PENDAHULUAN
1
bisa mendiagnosa adanya fraktur Manus pada tulang Metacarpal
sinistra.?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Manus pada kasus fraktur
pada tulang Metacarpal sinistra.
2. Untuk membantu menegakkan diagnosa fraktur pada Manus.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan radiografi
Manus pada tulang Metacarpal sinistra.
2. Dapat mengetahui dan melakukan teknik pemeriksaan radiografi
Manus.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini, guna mempermudah pemahaman
maka sistematika penulisannya terdiri atas :
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan teori meliputi anatomi, fisiologi dan patologi, teknik
pemeriksaan Manus meliputi persiapan pasien, persiapan alat
dan bahan, proyeksi pemeriksaan meliputi proyeksi
posteroanterior, proyeksi oblique dan proteksi radiasi.
Bab III Profil kasus, berisi paparan kasus yang membahas identitas
pasien, tata laksana pemeriksaan meliputi persiapan pasien,
persiapan alat dan bahan, teknik pemeriksaan, usaha proteksi
radiasi, pengolahan film.
Bab IV Pembahasan
Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lampiran
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Anatomi
Ossa Manus adalah tulang tulang yang terdiri dari ossa carpalia, ossa
metacarpalia dan phalanx.
Ossa carpalia terdiri dari bagian proksimal dan bagian distal. Bagian
proksimal terdiri dari scapoid, lunatum, triquetrum, dan pisiform.
Sedangkan bagian distal terdiri dari trapezium, trapezoid, capitatum
dan hamatum.
3
Metacarpus 4 : basisnya berbentuk segi empat.
2.1.3. Phalanx
4
Gambar. 1. Anatomi Manus
2.2 Konsep Dasar Fraktur Metacarpal
2.2.1. PENGERTIAN
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya ( brunner suddarth.2002)
Atau fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi
interphalanx, atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahan
5
terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis
metacarpal I (arief mansjoer.2000)
6
3. Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I
(arief mansjoer . 2000)
7
2.2.5 PATOFISIOLOGI
Trauma dapat menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan
seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan
nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur
seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain yang
berdekatan dapat dirusak karena mencuatnya tulang yang patah.
Apabila kulit sampai robek, hal ini akan menyebabkan potensial
infeksi. Tulang memiliki sangat banyak pembuluh darah. Akibat
dari fraktur, pembuluh darah di dalam keluar ke jaringan lunak atau
pada luka yang terbuka sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri. ( Arief Masjoer. 2000 )
8
dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki
oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone, ini merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
e. Fase Remodeling
Setelah union lengkap, maka tulang yang baru
membentuk bagian yang menyerupai bulbus meliputi
tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sum-sum.
2. Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam
trabekula. Bila vaskularisasi/kontak baik, maka
penyembuhannya cepat.
9
3. Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena
epifisis aktif dalam pembentukan tulang.
4. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada
celah fraktur akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan
kembali menjadi tulang rawan hialin dimungkinkan bila
dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan
CPM (Continous Passive Movement).
2.2.7. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM KECEPATAN
PENYEMBUHAN FRAKTUR.
Umur penderita.
Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
Pergeseran awal fraktur.
Vaskularisasi pada kedua fragmen.
Reduksi serta imobilisasi.
Waktu imobilisasi.
Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh
jaringan lunak.
Adanya infeksi.
Gerakan aktif dan pasif anggota gerak.
10
4. Traksi. Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada
bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk
menyokong tulang.
5. Gips. Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh
tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat
tertentu.
6. Operation/pembedahan. Saat ini metode yang paling
menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan
operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan
normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi
yang sesuai
11
melepaskan benda-benda asing yang berada di sekitar Manus agar
tidak menimbulkan bayangan radioopaque pada radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu
prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi
kesalahpahaman dari pasien tersebut. Pemeriksaan Manus dilakukan
dengan dua cara yaitu proyeksi Posteroanterior dan Oblique.
2.3.2 Persiapan Alat
A. Pesawat Sinar-X.
B. Ukuran kaset : 18 x 24 cm memanjang dibagi 2 (Proyeksi
Posteroanterior dan Proyeksi Oblique)
C. Marker R dan L.
D. Identitas pasien
2.3.3 Prosedur pemeriksaan
2.3.3.1 Proyeksi Posterior Anterior (PA) atau Dorsopalmar
Kaset : kaset yang digunakan adalah kaset ukuran 18×24
cm untuk manus dangan besar rata-rata atau gunakan kaset
ukuran 24×30 cm melintang untuk dua gambaran.
Posisi pasien :
Posisi obyek :
12
Gambar. 2. posisi obyek pada posisi PA
13
Gambaran ini juga terdapat pada PA oblique projection pada digit
pertama.
Kriteria radiograf
14
2.3.3.2 PA Oblique Projection ( Lateral Rotasi )
Kaset : gunakan kaset 18 x 24 cm memanjang atau 24 x 30 cm
melintang untuk dua gambar.
Posisi pasien :
1. Dudukkan pasien di ujung meja radiografi.
2. Sesuaikan tinggi pasien untuk mengistirahatkan lengan
bawah di atas meja.
Posisi objek :
15
(diletakkan) pada kaset. Angkatlah jari telunjuk dan ibu jari
pada suatu material radiolucent. Pengangkatan digunakan
untuk membuka jarak persendian dan mengurangi
pemendekan dari phalanx.
o Untuk pendekatan yang lain. Pusatkan kaset pada MCP
(Metacarpophalangeal) joint dan atur garis tengah paralel
dengan poros antebrachii dan manus.
o Gunakan apron pada pasien untuk mengurangi radiasi serap.
FFD : 100 cm
Arah sinar : tegak lurus kaset pada MCP
(Metacarpophalangeal) joint digit III.
16
2. Trapezium bone
3. Capitate bone
4. Scaphoid bone
5. Lunate bone
6. Hook of the hamate bone
7. Hamate bone
8. Triquetral bone
9. Pisiform bone
Kriteria evaluasi
Berikut ini anatomi yang tampak pada radiograf :
Terjadi sedikit overlap dari mekarpal tiga dan empat
serta empat dan lima.
Sedikit overlap base dan caput metacarpal.
Metacarpal kedua dan ketiga memisah.
Interphalanxeal joint dan MCP
(Metacarpophalangea ) joint membuka.
Digit sedikit terpisah dengan tidak overlap atas
jaringan lunak mereka.
Semua anatomi distal radius dan distal ulna.
Tampak jaringan tipis (soft tissue) dan trabecula
tulang.
17
2.4.2. Proteksi Radiasi bagi petugas.
o Tidak menggunakan berkas sinar – X yang mengarah ke
petugas
o Berlindung pada tabir / tirai, atau memakai apron/ kacamata
Pb saat melakukan eksposi.
2.4.3. Proteksi Radiasi bagi masyarakat.
o Pintu pemeriksaan tertutup rapat.
o Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X ke ruangan umum.
18
BAB III
PROFIL KASUS
19
Merek : TOSHIBA
Model : BLR – 1000 A
Tegangan : 150 kV
mA Maximum : 400 mA
Input : 100 V, 12V – 50/60 Hz
2.) Kaset ukuran 24 cm x 30 cm.
3.) Identitas pasien.
4.) Marker L.
20
Power Rating : 220 – 240 V, 10A, 50Hz
Pengolahan film dilakukan di kamar gelap. Karena sudah
menggunakan processing automatic daerah kerjanya hanya ada daerah kerja
kering. Proses pengolahan ini dimulai dengan menutup pintu kamar gelap
supaya tidak ada cahaya yang masuk ke dalam daerah kerja kecuali safety
light sebagai pengontrol processing film. Setelah pintu ditutup keluarkan
film dari kaset untuk diproses melalui automatic X-Ray processing.
Kemudian tunggu beberapa menit sampai film yang diproses keluar dengan
sendirinya. Film yang sudah dicuci kemudian diberikan kepada Dokter
Spesialis Radiologi untuk dilakukan pembacaan radiograf.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
b. Posisi Oblique
Pasien tiduran (supine) di atas berankat yang dibawa dari
UGD. Mengatur ketinggian berangkat dengan meja
pemeriksaan sehingga lengan pasien nyaman di atas meja
pemeriksaan. MCP (Metacarpophalangeal) joint
membentuk suatu penjuru atau sudut kira-kira 45 derajat
dengan kaset dengan memutar tangan pasien dari posisi
yang pronated sampai ujung jari menyentuh kaset.
Angkatlah jari telunjuk dan ibu jari untuk membuka jarak
persendian dan mengurangi pemendekan dari phalanx.
Pusatkan kaset pada MCP (Metacarpophalangeal) joint
dan atur garis tengah paralel dengan antebrachii dan
manus. Pastikan tidak ada rotasi atau pergerakan selama
pemeriksaaan.
5. Mengatur Central Ray tegak lurus kaset dan Central Point
pada MCP (Metacarpophalangeal) joint digit III.
6. Memasang marker L
7. Mengatur factor eksposi kV : 45, mA : 50, s : 0,04, mAs : 2
untuk kedua proyeksi baik Posteroanterior & Oblique
8. Melakukan eksposi. Saat melakukan eksposi pasien
diusahakan menoleh ke sisi yang tidak difoto atau menjauhi
arah sinar.
9. Melakukan processing film menggunakan automatic
processing.
a. Mengambil kaset dari meja pemeriksaan
b. Memasuki kamar gelap dimulai dengan menutup pintu
kamar gelap supaya tidak ada cahaya yang masuk ke dalam
daerah kerja kecuali safety light sebagai pengontrol
processing film.
c. Mengeluarkan film dari kaset untuk diproses melalui
automatic X-Ray processing.
23
d. Menunggu beberapa menit sampai film yang diproses
keluar dengan sendirinya dan kemudian menyerahkan
kepada Dokter Spesialis Radiologi untuk di lakukan
ekspertisi
e. Hasil ekspertisi dibawa ke ruangan atau poliklinik yang
memberi rujukan.
24
4.4 Hasil Ekspertisi Dokter Spesialis Radiologi ( Radiolog )
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari laporan di atas yang berjudul ”Teknik Pemeriksaan Manus Pada
Kasus Fraktur Tulang Metacarpal Sinistra di Instalasi Radiologi RSUD Prof.
Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto” dapat diambil kesimpulan bahwa
pemeriksaan Manus pada tulang Metacarpal ini dilakukan dengan
menggunakan proyeksi posteroanterior dan oblique didiagnosa adanya fraktur
tulang Metacarpal I, II, III. Prosedur pemeriksaan Manus di RSUD Prof. Dr.
Soekandar Mojokerto sudah sesuai dengan standar teori.
26
KAJIAN PUSTAKA
Amstrong Peter, Wastie.L. 1989, Pembuatan Gambar Diagnostik (Diagnostik
imaging). Jakarta : Edisi 2, Alih Bahasa Dr. Petrus Andrianto, EGC.
Bloch, Bernard. 1986, Fraktur dan Dislokasi. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica
Bontrager, Kenneth L. 2001, Textbook of Radiographic Positioning and Related
anatomy. United States of America : Mosby,
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah, EGC.
Jakarta:Gramedia.
Cicy. “Asuhan keperawatan metacarpal”. 14 Desember 2010.
http://cicynno.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatan-metacarpal.html
27
Lampiran
28
Permintaan foto pada saat pre op
29