dapat dikatakan bahwa :

FISIKA adalah cabang dari IPA (sains) yang mempelajari hubungan timbal balik antara zat
dan energi yang dapat teramati sebagai efek medan dan gejala gelombang, yang diperoleh
melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah.
FISIKA merupakan suatu cabang ilmu yang lebih banyak memerlukan pemahaman daripada
penghafalan. Salah satu kunci kesuksesan dalam mempelajari fisika adalah kemampuan
dalam memahami tiga produk pokok dari fisika, yaitu : (1) konsep-konsep atau pengertian,
(2) prinsip-prinsip atau hukum atau azas, dan (3) teori-teori atau model.

Konsep Fisika dapat dipandang sebagai pengertian tentang sesuatu yang pada umumnya
berupa besaran.
Contoh : percepatan (a) adalah perubahan kecepatan (dv) tiap satu satuan waktu (dt).
Ungkapan matematik dari konsep percepatan ini dapat dirumuskan sebagai :
dv
a 
dt
Prinsip Fisika merupakan hubungan antar konsep-konsep fisika yang menyatakan perangai
sesuatu (zat dan energi).
Contoh: Percepatan (a) suatu benda sebanding dan searah dengan gaya penyebabnya (F) dan
berbanding terbalik dengan massa (m) benda tersebut. Ungkapan matematik dari prinsip
fisika ini dapat dirumuskan sebagai :
F
a 
m
Teori Fisika merupakan penjelasan tentang gejala-gejala fisis atau sekumpulan fakta fisis
yang tampaknya berkaitan satu sama lain.
Contoh: Teori Atom Bohr yang dapat dinyatakan sebagai : Elektron mengelilingi inti atom
dengan momentum sudut (L) yang konstan.
Ungkapan matematik dari teori ini dapat dituliskan sebagai :
h
L  mvr  n
2
dimana h adalah konstanta Planck dan n adalah bilangan kuantum (1,2,3,…).

Jadi, Teori Fisika dapat berarti sebagai suatu hipotesis atau prediksi dan sebagai suatu
kumpulan fakta atau penjelasan tentang suatu gejala fisika.

Secara garis besarnya, Materi Ajar Fisika dapat diuraikan atas komponen-komponen yang
terdiri dari :
(1) Deskripsi keadaan (misalnya : system klasik, system kuantum, dan system termodinamik),
(2) Deskripsi interaksi (misalnya : gaya, momen gaya, inpuls, momentum, energi, kalor, dan
gelombang),
(3) Model interaksi (misalnya : interaksi gravitasi dan interaksi elektromagnetik),
(4) Struktur materi (misalnya : atom, inti, dan zat padat),
(5) Sifat-sifat materi (misalnya : daya hantar listrik, kekentalan, elastisitas)
(6) Elektronika,
(7) Matematika,
(8) Statistika,
(9) Laboratorium, dan
(10) Pengukuran
Salah satu Ciri Fisika sebagai sains adalah adanya kerja sama antara teori dan eksperimen.

Teori dalam fisika tidak lain adalah pemodelan matematik terhadap berbagai prinsip dasar
yang kebenarannya masih harus diuji melalui eksperimen / percobaan yang dapat memberi
hasil yang serupa dalam kedaan yang sama.

Dengan menggunakan teori dalam fisika kita dapat membuat prediksi kuantitatif terhadap
suatu peristiwa atau keadaan fisis. Misalnya : kita dapat memperediksi suhu permukaan
matahari (6000oC), tanpa perlu diukur dengan termometer.

Selain kegiatan berpikir, Fisika juga merupakan kegiatan fisik yaitu melakukan pengamatan
dan melakukan eksperimen. Perkakas analisis yang diperlukan adalah :
(1) Matematika (perkakas logika),
(2) Statistika (perkakas pengolahan data),
(3) Elektronika (perkakas untuk instrumentasi), dan
(4) Alat-alat laboratorium (perkakas eksperimen).

Hampir semua proses fisika dapat dipahami melalui sejumlah kecil Hukum Dasar Fisika
(Misalnya Hkm. Newton). Namun, pemahaman ini memerlukan pengetahuan dan
keterampilan abstraksi proses bersangkutan, dan penalaran teoritis secara terunut dalam
komponen-komponen dasarnya secara berstruktur, agar dapat dirumuskan dan diolah
secara kuantitatif.

Perumusan tersebut memungkinkan Siperumus mempunyai cengkeraman analisis yang


mendalam terhadap persoalan yang dikaji, dan memberi kemampuan predikat
memprediksi, sebagai hasil olahan kuantitatif terhadap kemungkinan yang bakal terjadi
berdasarkan model penalaran yang digagaskan.

Jadi, FISIKA memerlukan kemampuan dasar analisis yang bersifat rinci matematik dan
teknis serta kemampuan sintesis yang bersifat merumuskan terhadap gejala alam yang
sedang dikaji.

Kompetensi-kompetensi yang dimaksud, disebut sebagai Kompetensi Dasar Keilmuan Fisika


(KDKF)

2. NILAI-NILAI ILMU FISIKA

A. Nilai-Nilai Sosial Ilmu Fisika

1) Nilai Etik dan Estetika


Fisika sebagai suatu kumpulan pengetahuan ilmiah maupun sebagai suatu proses untuk
mendapatkan ilmu itu sendiri. Mempunyai nilai-nilai etik, dan estetika yang tinggi. Nilai-nilai
itu terutama terletak pada system yang menetapkan “kebenaran yang objektif” pada tempat
yang paling utama. Adapun proses fisika itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu latihan
mencari , meresapkan, dan menghayati nilai-nilai luhur itu.
Lain daripada itu dalam kalangan para ilmuwan itu terdapat hubungan yang saling percaya,
baik para ilmuwan pada suatyu masa maupun dengan para ilmuwan masa lampau. Para
ilmuwan itu masing-masing mempunyai kebebasan untuk dengan caranya sendiri
merumuskan hokum-hukum yang mereka temukan dengan metode yang mereka gunakan.
Fisika merupakan suatu system yang besar dan utuh. Suatu temuan merupakan pelengkap
dari yang lain sehingga mereka saling bahu membahu untuk menyusun suatu system yang
lengkap dan harmonis itu.

Temuan masa lalu yang kurang sempurna merupakan jawaban untuk temuan yang lebih
sempurna, sehingga penemu terdahulu tetap dihormati bahkan diabadikan nama-namanya.
Sebagai contoh adalah Hukum Boyle yang sebenarnya hanya berlaku untuk gas ideal yang
tak pernah ada itu tetap menjadi jembatan guna menetapkan hukum-hukum gas yang lebih
sempurna.

Adakah keindahan pada fisika yang objektif dan rasional itu ?


Alam semesta dengan segala isinya ini memang disusun sedemikian teratur dan serasi dan
indah sekali oleh Sang Maha Pencipta, lihatlah susunan galaksi, tata surya sampai susunan
bagian dalam dari atom-atom demikian teratur dan serasi dengan kaidah-kaidahnya yang
akurat. Adapun fisika itu sebenarnya sekedar mendeskripsikan saja keadaan tersebut.
Dengan demikian tentu saja fisika memiliki nilai-nilai keindahan tersebut namun bila hal itu
tak terjadi maka hasil pengamatan kita jualah yang keliru.

2) Nilai Moral Humaniora


Selain fisika mempunyai nilai etik dan estetika, namun sebenarnya juga mempunyai nilai
moral pada aplikasinya. Aplikasi fisika dapat diketahui melalui penelusuran dan
pengungkapan peranan fisika dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.

Pengaruhnya telah terasa dalam bidang kesehatan, sandang, pangan, komunikasi dan
industri. Yang ingin diungkapkan dalam hal ini adalah nilai moral terutama karena fisika
kecuali mempunyai tujuan mulia untuk kemanusiaan itu juga dapat disalahgunakan untuk
hal-hal yang sebaliknya. Misalnya saja pembuatan senjata pemusnah yang mengerikan
seperti bom hydrogen, bom kimia, bom kuman sampai pada rekayasa rekayasa genetika
yang bila tidak dikendalikan dengan seksama akan dapat memusnahkan kemanusiaan itu
sendiri. Pembuatan robot-robot yang semula bertujuan untuk efesiensi itupun bias
disalahgunakan untuk tujuan-tujuan kriminal.

Jelasnya nilai-nilai moral/humaniora dari fisika nampaknya mempunyai dua makna yang
berlawanan arah. Disatu sisi bertujuan menuju kecita-cita kemanusiaan yang luhur, disisi
lain menuju kepada tindak immoral yang tidak saja dapat melenyapkan nilai-nilai luhur,
namun dapat melenyapkan eksistensi manusia itu sendiri.

Namun seperti yang telah diketahui bahwa fisika dan teknologi sekedar alat yang sangat
tergantung dari manusianya yang berada dibelakang alait itu, untuk apa alat itu akan
digunakan, dengan kata lain Fisika itu sendiri adalah “suci”, yang tidak suci adalah
manusianya.

3) Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi dari hasil penemuan suatu kaidah fenomena tertentu, tidak secara langsung
mendapatkan imbalan. Tapi nanti setelah penemuan itu dapat digunakan untuk
memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Disamping itu sang penemu
memperoleh penghargaan dan kepercayaan masyarakat.

B. Nilai Psikologis / Pedagogis Ilmu Fisika


1. Sikap mencintai kebenaran (jujur dan objektif)
2. Sikap purbasangka
3. Sadar bahwa kebenaran ilmu yang diciptakan manusia tidak pernah mutlak (rendah
hati dan tidak sombong)
4. Yakin akan adanya tatanan alami yang teratur dalam alam semesta.
5. Bersikap toleran atau dapat menghargai pendapat orang lain.
6. Bersikap tidak putus asa
7. Bersikap teliti dan hati-hati
8. Sikap “corious” atau “ingin tahu”.
9. Sikap Optimis

C. Keterbatasan Ilmu Fisika


1. Tidak dapat menjangkau untuk mengiji adanya Tuhan. Hanya dibatasi pada alam fisik.
2. Tidak menjangkau secara sempurna tentang objek pengamatan (penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan)
3. Tidak menjangkau masalah etika (tata krama). Tolak ukurnya objektivitas, ratio.

Anda mungkin juga menyukai