PANDEMI COVID-19
bagian dunia dan menjadi ancaman bagi kesehatan secara global. Terkait dengan
diperlukan data dan informasi dasar untuk menentukan kebijakan. Lembaga Ilmu
dampak pandemi COVID-19 mulai sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
kasus positif pertama ditemukan pada 2 Maret 2020. Hingga kini jumlah kasusnya
terus bertambah. Per 16 Mei lebih dari 17 ribu orang dinyatakan positif COVID-19.
Wabah ini telah menyebar di 34 provinsi dan memukul berbagai sendi kehidupan
inovasi sosial untuk mencari jalan keluar agar tetap produktif dan aman dari wabah.
masyarakat umum Indonesia dalam bentuk tidak menaati PSBB yang telah ditetapkan
dan tetap bersosialisasi meskipun hal tersebut sebenarnya berbahaya bagi mereka.
melihat sisi perilaku masyarakat Indonesia yang sulit berubah ketika menghadapi
dengan kondisi baru. Sebelum melihat lebih dalam, kita harus mengetahui apa yang
dimaksud dari pendekatan behavioralis. Dikutip dari John Guy (salah seorang
bahwa perilaku (atau behavior) dalam masyarakat adalah hasil dari pola dan sejarah
yang terkait dengan masyarakat tersebut. Dalam arti ini, pola membentuk perilaku
(seperti pasar, hajatan, dan kondangan). Kebiasaan ini harus diubah dalam arti
melakukan hal tersebut tetapi secara daring (online meeting, online shopping, dan
online events). Perilaku yang harus diubah juga adalah pemberian jarak antar orang
sekitar 1 meter atau lebih. Hal ini agar membantu mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi antar orang. Walaupun begitu, diperlukan waktu agar masyarakat
Memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, berbagai cara dan stackholder
terlihat acuh tak acuh saja dengan peraturan atau kebiasaan baru ini. Bahkan di
Rp. 250.000 tetapi ada saja masyarakat yang melanggar ketentuan adaptasi baru ini.
Jika masyarakat bisa patuh dan dengan kebiasaan baru ini maka perubahan
nyawa dari mereka yang terancam terinfeksi dan tentunya, sesuai dengan inisiatif dari
berbagai negara di dunia, flatten the curve (mengurangi jumlah infeksi sehingga total
mengurangi beban di rumah sakit (akibat keterbatasan beds dan ventilator dalam
Selain itu, bagi tenaga kesehatan garis depan (termasuk perawat, dokter,
pengemudi ambulans, petugas identifikasi kasus, dan lainnya) dapat menambah stres
Tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi, termasuk waktu kerja yang lamaj umlah
pasien yang meningkat dan praktik terbaik yang terus berubah seiring perkembangan
informasi tentang COVID-19. Semakin sulit mendapatkan dukungan sosial karena
jadwal kerja yang padat dan adanya stigma masyarakat terhadap petugas garis depan.
Dukungan masyarakat dan PHBS dapat mencegah covid-19 menular dan tertular.
Referensi
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/catatan-tentang-
aspek-kesehatan-jiwa-dan-psikososial-wabah-covid-19-feb-2020-indonesian.pdf?
sfvrsn=ebae5645_2