Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PBL

KIAT BELAJAR SEBAGAI MAHASISWA KEDOKTERAN

Disusun Oleh : KELOMPOK 2

1. Priska Junia Ariza Putri (14700019)


2. Nelia M. S. R. Amaral (14700021)
3. Ni Wayan Laras Galuh Sekarmurti (14700023)
4. I Komang Agus Pradnya Wiguna (14700025)
5. Rio Firdaus (14700027)
6. Naila Zulbahrina (14700029)
7. Kadek Dezy Rinasari (14700031)
8. I Kadek Agus Indrawan (14700033)
9. Laili Holidian Tikasari (14700035)
10. Anak Agung Cindy Putri Kusuma (14700037)
Skenario I

Kiat Belajar Sebagai Mahasiswa Kedokteran

Bagus sebagai mahasiswa baru fakultas kedokteran swasta di sebuah kota besar, ia baru saja
lulus sma tahun ini dan diterima di fakultas kedokteran tersebut. Keadaan baru ini
mengharuskan ia berpisah dari keluarganya di kota lain di provinsi lain. Tempat kuliah baru
ini terasa asing baginya, selainitu berbagai tantangan penyesuaian atau adaptasi di perlukan
agar bagus dapat bertahan sebagai mehasiswa baru di kota yang masih asing baginya. Kota
tempat bagus diterima sebagai mahasiswa kedokteran, merupakan kota besar dengan berbagai
fasilitas yang tersedia, sehingga merupakan suasana baru. Kampus tempat ia akan berkuliah
juga memiliki budaya baru, dimana terdapat kebiasaan buruk para peserta didiknya, yaitu
biasa meremehkan kuliah reguler dan lebih mengutamakan kuliah saat semester pendek
sebagai sarana kelulusan. Bagus memiliki kakak kandung yang berstatus sebagai mahasiswa
semester 5 di fakultas kedokteran negeri di kota lain, dimana X-kakaknya memperoleh nilai
prestasi yang kurang sehingga banyak mata kuliah yang ditinggal karena tidak cukup SKS
yang akan diambil mengacu pada indeks prestasi semester yang lalu, saat ini sedang terancam
Drop Out (DO). Hal ini membuat gelisah hati bagus : apakah yang akan terjadi pada dirinya ?
, dan apa terjadi terhadap kakaknya, sehingga tidak dapat sukses belajar mengejar prestasi
yang maksimal ?, maklum mereka berdua merupakan keturunan bangsawan daerah asal
mereka, sehinga kurang terpapar berbagai masalah kehidupan.

Bagaimana langkah bagus agar dapat sukses belajar sebagai mahaiswa kedokteran ?

Apakah yang akan dialami X-kakak bagus, bagaimana nasibnya kelak ?

Apakah ada kiat sukses belajar sebagai mahasiswa kedokteran ?


Pembahasan

1. a. Lebih mandiri
b. menghargai waktu
c. lebih mudah bergaul
d. lebih menjaga diri
e. libih aktif dalam belajar
f. saling memotivasi
g. belajar lebih teratur

2. Bila kita menghandalkan semester pendek sebagai peningkatan nilai atau perbaikan nilai
itu salah. Harusnya kita juga jangan meremehkan kuliah reguler dengan memanfaatkan
Semester Pendek sebagai sarana perbaikan nilai. Kuliah reguler harusnya diupayakan
mendapat nilai baik

3. Kegagalan adaptasi juga mempengaruhi cara belajar, dan bila cara belajar kita gagal akan
ada kemungkinan drop out ( DO ). Adaptasi dengan lingkungan jangan memiliki sifat
individualisme, belum bisa membaur dengan teman lainnya membuat kita ketika ingin
bertanya tentang pelajaran bingung bertanya dengan siapa karena sifat individualisme
tersebut.

4. a. Lebih terbuka

b. pandai memilih teman yang baik

c. bila ada kesulitan jangan malu bertanya dengan teman / senior maupun dosen

d. mencari tempat tinggal atau kost yang terpelajar, dan dekat dengan teman.

5. a. Menggunakan waktu dengan baik

b. adanya komunikatsi dengan teman atau dosen

c. lebih banyak bertanya dan bila bisa belajar secara kelompok

d. saling memotivasi antara satu dengan lainnya

e. apabila ada waktu luang mencari dari media lainnya

f. aktif mencari informasi dengan senior


KESIMPULAN:

Dari skenario I dapat disimpulkan bahwa perubahan siswa menjadi mahasiswa sangatlah
berbeda, yaitu kita bisa lebih mandiri dan bisa lebih bersifat dewasa. Keadaan lingkungan
yang baru mengharuskan seseorang untu bisa lebihberadaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Menjadi mahasiswa seharusnya tidak meremehkan kuliah reguler dan lbih mengutamakan
perkuliahaan semester pendek, sebagai sarana kelulusan. Hal tersebut tidaklah baik untuk
ditiru oleh mahasiswa sebagai mahasiswa juga harus pintar mengatur waktu dan mampu
beradaptasi yang baik dengan lingkungan kampus kita sendiri, agar perkuliahan kita berjalan
dengan lancar .
Transisi dari siswa menjadi mahasiswa tentunya mengundang berbagai macam pertanyaan
bagi siswa. Mahasiswa selama ini dikenal sebagai sosok yang identik dengan kebebasan,
keberanian, suka demo, dan kritis. Paradigma inilah yang kira-kira membuat siswa suka
berpikir yang enggak-enggak tentang mahasiswa. Namun ada satu hal lagi yang pasti terjadi
pada mahasiswa, yakni perubahan.

Tak hanya perubahan status dari siswa yang belajar di sekolah menjadi mahasiswa yang
ngampus di perguruan tinggi. Akan tetapi, juga perubahan tanggungjawab yang mulanya
hanyalah seorang siswa yang masa bodoh dengan masyarakat sekitarnya lantas menjadi
mahasiswa yang bukan hanya kritis namun juga humanis.

Menjadi mahasiswa sukses merupakan impian siapa saja. Untuk mewujudkannya, tentunya
dibutuhkan persiapan yang matang. Banyak diantara calon mahasiswa yang asal saja dalam
menentukan pilihannya, yang penting di jurusan, fakultas, dan perguruan tinggi yang
bergengsi. Padahal yang terpenting dalam menentukan pilihan adalah menyesuaikan dengan
potensi diri yang dimiliki. Sehingga proses perkuliahan dapat berjalan dengan baik tanpa ada
unsur paksaan.

Dalam memasuki jenjang dan tahap yang baru, perlu banyak diketahui hal-hal yang berkaitan
tentang masa transisi dari siswa menjadi mahasiswa. Untuk menjadi seorang mahasiswa,
bukan hanya sekedar identitas belaka, melainkan betul-betul ingin menjadi seorang
mahasiswa yang intelektual dan memiliki perubahan / melakukan perubahan dari status siswa
menjadi mahasiswa.

Secara umum, siswa itu adalah pelajar yang bisa dikatakan masih terkait oleh aturan-aturan
yang masih dibatasi kebebasannya. Siswa adalah seorang atau sekelompok orang yang
menuntut ilmu di bangku sekolah. Atau dengan kata lain, siswa adalah orang yang menuntut
ilmu sedalam mungkin, baik yang rela mengeluarkan ataupun tidak, segala jerih payah dll
dengan tujuan untuk menempuh masa depan yang cerah dengan catatan tidak menyianyiakan
kesempatan yang diberikan.

Lain halnya dengan pengertian mahasiswa. Menurut bahasa, kata mahasiswa berasal dari dua
kata, yakni maha dan siswa. Maha berarti tinggi, sedangkan siswa berarti pelajar. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang telah terdaftar di perguruan
tinggi, baik negeri maupun swasta. Jadi, secara istilah dapat dikatakan bahwa mahasiswa
adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan moral yang dapat digunakan
atau diterapkan dalam kehidupan sosial.

Mahasiswa memiliki peran atau tanggung jawab khususnya di masyarakat. Ada 3 peran
mahasiswa antara lain sebagai agent of exchange, moral force, dan social control. Agent of
exchange bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah agen pertukaran atau agen
perubahan. Dalam hal ini, mahasiswa berperan untuk melakukan perubahan-perubahan atau
sebagai aspirasi atau penyaluran argumen yang bertujuan ke arah yang positif. Moral force
atau kekuatan moral, dimana seorang mahasiswa harus memiliki intelektual dan moral.
Dalam hal ini, keduanya harus diseimbangkan dan sangat penting dimiliki oleh seorang
mahasiswa agar berperan maksimal dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Kemudian,
yang ketiga adalah social control. Mahasiswa yang  berperan dalam masyarakat, perlu
dilakukan atau diharapkan dapat melihat kondisi sosial masyarakat, karena sesungguhnya
mahasiswa dalam artian manusia adalah makhluk sosial. Misalnya saja mahasiswa
merupakan perantara penyampaian aspirasi / wakil rakyat yang dapat menyampaikan
argumen-argumen atau masalah-masalah kepada pemerintah, dalam hal ini mahasiswa
berperan melakukan kontrol terhadap pemerintah dan juga masyarakat.

Setelah membahas mengenai pengertian dan peran mahasiwa, terdapat pula jenis-jenis
mahasiswa yang dikelompokkan atas mahasiswa akademis, mahasiswa organisatoris,
mahasiswa religius maupun mahasiswa hedonis. Mahasiswa yang tergolong mahasiswa
akademis adalah mereka yang hanya fokus kepada pelajaran dan nilai. Mereka hanya
memikirkan bagaimana mereka mendapatkan nilai atau IPK yang tinggi maupun untuk
mencapai kelulusan. Mereka tidak mengikuti kegiatan organisasi atau berpartisipasi pada
forum-forum mahasiswa. Secara logis, hal itu wajar jika ingin fokus pada pelajaran atau
akademik namun juga terkesan kurang baik apabila memikirkan tujuan hanya berarah kepada
hal tersebut. Selanjutnya, adalah mahasiswa organisatoris. Dalam hal ini, mereka cenderung
90 % fokus pada kegiatan organisasi namun mengabaikan akademik. Mereka hanya datang
ke kampus untuk mengurusi hal-hal atau masalah-masalah terkait dengan organisasi yang
mereka jalankan. Kelompok mahasiswa religius adalah dimana mereka fokus kepada
kegiatan keagamaan mereka atau kebanyakan melakukan ibadah sehingga mereka juga
meninggalkan kewajiban-kewajiban urusan dunianya. Dan yang keempat adalah mahasiswa
hedonis. Tujuan mereka sepenuhnya bukan ingin mengikuti kegiatan perkuliahan seperti
belajar dan organisasi, melainkan mereka datang untuk melakukan hal-hal yang tidak
bermafaat, seperti gaya-gayaan, memamerkan barang-barang, hura-hura dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan hal tersebut. Jenis atau kelompok manusia seperti ini sebaiknya tidak
menjadi identitas bagi mahasiswa.

Kembali kepada topik awal, yang membahas masalah siswa vs mahasiswa. Dalam hal ini
akan dijelaskan lebih detail perbedaan-perbedaan antara siswa dan mahasiswa. Ketika
menjadi siswa kita masih dibantu, diayomi dan diarahkan dalam menghadapi persoalan.
Menjadi mahasiswa adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk menetapkan jati diri sehingga
kita menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan komunikatif dalam memecahkan persoalan
kehidupan. Dituntut untuk lebih kritis berpikir dengan matang, tidak “gegabah” dalam
mengambil keputusan.

Selain itu, terdapat perbedaan metode pembelajaran dalam hal ini belajar di sekolah
menengah dan di perguruan tinggi. Karena prebedaannya itu, banyak mahasiswa yang merasa
kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di PT. Bahkan, ada yang terpaksa berhenti
kuliah (drop-out) di tahun pertama karena kesulitan menyesuaikan diri.

1. Di sekolah menengah, siswa biasanya bersifat lebih pasif, sementara guru lebih aktif.
Siswa lebih banyak berperan aktif sebagai penerima ilpeng sementara guru sebagai
pemberi ilpeng. Di PT, dosen mengharapkan mahasiswa bukan hanya sekedar sebagai
penerima ilmu namun jg pencari ilmu.
2. Tugas akademik di PT lebih sulit dibandingkan di sekolah menengah.
3. Di sekolah menengah, diwajibkan untuk menghadiri setiap pembelajaran namun di PT
sering tidak berlaku.
4. Di sekolah menengah, guru seringkali memeriksa tugas seperti membaca dsb, namun
di PT diharapkan dapat menjadi pembelajar yang mandiri.
5. Ujian di sekolah menengah cukup sering diberikan dan meliputi sejumlah kecil
informasi / materi pembelajaran. Namun, ujian di PT lebih jarang diberikan dan
mencakup informasi yang lebih banyak.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa baik siswa ataupun mahasiswa seharusnya tetap menjadi
pembelajar kehidupan sejati yang tidak hanya berkutat di depan buku atau mikrofon. Buka
“mata lebar”, jangan terjerat dengan status, bisa jadi masih ada sosok lain yang lebih
“terpelajar” dari siswa maupun mahasiswa. Selain itu, perguruan tinggi bukanlah sekedar
kelanjutan sekolah menengah. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut kita
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Semester Pendek (SP) adalah pelaksanaan perkuliahan jenjang sarjana yang dilakukan pada semester antara,
yaitu antara semester genap dan semester gasal tahun akademik berikutnya.Jumlah tatap muka mata kuliah
semester pendek harus sama dengan jumlah tatap muka mata kuliah yang bersangkutan dalam semester reguler.
Semester Pendek dilaksanakan oleh fakultas sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kesempatan mengikuti
perkuliahan semester pendek diberikan kepada mahasiswa yang telah menempuh minimal 4 semester untuk
memperbaiki nilai C, D dan E dari mata kuliah yang pernah ditempuh ujiannya.

Mata kuliah yang diprogramkan untuk diperbaiki dalam semester pendek adalah mata kuliah yang telah
ditempuh dalam semester gasal dan atau genap sebelumnya. Semester pendek suatu mata kuliah dapat
dilaksanakan apabila jumlah pesertanya mencapai minimal 10 orang mahasiswa atau sesuai dengankebijakan
pada masing-masing fakultas. Mata kuliah yang dilengkapi praktikum dapat diprogramkan oleh mahasiswa yang
telah dinyatakan lulus praktikum pada semester reguler.
Nilai akhir suatu mata kuliah (angka mutu) semester pendek disusun oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan
yang dimuat dalam Daftar Presensi Ujian (DPU) yang dibuat rangkap tiga, dan setelah tiap lembar
ditandatangani oleh dosen, kemudian diserahkan kepada fakultas dengan ketentuan seperti berikut:
a. Lembar pertama untuk BAAK,
b. Lembar kedua untuk fakultas yang bersangkutan,
c. Lembar ketiga arsip dosen mata kuliah yang bersangkutan.
Indeks Prestasi (IP) semester pendek tidak dapat dipergunakan oleh mahasiswa sebagai dasar pengambilan sks
semester berikutnya, tetapi hanya dapat dipergunakan untuk perhitungan IPK pada akhir studi.

Sebutan mahasiswa abadi atau mahasiswa paling lama (mapala) yang kuliah S1 hingga tujuh tahun
(14 semester) sudah tidak ada lagi. Pasalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan lama kuliah sarjana 4-5 tahun saja. Aturan baru ini tertuang
dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).

Dalam aturan ini ditentukan bahwa beban belajar minimal mahasiswa S1/D-IV adalah 144 SKS
(satuan kredit semester). Nah untuk menuntaskan seluruh beban SKS tadi, mahasiswa S1/D-IV diberi
batas waktu 4-5 tahun (8-10 semester).

"Benar sudah tidak seperti dulu lagi. Ada aturan baru," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
(Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso. Pada aturan sebelumnya, mahasiswa S1 atau sederajat
diberi kesempatan kuliah hingga tujuh tahun (14 semester). Jika sampai tujuh tahun tidak lulus-lulus,
mahasiswa terancam di-drop out (DO) atau dipecat.

Nah dengan aturan yang baru itu, ancaman DO gara-gara tidak lekas lulus bakal semakin mepet.
Normalnya kuliah S1 atau D-IV ditempuh selama empat tahun (8 semester). Sehingga batas toleransi
kemoloran kuliah hanya diberi waktu selama 1 tahun (2 semester) saja. Jika lewat dari lima tahun,
mahasiswa terancam di-DO.
Mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, alasan pemangkasan lama belajar
untuk jenjang S1 atau D-IV itu terkait dengan kurikulum. Djoko menjelaskan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi dievaluasi secara berkala setiap empat tahun sekali.

"Kalau kuliahnya tetap sampai tujuh tahun, bisa tertinggal kurikulumnya," ujarnya. Dengan simulasi
lama kuliah sampai tujuh tahun, ada potensi seorang mahasiswa mengalami dua kurikulum berbeda
dalam porsi yang hampir sama yakni empat tahun dan tiga tahun.

Sedangkan ketika lama kuliah dibatasi hingga lima tahun saja, ketimpangan kurikulum tidak akan
terjadi secara signifikan. Mahasiswa yang kuliah hingga lima tahun, hanya berpotensi merasakan
perbedaan kurikulum selama satu tahun saja.

Djoko juga mengatakan, pemangkasan batas maksimal kuliah ini juga memberikan banyak dampak
positif. Diantaranya adalah mahasiswa lebih serius belajar selama kuliah. Kemudian juga menghemat
biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga.

"Selain itu bangku atau tempat kuliahnya bisa segera diisi mahasiswa baru lagi to," katanya. Semakin
cepat arus keluar dan masuk mahasiswa di perguruan tinggi, bisa meningkatkan akses pendidikan
tinggi. Sebaliknya semakin banyak mahasiswa yang lama-lama kuliahnya, berdampak banyaknya
antrian masuk ke perguruan tinggi.

Wakil Rektor 1 ITS Herman Sasongko mengatakan, prasangka positif terkait aturan baru ini adalah
terkait dengan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah.

Dia menuturkan bahwa akhir-akhir ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengambil alih
sebagian tanggung jawab mahasiswa. "Diantaranya adalah urusan pendanaan atau jaminan biaya
kuliah," jelas dia.

Herman juga berharap aturan baru ini diterapkan untuk mahasiswa baru. Dia juga optimis bahwa
mahasiswa dalam posisi tertekan akan bisa berbuat maksimal. "Saya optimis mahasiswa bisa
beradaptasi dengan aturan baru ini," kata dia. Meskipun selama ini kuliah diberi waktu hingga tujuh
tahun bahkan lebih.

Mahasiswa perantauan merupakan pendatang di sebuah daerah dengan latar belakang budaya yang
berbeda dari daerah asalnya. Saat berada di daerah baru, biasanya mahasiswa perantauan akan
bergabung
dalam sebuah ikatan mahasiswa berbasis etnisitas. Ikatan mahasiswa berbasis etnisitas ini bertujuan
untuk
menyatukan mahasiswa perantauan. Namun, ikatan mahasiswa berbasis etnisitas ini terkesan
eksklusif,
tertutup dan tidak mau berinteraksi dengan budaya di luar ikatan mahasiswa berbasis etnisitas.
Kesan
eksklusif dan tertutup rentan terhadap konflik dengan host culture. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk
mengetahui cara beradaptasi mahasiswa perantauan yang tergabung dalam ikatan mahasiswa
berbasis
etnisitas, kendala yang dihadapi mahasiswa perantauan selama beradaptasi dan memahami
penerimaan
host culture terhadap budaya minoritas mahasiswa perantauan. Upaya menjawab permasalahan
dan tujuan
penelitian dilakukan dengan paradigma interpretif dengan menggunakan metode analisis
fenomenologi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anxiety/Uncertainty Management Theory
(Gudykunst,
William : 2005 ), Interaction Adaption Theory ( Gudykunst, William : 2005 ). Subjek penelitian adalah
enam mahasiswa perantauan yang tergabung dalam tiga ikatan mahasiswa berbasis etnisitas serta
tiga
orang host culture yang berstatus mahasiswa. Sedangkan lokasi penelitian ini berada di Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa perantauan harus beradaptasi dengan budaya di
Yogyakarta,
seperti bahasa, adat istiadat dan cita rasa makanan. Mahasiswa perantauan akan menggunakan tiga
strategi untuk beradaptasi dengan bahasa, yaitu strategi aktif, pasif dan interaktif. Sedangkan untuk
beradaptasi dengan adat istadat di Yogyakarta, mahasiswa perantauan mempelajari saat
berinteraksi
dengan host culture. sedangkan untuk beradaptasi dengan cita rasa makanan, mahasiswa
perantauan
cenderung untuk memilih makanan yang cocok dengan selera mereka. Meskipun mereka tergabung
dalam
ikatan mahasiswa berbasis etnisitas, mereka dapat menjalin hubungan baik dengan host culture. Hal
tersebut dapat dilihat dari kegiatan – kegiatan yang dilakukan mahasiswa perantauan bersama host
culture. Di sisi lain, host culture masih memiliki persepsi negatif terhadap mahasiswa perantauan.
Meskipun begitu, host culture dapat menerima keberadaan mahasiswa perantauan selama mereka
dapat
menjaga hubungan baik dengan masyarakat Yogyakarta. Ketika mahasisa perantauan dan host
culture
saling beradaptasi, pada akhirnya mereka memiliki kompetensi komunikasi. Adanya sikap mindful
antara
mahasiswa perantauan,penerimaan host culture serta kompetensi komunikasi antara keduanya
dapat
menciptakan harmoni sosial di tengah – tengah keberagaman budaya yang ada. Implikasi akademis
yang
dapat menambah pengetahuan mengenai proses interaksi antarbudaya terutama Anxiety /
Uncertainty
Management Theory dari Gudykunst. Cakupan teoritis mengenai komunikasi antarbudaya yang
mindful
perlu diperluas dengan memasukkan faktor tingkat pendidikan yang bisa mempengaruhi terciptanya
situasi komunikasi yang mindful.
3 TAHAP DASAR PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN BERMAKNA

Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada dasarnya tak berbeda dari aktivitas lain dalam
kehidupan sehari-hari, seperti makan, minum dan melakukan berbagai jenis pekerjaan. Bagi
sebagian orang, kegiatan-kegiatan keseharian tersebut dilakukan tanpa dipikirkan, semua
berlangsung begitu saja, tanpa fase-fase tertentu.
Banyak orang melakukan kegiatan seperti makan secara tergesa-gesa tanpa lebih dahulu
melakukan langkah-langkah persiapan seperti do’a dan cuci tangan, atau menyiapkan kain
lap. Ketika ada yang kurang, dia harus bolak-balik ke dapur. Meski pada akhirnya perut
kenyang, tetapi banyak makanan yang tercecer di mana-mana. Apalagi bila setelah selesai
makan langsung melakukan aktivitas lain, tanpa  lebih dulu merapikan peralatan dan
membersihkan sisa makanan.
Belajarpun tak jarang berlangsung demikian. Tak jarang guru masuk kelas langsung
mengajar, tanpa terlebih dahulu melakukan langkah-langkah persiapan. Guru juga tak
melakukan apa-apa saat bel tanda akhir jam pelajaran berbunyi, dan tak hanya membiarkan
siswa langsung keluar keluar kelas begitu saja.
Dapat dipastikan pembelajaran seperti ini tidak efektif, sebab selama pelajaran tak semua
siswa memperhatikan. Guru bahkan harus berteriak-teriak untuk menenangkan siswanya.
Sangat boleh jadi kebanyakan siswa tak tahu apa yang baru saja diajarkan oleh guru karena
fokus perhatian mereka tak sepenuhnya tertuju pada kegiatan pembelajaran.
Agar pembelajaran berlangsung efektif dan bermakna ada beberapa langkah dasar yang harus
dilakukan. Langkah-langkah terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan kegiatan penutup.
1.   Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan ini kadang juga disebut kegiatan pembuka atau pijakan awal. Setiap memulai
kegiatan pembelajaran atau kegiatan apapun, seharusnya guru melakukan beberapa langkah
strategis yang bertujuan mengkondisikan mental siswa agar siap untuk belajar.
Kegiatan pendahuluan adalah fase mengalihkan fokus perhatian siswa dari berbagai aktivitas
sebelum pelajaran dimulai, apalagi yang berpotensi mengganggu kegiatan pembelajaran.
Misalnya, guru harus mengantisipasi ketika anak baru saja bermain, bercanda atau bahkan
masih makan jajanan, agar tidak mengganggu konsentrasi dan perhatian siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Kegiatan pendahuluan juga ditujukan untuk mengarahkan mental anak pada suasana belajar
dan materi yang diajarkan. Pelajaran seyogyanya tidak dimulai ketika anak masih terbawa
suasana bermain atau hal-hal lain yang mereka lakukan sebelum jam pelajaran dimulai,
maupun perhatian anak belum benar-benar fokus pada kegiatan pembelajaran.
2.   Kegiatan Inti
Ini merupakan kegiatan pokok dalam proses pembelajaran, yaitu usaha membuat peserta
didik menguasai materi pelajaran. Setelah siswa benar-benar siap belajar, guru dapat memulai
proses internalisasi materi pelajaran sesuai dengan pendekatan, strategi, metode, media dan
berbagai instrumen yang telah dipersiapkan.
Pengelolaan kegiatan inti harus disesuaikan dengan materi, bidang cakupan dan ketersediaan
sarana dan prasarana. Selama kegiatan inti, perhatian dan ektivitas siswa harus dikondisikan
agar sepenuhnya terfokus pada proses pembelajaran, baik dalam hal memilih metode atau
media yang tepat maupun pemberian selingan (ice breaking) untuk menyegarkan suasana.
3.  Kegiatan Penutup
Kegiatan ini disebut juga pijakan akhir atau kegiatan akhir. Dalam kegiatan ini guru harus
memastikan seluruh siswa berhasil menguasai materi pelajaran, baik melalui kuis, tanya-
jawab, refleksi atau evaluasi.
Berdasarkan hasil kegiatan akhir guru dapat mengetahui apakah proses pembelajarannya saat
itu berhasil mencapai target atau tidak. Dengan begitu, guru dapat mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk memperbaikinya, atau memberikan threatment tambahan
terutama bagi siswa yang belum berhasil. Siswa sendiri diupayakan memahami apa yang baru
saja mereka pelajari, dan menyadari sejauh mana pemahaman mereka, serta kekurangan
mereka dalam menguasai materi tersebut.
Dengan begitu, proses pembelajaran akan berlangsung efektif dan bermakna baik bagi siswa
maupun guru. Intinya, sebelum dan setelah melakukan kegiatan siswa dan guru harus tahu
apa yang mereka dapat dan hasilkan dari proses pembelajaran yang baru saja mereka lakukan.
Tiga tahap ini berlaku bukan hanya dalam pembelajaran di kelas, melainkan juga seluruh
kegiatan sekolah baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Kegiatan upacara, perayaann
hari besar, bahkan lomba-lomba perlu dilakukan dengan memperhatikan ketiga tahap ini agar
seluruh kegiatan berlangsung efektif dan bermakna bagi siswa. 
Bahkan saat rapat, breafing atau persiapan dan penutupan kegiatan sekolah, guru perlu
membiasakan menggunakan ketiga langkah tersebut agar setiap aktivitas tidak hanya menjadi
ritual, rutinitas tanpa makna. Pelaksanaan ketiga tahap tersebut akan memungkinkan aktivitas
apapun berlangsung efektif dan bermakna bagi seluruh peserta.

Anda mungkin juga menyukai