Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


. Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang padat
profesi dan padat modal. Sekarang ini masyarakat sangat banyak membutuhkan
pelayanan kesehatan yang maksimal dan efektif berupa jasa pelayanan rumah
sakit Salah satu jenis pelayanan penunjang di rumah sakit adalah pelayanan
radiologi yang merupakan tempat penyelenggaraan pelayanan radiologi kepada
pasien yang membutuhkan, dengan menegakkan diagnosis yang cepat dan tepat
dan akurat melalui pemeriksaan radiodiagnostik.
Dalam praktek kerja lapang I kali ini penulis mendapat kesempatan untuk
menerapkan pembelajaran yang telah diperoleh selama waktu perkuliahan, yakni
dalam bidang radiodiagnostik yang bertempat di Instalasi Radiologi RSUD Prof.
Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto. Salah satu pemeriksaan yang dilakukan
penulis selama praktek yaitu mengenai pemeriksaan Manus yang mana banyak
orang sering mengalami cedera dibagian ini yang disebabkan oleh bermacam –
macam hal seperti trauma langsung, trauma tidak langsung ataupun trauma ringan.
Untuk memastikan adanya cidera perlu dilakukan pemeriksaan radiologi Manus,
Oleh karena itu penulis membuat satu laporan kasus yang berjudul “Pemeriksaan
Manus Pada Kasus Fraktur Tulang Metacarpal Sinistra”. Penulis mencoba
mendeskripsikan bagaimana teknik radiografi yang berhubungan dengan kasus
tesebut yang menggunakan proyeksi Posteroanterior dan Oblique.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka penulis dapat menarik permasalahan yang
akan dibahas, yaitu
1. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan radiografi Manus pada kasus
Fraktur Manus pada tulang metacarpal sinistra di Instalasi
Radiologi RSUD Prof.Dr Soekandar Kabupaten Mojokerto?
2. Apakah pemeriksaan radiografi Manus Posteroanterior dan
Oblique di RSUD Prof.Dr Soekandar Kabupaten Mojokerto sudah

1
bisa mendiagnosa adanya fraktur Manus pada tulang Metacarpal
sinistra.?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Manus pada kasus fraktur
pada tulang Metacarpal sinistra.
2. Untuk membantu menegakkan diagnosa fraktur pada Manus.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan radiografi
Manus pada tulang Metacarpal sinistra.
2. Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan radiografi
Manus.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini, guna mempermudah pemahaman
maka sistematika penulisannya terdiri atas :
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan teori meliputi anatomi, fisiologi dan patologi, teknik
pemeriksaan Manus meliputi persiapan pasien, persiapan alat
dan bahan, proyeksi pemeriksaan meliputi proyeksi
posteroanterior, proyeksi oblique dan proteksi radiasi.
Bab III Profil kasus, berisi paparan kasus yang membahas identitas
pasien, tata laksana pemeriksaan meliputi persiapan pasien,
persiapan alat dan bahan, teknik pemeriksaan, usaha proteksi
radiasi, pengolahan film.
Bab IV Pembahasan
Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran

2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Anatomi

Ossa Manus adalah tulang tulang yang terdiri dari ossa carpalia, ossa
metacarpalia dan phalanx.

2.1.1. Ossa Carpalia

Ossa carpalia terdiri dari bagian proksimal dan bagian distal. Bagian
proksimal terdiri dari scapoid, lunatum, triquetrum, dan pisiform.
Sedangkan bagian distal terdiri dari trapezium, trapezoid, capitatum
dan hamatum.

2.1.2. Ossa metacarpalia

Ossa Metacarpal terdidri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan


tangan dan bagian proximalnya berarticulasi dengan bagian distal
tulang carpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang carpal dan
metacarpal membuat tangan menjadi sangat flexible. Khusus di
tulang metacarpal I (ibu jari) dan metacarpal II (jari telunjuk)
terdapat tulang sesamoid.

Terdiri dari : caput (berarticulasi dengan phalanx), corpus dan basis


(sebelah proximal berarticulasi dengan ossa carpalis). Caput lebih
besar dari pada basis.

 Metacarpus 1 : lebih pendek, mempunyai facies articularis


berbentuk oval, berarticularis dengan multangulum majus.

 Metacarpus 2 : paling panjang, basis terlebar, bentuk tak


beraturan.

 Metacarpus 3 : basis berbentuk segi tiga mempunyai prosesus


styloideus.

3
 Metacarpus 4 : basisnya berbentuk segi empat.

 Metacarpus 5 : basisnya berbentuk segi tiga.

 Sesamoid : tulang kecil yang menempel pada caput


metacarpal

2.1.3. Phalanx

Phalanx merupakan tulang panjang mempunyai batang dan dua


ujung. Batangnya mengecil diarah ujung distal. Terdapat ada 14
phalanx pada setiap tangan, hanya thumb yang memiliki 2
phalanx dan jari yang lain masing-masing 3

4
Gambar. 1. Anatomi Manus
2.2 Konsep Dasar Fraktur Metacarpal

2.2.1. PENGERTIAN
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya ( brunner suddarth.2002)
Atau fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi
interphalanx, atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahan

5
terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis
metacarpal I (arief mansjoer.2000)

2.2.2. PENYEBAB FRAKTUR


1. Trauma langsung yaitu fraktur mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang)
2. Trauma tak langsung misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan
tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ada underlying desease dan disebut dengan
fraktur patologis.

2.2.3. PEMBAGIAN FRAKTUR


1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.
 Fraktur komplit : Garis fraktur mengenai seluruh korteks
tulang.
 Fraktur tidak komplit : Garis fraktur tidak mengenai
seluruh korteks
2. Berdasarkan jenisnya
 Closed frakture (fraktur tertutup). Fraktur yang tidak
menyebabkan luka terbuka pada kulit.
 Compound fracture (fraktur terbuka). Adanya hubungan
antara fragmen tulang yang patah dengan dunia luar
3. Berasarkan jenis fraktur metacarpal
 Fraktur jari-jari tangan terbagi atas 3 :
1. Baseball finger (mallet finger) : fraktur ujung jari yang
dalam keadaan tiba-tiba fleksi pada sendi interphalanx
karena trauma.
2. Boxer fracture (street fighter’s fracture) : fraktur
kolum metacarpal V terjadi karena tidak tahan terhadap
trauma langsung ketika tangan mengepal.

6
3. Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I
(arief mansjoer . 2000)

 Klasifikasi menurut Gustilo Anderson :


a. Patah tulang derajad I. : garis patah sederhana
dengan luka kurang atau sama 1cm bersih.
b. Patah tulang derajad II : garis patah sederhana
dengan luka > 1 cm bersih, tanpa kerusakan jaringan
lunak yang luas atau terjadinya flap atau avulsi.
c. Patah tulang derajad III : Patah tulang yang disertai
kerusakan jaringan lunak luas termasuk kulit, otot,
syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan
oleh gaya dengan kecepatan tinggi.
d. Derajad III A : bila patah tulang masih dapat ditutup
dengan jaringan lunak.
e. Derajad III B : bila patah tulang terbuka tidak dapat
ditutup dengan jaringan lunak, sebab jaringan lunak
termasuk periosteum sangat berperan dalam proses
penyembuhan. Pada umumnya terjadi kontaminasi
srius.
f. Derajad III C : terdapat kerusakan pembuluh darah
arteri.

2.2.4. GAMBARAN KLINIK


 Baseball finger : pasien tidak dapat menggerakkan ekstensi penuh
pada ujung distal phalanx karena distal phalanx selalu dalam posisi
fleksi pada sendi interphalanx distal dan terdapat hematoma pada
sendi.
 Fraktur bennet : tampak adanya pembengkakan didaerah
karpometacarpal I, nyeri tekan, dan sakit ketika digerakkan ( arief
mansjoer.2000)

7
2.2.5 PATOFISIOLOGI
Trauma dapat menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan
seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan
nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur
seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain yang
berdekatan dapat dirusak karena mencuatnya tulang yang patah.
Apabila kulit sampai robek, hal ini akan menyebabkan potensial
infeksi. Tulang memiliki sangat banyak pembuluh darah. Akibat
dari fraktur, pembuluh darah di dalam keluar ke jaringan lunak atau
pada luka yang terbuka sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri. ( Arief Masjoer. 2000 )

2.2.6 PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Proses penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase,
yaitu :
a. Fase Hematoma.
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom
disekitar luka dan didalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur yang tidak mendapatkan persediaan
darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter..
b. Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur
sebagai suatu reaksi penyembuhan karena adanya sel-
sel osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum
untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas
seluler dalam kanalis modularis.

c. Fase Pembentukan Kalus (fase union secara klinis).


Setelah pembentukan jaringan seluler yang
bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal

8
dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki
oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone, ini merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

d. Fase Konsolidasi (fase union secara radiologi).


Woven bone akan membentuk kalus primer dan
secara perlahan-perlahan diubah menjadi tulang yang
lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi
secara bertahap.

e. Fase Remodeling
Setelah union lengkap, maka tulang yang baru
membentuk bagian yang menyerupai bulbus meliputi
tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sum-sum.
2. Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam
trabekula. Bila vaskularisasi/kontak baik, maka
penyembuhannya cepat.

9
3. Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena
epifisis aktif dalam pembentukan tulang.
4. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada
celah fraktur akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan
kembali menjadi tulang rawan hialin dimungkinkan bila
dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan
CPM (Continous Passive Movement).
2.2.7. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM KECEPATAN
PENYEMBUHAN FRAKTUR.
 Umur penderita.
 Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
 Pergeseran awal fraktur.
 Vaskularisasi pada kedua fragmen.
 Reduksi serta imobilisasi.
 Waktu imobilisasi.
 Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh
jaringan lunak.
 Adanya infeksi.
 Gerakan aktif dan pasif anggota gerak.

2.2.8. PENATALAKSANAAN FRAKTUR


Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
1. Recognisi/pengenalan. Di mana riwayat kecelakaannya atau
riwayat terjadi fraktur harus jelas.
2. Reduksi/manipulasi. Usaha untuk manipulasi fragmen yang
patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi/memperhatikan reduksi. Merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk menahan fragmen

10
4. Traksi. Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada
bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk
menyokong tulang.
5. Gips. Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh
tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat
tertentu.
6. Operation/pembedahan. Saat ini metode yang paling
menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan
operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan
normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi
yang sesuai

2.2.9. KOMPLIKASI FRAKTUR


1. Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
rotasi, kependekan.
2. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan
(tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah).
3. Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 – 8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis
(sendi palsu).

2.3. Teknik Pemeriksaan Manus


2.3.1 Persiapan Pasien
Pada dasarnya pemeriksaan Manus tidak membutuhkan
persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan memakai baju pasien
sehingga memudahkan dalam pengaturan posisi dan juga pasien

11
melepaskan benda-benda asing yang berada di sekitar Manus agar
tidak menimbulkan bayangan radioopaque pada radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu
prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi
kesalahpahaman dari pasien tersebut. Pemeriksaan Manus dilakukan
dengan dua cara yaitu proyeksi Posteroanterior dan Oblique.
2.3.2 Persiapan Alat
A. Pesawat Sinar-X.
B. Ukuran kaset : 18 x 24 cm memanjang dibagi 2 (Proyeksi
Posteroanterior dan Proyeksi Oblique)
C. Marker R dan L.
D. Identitas pasien
2.3.3 Prosedur pemeriksaan
2.3.3.1 Proyeksi Posterior Anterior (PA) atau Dorsopalmar
 Kaset   : kaset yang digunakan adalah kaset ukuran 18×24
cm untuk manus dangan besar rata-rata atau gunakan kaset
ukuran 24×30 cm melintang untuk dua gambaran.

 Posisi pasien :

o Untuk posisi pasien dalam pameriksaan radiologi, pasien


duduk menyamping pada tepi meja pemeriksaan.
o Atur ketinggian pasien sehingga lengan pasien nyaman di
atas meja pemeriksaan.

 Posisi obyek :

12
Gambar. 2. posisi obyek pada posisi PA

o Istirahatkan lengan antebrachii pada meja pemeriksaan dan


tempatkan manus dengan bagian palmar di bawah
menempel pada kaset.
o Letakan MCP (Metacarpophalangeal) joints pada
pertengahan kaset, dan atur kaset sejajar antebrachii dan
manus.
o Rentangkan jari-jari tangan yang diperiksa.
o Mintalah pada pasien agar tangannya relaks untuk
menghindari gerakan. Cegah pergerakan yang tidak
disengaja dengan menggunakan softbag atau plaster.
Sebuah sandbag mungkin dapat diletakkan diatas distal
antebrachii.
o Jangan lupa gunakan apron pada pasien untuk melindungi
organ sensitife.
o Pada saat eksposure, pasien diusahakan menoleh ke sisi
yang tidak difoto atau menjauhi arah sinar.
 FFD : 100cm
 Arah sinar : atur sinar tegak lurus pada kaset pada
metacarpophlangeal joint digit III.
Tampilan struktur : pada PA projection dari carpals, metacarpal,
phalanx, persendian, distal radius dan ulna tampak pada radiograf.

13
Gambaran ini juga terdapat pada PA oblique projection pada digit
pertama.

Gambar. 3. Hasil radiograf posisi Posteroanterior

Kriteria radiograf

Kriteria radiograf yang tampak pada proyeksi ini yaitu :


- Tidak ada rotasi pada manus ditandai dengan :
 Lekuk pada metacarpal dan phalanx sama pada kedua sisi
 Soft tissue pada kedua sisi phalanx sama besar
 Jika terfisualisasi kuku di pertengahan pada masing-masing
distal phalanxes
- MCP (Metacarpophalangeal) dan interphalangeal joint
membuka menandakan manus diletakan rata pada kaset.
- Jari sedikit memisah ditandai tidak adanya soft tissue yang
overlap.
- Terlihat anatomi distal radius dan ulna.
- Tampak soft tissue dan trabekula tulang.

14
2.3.3.2 PA Oblique Projection ( Lateral Rotasi )
 Kaset : gunakan kaset 18 x 24 cm memanjang atau 24 x 30 cm
melintang untuk dua gambar.

 Posisi pasien :
1. Dudukkan pasien di ujung meja radiografi.
2. Sesuaikan tinggi pasien untuk mengistirahatkan lengan
bawah di atas meja.
 Posisi objek :

Gambar.4. posisi obyek pada posisi


Oblique
o Istirahatkan lengan bawah pasien pada meja dengan tangan
yang pronated dan telapak tangan yang beristirahat pada
kaset.
o Atur tangan oblique sehingga MCP (Metacarpophalangeal)
joint membentuk suatu penjuru atau sudut kira-kira 45
derajat dengan kaset.
o Gunakan irisan busa dengan sudut 45 derajat untuk
mensupport jari-jari dalam posisi yang diekstensikan untuk
mempertunjukkan interphalangeal joint.
o Ketika memeriksa tulang telapak tangan (metacarpal),
didapatkan PA projection manus  memutar tangan pasien
secara menyamping (secara eksternal) dari posisi yang
pronated sampai ujung jari menyentuh kaset.
o Jika tidak memungkinkan untuk memperoleh posisi yang
benar dengan semua ujung jari yang beristirahat

15
(diletakkan) pada kaset. Angkatlah jari telunjuk dan ibu jari
pada suatu material radiolucent. Pengangkatan digunakan
untuk membuka jarak persendian dan mengurangi
pemendekan dari phalanx.
o Untuk pendekatan yang lain. Pusatkan kaset pada MCP
(Metacarpophalangeal) joint dan atur garis tengah paralel
dengan poros antebrachii dan manus.
o Gunakan apron pada pasien untuk mengurangi radiasi serap.

 FFD : 100 cm
 Arah sinar : tegak lurus kaset pada MCP
(Metacarpophalangeal) joint digit III.

Tampilan struktur : hasil gambar yang dihasilkan pada pa


oblique projection adalah jaringan tulang dan soft tissue
manus. Posisi tambahan ini digunakan untuk menyelidiki
fraktur dan kondisi patologi.

Gambar. 5 & 6. Hasil radiograf pada posisi Oblique


Keterangan gambar :
1. Trapezoid bone

16
2. Trapezium bone
3. Capitate bone
4. Scaphoid bone
5. Lunate bone
6. Hook of the hamate bone
7. Hamate bone
8. Triquetral bone
9. Pisiform bone

Kriteria evaluasi
Berikut ini anatomi yang tampak pada radiograf :
 Terjadi sedikit overlap dari mekarpal tiga dan empat
serta empat dan lima.
 Sedikit overlap base dan caput metacarpal.
 Metacarpal kedua dan ketiga memisah.
 Interphalanxeal joint dan MCP
(Metacarpophalangea ) joint membuka.
 Digit sedikit terpisah dengan tidak overlap atas
jaringan lunak mereka.
 Semua anatomi distal radius dan distal ulna.
 Tampak jaringan tipis (soft tissue) dan trabecula
tulang.

2.4. Proteksi Radiasi


2.4.1. Proteksi Radiasi bagi pasien.
o Kolimasi secukupnya dengan memperkecil luas lapangan
penyinaran.
o Menggunakan faktor eksposi yang tepat.
o Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan.
o Waktu penyinaran sesingkat mungkin.
o Pasien menggunakan apron/gonad/kacamata Pb.

17
2.4.2. Proteksi Radiasi bagi petugas.
o Tidak menggunakan berkas sinar – X yang mengarah ke
petugas
o Berlindung pada tabir / tirai, atau memakai apron/ kacamata
Pb saat melakukan eksposi.
2.4.3. Proteksi Radiasi bagi masyarakat.
o Pintu pemeriksaan tertutup rapat.
o Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X ke ruangan umum.

18
BAB III
PROFIL KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Tn. ”S”
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Lamongan
No. Registrasi : 272297
No. Foto : 261/RO. XI/2014
Proyeksi Pemeriksaan : Posteroanterior dan Oblique
Keterangan Klinis Pasien : Fraktur Metacarpal sinistra
Tanggal Pemeriksaan Pertama : 10 November 2014
Tanggal Pemeriksaan Kedua : 11 november 2014

Pada tanggal 10 November 2014 pasien yang bernama Tn.”S” datang


ke IGD karena kecelakaan lalu lintas. Setelah diperiksa Dokter IGD RSUD
Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto diduga mengalami fraktur Manus
pada tulang metacarpal sinistra. Kemudian pasien dirujuk ke Instalasi
Radiologi RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto untuk dilakukan
pemeriksaan Radiologi. Pasien datang dengan membawa surat permintaan
foto dari dokter pemeriksa.
Pada tanggal 11 November 2014 pasien tersebut datang ke Instalasi
Radiologi untuk dilakukan pemeriksaan ulang atau kontrol foto setelah
dilakukan operasi pemasangan pen pada tulang metacarpal sinistra . Pasien
datang dengan membawa surat permintaan foto dari Dokter Spesialis
Orthopedi.

3.2 Persiapan Alat


1.) Pesawat sinar-X.
 Jenis : Conventional Unit

19
 Merek : TOSHIBA
 Model : BLR – 1000 A
 Tegangan : 150 kV
 mA Maximum : 400 mA
 Input : 100 V, 12V – 50/60 Hz
2.) Kaset ukuran 24 cm x 30 cm.
3.) Identitas pasien.
4.) Marker L.

3.3 Prosedur Pemeriksaan


Pasien datang ke instalasi radiologi RSUD Prof. Dr. Soekandar
Kabupaten Mojokerto bersama keluarganya, kemudian pasien disuruh
masuk untuk dilakukan pemeriksaan setelah sebelumnya telah diregistrasi.
Pemeriksaan Manus dengan kasus fraktur tulang Metacarpal ini
menggunakan dua proyeksi yang umum di gunakan yaitu proyeksi
Posteroanterior dan Oblique, jadi dilakukan dua kali pemotretan, sebelum
melakukan pemeriksaan perlu diberitahukan kepada pasien tentang prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan. Menjaga komunikasi yang baik dengan
pasien sehingga pengulangan foto dapat dihindari.

3.4 Prosesing Film


Pengolahan film di Instalasi RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten
Mojokerto menggunakan dua system pengolahan film, yaitu secara
Automatic processing film dan computerized radiography.
Automatic processing film merupakan pengolahan film secara
otomatis, sedangkan computerized radiography adalah pengolahan film
yang menggunakan bantuan computer.
Dalam pengolahan film kasis ini petugas radiologi menggunakan
system Automatic Processing.
 Jenis : Automatic
 Model : LD – 201
 Serial No. : 08023

20
 Power Rating : 220 – 240 V, 10A, 50Hz
Pengolahan film dilakukan di kamar gelap. Karena sudah
menggunakan processing automatic daerah kerjanya hanya ada daerah kerja
kering. Proses pengolahan ini dimulai dengan menutup pintu kamar gelap
supaya tidak ada cahaya yang masuk ke dalam daerah kerja kecuali safety
light sebagai pengontrol processing film. Setelah pintu ditutup keluarkan
film dari kaset untuk diproses melalui automatic X-Ray processing.
Kemudian tunggu beberapa menit sampai film yang diproses keluar dengan
sendirinya. Film yang sudah dicuci kemudian diberikan kepada Dokter
Spesialis Radiologi untuk dilakukan pembacaan radiograf.

21
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus


Pada pemeriksaan radiografi Manus di Instalasi Radiologi RSUD
Prof. Dr. Soekandar Mojokerto menggunakan proyeksi Posteroanterior dan
Oblique. Dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat struktur anatomi dengan jelas
dan patologi penyakit dapat di diagnosa yaitu tampak fraktur pada tulang
metacarpal I, II, III.
Dalam pemeriksaan Manus dilakukan dengan 2 kali pemeriksaan yaitu
dengan proyeksi Posteroanterior dan Oblique.

4.2 Prosedur pemeriksaan manus


Pemeriksaan Manus pada kasus fraktur metacarpal sinistra di
Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto
menggunakan proyeksi Posteroanterior dan Oblique.
Prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1. Memanggil pasien dan mencocokkan identitasnya
2. Menjelaskan kepada pasien tentang pelaksanaan pemeriksaan.
3. Mempersiapkan dan memasang kaset ukuran 24 cm x 30 cm
pada meja pemeriksaan.
4. Memposisikan pasien
a. Posisi Posteroanterior
Pasien tiduran (supine) di atas berankat yang dibawa dari
UGD. Mengatur ketinggian berangkat dengan meja
pemeriksaan sehingga lengan pasien nyaman di atas meja
pemeriksaan. MCP (Metacarpophalangeal) joints pada
pertengahan kaset, dan atur kaset sejajar antebrachii dan
manus. Rentangkan jari-jari tangan yang diperiksa. dan
memastikan tidak ada rotasi atau pergerakan selama
pemeriksaaan.

22
b. Posisi Oblique
Pasien tiduran (supine) di atas berankat yang dibawa dari
UGD. Mengatur ketinggian berangkat dengan meja
pemeriksaan sehingga lengan pasien nyaman di atas meja
pemeriksaan. MCP (Metacarpophalangeal) joint
membentuk suatu penjuru atau sudut kira-kira 45 derajat
dengan kaset dengan  memutar tangan pasien dari posisi
yang pronated sampai ujung jari menyentuh kaset.
Angkatlah jari telunjuk dan ibu jari untuk membuka jarak
persendian dan mengurangi pemendekan dari phalanx.
Pusatkan kaset pada MCP (Metacarpophalangeal) joint
dan atur garis tengah paralel dengan antebrachii dan
manus. Pastikan tidak ada rotasi atau pergerakan selama
pemeriksaaan.
5. Mengatur Central Ray tegak lurus kaset dan Central Point
pada MCP (Metacarpophalangeal) joint digit III.
6. Memasang marker L
7. Mengatur factor eksposi kV : 45, mA : 50, s : 0,04, mAs : 2
untuk kedua proyeksi baik Posteroanterior & Oblique
8. Melakukan eksposi. Saat melakukan eksposi pasien
diusahakan menoleh ke sisi yang tidak difoto atau menjauhi
arah sinar.
9. Melakukan processing film menggunakan automatic
processing.
a. Mengambil kaset dari meja pemeriksaan
b. Memasuki kamar gelap dimulai dengan menutup pintu
kamar gelap supaya tidak ada cahaya yang masuk ke dalam
daerah kerja kecuali safety light sebagai pengontrol
processing film.
c. Mengeluarkan film dari kaset untuk diproses melalui
automatic X-Ray processing.

23
d. Menunggu beberapa menit sampai film yang diproses
keluar dengan sendirinya dan kemudian menyerahkan
kepada Dokter Spesialis Radiologi untuk di lakukan
ekspertisi
e. Hasil ekspertisi dibawa ke ruangan atau poliklinik yang
memberi rujukan.

4.3 Hasil radiograf

Gambar.7. Radiograf Gambar.8. Radiograf


Posisi Posteroanterior & ObliqueL posisi Oblique & Posteroanterior
10-11- 2014 (pre op) 11-11-2014 (post op)

24
4.4 Hasil Ekspertisi Dokter Spesialis Radiologi ( Radiolog )

Gambar. 9. Hasil ekspertisi Pre ops

Gambar. 10. Hasil ekspertisi Post ops

25
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari laporan di atas yang berjudul ”Teknik Pemeriksaan Manus Pada
Kasus Fraktur Tulang Metacarpal Sinistra di Instalasi Radiologi RSUD Prof.
Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto” dapat diambil kesimpulan bahwa
pemeriksaan Manus pada tulang Metacarpal ini dilakukan dengan
menggunakan proyeksi posteroanterior dan oblique didiagnosa adanya fraktur
tulang Metacarpal I, II, III. Prosedur pemeriksaan Manus di RSUD Prof. Dr.
Soekandar Mojokerto sudah sesuai dengan standar teori.

5.2 Kritik dan saran


Agar tidak terjadi pengulangan foto Rontgent sebaiknya melakukan
pemeriksaan radiologi terhadap pasien dengan baik dan selalu diperhatikan
pengaturan faktor exposi, FFD dan lain - lain. Perlunya komunikasi yang baik
bagi sesama radiografer agar menjadi harmonis dalam bekerja.
Proteksi radiasi bagi pasien perlu ditingkatkan dengan membatasi luas
lapangan penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan difoto. Proteksi
radiasi bagi masyarakat umum hendaknya pengantar pasien atau orang yang
tidak berkepentingan dilarang memasuki ruang pemeriksaan, kecuali sangat
dibutuhkan apabila pasien tidak kooperatif dan dipersilahkan menunggu di
depan kamar pemeriksaan dan pintu ditutup rapat.

26
KAJIAN PUSTAKA
Amstrong Peter, Wastie.L. 1989, Pembuatan Gambar Diagnostik (Diagnostik
imaging). Jakarta : Edisi 2, Alih Bahasa Dr. Petrus Andrianto, EGC.
Bloch, Bernard. 1986, Fraktur dan Dislokasi. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica
Bontrager, Kenneth L. 2001, Textbook of Radiographic Positioning and Related
anatomy. United States of America : Mosby,
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, EGC.
Jakarta:Gramedia.
Cicy. “Asuhan keperawatan metacarpal”. 14 Desember 2010.
http://cicynno.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatan-metacarpal.html

Doenges, E. Marilynn. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III EGC,


Jakarta: Pustaka Utama.
Hariaty. “Teknik Radiografi Ekstremitas Superior”. 01 November 2012.
http://misshariatyronald0.blogspot.com/2012_11_01_archive.html
Mansjoer, arief . 2000, Kapita Selekta Kedokteran.edisi II, Aeschepalus,: Jakarta
Pearce, Evelyn C. 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia.

27
Lampiran

28
Permintaan foto pada saat pre op

Permintaan foto pada saat post op

29

Anda mungkin juga menyukai