Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Dari Sudut Pandang Keilmuan

2.1.1. Pengertian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculose. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh
melalui udara kedalam paru-paru dan menimbulkan peradangan pada jaringan
paru (Depkes, 1997). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculose yang menyerang paru-paru dan bronchus
(Soedarto, 1989). Sementara Aditama (1999) menyampaikan bahwa tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi kronik yang mengenai jaringan paru disebabkan
oleh kuman mycobacterium tuberculose, penyakit ini tergolong penyakit air
borne infection. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa TB
paru merupakan penyakit infeksi yang bersifat kronis dan disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculose dikarenakan tergolong pada penyakit air borne
infection maka orang-orang yang berdekatan/kontak dengan penderita
tuberkulosis berpotensi untuk tertular penyakit ini.
2.1.2. Klasifikasi TBC
Berdasarkan Depkes (2007) penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien
TB memerlukan” definisi kasus “yag meliputi 4 hal, yaitu
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru dan ektra paru
b. Bakteriologi (hasil peperiksaan dahak secara mikroskopis): BTA
positif dan BTA negatif
c. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
d. Riwawat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah
diobati
Klasifikasi ini di bentuk untuk mementukan panduan pengobatan yang
sesuai , registrasi kasus secara benar, mementkan prioritas pengobatan TB
BTA positif, dan analisis kohort dan hasil pengobatan .
A.Klasifikasi TB berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang kena:
 TB Paru
TB paru adalat TB yang menyerang parenkim paru ,tidak termasuk
plura/selaput paru atau hilus paru
 TB Ektra Paru
TB ektra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain
paru yaitu: plura, selaput jantung ( perikardium), kelenjar limpe,
tulang, persendian , kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.

B.Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, Tuberkulosis paru dikelompokan


menjadi dua jenis :
1. Tuberkulosis paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorax dada
menujukan gambaran TB.
 1 spesimen dahak SPS hasinya BTA positif dan biakan kuman TB
positif
 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif serelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada paru BTA positif . Kriteria TB
paru BTA negatif harus meliputi :
 Minimal 3 spesimen dahak SPS hasinya BTA negatif
 Foto torak abnormal menunjukan gambaran TB
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
 Ditentukan ( dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberikan
pengobatan.
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif , foto thorax negatif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto thoraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
dan atau keadaan umum pasien buruk.Sedangkn bentuk ringan bila gambaran
kerusakan parunya sedikit.
 TB extra paru, dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan peyakitnya
yaitu:
- Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Tuberkulosis ekstra paru ringan misalnya tuberkulosis kelenjar lymfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.
- Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Tuberkulosis ekstra apru berat misalnya meningitis, millier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang
belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
D. Klasifiksi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, terdiri dari :
 Kasus baru
Kasus baru adalah klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
 Kambuh
Kambuh atau relaps adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan lenkap dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)
 Pindahan (transfer in)
Tipe pindahan adalah klien yang sedang mendapat pengobatan disuatu unit
pelayanan kesehatan dan kemudian pindah ke unit pelayanan kesehatan
lain. Klien yang pindah melakukan pengobatan harus membawa surat
rujukan pindah.
 Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out)
Kasus ini adalah klien yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak laboratorium BTA (+) setelah putus berobat dua bulan atau lebih.
 Gagal
Gagal adalah klien tuberkulosis BTA (+) yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan lima atau lebih dan klien BTA (-)
rontgen positif yang menjadi BTA (+) pada akhir bulan ke dua
pengobatan.
 Lain-lain
Klien lain yang tidak memenuhi persyaratan di atas, termasuk dalam
kelompok ini adalah kasus kronik (klien yang masih BTA (+) setelah
menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2)

2.1.3. Gejala
Gejala utama pada klien TBC paru adalah batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 minggu atau lebih. Seseorang yang diduga klien
tuberkulosis paru apabila pada orang tersebut ditemukan tanda dan gejala
utama anatara lain :
 Batuk
Gejala ini timbul paling dini dan paling banyak ditemukan. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah terjadi
peradangan menjadi produktif (mengeluarkan sputum). Setiap orang yang
datang ke unit pelayanan kesehatan dengan batuk-batuk berdahak selama
tiga minggu atau lebih sebaiknya harus dianggap sebagai tersangka
tuberkulosis paru (suspect tuberkulosis) dan segera diperiksa dahaknya di
laboratorium. Keadaan yang lanjut adalah dapat berupa batuk darah
(hemoptoe), hal ini dikarenakan pembuluh darah yang pecah pada kavitas
atau bisa juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
 Sesak nafas dan nyeri dada
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak, sesak
nafas akan ditemukan pada penyalit tuberkulosis paru yang sudah lanjut
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru. Nyeri dada timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura hingga menimbulkan pleuritis.
 Demam
Demam biasanya subfebris menyerupai influenza, tetapi kadang-kadang
panas dapat mencapai 40-41° c. Panas badan sedikt meningkat pada siang
hari dan sore hari. Panas menjadi lebih tinggi bila proses penyakitnya
berkembang (progresif).
 Malaise
Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan disertai anoreksia. Badan semakin kurus (BB turun), sakit
kepala, menggigil, nyeri otot dan keringat malam. Gejala rasa kurang enak
badan (malaise) ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain
tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan
kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang
“suspek tuberkulosis” atau tersangka klien TBC, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2.1.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu – Pagi – sewaktu (SPS).
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
 P (Pagi) : Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di UPK.
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien
yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.
3. Pemeriksaan tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang
mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes
resistensi sesuai standar internasional , dan telah mendapatkan
pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supra
nasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut
memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan
kesalahan dalam pengobatan MDR dapat dicegah.
2.1.5.Cara Penularan
Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,
program pemberantasan Tuberkulosis paru dijelaskan bahwa sumber
penularan adalah penderita Tuberkulosis paru yang di dalam dahaknya
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis ditemukan kuman Tuberkulosis atau
Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes, 2001). Basil Tuberkulosis memiliki sifat
khas, diantaranya adalah : berukur sangat kecil dan hanya dapat dilihat di
bawah mikroskop dengan panjang 1 – 4 mikron serta lebar antara 0,3 – 0,6
mikron. Berbentuk batang, mempunyai sifat tahan asam (BTA), artinya bila
basil ini diwarnai, warna tersebut tidak akan luntur oleh bahan kimia yang
bersifat asam. Proses berkembang biak basil ini dengan cara melakukan
pembelahan diri membutuhkan waktu 14 – 20 jam. Lingkungan hidup
optimal pada suhu 37 C dan kelembaban 70%. Kuman ini mati oleh sinar
matahari (ultra violet)langsung 5 – 10 menit . Maka dapat disimpulkan bahwa
cara penularan TB Paru sebagai berikut :
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
 Pada waktu bersin atau batuk, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut
 Factor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut
Sebelum terjadi pada diri kita sebaiknya kita melakukan pencegahan, agar kita
bisa terhindar dari penyakit TBC tersebut. Adapun cara pencegahannya adalah
sebagai berikut:
 Tidak meludah disembarang tempat, usahakan meludah ditempat yang
terkena sinar matahari atau ditempat sampah.
 Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup
mulut untuk menjaga terjadinya penularan penyakit. 
 Kesehatan badan harus sering di jaga supaya sistem imun senangtiasa
terjaga dan kuat.
 Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan
sistem kekebalan tubuh.
 Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
 Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.
 Lakukan imunisasi terhadap bayi untuk mencegah penyakit TBC
 Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati
apabila terkena dengan sinar matahari.

Pengobatan TB
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan pasien , mencgah penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberculosa).
diberikan Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip:
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan mengunakan OAT dosis tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-
KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat ,dilakukan
pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap , yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia:
- Katagori 1
2 (HRZE)/ 4(HR)3
- Katagori 2
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
- Katagori Anak
2HRZ/4HR
Disamping kedua katagori diatas, disediakan panduan obat sisipan
(HRZE)
2.2. Dari sudut pandang Antropologi
Di kota Pariaman , Padang, Sumatra Barat , TB atau di kenal dengan
batuk berdarah, menurut kepercayaan orang disana di anggap sebagai
guna-guna atau disebut juga di tingam.

2.3. Dari sudut pandang Sosiologi

Hasil penelitian di kecamatan Sungai Tarab, kabupaten Tanah Datar,


provinsi Sumatra Utara. TBC ditinjau dari sudut pandang sosial budaya
pada masyarakat Sumatra Barat adalah:

1. Sebahagian masyarakat sudah mengetahui dan menganggap


penyakit TB Paru merupakan penyakit menular dan berbahaya,
sehingga perlu di rahasiakan karena sangat memalukan bagi
penderitanya. Sedangkan pada sebahagian masyarakat lainnya
beranggapan bahwa penyakit TB adalah penyakit biasa dan tidak
berbahaya sehingga penderitanya membiarkan penyakitnya begitu
saja tanpa upaya segera mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan dan hanya berobat dengan menggunakan obat warung
atau obat tradisional . Penderita baru akan berobat ke pelayanan
kesehatan bila penyakit yang deritanya tidak kunjung sembuh atau
bertambah parah. Didalam masyarakat ini juga berpendapat bahwa
penyakit TB merupakan penyakit guna-guna, kiriman dari orang
yang membenci atau mendendam ke penderita melalui ilmu gaib.
2. Ada juga yang mempersepsikan bahwa penyakit TB sebagai
akibat dari memakan sesuatu yang bukan haknya.
3. Masyarakat ini juga berpendapat bahwa gejala penyakit TB
adalah batuk yang mengeluarkan darah dan sesak nafas.
4. Menurut masyarakat ini ,yang menjadi penyebab TB paru adalah
kebiasaan keluar malam (duduk-duduk di kedai ), kena angin
malam, merokok, minum kopi, minum minuman beralkohol,
makan yang tidak teratur, terlalu berat bekerja dan lingkungan
yang berdebu. Upaya pencegahan penyakit TB adalah dengan:
 Membiasakan hidup bersih dan sehat seperti yang diajarkan di
dalam ajaran agama islam
 Menutup mulut ketika batuk
 Tidak meludah sembarangan
 Kebiasaan anggota keluarga dan masyarakat yang cendrung
menutup jendela pada siang hari dengan alasan keamanan.
 Tidak berbicara terlampau dekat dengan penderita.
5. Bila penderita yang sudah mengetahui bahwa penyakitnya
menular, biasanya penderita akan mengisolasi diri dari orang lain
agar tidak menularkan . Sikap keluarga dan masyarakat dari
penderita TB paru bermacam-macam. Ada yang menganggap
pasien seolah-olah tidak menderita penyakit yang menularkan dan
diperlakukan seperti biasa saja. Ada yang menjadi over protectif
dengan memusnahkan alat makan dan minum penderita sampai
menisolasi penderita.
6. Sebahagian besar masyarakat memiliki kepercayaan bahwa
mereka akan sembuh bila berobat di pelayanan kesehatan seperti
puskesmas. Tapi sebahagian keci dari masyarakat memiliki
kepercayaan bahwa kesembuhan penderita di dapat dari jasa
pengobatan tradisional karena beranggapan bahwa TB merupakan
penyakit gaib.Selain itu pengobatan tradisional disenangi karena
tidak memberikan efek samping yang berat, pengobatan lebih
cepat,lokasi dekat dan murah serta pelayanannya bersifat
kekeluargaan
7. Pengobatan TB yang memerlukan waktu lama sesuai dengan
kondisi pasien. Kepatuhan pasien terhadap program pengobatan
TB pada masyarakat sudah baik.Terbukti dengan data pasien TB
pada pelayanan kesehatan yang sebahagian besar rutin berobat dan
hanya sebahagian kecil yang tidak rutin berobat.Hal ini terjadi
karena tingkat pengetahuan yang berbeda dari tiap individu di
masyarakat tersebut.
8. Perilaku memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan masyarakat
masih kurang, dipengaruhi oleh rasa malu dan takut.

2.4. Dari sudut pandang Psikologi

Menurut hasil penelitian yang dilakukan kepada warga di unit kerja


Puskesmas Sukaraja II Kabupaten Bayumas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada anggota keluarga.

1. TB Paru merupakan penyakit yang mematikan dan sangat


menular . Pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
memderita penyakit tersebut, secara otomatis akan mempengaruhi
kondisi keluarga. Salah satunya berupa kecemasan terhadap
terjadinya penularan pada anggota keluarga yang lain.
2. Motivasi berobat penderita TB didukung oleh adanya dukungan
sosial, tingkat pengetahuan dan persepsi tentang TB , memiliki
pengaruh positif yang signifikan.
a. Dukungan sosial merupakan faktor eksternal yang paling
penting terhadap tinggi dan rendahnya motivasi berobat.
Secara teoritis , motivasi menurut Maslow (1994)
mendefenisikan motivasi sebagai tenaga pendorong dalam diri
manusia yang menyebabkan manusia berusaha memenuhi
kebutuhannya. Dukungan sosial menurut Sudarma (2008)
menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang terdekat sepeti
keluarga dan petugas TB dapat memberikan motivasi yang
tinggi bagi penderita untuk meraih kesembuhan.Dukungan
sosial memiliki pengaruh langsung terhadap motivasi berobat
dimana semakin baik dukungan sosial yang diberikan, maka
akan berbanding lurus dengan motivasi pasien untuk berobat.
b. Pengetahuan dan persepsi penderita terkait TB merupakan
faktor internal yang berperan penting dalam tingkat motivasi
berobat.Seimon (2006) mengemukakan persepsi penderita TB
terkait penyakitnya merupakan faktor yang memiliki
pengaruh terhadap motivasi penderita. Johansson et al (2008)
bahwa persepsi positif tumbuh karena pengetahuan yang baik.
Pengetahuan sebagai karakteristik internal dari penderita TB
akan memberikan peran positif dalam menentukan
persepsinya yaitu terkait persepsi terhadap penyakit TB sendiri
dan juga kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan sehingga
responden mengerti bagaimana cara mengobati penyakitnya.
Namun sangat mungkin bahwa pengetahuan yang baik saja
tidak cukup untuk mereduksi rasa cemas , malu dan rasa
kurang percaya diri dari penderita TB dalamberinteraksi
dengan lingkungannya. Sarwono (2002) mengungkapkan
pandangannya bahwa kondisi lingkungan sangat berperan
dalam penentuan persepsi seseorang. Lingkungan penderita
yang tidak mendukung tentu akan berdampak pada
ketidakstabilan kondisi kejiwaan penderita TB. Hal tersebut
berpotensi menurunkan keyakinan penderita untuk segera
sembuh bahkan beresiko putus obat (DO= Drop Out).

Anda mungkin juga menyukai