Anda di halaman 1dari 21

PROSES KEPERAWATAN PADA PEMBERIAN OBAT DIURETIKA,

GOLONGAN DIURETIK KUAT : FUROSEMIDE

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi

Disusun oleh :

DEWI PUSPITASARI NPM 220110140182

MIRZA LINA NPM 220110140190

EFI MULYATI NPM 220110140198

ROCHMAH NPM 220110140206

POPPY SATRIA DEWI NPM 220110140214

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR

Atas rahmat Alloh Subhanahuwata’ala penulis dapat menyelesaikan

makalah ini yang diberi judul “PROSES KEPERAWATAN PADA PEMBERIAN

OBAT DIURETIKA: GOLONGAN DIURETIK KUAT (FUROSEMIDE)”,

makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi

Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan, motivasi bimbingan dan

peran serta berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap

makalah ini untuk kebaikan bersama di masa datang

Bandung, Mei 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I DIURETIK...................................................................................................1

A. Definisi.......................................................................................................2

B. Klasifikasi..................................................................................................2

C. Penggunaan Klinis.....................................................................................5

BAB II DIURETIK KUAT: FUROSEMIDE.........................................................8

A. Farmakodinamik........................................................................................9

B. Farmakokinetik........................................................................................11

C. Dosis Furosemide....................................................................................11

D. Indikasi.....................................................................................................12

E. Kontraindikasi..........................................................................................13

F. Efek Samping...........................................................................................13

BAB III PROSES KEPERAWATAN...................................................................14

A. Pengkajian................................................................................................14

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................15

C. Intervensi Keperawatan...........................................................................15

D. Evaluasi....................................................................................................16

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

ii
BAB I
DIURETIK

Penggunaan diuretik untuk tujuan teurapetik bukanlah hal baru di bidang

kesehatan. Pemakaian diuretik sebagai terapi edema telah dimulai sejak abad ke-

16 dimana Paracelcus memperkenalkan HgCl2 sebagai diuretik..

Sebelum ilmu farmakologi modern berkembang, pada akhir abad ke 19

dan awal abad ke 20 banyak dokter yang telah menggunakan diuretik. William

Stokes memelopori penggunaan diuretik dalam pengobatan gagal jantung dengan

penggunaan diuretik berbasis merkuri.

Diuretik efektif yang pertama pada abad ke 20 adalah merkuri organik.

Alfred Vogel, seorang mahasiswa kedokteran di Wina, menemukan bahwa pasien

yang sedang menjalani pengobatan Sipilis akan mengeluarkan sejumlah besar

urine setelah mendapatkan injeksi merkuri organik. Selama hampir 20 tahun

merkuri organik adalah diuretik yang paling sering digunakan dalam bidang

kesehatan medis. Tetapi penggunaan dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan efek toksik terhadap tubuh.

Tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide sebagai

antimicrobial dapat juga digunakan untuk mengobati edema pada pasien payah

jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+.

Diuretik modern makin berkembang sejak ditemukannya efek samping

dari obat-obat antimikroba yang mengakibatkan perubahan komposisi dan output

urine. Terkecuali spironolakton, diuretik kebanyakan berkembang secara empiris,

tanpa mengetahui mekanisme sistem transport spesifik di nefron.

1
2

Diuretik adalah obat yang terbanyak diresepkan di USA, cukup efektif,

namun memiliki efek samping yang banyak pula (Ganiswarna, 1995)

A. Definisi

Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih

atau merangsang pengeluaran urin (Hitner,1999). Dengan kata lain diuretik ialah

obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki

dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang

diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Sunaryo,

1995). Obat diuretik dapat pula digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema.

Edema dapat terjadi pada penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan

edema premenstruasi.

Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan

volume air seni (Guyton, 2006). Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis

dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada

penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga

dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites (Angeli, 2009),

sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal (Agunu, 2005). Sediaan diuretik dapat

berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati).

B. Klasifikasi

1. Diuretik Osmosis.

Diuretik osmosis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi

urin dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa.


3

Diuretik osmosis mempunyai bobot molekul rendah, dalam tubuh tidak

mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula bowman ginjal,

dan tidak diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis

besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis yang

disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi diuresis.

Diuretik osmosis adalah natriuretik, dapat meningkatkan

ekskresi natrium dan air. Efek samping diuretik osmosis antara lain adalah

gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan

takikardia.

2. Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase Ginjal.

Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan

secara luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat,

sebelum ditemukan diuretik turunan tiazida. Efek samping yang ditimbulkan

golongan ini antara lain adalah gangguan saluran cerna, menurunnya

nafsu makan, parestesia, asidosis sistemik, alkalinasi urin, dan hipokalemi.

Contoh :

a. Asetazolamid (diamox, glaupax)

b. Metazolamid

c. Etokzolamid

d. Diklorfenamid

3. Diuretik Derifat Tiasid.

Diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi

kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi
4

ion K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretik

turunan tiazid terutama digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan

dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi

karena dapat mengurangi volume darah dan secara lengsung menyebabkan

relaksasi otot polos arteriola.

Contoh :

a. Hidroklortiazid (H.C.T)

b.  Bendroflumetiazid (naturetin)

c. Xipamid (diurexan)

d. Indapamid (natrilix)

e. Klopamid

f. Klortalidon (hygroton)

4. Diuretik Loop (Diuretik Kuat)

Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat,

aktivitasnya jauh lebih besar dibanding turunan tiazid dan senyawa saluretik

lain. Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop of henle

sehingga menurunkan absorpsi kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi

NaCl lebih dari 25%.

Struktur kimia obat ini bervariasi dan secara umum dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu turunan asam fenoksiasetat dan turunan

sulfonamida. Contoh : asam etakrinat. Furosemid (lasix, farsix, salurix,

impugan), Bumetanid (burinex). Penjelasan lebih dalam mengenai jenis

diuretik kuat akan dibahas pada bab selanjutnya.


5

5. Diuretik Hemat Kalium

Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas

natriuretik ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. senyawa

tersebut bekerja pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+

dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan

sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya

diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini

menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga

menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif.

Contoh :

a. Amilorid dan Triamteren.

b. Amilorid Hcl (Puritrid),

c. Triamteren,

d. Aldosteron,

C. Penggunaan Klinis

1. Hipertensi

Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian

besar penderita. Diuretik kuat (biasanya furosemid), digunakan bila terdapat

gangguan fungsi ginjal atau bila diperlukan efek diuretik yang segera.Diuretik

hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya

hipokalemia.

2. Payah jantung kronik kongestif


6

Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal. Diuretik kuat

biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan

fungsi ginja. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik

kuat bila ada bahaya hipokalemia.

3. Udem paru akut

Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)

4. Sindrom nefrotik

Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.

5. Payah ginjal akut

Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang

hilang harus diganti dengan hati-hati.

6. Penyakit hati kronik

spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).

7. Udem otak

Diuretik osmosis

8. Hiperklasemia

Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.

9. Batu ginjal

Diuretik tiazid

10. Diabetes insipidus

Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam

11. Open angle glaucoma

Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.


7

12. Acute angle closure glaucoma

Diuretik osmosis atau asetazolamid digunakan prabedah. Untuk pemilihan

obat Diuretik a yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan

konsultasi ke dokter.
BAB II
DIURETIK KUAT: FUROSEMIDE

Seperti telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa diuretik kuat

merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh lebih besar

dibanding turunan tiazid dan senyawa saluretik lain, karena itulah diuretik ini

disebut diuretik kuat. Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada

loop of henle sehingga menurunkan absorpsi kembali NaCl dan meningkatkan

ekskresi NaCl lebih dari 25%.

Cara kerja diuretik ini adalah dengan membuat ginjal melewatkan lebih

banyak cairan. Diuretik ini mengintervensi transportasi air dan garam melewati

sel-sel tertentu di dalam ginjal (sel-sel ini berada didalam sebuah struktur yang

disebut Loop of Henle - karena itulah diuretik ini disebut juga diuretik loop(loop

diuretic). Semakin banyak cairan yang dilewatkan oleh ginjal maka semakin

sedikit cairan yang ada di dalam aliran darah. Dengan keadaan ini cairan yang

terakumulasi dalam tubuh akan tersedot ke dalam aliran darah. Implikasinya

adalah edema dan sesak nafas yang diakibatkan oleh tertahannya cairan menjadi

reda.

Furosemid merupakan diuretik kuat golongan sulfonamida dengan nama

kimia asam-4-kloro-N furfuril-5-sulfamoil antranilat. Rumus molekulnya adalah

C12H11ClN2O5S, berat molekul 330,74. Furosemid berbentuk kristal, warna

putih sampai putih kekuningan dan tidak berbau dengan harga pKa 3,9.

Furosemid praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dalam

8
9

dimetilforfamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak

sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam

kloroform (Anonim,1979)

Struktur kimia Furosemid (C12H11ClN2O5S)

A. Farmakodinamik

Loop dieuretik terutama bekerja dengan menghambat reabsorbsi elektrolit

Na+/K+/2Cl- di ansa henle ascenden bagian epitel tebal; tempat kerjanya di

permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada

pemberian IV obat ini cenderung menigkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai

peningkatan filtrasi glomerulus. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative hanya

berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstra sel akibat dieresis,

maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya

reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Hal terakhir ini merupakan

suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai

bagian epitel tebal Henle ascendens sehingga mengurangi dieresis.


10

Furosemid dan juga bumetanid mempunyai daya hambat enzim karbonik

anhidrase karena keduanya merupakan derivat sulfonamid, seperti tiazid dan

asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di

tubuli proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase.

Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya eksresi K+ dan kadar asam urat

plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Eksresi Ca++

dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na+.

Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-absorbsi Ca++ di

tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan

untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemia.

Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titrable acid) dan

ammonia. Fenomena yang terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan

salah satu penyebab terjadinya alkalosis metabolik. Bila mobilisasi cairan edema

terlalu cepat, alkalosis metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat

penyusutan volume cairan ekstrasel.

Sisi kerja diuretik dalam nefron


11

B. Farmakokinetik

Absorpsi: Diabsorpsi dari saluran GI (60-75%) setelah pemberian obat oral. Juga

diabsorpsi dari tempat penyuntikan IM.

Distribusi: Distribusinya tidak diketahui, menembus plasenta dan memasuki ASI

Metabolisme dan Ekskresi: Sebagian dimetabolisme oleh hati (30-40%). Sebagian

metabolisme nonhepatik dan sabagian diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang

tidak berubah.

C. Dosis Furosemide

Furosemide Tablet

1. Dosis pada orang dewasa

Sebagai diuretik, dosis awal diberikan 20 – 80 mg sekali minum dilanjutkan

20 – 40 mg tiap 6 – 8 jam.

Jika respon yang diharapkan belum tercapai, dosis dapat ditingkatkan 20 – 40

mg juga dengan selang waktu 6 – 8 jam, sampai respon yang diharapakn

tercapai.

Sebagai tambahan pada hipertensi, diberikan dosis awal 2 x 40 mg perhari.

Dosis dapat disesuaikan dengan respon penderita.

Dosis maksimal pada orang dewasa 600 mg /hari.

Hati-hati pada orang usia lanjut, karena lebih sensitif terhada efek dosis bagi

orang dewasa.
12

2. Dosis pada anak-anak

Sebagai diuretik, dosis awal 2 mg/kg BB, dosis tunggal dan dapat

ditingkatkan secara bertahap 1- 2 mg/kgBB dengan selang waktu 6 – 8 jam

samapai tercapai respon yang diinginkan.

Pada sindroma nefrotik dapat diberikan sampai 5 mg/kg BB.

Dosis diatas 6 mg /kg BB sangat tidak dianjurkan.

Furosemid injeksi

Dosis awal dapat diberikan 20 – 40 mg I.V. atau intramuskuler (IM). Jika efek

diuresis yang diharapkan belum dapat tercapai, dosis dapat ditingkatkan 20 mg

tiap 2 jam, sampai efek diuresis yang diharapkan tercapai.

Pada kasus edema paru akut, dosis awal dapat diberikan 40 mg I.V. Jika sangat

diperlukan dosis tambahan sebesar 20 – 40 mg dapat diberikan lagi, dengan

selang waktu 20 menit.

Pemberian secara parenteral ini diindikasikan jika diinginkan efek yang cepat atau

obat tidak dapat diberikan secara per oral.

D. Indikasi

Furosemid digunakan untuk menghilangkan kelebihan cairan di dalam tubuh

dimana cairan yang tersedia melebihi yang dibutuhkan tubuh. Kelebihan cairan ini

akan mengakibatkan kesulitan bernafas (terengah-engah), perasaan lelah, kaki dan

perelangan kaki membengkak. Keadaan ini biasa disebut Edema dan umumnya

disebabkan oleh gagal jantung (Heart Failure).

Furosemid biasa diresepkan apabila diuretik jenis lain tidak dapat

menanggulangi tekanan darah tinggi. Furosemid dapat diberikan tersendiri


13

sebagai diuretik atau bisa juga diberikan sebagai tablet kombinasi bersama

diuretik lainnya seperti triamteren atau amilorid. Atau bisa juga dikombinasikan

dengan kalium dalam bentuk tablet.

E. Kontraindikasi

Ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan sebelum furosemid

diberikan kepada pasien, yaitu apabila pasien :

1. Sedang hamil atau menyusui

2. Defisiensi elektrolit

3. Memiliki maslah prostat dan liver

4. Koma hepatik kehamilan muda

5. Memiliki reaksi alergi terhadap obat

6. Anuria

F. Efek Samping

1. Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah, diare,

ruam kulit, pruritus dan penglihatan kabr, pemakaian furosemida dengan dosis

tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan

terganggunya keseimbangan elektrolit.

2. Hiperglikemia.

3. Reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiforma.

4. Gangguan hematologik seperti : agranulositosis, anemia, trombositopenia.

5. Tekanan darah rendah

6. Dehidrasi
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Kaji apakah klien sedang menyusui

Rasional : furosemide dapat masuk ke ASI, apabila ibu yang sedang

menyusui memerlukan furosemide maka ibu harus memutuskan apakah akan

menghentikan menyusui bayinya atau menghentikan penggunaan obat.

2. Kaji tekanan darah dan denyut jantung klien

Rasional : furosemide dapat menyebabkan penurunan tekanan darah; jika

volume cairan menurun banyak, denyut jantung akan meningkat untuk

mengkompensasi kehilangan cairan.

3. Kaji apakah klien mempunyai alergi

Rasional : penggunaan bersama agens lain dapat menyebabkan reaksi

hipersensitivitas.

4. Kaji apakah klien penderita diabetes

Rasional : Penggunaan furosemide dalam jangka panjang dapat

menyebabkan hyperglikemi karena efek diuretik pada kadar glukosa darah

5. Kaji apakah klien menggunakan sulfonamid

Rasional : Penggunaan bersamaan bisa menyebabkan hipersensitivitas.

6. Kaji apakah klien menggunakan obat antihipertensi

Rasional : Penggunaan furosemide akan memperberat hipotensi

7. Kaji apakah klien menggunakan alcohol dan nitrat

Rasional : Penggunaan furosemide akan memperberat hipotensi

14
15

8. Pantau nilai elektrolit Kalium dan Natrium darah

Rasional: Pemberian furosemide yang terus menerus bisa menyebabkan

hypokalemi atau hypnatremi

9. Kaji berat badan pasien

Rasional: Pengukuran berat badan sebagai data dasar dari pemantauan

kelebihan cairan

10. Kaji haluaran urin

Rasional: Pemeriksaan haluaran urin sebagai data dasar tentang fungsi

ginjal

Pemeriksaan fisik:

Neurologis : Orientasi, refleks, kekuatan

Kulit : Warna, tekstur, edema

Tanda vital : Tekanan darah, denyut nadi, auskultasi jantung

GI : Evaluasi hati

Laboratorium : Hematologi, elektrolit serum, glukosa, asam urat, fungsi hati

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan efek diuretik

2. Resiko defisiensi volume cairan yang berhubungan dengan efek diuretik

3. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan

C. Intervensi Keperawatan

1. Lakukan penimbangan berat badan setiap hari

2. Pantau haluaran urine


16

3. Berikan obat dipagi hari, sehingga peningkatan urine tidak mengganggu tidur

4. Berikan obat oral bersama makanan sebagai penyeimbang efek obat terhadap

lapisan lambung jika pasien mengalami gangguan GI

5. Pertahankan nutrisi, kurangi garam, tingkatkan makanan kaya Kalium

6. Bila diberikan secara intravena, beikan obat secara perlahan

7. Lakukan tindakan yang memberi rasa nyaman dan aman: perawatan mulut,

perawatan kulit, tindakan keamanan bila pasien mengalami pusing dan lemah,

konsultasi nutrisi.

8. Beri dukungan dan dorongan dalam menghadapi efek terapi obat dan

perubahan gaya hidup

9. Berikan penyuluhan kepada pasien mengenai nama obat, dosis obat, efek

merugikan, tanda bahaya yang harus dilaporkan

D. Evaluasi

1. Evaluasi efek obat: haluaran urine, perubahan berat badan, status edema,

perubahan tekanan darah

2. Pantau adanya efek merugikan obat: hipotensi, hipokalemia, hiperglikemia,

peningkatan kadar asam urat

3. Pantau klien dalam meminum furosemide

4. Evaluasi keefektifan program penyuluhan bagi pasien

5. Evaluasi keefektifan tindakan yang meningkatkan kenyamanan dan keamanan


BAB IV
KESIMPULAN

Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.

Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan

volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat

terlarut dan air.

Diuretik dapat diklasifikasikan menjadi 7(tujuh) jenis yaitu : Diuretik

osmosis, Diuretik Penghambat karbonik anhidrase ginjal, Diuretik derifat tiasid,

Diuretik loop, Diuretik hemat kalium, Diuretik merkuri organik, dan Diuretik

pembentukan asam.

Penggunaan Klinis Diuretik dilakukan pada Hipertensi, Payah jantung,

Udem paru akut, Sindrom nefrotik, Payah ginjal akut, Penyakit hati kronik, Udem

otak, Hiperklasemia, Batu ginjal, Diabetes insipidus, dan lain-lain.

Diuretik kuat (Loop Diuretic) biasa digunakan dalam penanganan keadaan

cairan berlebih dalam tubuh. Seperti dalam keadaan gagal jantung, kelainan ginjal

atau hati. Diuretik kuat juga bisa digunakan dalam penanganan tekanan darah

tinggi (hipertensi). Salah satu obat diuretik kuat adalah Furosemid yang memiliki

nama kimia asam-4-kloro-N furfuril-5-sulfamoil antranilat. Rumus molekulnya

adalah C12H11ClN2O5S, dengan berat molekul 330,74.

Selain memiliki manfaat yang baik untuk pengobatan beberapa penyakit,

Furosemide juga dapat menimbulkan beberapa efek samping yang mengganggu.

Oleh karena itu diperlukan asuhan keperawatan yang sesuai dan komprehensif

agar pengobatan dengan diuretik memberi hasil yang maksimal.

17
DAFTAR PUSTAKA

Angeli P Et Al. 2009. Combined Versus Sequential Diuretic Treatment Of Ascites

In Non-Azotaemic Patients With Cirrhosis: Results Of An Open

Randomised Clinical Trial.Int J Gastroenterol And Hepatol.

Http://Gut.Bmj.Com/ Content/59/01/98.Abstract [ 05 Januari 2013).

Bernardi Mauro. 2010. Optimum Use Of Diuretics In Managing Ascites In

Patients With Cirrhosis. British Medical Journal. Http://Gut.Bmj.Com

/Content/59/01/1

Brater, D. Craig, Md. 1998. Diuretic Therapy. New England Journal Medicine.

Http://Www.Nejm.Org/Doi/Full/10.1056/Nejm199808063390607

G. Michael Felker, M.D. 2011. Diuretic Strategies In Patients With Acute

Decompensated Heart Failure. The New England Journal Of Medicine.

Http://Www.Nejm.Org/Doi/Full/10.1056/Nejmoa1005419

Ganiswarna Sg, Setiabudy R, Suyatna Fd, Purwantyastuti, Nefrialdi. 1995.

Farmakologi Dan Terapi. Ed Ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Kee Joyce L. Dan Evelyn R. Hayes. 1994. Farmakologi. Pendekatan Proses

Keperawatan Terjemahan. Penerbit Buku Kedokteran Egc: Jakarta.

M. Karch, Amy,RN, MS, 2011, Farmakologi Keperawatan.Ed ke-2. Jakarta, EGC

Pizzi, A. Richard. Diuretics Redux. 2003. American Chemical Society Journals.

Vazir, Ali. 2013. The Use Of Diuretics In Acute Heart Failure :Evidence Based

Therapy?. World Journal Of Cardiovascular Diseases. Http://

www.Scirp.Org/Journal/Wjcd/.

18

Anda mungkin juga menyukai