Ringkasan Analisis Ketentuan DER Dalam Ketentuan Perpajakan - Kelompok 1
Ringkasan Analisis Ketentuan DER Dalam Ketentuan Perpajakan - Kelompok 1
Selain dari kelebihan dari nisbah 4 kali, biaya pinjaman juga tidak dapat dibiayakan jika:
Selisih antara biaya pinjaman atas utang kepada pihak yang memiliki Hubungan Istimewa yang
dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak dengan biaya pinjaman yang
memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (jumlah yang tidak wajar dan tidak lazim);
Biaya pinjaman atas utang yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak; dan
Biaya pinjaman atas utang yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dikenai pajak bersifat final.
Biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan menurut pajak (warna
hijau).
Jadi, walaupun nisbah utang masih dibawah 4, tetapi jika biaya pinjaman tersebut tidak
memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha maka selisih lebih dari yang tidak wajar harus
dikoreksi fiskal. Pada prakteknya, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha biaya dipakai oleh
pemeriksa pajak pada saat dilakukan pemeriksaan.
Begitu juga jika pinjaman dipergunakan untuk kegiatan yang menghasilkan penghasilan yang
PPh-nya dikenai final atau menghasilkan penghasilan tetapi penghasilan tersebut bukan objek pajak,
maka atas biaya pinjaman tersebut tetap harus disingkirkan dalam perhitungan.
Jika pinjaman tersebut dipergunakan untuk kegiatan PPh final dan bukan final dan tidak dapat
dipisahkan pembukuannya, maka pemisahannya dapat dilakukan dengan cara proporsional antara
penghasilan final dan bukan final.
Termasuk biaya pinjaman yang tidak boleh dibiayakan adalah biaya pinjaman yang disebutkan
diatas dan dikapitalisasi (dimasukkan sebagai harga perolehan harta). Maka atas penyusutan biaya
pinjaman yang dikapitalisasi tersebut tidak boleh dibiayakan.
Dan seluruh biaya pinjaman (100%) tidak boleh dibiayakan dalam hal nilai ekuitas (modal)
perusahaan nihil atau minus.
Ada tiga jenis utang yang dianggap bukan utang untuk penghitungan DER, yaitu:
1. Utang yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
2. Utang yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penghasilan yang dikenai PPh
Final, dan yang menghasilan penghasilan bukan objek.
3. Utang dari fihak afiliasi yang tidak dikenai biaya bunga (utang ini dimasukkan sebagai ekuitas).
Saldo rata-rata utang dihitung berdasarkan rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada satu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak menurut pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak. Dalam
hal rata-rata saldo utang tiap akhir bulan tidak dapat diketahui berdasarkan pembukuan yang
diselenggarakan oleh Wajib Pajak, rata-rata saldo utang tersebut dihitung menurut dokumen yang
dapat menunjukkan posisi utang pada tiap akhir bulan.
Modal yang diperhitungkan dalam DER adalah modal yang dicatat sesuai dengan standar
akuntansi Indonesia, dan ditambah dengan dengan pinjaman tanpa bunga dari pihak afiliasi (memiliki
hubungan istimewa). Jika ada penambahan modal pada tahun tersebut, maka modal yang
diperhitungkan adalah saldo rata-rata modal pada tahun tersebut. Atau pada periode akuntansi tersebut
jika tidak genap 12 bulan.
Saldo rata-rata modal dihitung berdasarkan rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada satu
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak menurut pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak.
Dalam hal rata-rata saldo modal tiap akhir bulan tidak dapat diketahui berdasarkan pembukuan yang
diselenggarakan oleh Wajib Pajak, rata-rata saldo modal tersebut dihitung menurut dokumen yang
dapat menunjukkan posisi modal pada tiap akhir bulan.
Kewajiban Menyampaikan Perhitungan DER Dalam Lampiran SPT Tahunan PPh
Perhitungan DER merupakan salah satu lampiran SPT Tahunan PPh Badan. Ketentuan ini
diatur di Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 25/PJ/2017.
Wajib Pajak Badan yang:
1. didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
2. modalnya terbagi atas saham-saham
3. memiliki utang, dan
4. mengurangkan biaya pinjaman dalam penghitungan penghasilan kena pajak
wajib menyampaikan laporan penghitungan besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal sebagai
lampiran SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Kewajiban Menyampaikan Laporan Utang Swasta Luar Negeri Dalam Lampiran SPT
Tahunan PPh
Wajib Pajak yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan
besarnya utang swasta luar negeri tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan ini tercantum di
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015. Peraturan Direktur Jenderal
nomor PER-25/PJ/2017 mengatur bahwa Wajib Pajak Badan yang memiliki utang swasta luar negeri,
Wajib Pajak juga wajib menyampaikan laporan utang swasta luar negeri sebagai lampiran SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.