Anda di halaman 1dari 16

FARMAKOLOGI OBAT DIURETIK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi


Dosen: Prof. Dr. Helm Arifin., MS., Apt

Disusun Oleh:

WIRDA
2019152

Kelas B 37

PROGRAM STUDI D3 AKADEMI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
RANAH MINANG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
jualah penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul
“FARMAKOLOGI OBAT DIURETIK” guna memenuhi tugas mata kuliah
FARMAKOLOGI.
Penyusun sangat menyadari, bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
maupun kesalahan, mengingat keberadaan penyusunlah yang masih banyak kekurangannya.
Dalam kesempatan ini pula penyusun mengharapakan saran yang bersifat perbaikan, yang
dapat menyempurakan isi makalah ini dan dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Ucapan terimakasih sangat perlu penyusun haturkan kepada dosen mata kuliah
Farmakologi, sekaligus sebagai pembimbing dalam pembuatan makalah ini, semoga atas atas
kebesaran hati dan kebaikan beliau mendapat rahmat dari Allah SWT. Amin

Padang, 26 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu penyakit yang banyak dijumpai di negara-negara berkembang ialah

gagal jantung. Pada tahun 1999, di Indonesia, penyakit gagal jantung menempati urutan

ketiga sebagai penyakit penyebab kematian (Andriyanto, et al, 2012). Penyakit gagal

jantung merupakan suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung

berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh (Noer, 1996). Gejala utama gagal jantung biasanya ditandai dengan penurunan

curah jantung dan pembendungan darah di vena. Pada kondisi kronis, gagal jantung

dapat menyebabkan kongesti (penimbunan), hipertensi, dan edema paru-paru. Salah satu

penatalaksanaan medis untuk terapi kejadian gagal jantung adalah terapi diuretik

(Andriyanto, et al, 2012).

Gejala klinis awal kejadian gagal jantung ialah hipertensi (Andriyanto, et al,

2012). Berdasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami

hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih.

Hipertensi merupakan kelainan yang mempunyai resiko tinggi yang memicu kelainan

jantung dan ginjal. Penyebab utama kejadian hipertensi biasanya dipicu oleh

peningkatan kadar natrium dalam darah. Salah satu sediaan untuk menanggulangi

hipertensi adalah diuretik. Diuretik adalah sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi

dan meningkatkan pembentukan volume air seni. (Andriyanto, et al, 2012).


1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui penjelasan

secara merinci mengenai obat diuretika dan hubungan antara struktur dan aktifitas obat diuretik

tersebut di dalam tubuh


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diuretik


Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air

dan natrium klorida (Andriyanto, et al, 2012). Istilah diuresis mempunyai dua

pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan

yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah

keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrak sel kembali

menjadi normal.

Pada penderita hipertensi dan edema dengan kadar natrium darah yang tinggi,

ekskresi natrium diperlukan untuk menurunkan tekanan darah dan membuang

penimbunan cairan tersebut. Pengeluaran natrium membuat konsentrasi natrium darah

kembali ke keadaan homeostasis sehingga tekanan darah akan kembali normal dan

penimbunan cairan tubuh dapat terkurangi (Andriyanto, et al, 2012).

Obat ini juga digunakan untuk menurunkan tekanan cairan dalam mata

(tekanan intraokular), yang berguna untuk mengatasi glaukoma. Diuretik yang

menurunkan kadar kalium juga dapat digunakan untuk mengobati kondisi hiperkalemia.

2.2 Mekanisme Kerja Diuretik

Diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi ion-ion Na+, sehingga

pengeluarannya bersama air diperbanyak. Obat ini bekerja khusus terhadap tubuli ginjal

pada tempat yang berlainan, yaitu:


a. Tubuli proksimal

Pada tubuli proksimal 70% ultra filtrat diserap kembali (Glukosa, ureum, ion

Na+ dan Cl-) filtrat tidak berubah dan tetap isotonik terhadap plasma. Diuretik

osmotik seperti Manitol, Sorbitol, Gliserol juga bekerja di tempat ini dengan

mengurangi reabsorpsi ion Na+ dan Cl-

b. Lengkungan Henle (Henle’s Loop)

Pada lengkungan Henle 20% ion Cl- diangkut secara aktif kedalam sel tubuli

dan disusul secara pasif oleh ion Na+ , tetapi tanpa air, sehingga filtrat menjadi

hipotonik terhadap plasma. Diuretik lengkungan atau diuretika kuta seperti

Furosemida, Bumetamida, Asam Etakrinat) yang bekerja disini dengan

merintangi transpor Cl-

c. Tubuli distal bagian depan ujung Henle’s loop dalam cortex

Pada tubuli distal bagian depan ujung henle’s loop dalam cortex ion Na+

diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrat menjadi lebih

cair dan lebih hipotonik. Saluretika atau zat-zat Thiazida, Klortaridon,

Mefruzida, dan Kloamida bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi ion Na+

dan Cl-

d. Tubuli Distal bagian belakang

Pada tubuli distal bagian belakang ion Na+ diserap kembali secara aktif, dan

terjadi pertukaran ion K+ dan H+ dan HH4+ . proses ini dikendalikan oleh

hormon anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium seperti

Spironolakton, Thiamteren, dan amilorida bekerja disini dengan mengurangi

pertukaran ion K+ dengan ion Na+ ,dengan demikian terjadi retensi kalium

(antagonis aldosteron). Reabsorpsi air terutama berlangsung di saluran


pengumpul (ductus coligens) dan disini bekerja hormon anti diuretik atau

Vasopresin.

2.3 Penggolongan Obat Diuretik

Secara umum, diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu

penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam tubuli ginjal dan diuretik osmotik.

Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal ialah benzotiadiazid,

diuretik kuat, diuretik hemat kalium, dan penghambat karbonik anhidrase.

2.3.1 Diuretik Osmotik

Diuretik osmosis menarik air ke dalam tubulus ginjal tanpa membuang

natrium. Obat ini merupakan diuretik pilihan dalam kasus terjadinya peningkatan

tekanan intracranial atau gagal ginjal akibat syok, over dosis obat, atau trauma. Diuretik

osmosis terdiri atas dua jenis agens yang ringan-gliserin dan isosorbid-dan dua agens

yang sangat kuat manitol dan urea. Gliserin dapat diberikan melalui intravena untuk

mengatasi peningkatan tekanan intracranial dan digunakan secara oral untuk mengobati

glaucoma. Isosorbid tersedia hanya dalam bentuk oral dan merupakan obat yang dipilih

untuk mengobati glaucoma. Manitol hanya tersedia dalam bentuk intravena, merupakan

pengobatan utama untuk peningkatan intrakranial dan gagal ginjal akut. Sediaan injeksi

terdiri dari 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Terapi untuk Edema pada otak dapat

mengurangi tekanan intrakranial. Pada orang dewasa dosis dapat diberikan 1,5-2 g/kg IV

diinfus lebih kurang 30-60 menit. Dosis yang sama untuk tekanan intrakranial. Terapi

anuria/oliguria dosis uji diberikan 200 mg/kg IV selama lebih kurang 3-5 menit. Load

dose 500-1000 mg/kg IV untuk satu kali pemberian. Dosis pemeliharaan 250-500 mg/kg

IV 4-6 jam. Interaksi obat terjadi bila diberikan bersama dengan tobramycin. Mannitol

akan meningkatkan kadar Tobramycin dengan mekanisme interaksi yang tidak spesifik.

Efek samping yang ditimbulkan diantaranya angina-dada nyeri, hipotensi, sakit kepala,
pusing, dan acidosis. Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitifitas, anuria, udem

paru-paru atau gagal jantung yang sudah parah. Mannitol mempunyai t ½ 100 menit,

pasien akan mengalami diuresis 1-3 jam setelah diberikan secara IV. Dimetabolisme di

hati, metabolitenya berupa glycogen. Diekskresikan lewat urin (80%). Urea juga hanya

tersedia untuk penggunaan intravena; obat ini diindikasikan untuk menurunkan tekanan

intrakranial dan glaukoma akut. Isosorbid diberikan secara oral untuk indikasi yang sama

dengan gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih

besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia.

2.3.2 Turunan Xantin

Senyawa ini bekerja meningkatkan pasokan darah ginjal terutama pada daerah

medula ginjal. Turunan Xantin misalnya kofein, teofilin, dan teobromin merupakan

diuretik lemah sampai sedang. Namun diuretik ini jika digunakan secara terus menerus

kerjanya akan berkurang makanya diuretik ini jarang digunakan. Diantara kelompok

xantin, teofilin memperlihatkan efek diuresis yang paling kuat. Xantin sangat jarang

digunakan sebagai diuretik utama, namun bila digunakan untuk tujuan lain terutama

sebagai bronkodilator adanya efek diuresis harus tetap diingat.

2.3.3 Diuretik Hemat Kalium

Amilorid, triamteren, dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah

hipokalemia. Diuretik ini bekerja pada segmen yang berespons terhadap aldosteron pada

nefron distal, dimana homeostatis K+ dikendalikan. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi

Na+, yang mengarahkan ion K+ dan H+ untuk diekskresikan. Diuretik hemat kalium

menurunkan reabsorpsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron, sehingga gaya untuk

sekresi K+ berkurang. Obat ini dapat mengakibatkan hiperkalemia berat, terutama pada
pasien dengan gangguan ginjal. Absorpsi obat melalui oral, metabolisme melalui hati.

Indikasi untuk pasien gagal jantung kongestif, sirosis hepatis, dan sindroma nefrotik.

Efek samping spironolakton hiperkalemia, mual, alergi, dan kebingungan.

a) Spironolakton

Spironolakton merupakan antagonis aldosteron yang bersaing dengan aldosteron

untuk mencapai reseptor sitoplasma intrasellular di tubulus distal sehingga

meningkatkan ekskresi Na+, Cl-, dan air dan juga retensi K+ dan H+. Absorpsi

spironolaktone, bioavailabilitasnya untuk tablet 73%. Durasi pemberian 2-3 hari.

Metabolisme di hati dan ginjal. Obat dapat diminum dengan atau tanpa makanan.

Dosis dalam bentuk sediaan tablet 25 mg, 50 mg, dan 100 mg. Dosis sediaan

tablet 100 mg perhari atau dibagi per 12 jam untuk 5 hari; lalu dosis disesuaikan

berdasarkan respon pasien; range: 25-200 mg PO per hari atau dibagi 12 jam.

Sediaan suspensi dengan dosis 5 mg/ml. Dosis diberikan 75 mg PO perhari atau

dibagi dosis awal. Bila terapi tunggal, berikan untuk lebih kurang 5 hari sebelum

dosis ditingkatkan.

Digunakan dalam terapi:

 Diuretik, meskipun spironolakton memiliki efektifitas yang rendah dalam

memobilisasi Na+ dari tubuh dibandingkan dengan yang lain, namun obat

ini memiliki sifat yang berguna dalam menyebabkan retensi K+.

 Hiperaldosteronisme primer, merupakan satu-satunya diuretik hemat

kalium yang digunakan tunggal secara rutin untuk menimbulkan efek

keseimbangan garam. Diberikan spironolakton dengan sediaan tablet.

Diberikan untuk terapi jangka pendek pada pasien sebelum operasi.

 Kondisi edema, manajemen terapi pada pasien dengan sirosis hati.


 Essential Hipertensi, dosis tablet 25-100 mg PO per hari atau dibagi setiap

12 jam. Suspensi diberikan 20-75 mg PO per hari

 Gagal jantung kongestif, ACC/AHA guidline merekomendasikan

antagonis aldosteron dikombinasikan dengan ACE inhibtor atau ARB,

ditambah beta-blocker. Dosis tablet 25 mg/ hari PO, sediaan suspensi 20

mg PO/hari.

 Hypokalemia, dosis diberikan 25-100 mg PO/hari

Interaksi obat terjadi bila spironolaktone dikombinasi dengan amilorid, akan

meningkatkan efek yang lainnya dengan sinergi farmakodinamik.

Kontraindikasi pada pasien hiperkalemia. Juga terjadi interaksi antara

spironolakton dengan Triamteren, akan meningkatkan efek yang lainnya

dengan sinergi farmakosinamik. Kontraindikasi juga pada pasien

hiperkalemia.

Efek samping yang dapat ditimbulkan diantaranya pendarahan pada lambung,

gastritis, akan menurunkan libido, dan urtikaria.

b) Triamteren dan amilorid

Merupakan penghambat saluran transport Na+ menyebabkan penurunan

pertukaran Na+ - K+, obat-obatan ini memiliki efek diuretik hemat kalium sama

dengan spironolakton. Namun, kemampuan obat ini untuk menghambat tempat

pertukaran K+ - Na+ di tubulus renalis rektus tidak tergantung pada kehadiran

aldosteron jadi obat ini memiliki aktifitas diuretik walaupun pada individu pada

penyakit adison.
 Amilorid

Sediaan tablet 5 mg. Dosis untuk gagal jantung kongestif 5-10 mg/hari PO

sekali sehari. Dosis hipertensi 5-10 mg/hari PO sekali sehari. Dosis untuk

hipokalemia dikarenakan efek sampik Thiazid, 5-10 mg/hari PO. Dosis

gagal ginjal, untuk CrCl 10-50 ml/menit diberikan dosisi 50% dari dosis

normal, bila CrCl < 10 ml/menit, tidak direkomendasikan. Efek samping

yang paling banyak ditimbulkan hyperkalemia (10%), sakit kepala (3-

8%), mual (3-8%). Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif pada

amilorid dan Hyperkalemia. Farmakokinetik: t ½ 6-9 jam, durasi 24 jam,

keterikatan dengan protein 23%, metabolisme tidak dimetabolisme di hati.

Ekskresi dikeluarkan lewat urin 50%, lewat feces 40-50%.

 Triamterene,

Sediaan kapsul dengan dosis sediaan 50 mg dan 100 mg. Dosis untuk

edema 100-300 mg/hari sekali sehari. Dosis hipertensi 100-300 mg/hari

sekali sehari atau 2 kali sehari. Pada pasien gangguan ginjal bila CrCl <10

ml, jangan digunakan. Pada pasien gangguan hati, kurangi dosis pada

pasien dengan sirosis hati. Efek samping yang dapat ditimbulkan

diantaranya gagal jantung kongestif, edema, hipotensi, dan pusing (1-

10%). Mekanisme kerja Triamterene, efek langsung pada tubul distal

menghambat reabsorpsi Na+. Farmakokinetik: t ½ 1,5-2,5 jam. Durasi 7-9

jam, metabolisme obat terjadi di hati, dengan metabolit

hydroxytriamterene sulfate. Ekskresi di urin 21 %.

.
2.3.4 Diuretik Loop atau Diuretik Kuat

Diuretik loop biasanya diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi

edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Obat ini

diberikan secara intravena untuk pasien yang mengalami edema paru akibat gagal

ventrikel akut. Diuretik loop efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Mekanisme obat yang bekerja di loop menghambat reabsorpsi NaCl dalam

ansa lengkung Henle bagian epitel tebal, dengan cara menghambat kotransport Na+, K+,

Cl- , menghambat resorpsi air dan elektrolit. Contoh obat golongan diuretik loop ialah

furosemid, torsemid, bumetamid, asam etakrinat.

Mekanisme kerja Furosemid adalah dapat memblok pembawa Na+/K+/2Cl-

dan dengan cara ini menghambat absorpsi ion natrium, ion kalium, dan ion klorida. Dosis

tunggal rata-rata oral untuk penanganan udem adalah 10-40 mg oral 2x sehari dan efek

diuresis maksimal 1,5 jam, lama kerja 4-5 jam. Diberikan peroral atau parenteral, masa

kerja relatif singkat 1-4 jam. Efek samping ototoksisitas, hiperurisemia, hipopolemia

akut, dan kekurangan kalium.

2.3.5 Inhibitor Karboanhidratase

Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis,

pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit, dan SSP tetapi tidak terdapat dalam plasma.

Hambatan pada karboanhidratase memperkecil reabsorpsi tubulus proksimal dari ion

natrium, karena jumlah ion H+ yang masuk ke lumen lebih sedikit. Akibatnya adalah

terjadi peningkatan ekskresi ion natrium, kalium, dan hidrogenkarbonat melalui ginjal

dan disertai ekskresi air. Salah satu obat dari inhibitor karboanhidratase adalah

asetazolamida. Absorbsi sediaan oral baik, kontra indikasi pada pasien sirosis hepatis.
Efek samping asedosis metabolic (ringan), penurunan kalium, pembentukan batu ginjal,

dan mengantuk.

Penggunaan dalam terapi:

1) Pengobatan glaukoma, pengobatan asetazolamid yang paling umum

adalah untuk menurunkan kenaikan tekanan dalam bola mata glaukoma.

Asetazolamid menurunkan produksi aqueous humor, mungkin dengan

menghambat karbonik anhidrase pada corvus siliaris mata. Obat ini untuk

pengobatan kronis galukoma tetapi tidak digunakan untuk serangan akut.

2) Epilepsi, asetazolamid kadang-kadang digunakan pada pengobatan

epilepsi baik yang grand mal maupun petit mal. Obat ini mengurangi berat

dan tingkat serangan kejang. Asetazolamid sering digunakan secara kronis

bersama-sama dengan obat antiepilepsi untuk meningkatkan kerja obat.

2.3.6 Golongan Tiazid

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus

aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama

(symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.

Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat

meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda

sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah resistensi cairan oleh

antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan. Indikasi golongan

tiazid untuk hipertensi, gagal jantung kongestif, nefrolitiasis, dan diabetes insipidus

nefrogenik.
2.6 Indikasi dan Efek Samping

Diuretik digunakan untuk beberapa penyakit yang penyembuhannya

mengharuskan peningkatan air seni, khususnya hipertensi, penyakit ginjal dan gagal

jantung:

2.6.1 Penyakit Ginjal

Banyak penyakit glomerulus, seperti yang berkaitan dengan diabetes melitus

atau sistemik lupus menunjukkan adanya retensi garam dan air oleh ginjal. Penyebab

retensi ini tidak diketahui pasti, tetapi tampaknya menyangkut gangguan regulasi

mikrosirkulasi dan fungsi tubulus ginjal melalui pelepasan vasokontriktor, prostaglandin,

sitokinin, dan mediator lain (Katzung, 2007).

Beberapa bentuk penyakit ginjal tertentu, terutama nefropati diabetik, sering

dikaitkan dengan munculnya hiperkalemia pada stadium awal gagal ginjal. Pada kasus

ini, Thiazid dan loop dapat meningkatkan ekskresi K+ dengan meningkatkan peningkatan

garam ke tubulus colligens renalis yang mensekresikan K+. Tetapi pada kebanyakan

pengobatan edema yang terkait dengan gagal ginjal diuretik loop adalah obat pilihan

terbaik (Katzung, 2007).

2.6.2 Hipertensi

Mekanisme kerja diuretik untuk menurunkan tekanan darah belum diketahui.

Namun pemberian diuretik membuat tekanan darah menurun karena terdapat penurunan

volume darah, aliran balik vena, dan curah jantung. Secara bertahap diuretik membuat

curah jantung kembali normal. Diuretik tidak mempunyai efek langsung pada otot polos

vaskular, dan vasodilator yang ditimbulkan tampaknya berkaitan dengan penurunan

sedikit tetapi persisten kadar Na+ tubuh. Salah satu mekanisme yang mungki adalah

penurunan Na+ di otot polos menyebabkan penurunan sekunder pada Ca+ intraseluler

sehingga otot menjadi kurang responsif.


2.6.3 Penyakit Jantung

Penurunan curah jantung akibat gagal jantung akan mengakibatkan perubahan

tekanan dan aliran darah ke ginjal yang memicu retensi air dengan garam di ginjal. Jika

adanya penyakit yang mendasari memperburuk curah jantung walaupun volume plasma

telah meningkat, ginjal akan terus meretensi air dan garam. Pada kondisi ini, penggunaan

diuretik diperlukan untuk mengurangi akumulasi edema, terutama di paru. Edema yang

berkaitan dengan gagal jantung biasanya ditatalaksanakan menggunakan diuretik loop.

Pada beberapa keadaan, retensi air dan garam dapat menjadi sangat berat sehingga perlu

kombinasi thiazid dan loop (Katzung, 2007).

Beberapa efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretik ada beberapa

maca, diantaranya adalah:

1. Hipokalemia yakni kekurangan pemasukan kalium dalam darah,

akbatnya adalah kadar kalium dalam serum dapat turun dibawah 3,5

mmol/L

2. Hiperurikemia akibat retensi asam urat dapat terjadi pada diuretika

kecuali amilorida. Menurut perkiraan hal ini disebabkan oleh adanya

persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai transportnya

di tubuli

3. Hiperglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis

yang tinggi, akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung

sekresi insulin ditekan (Tjay dan Rahardja, 2002)


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine. Istilah

diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya penambahan urine yang

diproduksi dan yang kedua menunjukkkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut

dan air.

Fungsi utama diuretic ialah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah

keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volue cairan ekstrasel kembali menjadi

normal.

Diuretik dapat dibagai menjadi 5 golongan yaitu :

1. Diuretik osmotic

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

3. Diuretik golongan tiazid

4. Diuretik hemat kalium

5. Diuretik kuat

6. Xantin

Anda mungkin juga menyukai