Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KESEJAHTERAAN UMAT

O
L
E
H
1. Kevin Herdiansyach
2. Luthfiona Fitri Ramadhani S. (190110301062)
3. Windari Kusuma

KATA PENGANTAR

UNIVERSITAS
Puji syukur kami panjatkan JEMBER
kehadirat Allah SWT, atas rahmat serta hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Kesejahteraan
2020
Umat”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Pendidikan
Agama Islam yang diampu oleh Drs. H. Khotim Ashom, M.Pd.I.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan pada teknis
penulisan dan materi yang ada di makalah ini, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
meyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami berharap
adanya kritik dan saran dari pembaca. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat berguna
bagi pembaca.

Jember, 23 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................3
1.3. Tujuan..................................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
2.1. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat..............................................................4
A. Pengertian Sistem Ekonimi Islam.......................................................................................4
B. Prinsip Ekonomi Islam........................................................................................................5
2.2. Manajemen Zakat................................................................................................................6
A. Pengertian Zakat.................................................................................................................6
B. Tujuan Zakat.......................................................................................................................7
C. Syarat-syarat Zakat.............................................................................................................8
D. Jenis-jenis Kekayaan...........................................................................................................8
E. Pengelolaan Zakat.............................................................................................................10
2.3. Manajemen Wakaf............................................................................................................10
A. Pengertian Wakaf..............................................................................................................10
B. Rukun Wakaf Dan Syarat Wakaf....................................................................................11
C. Syarat sah wakaf................................................................................................................12
D. Hukum Wakaf....................................................................................................................13
E. Jenis-jenis Wakaf..................................................................................................................14
F. Sejarah Perlaksanaan Wakaf...........................................................................................15
G. Sengketa Wakaf.............................................................................................................16
BAB III...............................................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................................17
Keseimpulan...................................................................................................................................17
REFERENSI......................................................................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat?
2. Bagaimana konsep manajemen zakat?
3. Bagaimana kosep manajemen wakaf?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui konsep sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat.
2. Mengetahui apa itu manajemen zakat.
3. Mengetahui apa itu manajeman wakaf.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat


A. Pengertian Sistem Ekonimi Islam

Menurut ajaran Islam, segala kegiatan manusia termasuk kegiatan ekonomi


haruslah berlandaskan pada tauhid (keesaan Allah). Tidak ada hak mutlak dalam
ajaran islam sebab itu mengingkari ajaran tauhid. Maka, hanya ada pada Allah saja
hak Mutlak tersebut. Hal ini berarti hak yang ada pada manusia hanyalah hak milik
nisbi, dan manusia berhak mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang
ditentukan dalam hukum-hukum islam. Di dalam ajaran islam, islam memandang
umat manusia sebagai keluarga, maka setiap manusia mempunyai derajat yang sama
di hadapan Allah. Tetapi konsep persaudaraan terhadap seluruh anggota masyarakat
tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang
memungkinkan setiap orang memperoleh hak atau sumbangan terhadap masyarakat.
Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu‟ara ayat
183.

Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di


simpulkan dari Al-Qur‟an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang
di dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan
dan masa.

Definisi ekonomi islam menurut beberapa ahli ekonimi islam:

1. Muhammad Abdul Mannan : “ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial


yang diihlami oleh nilai-nilai Islam.”

2. Hasanuzzaman : “ Ilmu ekonomi islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari


anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber
daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan meraka
menjalankan perintah Allah dan masyarakat.”

4
Jadi, sistem ekonomi islam merupakan suatu sistem ekonomi yang didalamnya
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang diatur berdasarkan aturan agama islam
dan didasari dengan tauhid sebagaimana yang dirangkum dalam rukum Iman dan
rukan Islam.

B. Prinsip Ekonomi Islam

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah Pada sistem ekonomi islam, masyarakat
diajarkan untuk hidup hemat menggunakan semua dengan seperlunya tanpa ada
kemewahan yang diperlihatkan kepada masyarakat lain.

2. Pelarangan Riba Islam melarang adanya riba, karena riba telah diharamkan oleh
Allah.

3. Menjalankan usaha-usaha halal Islam membebaskan segala bentuk usaha yang akan
dilakukan oleh masyarakat, asalkan usaha yang dilakukan tersebut halal dan tidak
merugikan orang lain.

4. Implementasi zakat Dalam sistem ekonomi zakat dijadikan sebuah kewajiban


bukan sebuah kesukarelaan sebagaimana dalam rukun Islam. Zakat harus dibayarkan
atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).

5. Berbagai sumber daya yang ada dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia.

6. Kekuatan pengerak utama ekonomi islam adalah kerja sama.

7. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh


segelintir orang saja

Ekonomi islam dan sistem ekonomi islam merupakan perwujudan dari


paradigma Islam. Perkembangan ekonomi Islam dan Sistem ekonomi Islam bukan
untuk menyaingi sistem perekomian kapitalis, tetapi lebih ditunjukkan untuk mencari
suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi
kekurangankekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada sebelumnya. Adapun yang
membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah

5
sebagaimana diungkapkan oleh Suroso, Imam Zadjuli dan Achmad Ramzy
Tadjoeddin (1992:39) :

1. Asumsi dasar/ norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi
kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi
asumsi dasarnya adalah “syariat islam”. Syariat islam tersebut diberlakukan secara
menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan,
maupun penguasa/ pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk
keperluan jasmani maupun rohaniah.

2. Prinsip ekonomi islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam. 3. Motif ekonomi islam adalah mencari
“keberuntungan” di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah
dalam arti yang luas.5

Islam dan Kesejahteraan Umat Kesejahteraan dalam pembangunan sosial


ekonomi, tidak dapat didefinisikan hanya berdasarkan konsep materialis dan hedonis,
tetapi juga memasukkan tujuantujuan kemanusiaan dan keruhanian. Tujuan-tujuan
tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan ekonomi, melainkan juga
mencakup permasalahan persaudaraan manusia manusia dan keadilan sosial-ekonomi,
kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta, kedaimanan jiwa dan
kebagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat. Ajaran Islam,
sama sekali tidak pernah melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi
penting dalam kemakmuran, kemajuan umat islam, realisasi kehidupan yang baik bagi
setiap manusia, dan membantu manusia melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan.

2.2. Manajemen Zakat


A. Pengertian Zakat

Kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan
baik. Pendapat lain juga mengatakan bahwa kata dasar “zaka” berarti bertambah dan
tumbuh, sedangkan segala sesuatu yang bertambah disebutkan dengan zakat. Adapun
dari segi istilah, banyak ahli yang mengatakan ataupun mendefinisikan. Menurut
istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu diwajibkan Allah untuk diserahkan
kepada yang berhak. Menurut Imam Nawawi jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan

6
itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih
berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah,
jiwa dan kekayaan orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan
bertambah. Hal ini berarti bahwa makna tumbuh dan berkembang itu tidak banyak
diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh dari itu. Dengan mengeluarkan
zakat diharapkan hati dan jiwa orang yang menunaikan kewajiban zakat itu menjadi
bersih. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur‟an dalam surah Al-Taubah ayat 103 yang
artinya “Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan
mereka dengannya”.

Dari surat tersebut, tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para
muzakki itu dapat mensucikan dan membersihkan hati mereka. Suci hati dapat
diartikan mereka tidak mempunyai sifat yang tercela terhadap harta seperti rakus dan
kikir. Sebagai orang yang suci dan mendapat petunjuk Allah, dia akan mengeluarkan
harta bendanya tidak hanya semata-mata karena kewajiban yang diperintahkan Allah,
melainkan benar-benar karena merasa sebagai orang yang mempunyai kelebihan harta
yang ikut bertanggung jawab atas sebagian masyarakat yang terlantar.

Dari definisi tersebut jelas bahwa zakat selain merupakan ibadah kepada Allah
juga mempunyai dampak sosial yang nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah dan
dari segi lain ia merupakan kewajiban sosial. Zakat merupakan salah satu dana atau
harta masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk menolong orang-orang yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga dapat mempunyai
kesempatan untuk hal-hal yang lebih luhur sebagai khalifah Allah dibumi. Dalam
ajaran Islam manusia selalu diberi kesempatan untuk menikmati kehidupa ini dengan
cara yang halal sehingga dengan kenikmatan yang ia rasakan itu ia dapat berbuat bagi
dirinya dan orang lain.

B. Tujuan Zakat

Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci, berkembang dan bertambah


mempunyai makna yang penting dalam kehidupan manusia baik sebagai individu
maupun masyarakat. Dengan demikin lembaga zaka itu diwajibkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya yaitu:

7
1. Mengankat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan
penderitaan.

2. Membantu memecahkan masalah yang hidup dihadapi oleh para ibnu sabil dan
mustahiq lainnya.

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam pada


umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir atau loba pemilik harta.

5. Membersihkan diri dari sifat dengki dan iri dalam hati orang-orang miskin.

6. Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin.

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial dan pada diri sendiri.

8. Mendidik manusia disiplin menunaikan kewajibannya untuk menyerahkan hak


orang lain yang ada padanya.

9. Sarana pemerataan pendapatan (rizqi) untuk mencapai keadilan sosial.

Dari tujuan-tujuan diatas tergambar bahwa zakat merupakan salah satu ibadah
khusus kepada Allah yang mempunyai dampak positif yang sangat besar bagi
kesejahteraan masyarakat. Dengan terlaksananya lembaga zakat dengan baik dan
benar diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang.

C. Syarat-syarat Zakat
Menurut Yusuf al-Qardawi, syarat – syarat harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya adalah sebagai berikut:
1. Pemilikan yang sempurna
2. Berkembang
3. Cukub senisab
4. Melebihi kebutuhan pokok
5. Bebas dari hutang 6. Berlaku satu tahun

D. Jenis-jenis Kekayaan

8
Al-Qur‟an menyebutkan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yakni harta
benda atau kekayaan seperti yang tersebut dalam surat al-Taubah ayat 103 yang
artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”

Harta benda yang ada didunia ini macam-macam jenisnya, namun demikian dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

1. Emas dan Perak Semua ulama sepakat bahwa emas dan perak wajib
dikeluarkan zakatnya. Terdapat dalam surat At- Taubah ayat 34.
2. Binatang Ternak
Hewan-hewan ternak yang wajib dizakatkan yaitu: Sapi, Kerbau, Unta,
Kambing Dan zakat ini dikeluarkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
3. Harta Perdagangan
Harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai
nisab dan haulnya. Terdapat dalam surat Al-Baqoroh ayat 267.
4. Hasil Tanaman dan Buah-buahan
Semua ulama sependapat bahwa gandum, kurma, anggur kering wajib
dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nisab dan haulnya (waktu
panennnya). Ulama Malikiyah dan Ulama syafi‟iyah berpendapat bahwa
zakat wajib atas segala makanan yang dimakan dan disimpan, biji-bijian
dan buahbuahan kering seperti gandum, dan biji gandum, jagung, padi, dan
sejenisnya.
5. Harta Rikaz dan Ma‟din
Harta Rikaz adalah harta yang terpendam atau tersimpan. Yang termasuk
kedalam harta rikaz antara lain adalah harta benda yang disimpan oleh
orangorang dahulu didalam tanah seperti : emas, perak, tembaga, pundi-
pundi berharga dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan Ma‟din
adalah sesuatu pemberian bumi yang terbentuk dsari benda lain tetapi
berharga. Contohnya : timah, besi, intan, batu permata, akik, batu bara,
minyak bumi dan lain-lain.
6. Hasil Laut

9
Hasil laut, misalnya ikan yaitu harus dikeluarkan zakatnya berpendapat
bahwa nishab ikan adalah senilai 200 dirham. Sedangkan hasil laut lain
didalam suatu riwayat pernah disebutkan bahwa ambar dan mutiara laut
wajib dizakati sebesar 20%.
7. Harta Profesi
Harta profesi termasuk dalam zakat mal. Nishab dari harta profesi adalah
sama dengan nishab uang dengan kadar zakat 2,5%.

E. Pengelolaan Zakat

Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat


yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada
umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat
membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan
sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara
pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:

1. Pengelolaan harus berlandasakan Al-Quran dan Assunnah.

2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga


amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.

3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.

4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan
sebaikbaiknya.

2.3. Manajemen Wakaf


A. Pengertian Wakaf

10
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al - Habs”.
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang
dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan
kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan
yang tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah
sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda(al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada
siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta
yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada
orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan Wakif.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan
hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana,
yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.

Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan


dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah. Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.

B. Rukun Wakaf Dan Syarat Wakaf

11
Untuk melakukan wakaf maka harus ada rukun dan syarat sah melakukan
wakaf tersebut. Berikut rukun dan syarat sah dalam wakaf.
a. Rukun wakaf
1. Ada Orang Yang Wakaf :
-  Wakaf atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun.
-  Pelaku wakaf memiliki hak untuk berbuat kebaikan.

2. Ada Barang Yang Diwakafkan :


-  Kekal abadi bendanya
-  Milik sendiri
- Ada akad wakaf antara pemberi dan penerima waqaf

3. Ada Orang Yang Diwakafkan atau menerima wakaf

C. Syarat sah wakaf


1)      Hendaknya orang yang mewakafkan adalah pemilik sah harta tersebut. Hal ini
dikarenakan harta seorang muslim haram hukumnya bagi yang lainnya kecuali dengan
kerelaannya, sehingga tidak diperkenankan bagi seseorang untuk menggunakan harta
orang lain dengan cara apa pun seperti menjual atau mewakafkan kecuali dengan
seizin pemiliknya, sebagaimana dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh
Jabir bin Abdullahradhiyallahu ‘anhu, di dalarnnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Sesungguhnya darah dan harta kalian haram hukumnya atas
sesama kalian.  (HR.           Muslim 2/886).

2)      Barang yang diwakafkan dapat dimanfaatkan. Hal ini dikarenakan apabila


sesuatu itu tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak ada gunanya sesuatu itu diwakafkan
dan menjadi sia-sia, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umarradhiyallahu ‘anhuma  yang
telah lalu (HR. Bukhari-Muslim). Misal, seandainya seseorang mewakafkan
seekor himar ahli (keledai jinak) yang sudah tua dan tidak dapat digunakan sama
sekali maka wakaf ini tidak sah; karena keledai seperti ini tidak bisa dimanfaatkan,
baik itu kegunaannya -karena telah tua- atau dagingnya pun tidak boleh dimakan

12
karena keledai jinak termasuk hewan yang diharamkan, sebagaimana sabda
Rasulullah:

3)      Barang yang diwakafkan tetap ada dan tidak habis walaupun telah


dimanfaatkan. Hal ini karena makna wakaf adalah mengabadikan suatu barang dan
menjalankan kemanfaatannya di jalan Alloh. Sehingga kalau sesuatu yang diwakafkan
itu habis, maka hal itu bukan dinamakan wakaf . Misal, seandainya seseorang
mewakafkan makanan dan minuman untuk fakir miskin, maka wakaf seperti ini tidak
sah dikarenakan makanan dan minuman akan habis apabila dimanfaatkan.

4)      Hendaknya mewakafkan sesuatu di jalan Alloh untuk selama-lamanya. Hal ini


dikarenakan makna wakaf adalah mengabadikan suatu barang dan menjalankan
kegunaannya di jalan Alloh. Sehingga apabila mewakafkan hartanya untuk sementara
waktu, misalnya setahun atau dua tahun, maka wakaf seperti ini tidak sah. Misal,
seseorang mengatakan: “Aku wakafkan rumahku untuk asrama para penuntut ilmu
selama dua puluh tahun saja.”  Maka wakaf ini tidak sah karena tidak diabadikan
oleh pemiliknya.

5)      Hendaknya pemilik harta tidak memberi syarat dalam wakafnya dengan syarat


yang menyelisihi sahnya wakaf atau membatalkan wakaf tersebut. Misalnya, apabila
seseorang mengatakan: “Aku wakafkan rumahku untuk fakir miskin dengan syarat
setelah berlalu setahun rumah itu kembali menjadi milikku” maka wakaf tersebut
tidak sah dikarenakan adanya syarat yang membatalkan wakaf itu sendiri, sedangkan
pemilik wakaf tidak boleh menjual atau memiliki kembali harta yang telah
diwakafkan.

D. Hukum Wakaf
Secara asal menurut definisi wakaf yang telah lalu para ulama mengatakan
bahwa asal hukum wakaf adalah sunnah/ dianjurkan,  dengan dasar hadits-hadits
yang berkaitan dengan wakaf, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila mati anak Adam, terputuslah  amalannya kecuali tiga hal:
shadaqah jariyah, atau ilmu yang bisa dimanfaatkan (setelahnya), atau anak shalih
yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim kitab al-Wasiyat 3/1255, Tirmidzi
dalam bab fi al-Waqf, Abu Dawud 2/106, dan Ahmad dalam Musnad-nya 2/372).

13
Hadits di atas dalam lafazh “shadaqah jariyah” sifatnya umum mencakup segala
shadaqah yang manfaatnya terus berjalan seperti wakaf, wasiat, sedekah., dan
sebagainya.

Secara asal menurut definisi wakaf yang telah lalu para ulama mengatakan
bahwa asal hukum wakaf adalah sunnah/ dianjurkan,  dengan dasar hadits-hadits
yang berkaitan dengan wakaf, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila mati anak Adam, terputuslah  amalannya kecuali tiga hal:
shadaqah jariyah, atau ilmu yang bisa dimanfaatkan (setelahnya), atau anak shalih
yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim kitab al-Wasiyat 3/1255, Tirmidzi
dalam bab fi al-Waqf, Abu Dawud 2/106, dan Ahmad dalam Musnad-nya 2/372).

Hadits di atas dalam lafazh “shadaqah jariyah” sifatnya umum mencakup


segala shadaqah yang manfaatnya terus berjalan seperti wakaf, wasiat, sedekah., dan
sebagainya.

E. Jenis-jenis Wakaf
a. Berdasarkan Peruntukan

1. Wakaf ahli (wakaf Dzurri/wakaf ’alal aulad) yaitu wakaf yang


diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.

2. Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk


kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum).

b.      Berdasarkan Jenis Harta 

1. Benda tidak bergerak:

-  Hak atas tanah


-  Bangunan atau bagian bangunan atau satuan rumah susun
-  Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
-  Benda tidak bergerak lain

2. Benda bergerak selain uang, terdiri dari:


-  Benda dapat berpindah
14
-  Benda dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan
-  Air dan Bahan Bakar Minyak
-  Surat berharga
-  Hak atas Kekayaan Intelektual
-  Hak atas benda bergerak lainnya

3. Benda bergerak berupa uang (Wakaf tunai, cash waqf)

c.       Berdasarkan Waktu:
1. muabbad, wakaf yang diberikan untuk selamanya.
2. mu’aqqot,  wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.

d.      Berdasarkan penggunaan harta yang di wakafkan


1. Mubasyir/dzati; harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan
bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
2. Mistitsmary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal
dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam
bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.

F. Sejarah Perlaksanaan Wakaf

Rasulullah SAW merupakan perintis kepada amalan wakaf


berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syaibah daripada Amr bin Sa’ad
bin Mu’az yang bermaksud: “Kami bertanya tentang wakaf yang terawal dalam
Islam? Orang-orang Ansar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW” (Hadith
Riwayat Al-Syaukani).

Orang Jahiliyyah tidak mengenali akad wakaf yang merupakan sebahagian


daripada akad-akad tabarru’, lalu Rasulullah SAW memperkenalkannya karena
beberapa ciri istimewa yang tidak wujud pada akad-akad sedekah yang lain. Institusi
terawal yang diwakafkan oleh Rasulullah SAW ialah Masjid Quba’ yang diasaskan
sendiri oleh Baginda SAW apabila tiba di Madinah pada 622M atas dasar ketaqwaan
kepada Allah SWT. Ini diikuti pula dengan wakaf Masjid Nabawi enam bulan
selepas pembinaan Masjid Quba‟. Diriwayatkan bahawa Baginda SAW membeli

15
tanah bagi pembinaan masjid tersebut daripada dua saudara yatim piatu yaitu Sahl dan
Suhail dengan harga 100 dirham. Pandangan masyhur menyatakan individu pertama
yang mengeluarkan harta untuk diwakafkan adalah Saidina Umar R.A dengan
mewakafkan 100 bahagian daripada tanah Khaibar kepada umat Islam. Anaknya
Abdullah bin Umar RA menyatakan bahawa ayahnya telah mendapat sebidang tanah
di Khaibar lalu dia datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta pandangan
tentang tanah itu, maka katanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendapat
sebidang tanah di Khaibar, dimana aku tidak mendapat harta yang lebih berharga
bagiku selain daripadanya, (walhal aku bercita-cita untuk mendampingkan diri
kepada Allah) apakah yang engkau perintahkan kepadaku dengannya?.” Maka sabda
Rasulullah SAW: “ Jika engkau hendak, tahanlah (bekukan) tanah itu, dan
sedekahkan manfaatnya.” “Maka Umar telah mewakafkan hasil tanahnya itu,
sesungguhnya tanah itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibah (diberi) dan diwarisi
kepada sesiapa.” Katanya lagi: “ Umar telah menyedekahkannya kepada orang-
orang fakir, kaum kerabat, hamba yang baru merdeka, pejuang-pejuang di
jalan Allah, ibn Sabil dan para tetamu. Tidaklah berdosa sesiapa yang menyelia tanah
wakaf itu memakan sebahagian hasilnya sekadar yang patut, boleh juga ia memberi
makan kawan-kawannya, tetapi tidaklah boleh ia memilikinya”.

Sejak itu amalan wakaf berkembang menjadi seperti saat ini. Banyak institusi
pendidikan seperti Universiti Cordova di Andalus, Al-Azhar al-Syarif di Mesir,
Madrasah Nizamiyyah di Baghdad, al-Qurawiyyin di Fez, Maghribi, Al-Jamiah al-
Islamiyyah di Madinah, Pondok Pesantren Darunnajah di Indonesia, Madrasah Al-
Juneid di Singapura dan banyak institusi pondok dan sekolah agama di Malaysia
adalah berkembang berasaskan harta wakaf. Universiti Al-Azhar contohnya telah
membangun dan terus maju hasil sumbangan harta wakaf. Sehingga kini pembiayaan
Universiti Al-Azhar yang dibina sejak 1000 tahun lalu telah memberikan khidmat
percuma pengajian kepada ribuam pelajar Islam dari seluruh dunia. Merekalah yang
menjadi duta Al-Azhar untuk membimbing umat Islam ke arah penghayatan Islam di
seluruh pelosok dunia.

G. Sengketa Wakaf

16
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui
musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa
dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

BAB III

PENUTUP

Keseimpulan

17
REFERENSI

https://www.academia.edu/8896966/AGAMA_ISLAM_-_Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat

http://eprints.walisongo.ac.id/7079/3/085113028_Bab2.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/9776/1/Buku%20Manajemen%20Zakat.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai