Di Susun Oleh :
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf otonom bekerja menghantarkan rangsangan dari SSP ke otot polos, otot
jantung, dan kelenjar. Sistem saraf otonom adalah saraf eferen atau motorik, dan
merupakan bagian dari saraf perifer. Sistem saraf otonom ini dibagi dalam 2 bagian, yaitu
sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpastis. Pada umumnya jika fungsi salah satu
sistem dirangsang maka sistem yang lainnya juga akan dihambat.
Sistem saraf otonom tersusun atas saraf praganglion, ganglion, dan saraf
postaganglion. Implus saraf diteruskan dengan membantu neurotransmitter, yang
dikeluarkan oleh saraf praganglion maupun saraf postaganglion.
Sistem saraf otonom yang dikenal juga dengan nama sistem saraf vegetatif, sistem
saraf keseimbangan visceral atau sistem saraf sadar, sistem mengendalikan dan mengatur
keseimbangan fungsi – fungsi intern tubuh yang berada di luar pengaruh kesadaran dan
kemauan. Sistem ini terdiri atas serabut – serabut, saraf – saraf, ganglion – ganglion, dan
jaringan saraf yang mendarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar – kelenjar, alat – alat
dalaman dan otot – otot polos.
Untuk selanjutnya obat – obatan yang bekerja pada sistem saraf otonom anatara lain
yaitu :
a. Kolinergik
b. Adrenergik
1.2 Tujuan
a. Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem saraf otonom dalam
pengendalian fungsi vegetative tubuh
1
b. Mengenal teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kolinergik atau antikolinergik
pada neuroefaktor parasimpatis
1.3 Prinsip
Pemberian zat kolinergik pada hewan yang akan menjadi percobaan menyebabkan
salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh zat antikolinergik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf otonom merupakan bagian sistem saraf yang mengatur fungsi visceral
tubuh. Sistem ini mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandingan kemih, berkeringat, serta suhu tubuh dan aktivitas lain.
Karakteristik utama sistem saraf otonom yaitu kemampuan untuk mempengaruhi yang
sangat cepat, misalnya dalam beberapa detik saja denyut jantung dapat meningkat hampir
dua kali dari semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik,
berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalambeberapa detik, juga pengosongan
kandung kemih. Sifat ini menunjukan sistem saraf otonom tepat untuk melakukan
pengendalian terhadap homeostatis, mengingat gangguan terhadap homeostatis yang
dapat mempengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, sistem saraf
otonom merupakan komponen dari refleks visceral.
Di dalam sistem saraf otonom terdapat obatotonom. Obat otonom merupakan obat
yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf otonom yaitu, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor. Banyak obat – obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi
obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis yang kecil. Obat –
obat otonom bekeja mempengaruhi penerusan implus dalam susunan saraf otonom
dengan mekanisme jalan mengganggu sintesa, penimbunan, atau penguraian
neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik.
Berdasarkan macam – macam saraf otonom tersebut, maka obat berkhasia pada
sistem saraf otonom di golongkan sebagai berikut :
a. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatik, yang diantara lainsebagai berikut :
1) Simpatomimetik atau adrenergik yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari
saraf simpatik ( oleh noraadrenalin ). Contohnya efedrin, isoprenalin , dan lain –
lain.
3
2) Simpatolitik atau adrenolitik yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatik
ditekan atau melawan efek adrenergik,.contohnya alkaloida sekale, propanolol,
dan lain – lain .
b. Parasimpatolitik atau antikolinergik yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatik
ditekan atau melawan efek kolinergik. Contohnya alkaloida belladona atau atropine.
Obat adrenergik merupakan obat yang memiliki efek yang ditimbulkannya mirip
perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitorepinefrin yang disebut
adrenalin dari susunan sistem saraf sistematis.
Kerja obat adrenergik dapatdibagi dalam 7 jenis yaitu :
a. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan
terhadap kelenjar liur dan keringat.
b. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot
rangka.
c. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi.
d. Perangsangan SPP, misalnya perangsangan pernafasan,peningkatan kewaspadaan,
aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.
e. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
f. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin, dan hormonr hipofisis.
4
Banyak obat adrenergik, misalnya amfetamin dan efedrin bekerja secara tidak
langsung artinya menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan
dalam ujung saraf adrenergik.pemberian obat – obatan ini secara terus menerus dalam
waktu singkat akan menimbulkan efektifitasnya.
g. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada
permulaan menstimulasinya, dan lain – lain.
Contoh obat kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan yaitu pilokarpin
yang juga merupakan salah satu pemcu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar
keringat, air mata dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian.
Pilokarpin adalah oabat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan
bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar.
5
asetilkolin dan mencegah aktivitas reseptor. Efek seluler dari asetilkolin yang
diperantarai melalui second messenger seperti cyclic guanosine monophosphate
( cGMP ) dicegah. Reseptor jaringan bervariasi sensitivitasnya terhadap blokade.
Faktanya reseptor muslarinik tidak homogen dan subgrup reseptor telah dapat
didentifikasikan reseptor neuronal ( M1), cardik (M2 ),dan kelenjar (M3).
a. Ester kolin
b. Obat antikolinesterase
c. Alkaloid tumbuhan
a. Metoklopramid
b. Sisaprid
6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
a. Alat
1) Spuit injeksi 1 ml
2) Timbangan hewan
3) Corong gelas
4) Beaker glass
5) Gelas ukur
b. Bahan
c. Prosedur Kerja
1) Siapkan kelinci
2) Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk kelinci
5) Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat pilokarpin HCl dan tampung saliva
yang diekskresikan kelinci ke dalam beaker glass selama 5 menit. Ukur volume
saliva yang ditampung.
6) Setelah 5 menit, suntikkan atropin SO4 0,25mg/ kgBB kelinci secara IV
7
7) Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat atropine SO4 dan tampung saliva
yang dieksresikan kelinci ke dalam beaker glass selama 5 menit. Ukur volume
saliva yang ditampung.
a. Alat
1) Senter
2) Loupe
3) Penggaris
b. Bahan
1) Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu pengamatan
2) Sebelum pemberiam obat, amati, ukur dan catat diameter pupil pada cahaya suram
dan pada penyinaran dengan senter
3) Teteskan kedalam kantong konjungtiva kelinci :
7) Setelah terjadi miosis kuat pada kedua mata, teteskan atropine SO4
8
8) Amati, ukur dan catat diameter pupil setelah pemberian obat
10) Setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologis Bacl 0,9% pada kedua
mata kelinci
9
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dalam percobaan ini digunakan kelinci dengan bobot tubuh 1,5 Kg.
Jawaban Perhitungan
10
Percobaan Bahan Obat Efek Salivasi
Efek Obat Sistem Kelinci Pilokarpin HCl Volume saliva yang 1,2 ml
Saraf Otonom pada ditampung selama 5
Kelenjar Saliva menit
Atropin SO4 Volume saliva yang 0,3 ml
ditampung selama 5
menit
b. Kolinergik dan Antikolinergik Mata
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh obat kolinergik dan
atikolinergik terhadap kelenjar saliva dan mata. Obat yang digunakan adalah pilokarpin
dan atropin. Pilokarpin menunjukan aktifitas muskarinik dan terutama digunakan untuk
oftalmologi. Pilokarpin juga salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada
kelenjar keringat, air mata dan saliva. Atropin memiliki afinitas kuat terhadap reseptor
muskarinik dimana obat ini terikat secara kompetitif sehingga mencegah asetil kolin
terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik.
Sistem saraf otonom terbagi menjadi 2 bagian yaitu sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar dalam sistem
pencernaan akan meningkatnya aktivitasnya jika di stimulasi oleh sistem saraf
parasimpatik dan obat – obatan parasimpatomimetik, contohnya pilikarpin dan
fisostigmin. Tetapi sebaliknya jika diberikan obat – obatan yang aktivitasnya berlawanan
dengan sistem saraf parasimpatik yaitu obat simpatomimetik contohnya efedrin,
isoprenalin dan lain – lain, maka aktivitas kelenjar saliva akan menurun. Efek atropin
11
adalah mengurangi sekresi air liur sedangkan pilokarpin adalah meningkatkan sekresi air
liur.
Mata adalah organ penglihatan. Mata mendeteksi cahaya dan mengubahnya menjadi
implus ekeltrokimia pada sel saraf. Pada saat kontriksi pupil mata akan mengecil
sedangkan pada saat dilastasi pupil mata membesar. Diameter pupil mata kanan kelinci
pada cahaya suram 1 cm yang artinya dilastasi, sedangkan cahaya senter 0,9 cm yang
artinya kontriksi. Setelah pemberian pilokarpin cahaya suram dan cahaya senter 0,6 cm
yang artinya kontriksi dan setelah pemberian atropin 0,9cm. Untuk mata kiri kelinci pada
cahaya suram 1 cm yang artinya dilastasi sedangkan cahaya senter 0,9 cm yang artinya
kontriksi. Setelah pemberian pilokarpin 3 tetes cahaya suram dan cahaya senter 0,7 cm
dan setelah pemberian atropin 0,9 cm. Jadi pilokarpin dapat menyebabkan kontriksi
sedangkan atropin menyebabkan dilastasi.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Pearce. Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Umum.
Tan. H. T. Dan Rahardja. 2002. Obat – Obat Penting. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Tyan Hoan Tiondan Dian Raharja Kirana. 1991. Obat – Obat Penting. Edisi VI. Jakarta : Pt
Elex Media Kompatindo.
Mycek. MaryJ,. Dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Pt Elex Media
Kompatindo Kelompok Gramedia. Jakarta
14