Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan

nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan,

prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen

mutu (WHO, 2004). Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu

variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan

yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien

bertujuan menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering

terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan

baik pasien sendiri dan pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi

yang kurang tepat, penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya.

Dewasa ini masyarakat sudah menyadari pentingnya pelayanan

kesehatan dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Masyarakat akan semakin

banyak mengunjungi rumah sakit jika mengalami sakit untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan. Meningkatnya jumlah kunjungan pasien ke rumah

sakit, akan menngkatkan prosedur penatalaksanaan pasien, hal ini merupakan

tantangan rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang aman bagi pasien.

Harapannya setiap unit di rumah sakit dapat membuat prioritas penerapan

keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan.

Ruang intensif merupakan salah satu unit yang terdapat di rumah sakit,
2

dalam memberikan pelayanan harus tetap mengedepankan prinsip

keselamatan pasien. Hal ini disebabkan, beragamnya kondisi pasien yang

dirawat, maka akan ditemui sejumlah pelayanan yang komplek pula terhadap

pasien. Kondisi ini tidak dapat dipungkiri, dengan beragam kompleksitas

pelayanan yang diberikan berpotensi terhadap terjadinya kesalahan.

Kompleksitas pelayanan di ruang intensif salah satunya berhubungan

dengan aktivitas perawat, mulai dari penerimaan pasien sampai dengan

pasien boleh dinyatakan alih rawat. Aktivitas perawat dalam layanan timbang

terima pasien berpotensi mempengaruhi timbulnya kesalahan. Timbang

terima pasien merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima

suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien.

Berdasarkan hasil observasi di ruang intensif RSUD Kota Bandung,

SOP timbang terima pasien sudah dibuat, tetapi pada pelaksanaannya

timbang terima belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai prosedur. Hasil

wawancara dengan 5 perawat, timbang terima prosesnya hanya berjalan

secara spontanitas, dengan panduan lembar observasi pasien. Tahapan

timbang terima terdiri dari tahap persiapan dan pelaksanaan dan ditetapkan

menjadi pedoman untuk proses timbang terima pasien, timbang terima

masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosa medis dan dokumen operan

belum tersedia.

Timbang terima pasien yang dilakukan secara spontanitas, cenderung

berdampak pada adanya penyampaian data yang tertinggal atau kondisi

pasien yang sebenarnya tidak tersampaikan, timbang terima pasien dengan

menggunakan lembar observasi pasien cenderung hanya masalah diagnosa


3

medis dan tidak menggambarkan perkembangan masalah keperawatan,

dokumen operan yang belum tersedia cenderung menimbulkan masalah

perawat kesulitan dalam hal pendokumentasian operan. Penyampaian

informasi pada kondisi ini tidak dilakukan secara menyeluruh terutama pada

masalah keperawatan yang seharusnya dapat dijadikan panduan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan secara berkesinambungan.

Bila dikaitkan dengan aspek indikator keselamatan pasien berdasarkan

Standar Akreditasi Rumah Sakit tahun 2011 yang sekarang digunakan untuk

penilaian program keselamatan pasien rumah sakit, proses timbang terima

yang sudah dijalankan di Ruang Intensif RSUD Kota Bandung selama ini,

dapat dievaluasi pada aspek ketepatan identifikasi pasien yaitu karena

kondisi pasien yang banyak ditemui di ruang intensif, pasien dengan

penurunan kesadaran, resiko jatuh dengan pemakaian restrain kemungkinan

alergi terhadap suatu obat atau pasien dengan pemberian transfusi, prosedur

pengambilan darah atau perlu dilakukan tindakan medis /keperawatan.

Kenyataan dilapangan belum dapat terlaksana secara sempurna, misal

penggunaan gelang yang sesuai standar untuk membedakan kondisi pasien

belum dapat terlaksana, kondisi ini berpotensi berbahaya bagi pasien.

Pada aspek penggunaan komunikasi yang efektif, timbang terima

pasien belum menggunakan metoda tertentu yang secara sistematis dapat

mewakili penyampaian informasi yang efektif, misalnya pengalaman

lapangan meskipun penggunaan metoda konvensional sebagian besar sudah

mewakili informasi yang harus disampaikan pada saat timbang terima pasien,

namun jarang disertai timbang terima pada masalah keperawatan.


4

Pada aspek peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai misal

pada saat timbang terima perlu diorientasikan terhadap obat-obat dengan

konsentrasi tinggi, obat yang bersifat Nama Obat, Rupa dan Ucapan sama

(NORUM) serta cara penggunaannya harus tersampaikan secara lengkap.

Dengan melihat jumlah karyawan ICU yang sebagian besar belum pernah

mengikuti pelatihan dasar intensif, kondisi ini memungkinkan terjadinya

kesalahan pemberian.

Pada aspek kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien

operasi, keadaan pasien icu terutama pasien post operasi ada beberapa yang

terpasang alat misalnya jalur intra vena, jalur feeding, selang drain atau

polycatheter dll. Semuanya harus tersampaikan pada saat timbang terima

mengenai tepat pasien, tepat prosedur dan tepat lokasi, pengalaman di

lapangan pernah terjadi tertukarnya antara jalur intravena dan jalur feeding

karena tidak diberi tanda pembeda(label), hal semacam ini apabila tidak

segera diketahui mungkin akan berpotensi bahaya bagi pasien.

Pada aspek pengurangan resiko infeksi, pengalaman di lapangan

perawat sudah membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan

tindakan, perawat juga saling mengingatkan untuk selalu mencuci tangan.

Pada saat timbang terima pasien belum ada pembiasaan penegasan kembali

terhadap pengurangan resiko infeksi terhadap hal-hal yang dapat

menimbulkan resiko infeksi misalnya terkait alat, pelaksanaan SOP dan

sarana untuk mensucihamakan peralatan yang digunakan.

Pada aspek pengurangan resiko pasien jatuh, ditujukan pada pasien-

pasien yang delirium dan berontak, pengalaman pada saat timbang terima
5

pasien perawat memberikan informasi untuk lebih waspada terhadap pasien

ini selain itu penggunaan restrain, penegasan pengawasan secara berkala

terhadap penggunaan restrain jarang disampaikan, resiko lepas atau cedera

mungkin terjadi.

Data pendukung tentang pelaksanaan timbang terima pasien yang tidak

sesuai standar prosedur, yakni penelitian yang pernah dilakukan beberapa

peneliti di negara lain, diantaranya : Ye et al (2007) dalam Wong MC, Yee

KC, Turner P. (2008) melakukan studi prospektif yang melibatkan

pengamatan dan survei, Departemen darurat metropolitan Australia

menentukan masalah, kekurangan dan risiko dari timbang terima antar shift.

Hasil ditemukan di 15,4% kasus, tidak semua informasi yang diperlukan

disampaikan pada saat timbang terima. Di antara kasus-kasus ini, 56,9%

menyebabkan efek samping untuk gawat darurat medis dan 30,3% untuk efek

buruk pada perawatan pasien.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Philpin (2006) dalam Wong MC,

Yee KC, Turner P. (2008) melakukan studi etnografi keperawatan handover

dalam terapi intensif Unit di Inggris. Hasil menemukan bahwa ada periode

ketidakpastian tentang ketepatan serah terima tanggung jawab untuk

perawatan pasien.

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Cohen & Hilligoss (2007)

dalam Kesrianti (2014), dari 889 kejadian malpraktek ditemukan 32% akibat

kesalahan komunikasi dalam serah terima pasien yang dapat menimbulkan

kesalahan dalam pemberian obat, kesalapahaman tentang rencana

keperawatan, kehilangan informasi serta kesalahan pada test penunjang.


6

Alvarado, et al. (2006) menyatakan bahwa ketidakakuratan informasi dapat

menimbulkan dampak yang serius di rumah sakit disebabkan karena

buruknya komunikasi. Angood (2007) juga memaparkan pernyataan yang

sejalan dengan peneltian diatas, bahwa berdasarkan hasil kajian data terhadap

adanya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadan Tidak Cedera (KTC),

Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera (KPC) dan

Kejadian Sentinel di rumah sakit, masalah yang menjadi penyebab utama

adalah komunkasi.

Timbang terima pasien adalah salah satu bentuk komunikasi perawat

dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Timbang terima

pasien dirancang sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi

yang relevan pada tim perawat setiap pergantian shift.

Data mengenai angka kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian

nyaris cedera (KNC) masih langka di Indonesia (Depkes, 2008). Berdasarkan

laporan pada tahun 2010 pada bulan Januari sampai dengan bulan April,

Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama mengenai KTD sebesar

33,33%, Banten dan Jawa Tengah 20%, DKI Jakarta 16,67%, Bali 6,67%,

Jawa Timur 3,33%. Berdasarkan penyebab kejadian lebih dari 70%

diakibatkan oleh tiga hal yaitu masalah prosedur, dokumentasi dan medikasi

(KKP-RS, 2010). Data-data di atas menunjukkan bahwa banyakya masalah

patient safety yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan standar

International Patient Safety Goal .

Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu

mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan perawatan


7

pasien. Dampak yang akan ditimbulkan sehubungan dengan pelaksanaan

timbang terima yang tidak dilakukan sesuai standar, dapat menimbulkan

beberapa masalah, diantaranya bagi pasien dapat terjadi keterlambatan dalam

diagnosis medis atau diagnosis keperawatan dan peningkatan kemungkinan

efek samping, bagi keluarga akan mengeluarkan biaya yang lebih besar jika

perawatan pasien mengalami pemanjangan hari rawat, bagi rumah sakit akan

menurunkan tingkat kepuasan pasien , menurunnya kepercayaan masyarakat

terhadap pelayanan yang diberikan.

Berdasarkan pemaparan diatas, dengan solusi melaksanakan timbang

terima yang sesuai dengan standar prosedur dan memperhatian aspek

keselamatan pasien maka semua masalah yang disebutkkan diatas dapat

diatasi, maka peneliti tertarik ingin mengetahui aspek keselamatan dalam

timbang terima pasien di ruang Intensif Care Unit RSUD Kota Bandung.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat penulis sampaikan berdasarkan latar

belakang masalah adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan

timbang terima pasien yang memperhatikan aspek keselamatan di ruang

rawat intensif RSUD Kota Bandung.


8

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang penulis ingin ketahui pada penelitian ini adalah

mengidentifikasi aspek keselamatan dalam timbang terima pasien di

Ruang Rawat Intensif RSUD Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus yang ingin penulis ketahui pada penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pelaksanaan timbang terima pasien di ruang rawat

intensif RSUD Kota Bandung.

2. Mengidentifikasi aspek keselamatan ketepatan identifikasi pasien

dalam timbang terima pasien di ruang rawat intensif RSUD Kota

Bandung.

3. Mengidentifikasi aspek keselamatan pelaksanaan komunikasi efektif

dalam timbang terima pasien di ruang intensif RSUD Kota Bandung.

4. Mengidentifikasi aspek keselamatan peningkatan keamanan obat yang

perlu diwaspadai dalam timbang terima pasien di ruang rawat intensif

RSUD Kota Bandung.

5. Mengidentifikasi aspek keselamatan tepat lokasi, tepat-prosedur, tepat

pasien operasi dalam timbang terima pasien di ruang rawat intensif

RSUD Kota Bandung.

6. Mengidentifikasi aspek keselamatan pengurangan resiko infeksi dalam

timbang terima pasien di ruang intensif RSUD Kota Bandung.

7. Mengidentifikasi aspek keselamatan pengurangan resiko pasien jatuh

dalam timbang terima pasien di ruang intensif RSUD Kota Bandung.


9

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

keilmuan peneliti dan ilmu keperawatan tentang informasi aspek

keselamatan dalam timbang terima pasien di ruang ICU RSUD Kota

Bandung.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi rumah

sakit dan perawat bahwa dengan proses timbang terima pasien yang baik

dan sesuai SOP serta memperhatikan aspek keselamatannya dapat

meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan dan mendukung program

keselamatan pasien di Ruang ICU RSUD Kota Bandung.

1.5. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang menjelaskan bahwa

dengan pelaksanaan timbang terima yang tidak sesuai prosedur dan kurang

memperhatikan aspek keselamatan pasien yang dapat menimbulkan

kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit, maka peneliti

mengembangkan alur penelitan yang dijelaskan menurut standar akreditasi

rumah sakit, aspek keselamatan yang akan dikaji dalam timbang terima

pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif,

peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi,


10

tepat prosedur dan tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi dan

pengurangan resiko pasien jatuh.

Peneliti mencoba mengembangkan keenam aspek keselamatan dengan

mengkaji pelaksanaan timbang terima pasien didasari aspek keselamatan

yang disampaikan pada saat proses timbang terima pasien.

Peneliti juga mengdentifikasi pelaksanaan timbang terima pasien yang

dilakukan di ruang Intensif RSUD Kota Bandung.


11

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pelaksanaan timbang terima oleh Timbang terima oleh
perawat : perawat :

- Pengetahuan - Persiapan
- Sikap - Pelaksanaan
- Ketersediaan SOP - Pengecekan ulang
- Rekan Kerja
- Kepemimpinan (Alvarado, K, 2006)

(Yudianto,K, 2005)

Sasaran Keselamatan Pasien :

1. Ketepatan identifikasi pasein


2. Peningkatan komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan
tepat-pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi
6. Pengurangan resiko pasien jatuh

Standar Akreditasi RS Kemenkes RI (2011)

Pelaksanaan Timbang Pelaksanaan Timbang


terima sesuai SOP terima tidak sesuai SOP

Timbang terima yang memperhatikan aspek Timbang terima yang memperhatikan aspek
keselamatan baik : pasien selamat keselamatan tidak baik : pasien cedera

Penjelasan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran diadaptasi dari Alvarado, K (2006),

Yudianto, K (2005), Standar Akreditasi RS Kemenkes RI (2011)


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN TEORI

2.1.1. Definisi Keselamatan Pasien

2.1.2. Sasaran Keselamatan Pasien Menurut Join Commission International

Tahun 2007

Masalah keselamatan pasien merupakan hal yang penting bagi rumah

sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat

digunakan sebagai tolok ukur bagi rumah sakit di Indonesia. Standar yang

digunakan ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang

dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization

pada tahun 2007 yang disesuaikan dengan situasi serta kondisi di Indonesia.

Penilaian keselamatan pasien yang dipakai di Indonesia pada saat ini

menggunakan instrument Akreditasi Rumah sakit, yang memiliki 6 standar

dengan lebih dikenal Sasaran Keselamatan Pasien dan disebut tugas perawat

menurut Join Commiision Accreditation International (JCI), diantaranya :

ketepatan mengidentifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif,

peningkatan obat yang perlu diwaspadai, tepat lokasi, tepat prosedur dan

tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi dan pengurangan resiko

jatuh.

2.1.2.1. Ketepatan Identifikasi Pasien

1. Standar
13

Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan ketepatan

identifikasi pasien.

2. Tujuan

- Untuk meningkatkan profesionalitas dalam mengenali dan kepada siapa

diberikan sebuah perawatan kesehatan.

- Untuk mencocokkan layanan atau perawatan untuk individu tersebut.

3. Elemen yang dapat Diukur:

- Pasien diidentifikasi menggunakan dua pengidentifikasi pasien, tidak

termasuk penggunaan nomor kamar pasien atau lokasi.

- Pasien diidentifikasi sebelum memberikan obat, darah, atau produk darah.

- Pasien diidentifikasi sebelum memberikan prosedur perawatan.

4. Implementasi di Rumah Sakit

- Di rumah sakit pasien diidentifikasi dengan minimal 2 penanda

identifikasi. Hal tersebut harus dilakukan sebelum dilakukannya segala

tindakan atau prosedur. Identifikasi dilakukan dengan identifikasi nama

pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medik.

- Ada dua cara untuk melakukan identifikasi pasien, yaitu secara audio

(menanyakan identitas pasien secara langsung) dan visual (melihat gelang

identitas pasien untuk mencocokan nama dan nomor rekam medis pasien).

2.1.2.2. Peningkatan Komunikasi Efektif

1. Standar

Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas

komunikasi antara perawat.

2. Tujuan
14

Komunikasi yang efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, tidak ambigu, dan

dipahami oleh penerima dapat mengurangi kesalahan dan hasil dalam

keselamatan pasien membaik. Komunikasi dapat berupa elektronik, lisan, atau

tertulis. Menerapkan proses atau prosedur untuk mengambil perintah lisan atau

telepon, atau untuk pelaporan hasil uji laboratorium penting, yang

membutuhkan verifikasi “read-back” dari tatanan lengkap atau hasil tes oleh

orang yang menerima informasi. Catatan: tidak semua negara mengizinkan

perintah lisan atau telepon.

3. Elemen yang dapat diukur

- Perintah verbal dan telepon yang lengkap atau hasil tes ditulis oleh

penerima perintah atau hasil tes.

- Perintah verbal dan telepon yang lengkap atau hasil tes dibaca kembali

oleh penerima perintah atau tes hasilnya.

- Perintah atau hasil test dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah

atau hasil tes.

4. Implementasi di Rumah Sakit

Komunikasi efektif harus dilakukan oleh semua petugas medis maupun non medis

di rumah sakit. Misalnya komunikasi antar perawat yang melakukan shift jaga.

Selama pergantian shift perawat harus ada komunikasi yang efektif antar perawat,

baik dalam penyampaian maupun penerimaan pesan tentang pasien yang dijaga.

Mulai dari tindakan atau perlakuan kepada pasien, obat – obatan, dll. Sehingga

tidak ada kesalahan dalam perlakuan kepada pasien. Selain itu komunikasi efektif

juga berfokus dalam penyampaian pesan melalui telefon. Misalnya pesan dari
15

dokter kepada petugas medis tentang tindakan kepada pasien.Instruksi atau pesan

yang disampaikan melalui telefon harus dituliskan, dibacakan kembali dan

mendapat konfirmasi kebenaran dari pemberi pesan (read back – repeat back).

Cara seperti ini dilakukan di semua unit di rumah sakit.

2.1.2.3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen

harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan

yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering

menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang

berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)

seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa

dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah

pemberian elektrolit konsentrat secara  tidak sengaja (misalnya, kalium klorida

2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari

0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi

bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,

atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan  terlebih dahulu  sebelum

ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk

mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

1. Standar
16

Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan keamanan

obat yang perlu diwaspadai.

2. Tujuan

Menyingkirkan elektrolit yang terkonsentrasi tinggi (termasuk didalamnya

adalah potassium chloride, potassium phospat, sodium chloride > 0.9%) dari

unit perawatan pasien. Organisasi bersama-sama mengembangkan kebijakan

dan atau prosedur yang mengidentifikasi daftar organisasi obat yang perlu

diwaspadai berdasarkan data sendiri. Kebijakan dan atau prosedur juga

mengidentifikasi daerah-daerah mana elektrolit terkonsentrasi secara klinis

diperlukan sebagaimana ditentukan oleh bukti dan praktek profesional, seperti

gawat darurat atau ruang operasi dan mengidentifikasi bagaimana mereka

dilabeli secara jelas dan bagaimana mereka disimpan di daerah-daerah dengan

cara membatasi akses untuk mencegah ketidaksenggajaan administrasi.

3. Elemen yang dapat Diukur :

- Kebijakan dan atau prosedur yang dikembangkan untuk mengatasi

identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu

diwaspadai.

- Konsentrat elektrolit tidak ditemukan di unit perawatan pasien kecuali

untuk keperluan klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pengurus

tidak sengaja di area-area yang diizinkan oleh kebijakan.

- Elektrolit terkonsentrasi yang disimpan di unit perawatan pasien diberi

label dan disimpan dengan cara yang membatasi akses.

4. Implementasi di Rumah Sakit


17

Ketentuan lokasi, label, dan penyimpanan larutan elektrolit pekat misalnya,

KCl, Mg(SO)4, NaCl 3%. Obat-obatan tersebut bila terjadi kesalahan

penggunaan dapat berdampak serius kepada pasien. Sehingga obat-obat

tersebut harus diatur agar tidak disimpan secara bebas di ruang rawat, kecuali

dibutuhkan secara klinis dan dengan peraturan tertentu.

2.1.2.4. Pengurangan Salah Lokasi, Salah pasien dan Salah Tindakan Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang

mengkhawatirkan dan  tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat  antara anggota tim

bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking),

dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula

asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,

budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible

handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi

yang sering terjadi.

1. Standar

Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,

tepat prosedur, dan tepat pasien operasi

2. Tujuan

Meminimalisir salah-situs operasi, salah-prosedur, salah-pasien merupakan

kejadian kekhawatiran yang umum dalam organisasi perawatan kesehatan.

Praktek-praktek berbasis bukti (evidence-based practices) yang dijelaskan


18

dalam The Joint Commission’s Universal Protocol untuk mencegah salah

situs, salah prosedur, salah pasien operasi. Proses penting yang ditemukan di

Protokol Universal yaitu menandai situs bedah, proses verifikasi sebelum

operasi, dan time-out yang diadakan segera sebelum memulai prosedur.

3. Elemen yang dapat Diukur

- Menggunakan tanda yang langsung dikenali untuk identifikasi pada

lokasi bedah dan melibatkan pasien dalam proses menandai.

- Menggunakan daftar periksa atau proses lain untuk memverifikasi

lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat dan

bahwa semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan berada di

tangan, benar, dan fungsional sebelum melakukan operasi.

- Tim bedah lengkap melakukan dan mendokumenkan prosedur time-

out tepat sebelum memulai prosedur bedah.

4. Implementasi di Rumah Sakit

Sebelum dilakukannya operasi harus terlebih dahulu dilaksanakan

beberapa prosedur, diantaranya:

- Diberikan penandaan atau marker dibagian tubuh yang akan dioperasi.

- Memastikan semua dokumen dan peralatan telah lengkap tersedia,

tepat, dan berfungsi dengan baik.

- Melaksanakan prosedur checklist dan time out sebelum pelaksanaan

operasi.

2.1.2.5. Pengurangan Resiko Infeksi

1. Standar
19

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko kesehatan

terkait infeksi.

2. Tujuan

Pusat untuk penghapusan infeksi adalah kebersihan tangan yang benar.

Pedoman kebersihan tangan yang diterima oleh internasional tersedia dari

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit Amerika Serikat (CDC AS) dan berbagai organisasi nasional dan

internasional lainnya. Organisasi memiliki proses kolaboratif untuk

mengembangkan kebijakan dan atau prosedur yang mengadaptasi atau

mengadopsi keadaan saat ini diterbitkan dan pedoman kebersihan tangan

diterima secara umum dan untuk pelaksanaan pedoman tersebut dengan

organisasi.

3. Elemen yang dapat diukur

- Organisasi yang telah diadopsi atau diadaptasi saat ini menerbitkan dan

umumnya menerima pedoman kebersihan tangan.

- Organisasi ini menerapkan program kebersihan tangan yang efektif.

- Kebijakan dan atau prosedur yang dikembangkan yang mendukung lanjutan

pengurangan perawatan kesehatan terkait infeksi.

4. Implementasi di Rumah Sakit

Rumah Sakit berupaya dalam menekan infeksi nosokomial, salah salah satunya

dengan cara komitmen pelaksanaan hand hygiene, yaitu mengadopsi, melakukan

adaptasi, melaksanakan, serta mengimplementasi program hand hygiene terbaru.

2.1.2.6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh

1. Standar
20

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko

membahayakan pasien akibat jatuh.

2. Tujuan

Menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk jatuh,

termasuk potensi risiko yang terkait dengan rejimen pengobatan pasien, dan

mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang

teridentifikasi.

3. Elemen yang dapat diukur :

- Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien untuk

risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan oleh perubahan

dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain.

- Ukuran yang diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang

dinilai beresiko.

- Ukuran dipantau untuk hasil, baik kesuksesan pengurangan cedera jatuh

dan apapun yang terkait konsekuensi yang tidak diinginkan.

- Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan resiko

membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi.

4. Implementasi di Rumah Sakit

Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko jatuh, penilaian

berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah –

langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap

berupa proses identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta

memberikan tanda identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang


21

kuning, penanda di pintu, serta informasi tertulis kepada pasien atau keluarga

pasien.

2.1.3 Timbang Terima

2.1.3.1. Pengertian Timbang Terima

Timbang terima adalah satu cara dalam menyampaikan dan menerima

sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien (Nursalam, 2011).

Menurut Kim Alvarado (2006) timbang terima adalah penyampaian

informasi yang diberikan saat pergantian shift. Perencanaan asuhan

keperawatan pada pasien berfokus pada keamanan klien dan informasi yang

berkelanjutan. Ketidakhadiran atau ketidakakuratan dapat menimbulkan efek

yang merugikan pada asuhan keperawatan yang diberikan pada klien. Sesuai

dengan peneletian dari The Joint Commusion On Accreditation Of Health

Care Organization (JCAHO, 2003), hampir 70% kesalahan pemberian

asuhan keperawatan saat jam kerja disebabkan oleh kurangnya komunikasi.

Masalah dan perhatian mengenai efektifitas timbang terima saat pergantian

shift perlu ditingkatkan oleh seluruh perawat.

Terdapat perubahan pada proses timbang terima yang dulu hanya

menggunakan laporan verbal, laporan tertulis ataupun rekaman tape

recorder, saat ini menjadi pada penekanan akan kebutuhan dan masalah

pasien serta lebih melibatkan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan

(Anderson, 2006). Laporan timbang terima atau change of shift report

(CSR) terjadi 3 kali dalam sehari pada setiap unit keperawatan di semua tipe

lingkungan perawatan kesehatan. Setelah selesai jam kerja, perawat

melaporkan informasi tentang klien pada perawatan shift berikutnya.


22

Perawat mengkomunikasikan informasi terkini tentang klien sehingga semua

anggota tim dapat mengetahui dan membuat keputusan terbaik tentang klien

dan perawatannya. Laporan itu berisi tentang informasi penting tentang

pasien yang berhubungan dengan proses keperawatan secara holistik dan

perawatan yang aman bagi klien (Pooter, 2014).

2.1.3.2. Tujuan Pelaksanaan Timbang Terima

Timbang terima yang dilaksanakan setiap pergantian shift bertujuan untuk

menyampaikan kondisi atau keadaan klien secara umum, menyampaikan

hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya dan tersusun

rencana kerja untuk dinas berikutnya (Nursalam, 2011). Menurut Cahyono

(2008) tujuan timbang terima adalah untuk menyampaikan informasi yang

akurat mengenai asuhan keperawatan pada pasien, pengobatan, pelayanan,

kondisi terkini pasien, perubahan yang sedang terjadi an perubahan yang

dapat diantisipasi. Informasi harus terjamin akurat untuk mencegah

terjadinya kesalahan dalam proses pemberian pelayanan terhadap pasien.

2.1.3.3. Langkah-langkah Pelaksanaan Timbang Terima

1. kedua kelompok shift harus dalam keadaan sudah siap

2. shift yang akan menyerahkan laporan perlu mempersiapkan hal-hal apa

yang akan disampaikan

3. perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift tentang :

keadaan klien secara umum, tindak lanjut dinas yang menerima operan

dan rencana kerja yang menerima laporan (Nursalam, 2011).

2.1.3.4. Tahapan Timbang Terima Pasien


23

Proses timbang terima oleh perawat di rumah sakit dilakukan

beberapa tahap. Cahyono (2008) menguraikan tahap timbang terima

diawali pada kegiatan terutama pergantian tugas pagi hari, kepala

perawat akan memimpin pertemuan pagi dan dalam pertemuan itu

dilaporkan kejadian-kejadian penting yang terjadi selama para perawat

bertugas. Selanjutnya mereka berkeliling dalam tim, mengunjungi

masing-masing pasien dan menjelaskan perkembangan pasien, masalah

dan rencana-rencana yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Lardner (1996) menjelaskan timbang terima memiliki tiga tahapan,

yaitu:

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang diakukan oleh perawat yang akan

melimpahkan tanggung jawab, meliputi informasi yang akan

disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya. Persiapan yang

dilakukan oleh perawat dalam memulai operan adalah membaca

dokumentasi pasien, kegiatan ini dilakukan untuk menghindari

kesalahan informasi yang akan diberikan.

2. Pertukaran shift jaga

Perawat yang akan pulang dan perawat shift berikutnya

melakukan pertukaran informasi, fokus pada tahap ini adalah waktu

terjadinya timbang terima itu sendiri yang berupa pertukaran

informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara

perawat shift sebelumnya kepada perawat shift selanjutnya.


24

Pertukaran shift jaga dapat dilakukan di ruang perawat nurse station

maupun disamping pasien (bedside handover).

3. Pengecekan ulang informasi

Calalang & Javier, (2010) dikutip dalam Dewi, (2011)

menyatakan pemeriksaan ulang informasi dilakukan oleh perawat

tentang tanggung jawab dan tugas yang diberikan, merupakan

aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk melakukan

pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien

langsung. Pengecekan ulang (check back) adalah suatu tahap yang

tepat dalam pengecekan informasi terkait pemeriksaan dan

pengobatan dokter serta perawatan pasien dengan tujuan

kelengkapan (completeness) dan kejelasan (clarity).

2.1.3.5. Prosedur Timbang terima

Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana


Persiapan 1. Timbang terima dilaksanakan 5 Ners PP dan PA
setiap pergantian shift/operan
2. prinsip timbang terima, semua menit Station
pasien baru masuk dan pasien yang
dilakukan timbang terima
khususnya pasien yang memliki
permasalahan yang belum/dapat
teratasi serta yang membutuhkan
observasi lebih lanjut.
3. PP menyampaikan timbang terima
pada PP berikutnya, hak yang perlu
disampaikan dalam timbang terima
:
 Jumlah
 Identitas klien dan diagnosis
medis
 Data (keluhan/subjektif dan
objektif)
 Masalah keperawatan yang
masih muncul
 Intervensi keperawatan yang
sudah dan belum dilaksanakan
(secara umum)
 Internvensi kolaboratif dan
25

dependen
 Rencana umum dan persiapan
yang perlu dilakukan
(persiapan operasi,
pemeriksaan penunjang dan
lain-lain)
Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas sudah siap 20 Ners KARU, PP
(shift jaga)
2. kelompok yang akan bertugas menit Station dan PA
menyiapkan buku catatan
3. kepala ruang membuka acara
timbang terima
4. perawat yang melakukan timbang
terima dapat melakukan klarifikasi,
tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang telah
ditimbangterimakan mengenai hal-
hal yang kurang jelas
5. kepala ruangan PP menanyakan
kebutuhan dasar pasien
6. penyampaian yang jelas, singkat
dan padat
7. perawat yang melaksanakan
timbang terima mengkaji secara
penuh terhadap masalah
keperawatan, kebutuhan dan
tindakan yang telah/belum
dilaksanakan serta hal-hal penting
lainnya selama masa perawatan
8. hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincian yang
matang sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas
berikutnya
9. lama timbang terima untuk tiap
pasien tidak lebih dari 5 menit Ruang
kecuali pada kondisi khusus dan
memerlukan keterangan yang Perawatan
rumit
Pengecekan 1. diskusi 5 Ners KARU, PP
kembali 2. pelaporan untuk timbang terima
dituliskan secara langsung pada menit Station dan PA
format timbang terima yang
ditandatangani oleh PP yang jaga
saat itu dan PP yang jaga
berikutnya diketahui oleh Kepala
Ruangan
3. ditutup oleh kepala ruangan
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift

2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (PP)

3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan tugas dinas
26

4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan

menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan

pasien

5. Timbang terima harus berorientsai pada permasalahan pasien

6. Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume suara

yang cukup sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu

yang rahasia bagi klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak

dibicarakan secara langsung di dekat pasien

7. Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan shock sebaiknya

dibicarakan di nurse station.

2.1.3.6. Alur Timbang Terima

PASIEN

DIAGNOSA MEDIS DIAGNOSA KEPERAWATAN

MASALAH KOLABORATIF (didukung data)

RENCANA TINDAKAN

TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN

PERKEMBANGAN / KEADAAN
PASIEN

MASALAH :

1. TERATASI
2. BELUM TERATASI
3. TERATASI SEBAGIAN
4. MUNCUL MASALAH BARU

Gambar 2.1. Skema timbang terima pasien menurut Nursalam (2011)


27

2.1.3.6. Macam Metode Timbang Terima

Ada 4 cara timbang terima yang telah diidentifikasi seluruh dunia

dengan berbagai macam kelebihan dan kekurangannya. Timbang terima bisa

dilaksanakan dengan menggunakan laporan tertulis dan tape recorder atau

rekaman (keuntungannya lebih efesien bagi staf, kerugiaanya tidak dapat

bertanya meminta penjelasan lebih lanjut), timbang terima dengan

berkunjung langsung ke tempat tidur pasien dan timbang terima secara lisan

atau laporan verbal (Miller C, 1998).

Laporan tertulis dilakukan di nurse station dan anggota staf dari kedua

kelompok menghadirinya. Jenis pelaporan dengan audiotape diberikan oleh

perawat yang telah menyelesaikan perawatan klien dan ditinggal untuk

perawat pada giliran tugas berikutnya untuk ditinjau ulang. Pelaporan yang

direkam dapat meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan staf untuk

melaporkan ketika ada waktu. Kerugian dari pelaporan yang direkam adalah

tidak memungkinkanya staf untuk mengajukan pertanyaan atau meminta

klarifikasi penjelasan. Sedangkan laporan yang diberikan secara langsung,

membuat klien dan keluarga klien mempunyai kesempatan untuk ikut serta

dalam segala diskusi mengenai perawatan klien. Seperti halnya perawat

dapat bersama klien untuk melakukan pengkajian yang diperlukan,

mengevaluasi kemajuan dan menentukan intervensi terbaik yang sesuai

dengan kebutuhan klien. Karena banyak tanggung jawab perawat yang harus

ditanggung, ada baiknya jika pelaporan dilakukan dengan cepat dan efisien.

Waktu yang digunakan selama pelaporan untuk menguraikan status

kesehatan klien dan memungkinkan staf giliran tugas berikutnya mengetahui


28

dengan tepat jenis perawatan yang dibutuhkan klien, harus diperhitungkan

dengan baik (Potter, 2014). Selain keuntungan dari metode laporan dengan

berkunjung langsung ke pasien adalah meningkatkan hubungan kerjasama

antara anggota staf, meningkatkan kepuasan pasien karena dapat secara

langsung mengungkapkan keluhan.

Pada saat timbang terima diperlukan suatu komunikasi yang jelas

tentang kebutuhan klien terhadap intervensi apa yang sudah dilakukan dan

yang belum, serta respon pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang

terima dengan berjalan bersama perawat lainnya dan menyampaikan kondisi

pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini akan lebih efektif dari pada

harus menghabiskan waktu membaca dan membantu perawat dalam

menerima timbang terima secara nyata. Cara yang dapat membantu timbang

terima jadi lebih efesien maliputi laporan tertulis pada shift sebelumnya,

petunjuk (prosedur tetap) timbang terima dan penggunaan lembar timbang

terima yang telah disiapkan sebelum proses (Miller.C, 2008).

Laporan pertukaran shift berisi tentang : latar belakang informasi misal

keadaan klien secara umum; pengkajian, berisi tentang keadaan klien yang

sekarang, keluhan yang dirasakan; diagnosa keperawatan, berisi masalah

keperawatan yang dihadapi oleh klien saat ini; rencana intervensi, berisi

rencana tindakan yang akan dilakukan, misalnya penjelasan tentang

prosedur operasi, persiapan pre operasi dan rutinitas aktivitas post operasi;

implementasi, berisi tindakan yang telah dilakukan pada klien; informasi

keluarga berisi tentang dukungan dari keluarga pada klien; rencana


29

pemulangan, aktivitas yang bisa dilakukan klien dirumah; prioritas

kebutuhan, hal yang sangat diperlukan oleh klien saat ini.

2.1.3.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam timbang terima

Yudianto, K. (2005) dalam Kesrianti (2014) menyatakan bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi saat perawat melakukan

timbang terima, diantaranya :

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya suatu tindakan atau aktivitas seseorang. Hal ini bila

dihubungkan dengan teori Suprapta (2012), tingkat pengetahuan merupakan

faktor predisposisi dalam berperilaku positif, karena dengan pengetahuannya

seseorang akan memulai mengenal dan mencoba atau melakukan suatu

tindakan. Penambahan pengetahuan tidak bisa hanya dalam waktu yang

singkat, tetapi harus secara terus-menerus dan berkelanjutan, juga perlu

ditambah dengan informasi-informasi baru, sehingga pengetahuan terus

bertambah dan mendalam, karena dengan mengkristalisainya pengetahuan

akan tetap menjadi control terhadap seseorang untuk berperilaku baik.

Begitu pula pada pelaksanaan timbang terima akan baik.

2. Sikap

Sikap yang terbentuk dalam diri seseorang dapat mempengaruhi

seseorang dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, dengan sikap positif

diharapkan seseorang mempunyai kinerja dan motivasi yang tinggi. Sikap

secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang


30

bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap akan mempengaruhi

komunikasi pada saat timbang terima pasien.

3. Ketersediaan protap

Apabila ketersediaan protap untuk proses timbang terima tersedia, maka

proses pelaksanaan timbang terima akan berjalan dengan baik.

4. Pimpinan

Jika bawahan telah termotivasi dengan baik oleh pimpinannya maka

mereka akan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Perilaku mendukung

adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi

dua arah. Semakin baik kepemimpinan, maka proses pelaksanaan timbang

terima akan berjalan dengan bbaik pula.

5. Teman sejawat

Teman sejawat dapat mempengaruhi pelaksanaan timbang terima,

dimana semakin baik hubungan kerjasama sesama perawat, maka proses

pelaksanaan timbang terima akan berjalan dengan baik pula.

2.1.4. Aspek Keselamatan Dalam Timbang Terima Pasien

2.1.4.1. Ketepatan Identifikasi Pasien

Pentingnya aspek keselamatan dalam timbang terima terkait ketepatan

identifikasi pasien secara benar yaitu untuk menghindari kegagalan yang meluas

dan terus menerus yang mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi

maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang dan lain

sebagainya.
31

Pada saat timbang terima pasien , perlu disampaikan mengenai identitas

pasien yang meliputi nama, nomor medrec, tanggal lahir yang tertulis pada jenis

gelang yang dipergunakan pasien. Jenis gelang juga harus menggambarkan

kondisi pasien apakah jenis gelang mengidentifikasi pasien dengan alergi, label

resiko jatuh atau kondisi dengan status “Do Not Resusitation “ (DNR). Selain itu,

setelah penyampaian informasi secara lisan perlu dilihat secara langsung kepada

pasien terhadap penggunaan gelang. Apakah penggunaan gelang masih terbaca

atau perlu diperbaharui terkait dengan perkembangan terbaru pasien. (Panduan

Identifikasi Pasien RS Syafira, 2015).

Ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi yaitu

kesalahan dalam penulisan dan administrasi serta verifikasi dan masalah

komunikasi. Permasalahan terkait adanya hambatan dalam komunikasi misalnya

hambatan bahasa, kondisi pasien serta kegagalan dalam timbang terima pasien .

2.1.4.2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Kegagalan dalam komunikasi pada saat timbang terima antara unit-unit

pelayanan, di dalam dan antar tim pelayanan, dapat mengakibatkan terputusnya

kesinambungan pelayanan, pengobatan yang tidak tepat, dan berpotensi timbulnya

cedera terhadap pasien. Aspek keselamatan yang perlu disampaikan pada saat

timbang terima antara lain identitas, masalah medis dan keperawatan, tindakan

yang sudah dan belum dilakukan, evaluasi terhadap perkembangan masalah

keperawatan serta rekomendasi dari tim kesehatan lain yang perlu dilakukan

terhadap pasien.

Bila salah satu informasi yang harus disampaikan pada saat timbang terima

tidak dilakukan maka kesinambungan asuhan akan terhambat, sehingga asuhan


32

terhadap pasien tidak akan terlayani secara optimal atau bahkan akan berdampak

merugikan bagi pasien.

Sangat diperlukan metoda/pola timbang terima yang efektif sehingga dapat

mewakili keseluruhan informasi yang harus disampaikan, misalnya perlu

penggunaan protocol untuk mengkomunikasikan informasi yang penting/sangat

diperlukan guna kesinambungan asuhan keperawatan yang harus diberikan,

memberikan kesempatan pada para perawat untuk menyampaikan pertanyaan-

pertanyaan pada saat timbang terima.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, I & Rosa, M., E. tahun 2014 di

RSPKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang mendapati hasil, adanya

peningkatan yang bermakna pada mutu operan jaga setelah diberikan pelatihan

komunikasi S-BAR kepada perawat di bangsal Wardah dengan nilai signifikansi P

= 0,000 (P<0,05). Penelitian ini membuktikan bahwa metoda tertentu dalam

timbang terima dapat meningkatkan kualitas timbang terima yang baik.

Penelitian lain mengenai dokumentasi pada saat timbang terima yang

dilakukan oleh Maryani, F., Hapsari, H., I., & Nurul Afni, A., C., tahun 2015

dengan hasil penelitian bahwa ada dampak positif terhadap penggunaan

dokumentasi SBAR dalam timbang terima pasien yaitu penggunaan dokumentasi

merupakan metoda yang efektif untuk menurunkan Insiden Keselamatan pasien.

Penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan dokumentasi dapat mempengaruhi

terhadap kejadian insiden keselamatan pasien, sehingga dalam timbang terima

sangat diperlukan adanya dokumentasi tertulis sebagai upaya meningkatkan

komunikasi yang efektif dalam mengurangi kesalahan atau bahkan timbulnya

cedera bagi pasien.


33

2.1.4.3. Peningkatan Keamanan Obat yang Harus Diwaspadai

Salah satu tindakan yang mengancam keselamatan pasien adalah kesalahan

pemberian obat yang dilakukan perawat. Dalam timbang terima aspek

keselamatan terhadap peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai antara

lain orientasikan seluruh perawat terhadap jenis obat-obat high alert, obat yang

bersifat nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), cara pencampuran obat,

pelabelan dan penggunaan etiket obat.

Pernyataan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kemenkes (2011),

bahwa obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen

rumah sakit harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.

Nama Obar, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf

pelaksana merupakan salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan

pemberian obat (Meication error ).

Penelitian yang dilakukan Clancy, (2007) menunjukan bahwa di unit

perwatan rata-rata terjadi 3,7 insiden kesalahan obat setiap 6 bulan. Menurut

Cohen , (2007) terdapat enam obat yang beresiko terjadinya kesalahan,

diantaranya insulin, heparin, opioid, injeksi kalium klorida atau konsentrat kalium

fosfat, blocking agen neuromuskuler dan obat kemoterapi. Oleh karena itu,

kewaspadaan obat-obatan yang tingkat bahayanya tinggi harus ditunjukan dengan

menyimpannya di tempat khusus berlabel dan tidak di setiap ruangan.

2.1.4.4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur dan Tepat-Pasien

Operasi/Tindakan

Kemenkes (2011) mengemukakan salah lokasi, salah prosedur salah pasien

operasi merupakan hal yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di rumah sakit.
34

Kesalahan ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif, pengkajian pasien yang

tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak

mendukung komunikasi.

Dalam timbang terima aspek keselamatan yang perlu diperhatikan adalah

upaya untuk meningkatkan ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi sebelum

dilakukan operasi antara lain melakukan pengecekan ulang terkait identitas

pasien, mengecek ketepatan lokasi operasi, persiapan praoperasi, menyiapkan dan

mengecek hasil foto-foto rontgen dan hasil pemeriksaan lainnya.

Terkait dengan ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi, pasien-pasien

yang dirawat di ruang intensif adalah adanya pasien-pasien post operasi dengan

kondisi banyak terpasang alat seperti adanya jalur intravena, jalur feeding ,jalur

polichateter, jalur ETT/tracheostomy, drain atau spooling dower catheter dll. Perlu

diwaspadai terhadap kesalahan sambung selang yang tidak tepat, bila hal ini

terjadi dampaknya akan sangat fatal atau bahkan sampai menimbulkan kematian

bagi pasien.

Dalam timbang terima perlu disampaikan ketepatan masing-masing jalur

dengan memberikan label pada setiap jalur dan wajib bagi perawat yang

melakukan timbang terima melihat secara langsung jalur yang terpasang pada

pasien, hal ini dilakukan dalam upaya mengurangi kesalahan sambung selang atau

kesalahan pemberian obat dan upaya menghindari dampak yang berbahaya bagi

pasien, seperti yang dikemukakan dalam Sembilan solusi keselamatan rumah

sakit, salah satu poinnya yaitu hindari salah sambung selang atau jalur intra vena,

feeding, Dower catheter (DC), dan spooling DC. (KKPRS PERSI, 2008).
35

2.1.4.5. Pengurangan Resiko Infeksi

Rumah sakit merupakan tempat yang rentan terjadi infeksi nosokomial

atau infeksi baru selama perawatan. Infeksi paling sering menjangkiti pasien

dengan kondisi daya tahan tubuh yang menurun. Pasien ruang intensif salah satu

pasien dengan kondisi daya tahan tubuh yang menurun, apabila perlakuan

terhadap pasien intensif tidak mendukung pada upaya pengurangan resiko infeksi

maka efek bagi pasien akan beresiko lebih berpeluang terjadi infeksi nosokomial

sehingga bila infeksi tambahan terjadi pada pasien intensif dampaknya yaitu

adanya penambahan lama perawatan.

Pada saat timbang terima pasien, aspek keselamatan dalam upaya

mengurangi resiko infeksi antara lain upaya saling mengingatkan untuk mencuci

tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien, penggunaan alat

APD, timbang terima alat dalam kondisi bersih/steril dan siap pakai,

ketersediaan cairan alcohol-based hand-rubs agar tersedia pada titik-titik

pelayanan, informasi penanggalan alat yang terpasang pada pasien sehingga

perawat mengetahui kapan waktu untuk mengganti alat yang terpasang tersebut.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam standar sasaran keselamatan pasien yang

menyatakan pokok dari eliminasi infeksi adalah cuci tangan yang tepat, perawatan

terhadap alat yang terpasang pada pasien dan pemakaian instrument bersih/steril

yang siap pakai.

2.1.4.6. Pengurangan Resiko Jatuh

Kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cidera bagi pasien yang

dirawat, oleh sebab itu sebagai perawat perlu mengupayakan berbagai cara untuk
36

mengurangi resiko pasien jatuh. Hal ini dilakukan dengan tujuan pasien tidak

perlu di rawat di rumah sakit lebih lama akibat komplikasi jatuh.

Dalam timbang terima pasien aspek keselamatan yang perlu diperhatikan

antara lain informasi di ruang nurse station tertulis pada papan white board

terhadap pasien resiko jatuh, memastikan pada setiap timbang terima pengamanan

tempat tidur dalam kondisi terpasang, pengkajian ulang secara berkala terhadap

setiap perubahan kondisi pasien, tempat tidur tidak pada kondisi terlalu tinggi,

pengkajian ulang terhadap penggunaan restrain dan efek samping pemakaiannya,

penggunaan label segitiga warna kuning atau merah pada papan nama pasien atau

gelang dan melibatkan keluarga agar selalu mendampingi pasien secara

bergantian di samping tempat tidur.

Pernyataan diatas sejalan dengan artikel Spoelstra et al, (2012) yang

mengemukakan terdapat program intervensi dalam mencegah terjadinya pasien

jatuh antara lain melakukan assesmen resiko jatuh, terdapat resiko pada

pintu/tempat tidur/gelang pasien, modifikasi lingkungan dan alat-alat, edukasi

tentang keselamatan pasien kepada petugas dan keluarga, manajemen obat yang

ditargetkan untuk jenis tertentu dan memberi bantuan mengantarkan dan

menunjukan ke toilet dapat menurunkan kejadian jatuh dan cedera akibat jatuh.
37

BAB III

METODA PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Menurut Setiadi (2013), metode penelitian observasional deskriptif

adalah metode penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk membuat

gambaran suatu keadaan secara objektif. Sedangkan menurut Notoatmodjo

(2010) yaitu penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan

suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif karena

peneliti hanya ingin mengetahui gambaran atau fenomena di lapangan terkait

pelaksanaan timbang terima antar sif dan aspek keselamatan dalam timbang

terima pasien di ruang rawat intensif RSUD Kota Bandung.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah timbang terima yang dilakukan pada

shift pagi, sore dan malam oleh perawat ruang ICU RSUD Kota Bandung

dalam satu bulan dengan jumlah timbang terima yang dilakukan sebanyak 90

kali. Adapun sampel pada penelitian ini yaitu kegiatan timbang terima pasien

oleh perawat yang memperhatikan aspek keselamatan di ruang Intensif

RSUD Kota Bandung, yang dilakukan pada waktu shift pagi, sore dan

malam. Penentuan jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus

Yamane Taro (Supardi, S dan Rustika, 2013), dengan perhitungan sebagai

berikut :
38

N
n=
1+ N (d 2)

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = jumlah populasi

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10% (0,10), 5

% (0,05), atau 1% (0,01).

90
Jadi n = 2
1+ 90(0,05 )

90 90
=
1+ 0,225
= 1,225

= 72, 33 dibulatkan menjadi 73

Besar sampel dalam penelitian sebanyak 74 kali timbang terima dengan

pembagian jumlah tiap shift : shift pagi 25 kali timbang terima, shift sore 25

kali timbang terima dan shift malam 2 kali timbang terima yang dilakukan

observasi. Adapun tehnik sampling yang peneliti gunakan yaitu purvosive

sampling. Menurut Dharma, K,.K, (2011) purposive sampling yaitu metode

pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang

ditentukan oleh peneliti. Peneliti menganggap bahwa sampel yang dilakukan

penelitian telah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu penilaian terhadap

pelaksanaan timbang terima dengan memperhatikan aspek keselamatan

pasien.
39

3.3. Variabel Penelitian

Adapun variable penelitian yang digunakan yaitu mengacu pada

prosedur timbang terima dan aspek keselamatan yang terdapat pada standar

akreditasi rumah sakit tahun 2007 diobservasi pada saat timbang terima

pasien, yang terdiri dari : ketepatan mengidentifikasi pasien, peningkatan

komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,

kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi, pengurangan

resiko infeksi dan pengurangan resiko pasien jatuh.

3.4. Definisi Konseptual dan Operasional

3.4.1. Definisi Konseptual

1. Timbang terima adalah satu cara dalam menyampaikan dan menerima

sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien pada saat

penggantian shift. Prosedur timbang terima terdiri dari 3 tahap, antara

lain tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap post operan.

2. Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru pasien sebenarnya terjadi di semua

aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan

terjadinya kesalahan dalam mengidentifikasi pasien adalah pasien yang

dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi atau tidak

sadar sepenuhnya, peneliti bermaksud dengan adanya timbang terima

yang memperhatikan aspek keselamatan ketepatan identifikasi pasien

yaitu dengan cara yang dapat dipercaya mengidentifikasi pasien sebagai


40

individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau

pengobatan.

Pada saat proses timbang terima pasien perlu adanya peneganasan

terhadap kebenaran pasien selain dengan menyampaikan informasi

tentang kondisi pasien secara lisan perlu dibuktikan dengan melihat

secara langsung pasien yang bersangkutan apakah betul penggunaan

identitas gelang pasien dengan kondisi sebenarnya pasien atau bila

pasien tidak sadar perlu ditanyakan kepada pihak penunggu.

3. Peningkatan Komunikasi yang efektif

Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan

yang dipahami oleh penerima pesan, akan mengurangi kesalahan dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. timbang terima pasien

dengan menggunakan komunikasi metoda SBAR telah banyak diteliti

dan diakui kefektifannya dalam penyampaian informasi pasien pada

saat timbang terima.

4. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien,

maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk

memastikan keselamatan pasien. Obat-obat yang perlu diwaspadai

adalah obat yang persentasinya tinggi dapat menyebabkan terjadinya

kesalahan dan atau kejadian sentinel, obat yang beresiko tinggi

menyebabkan dampak yang tidak diinginkan demikian juga obat-obat

yang tampak mirip ucapan mirip (Nama obat rupa dan ucapan mirip

atau Look-alike Sound Alike). Yang sering disebut-sebut dalam isu


41

keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak

disengaja. Cara yang paling efektif untuk mengurangi kejadian tersebut

adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang

perlu diwaspadai termasuk penegasan pada saat timbang terima

terutama bila ada penggunaaan untuk pasien.

5. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi

Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi adalah kejadian

yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekwat antara

anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien dalam penandaan

lokasi dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi.

Disamping itu pengkajian pasien yang tidak adekwat, penelaahan

catatan medis tidak adekwat, budaya yang tidak mendukung

komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

berhubungan dengan resep yang tidak terbaca dan pemakaian singkatan

merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Pada saat

timbang terima pasien perlu adanya penegasan pula mengenai ketepatan

lokasi, data penunjang, dokumentasi medis yang perlu disiapkan

sebelum pasien menjalani operasi.

6. Pengurangan resiko infeksi

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan

praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan

peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan

dengan pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua


42

bentuk pelayanan kesehatan. Pokok dari eliminasi infeksi adalah cuci

tangan yang tepat.

Pada saat timbang terima perlu menyampaikan pentingnya saling

mengingatkan untuk mencuci tangan bagi setiap perawat yang akan

bergiliran jaga. Label waktu pada penggunaan alat juga perlu

disampaikan guna perawatan alat yang digunakan. Ketersediaan sarana

untuk mensucihamakan alat yang dipergunakan juga perlu disampaikan

ketersediaannya.

7. Pengurangan resiko pasien jatuh

Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab

cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi yang dilayani,

pelayanan yang diberikan fasilitasnya, pada saat timbang terima perlu

mengevaluasi resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk

mengurangi resiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi

asesmen awal resiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang pada

saat timbang terima termasuk langkah-langkah untuk mengurangi resiko

jatuh (penggunaan restrain dan efek sampingnya).


43
44
45
46

3.5. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi

terstruktur yang peneliti susun dan kembangkan berdasarkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) timbang terima yang disusun oleh Nursalam

(2012) dan aspek keselamatan dari standar akreditasi rumah sakit Kemenkes

RI tahun 2011.

Lembar observasi yang digunakan terdiri dari lembar ceklis untuk

mengobservasi pelaksanaan timbang terima yang dilakukan perawat ruang

intensif dan aspek keselamatan yang harus disampaikan pada saat timbang

terima pasien. Bila aspek keselamatan disampaikan pada saat timbang terima

maka jawaban ceklis Ya pada kolom Ya dan bila tidak maka jawaban ceklis

untuk kolom tidak.

3.6. Uji Coba Instrumen

Pada penelitian ini menggunakan intrumen lembar observasi ceklis

yang peneliti kembangkan dari sasaran keselamatan pasien berdasarkan

standar akreditasi rumah sakit tahun 2011 dan SOP timbang terima pasien

dari sif ke sif. Untuk memperoleh instrument yang valid dan reliable pada

saat digunakan, maka peneliti perlu untuk melakukan uji instrument sehingga

intrumen memiliki syarat uji validitas dan reliabilitas.

Arikunto, S , (2013) menyatakan insrtumen yang baik harus memenuhi

dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Pada penelitian ini karena

peneliti belum menemukan instrumen SOP timbang terima yang

memperhatikan aspek keselamatan pasien pada penelitian terdahulu maka


47

peneliti mengembangkan instrumen, melalui tahapan mencari literature dan

mempelajari teori dan konsep tentang variabel yang akan diukur, menentukan

indikator dan sub-indikator pada variabel, serta mencoba membuat

pertanyaan sesuai subindikator pada variabel. Kemudian peneliti

konsultasikan kepada pakar untuk menetukan item-item observasi sudah

mewakili semua unsur dimensi konsep yang akan diteliti (validitas isi).

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti sebagai observer dan mencatat pada lembar observasi tentang

pelaksanaan timbang terima pasien dari timbang terima tiap shift dan aspek

keselamatan yang harus disampaikan pada saat timbang terima pasien.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2015.

3.8. Analisa Data

Dalam melakukan analisis, data sebelumnya diolah dengan tujuan

mengubah data menjadi informasi. Pada proses pengolahan data langkah-

langkah yang ditempuh, antara lain : editing yaitu mengecek kelengkapan

jawaban sebelum diberi kode, coding kegiatan merubah data/jawaban dalam

bentuk kalimat menjadi bentuk angka sehingga mempermudah pada saat

memasukan data, data entry yaitu masing-masing jawaban yang telah

diberikan kode dimasukan ke dalam program, langkah yang terakhir

kemudian cleaning data yaitu data enty yang sudah dibuat diperiksa kembali

untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan pengkodean atau

ketidaklengkapan data dan dilakukan koreksi terhadap data yang salah.


48

Setelah melalui langkah-langkah tersebut, maka dilanjutkan dengan

langkah analisis deskriptif dengan tujuan untuk meringkas, mengklarifikasi,

dan menyajikan data.

Analisa data ditempuh menggunakan analisis univariat yaitu analisis

untuk mendapatkan gambaran tentang prosedur timbang terima dan aspek

keselamatan (sasaran keselamatan pasien), dilakukan dengan cara disajikan

dalam bentuk table distribusi frekuensi sebagai informasi untuk

menggambarkan variable penelitian ( Hidayat, A., 2013).

Setiap variabel penelitian yang ada dianalisis dengan menghitung

persentase terhadap tindakan timbang terima pasien dari shift ke shift yang

dilakukan perawat di ruang intensif RSUD Kota Bandung. Menghitung

persentase tindakan disesuaikan dengan poin-poin observasi checklist

pelaksanaan timbang terima pasien yang telah peneliti susun. Kemudian

untuk menghitung persentasi aspek keselamatan dalam timbang terima

disesuaikan pula dengan poin-poin observasi checklist yang peneliti telah

susun berdasarkan standar akreditasi rumah sakit tahun 2011.

Adapun batasan penilaian terhadap hasil persentasi, peneliti

memberikan nilai baik apabila lebih dari 50% item indikator pada saat

timbang terima dengan memperhatikan aspek keselamatan disampaikan,

sebaliknya dikatakan tidak baik, apabila nilai kurang dari 50% item

indikator pada saat timbang terima dengan memperhatikan aspek

keselamatan tidak disampaikan.


49

3.9. Prosedur Penelitian

Beberapa langkah yang peneliti lalui dalam penelitian ini, diantaranya :

pada tahap awal penelitian melakukan studi pendahuluan untuk menentukan

masalah, selanjutnya studi kepustakaan, kemudian penyusunan proposal

penelitian, pelaksanaan ujian proposal penelitian, perbaikan proposal

penelitian dan dilanjutkan proses penelitian.

Pada tahap proses penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan

pengajuan ijin uji validitas dan reliabilitas instrument penelitian dengan

pihak terkait, setelah mendapatkan instrument yang layak digunakan,

dilanjutkan dengan tahap penelitian.

Tahapan penelitian ditempuh dengan sebelumnya mengajukan ijin

melaksanakan penelitian kepada pihak terkait, kemudian setelah

mendapatkan ijin peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian, lalu

pengolahan data penelitian, dilanjutkan proses penulisan laporan hasil

penelitian, ujian sidang penelitian dan tahap akhir perbaikan laporan sesuai

hasil ujian sidang penelitian.

3.10. Etika Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di rumah sakit umum daerah Kota

Bandung yang telah melalui uji etik (ethical Clearence) oleh komite etik

rumah sakit dan bagian diklat RSUD Kota Bandung telah memberikan ijin

dengan mengeluarkan surat ijin penelitian. Milton, (1999); Loiselle, profetto-

McGgrath, pollit & Beck, (2004) dalam Dharma, K, (2011) menyebutkan

secara garis besar terdapat empat prinsip utama dalam etik penelitian
50

keperawatan , akan tetapi prinsip utama etika yang perlu peneliti fahami

diantaranya peneliti menghormati harkat dan martabat manusia (respect for

human dignity), menjaga kerahasiaan dan privasi (respect for privacy and

confidentiality), keadilan dan inklusivitas (respect for justice and

inclusiveness), dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefit) dari hasil penelitian.

Pada prinsip yang pertama menghormati harkat dan martabat manusia,

peneliti perlu mempertimbang hak subjek untuk memperoleh informasi yang

terbuka mengenai penelitian serta memiliki kebebasan dalam menentukan dan

bebas dari paksaan untuk ikut dalam penelitian (autonomy). Prinsip yang

kedua manusia memiliki hak-hak dasar individu, termasuk kebebasan

individu dan privasi. Prinsip yang kedua keadilan memiliki makna penelitian

memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuan subjek. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan penelitian

dilakukan secara professional, jujur, hati-hati, berperikemanusiaan dan

memperhatikan faktor-faktor ketepatan, kecermatan, keseksamaan, psikologis

serta perasaan religious subjek penelitian. Prinsip yang terakhir yaitu peneliti

melakukan penelitian sesuai prosedur penelitian guna mendapatkan hasil

yang dapat berguna bagi subjek dan di tingkat populasi digeneralisasikan

(beneficence) serta meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek

(nonmaleficence).

Dalam melakukan penelitian ini peneliti memperhatikan etika penelitian

menurut Hidayat, A., (2013), antara lain sebelum penelitian, melakukan

informed consent pada responden dengan memberikan lembar persetujuan


51

untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

Peneliti juga memperhatikan etika penelitian yang memberikan jaminan

kepada subjek dengan cara tidak mencantumkan nama responden (anonimity)

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang disajikan.

3.11. Waktu dan Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang intensif RSUD Kota Bandung, dengan

mengobservasi kegiatan timbang terima yang dilakukan oleh perawat yang

berjaga pada shift pagi, sore dan malam kepada perawat yang akan berjaga

pada shift selanjutnya, adapun pelaksanaan observasi dilakukan pada bulan

November 2015.
52
53
54
55

Anda mungkin juga menyukai