TINJAUAN TEORITIS
fungsi, dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga yang berwenang mengelola
dan mengatur jalannya sistem pemerintahan negara untuk mencapai tujuan negara.
1979 tentang Desa, dan kemudian diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
1
Muhammad Yasin, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Jakarta,
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), 2015), h. 109.
19
20
politik lokal yang dipersonifikasi lewat Kepala Desa dan perangkatnya. Posisi
satuan administrasi pemerintahan terendah dengan hak otonomi berbasis asal usul
dan istiadatnya, oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintahan desa harus tetap
2
Muhammad Yasin, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, h. 110.
3
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2011), h. 153.
21
masyarakat sipil kepada pemerintah desa yang ditujukan untuk menjamin agar
pemerintah desa berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyangkut beberapa hal penting. Pertama,
pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang
dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain (pasal 25).
4
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaran Pemerintah Daerah, h. 153.
5
Kushandajani, Implikasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Terhadap
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 1, Maret
2016), h. 55.
22
Sementara tugas utama warga masyarakat desa adalah melibatkan diri dalam
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal yang
dengan “unsur masyarakat desa” adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama,
miskin.
menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh pemerintah desa dan juga
meliputi:
Sri Palupi dan Prasetyohadi, dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa
6
Berbasis Hak (Cet. I; Jakarta: Lakpesdam PBNU & The Institute For Ecosoc Right, 2016), h. 43.
23
a. Penataan desa,
b. Perencanaan desa,
c. Kerjasama desa,
lebih dari satu kali. Musyawarah desa dilaksanakan sesuai kebutuhan pemerintah
dan masyarakat desa. Hasil Musyawarah desa menjadi pegangan bagi pemerintah
desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya. Ada dua jenis Musyawarah
yang terencana atau dilakukan secara rutin dan Musyawarah desa yang tidak
Musyawarah desa yang terencana adalah Musyawarah desa yang terkait dengan
proses pembangunan desa, yang secara rutin dilaksanakan sesuai dengan tahapan
dalam pembangunan desa. Untuk itu perlu mengenali proses pembangunan desa.
7
Sri Palupi dan Prasetyohadi, dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa
Berbasis Hak, h. 44.
24
Peraturan Desa dan menjadi dokumen rencana pembangunan desa. Rencana ini
yang menjadi dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD).
program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran
terhadap kebutuhan masyarakat desa. Pada tahap ini Musdes disebut sebagai
Forum RPJMDes, yang hasilnya adalah dokumen RPJMDes dan RKPDes. Forum
RPJMDes dilaksanakan oleh Pemerintah desa dan diikuti oleh wakil dari
dalam setahun.
b. Pelaksanaan
8
Sri Palupi dan Prasetyohadi, dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa
Berbasis Hak, h. 45.
9
Sri Palupi dan Prasetyohadi, dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa
Berbasis Hak, h. 46.
25
dengan yang direncanakan, baik program maupun anggarannya. Dalam hal ini
d. Pelaporan
pembangunan desa dan penggunaan anggarannya. Dalam hal ini Pemerintah Desa
Musyawarah desa. Pada tahap ini pula masyarakat desa berpartisipasi dalam
10
Sri Palupi dan Prasetyohadi, dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa
Berbasis Hak, h. 47.
26
desa siaga.
desa, seperti air bersih, irigasi tersier, jalan desa, listrik desa, polindes,
sarana pendidikan anak usia dini, kantor desa, dan sarana olah raga.
11
Muhammad Yasin, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Jakarta:
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), 2015), h. 57.
27
yang bergulir sejak 1998. Sebagai evaluasi terhadap Pemerintahan Orde Baru
otonomi lebih luas untuk menjalankan urusannya sendiri, alih-alih hanya sebagai
daerah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ini juga memberikan porsi cukup
12
Muhammad Yasin, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, h. 58.
13
Muhammad Yasin, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, h. 59.
28
banyak terhadap tata kelola pemerintahan Desa, yaitu Desa diberi keleluasaan
demokratisasi. 14
secara jelas posisi Desa dalam relasinya dengan pemerintah di atasnya, yakni
pemerintah kabupaten/kota.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa? Apakah pemerintah Desa tidak
14
Muhammad Yasin, Dkk, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
(Jakarta: Pusat Telaah dan Informasi Regional/PATTIRO, 2015), h. 37.
15
Muhammad Yasin, Dkk, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, h.
37.
29
Desa yang mengatur kedudukan (dan jenis) Desa, kewenangan Desa, tujuan
adalah pemerintah, mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah desa. Apakah
mencapai tujuannya atau tidak. Pembelajaran penting dari masa lalu yang harus
hak warga.
berbagai kewenangan yang diberikan pada desa. Desa yang dimaksud bermakna
dua, desa sebagai pemerintahan terkecil dan desa sebagai masyarat warga. Jantung
utama apakah arah pembangunan desa sesuai dengan tujuan dibuatnya Undang-
Undang desa dan memberikan manfaat bagi segenap warga, ditentukan oleh
16
Muhammad Yasin, Dkk, Anotasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, h.
38.
30
desa atau hanya dinikmati kalangan tertentu saja? Apakah program-program yang
didanai oleh uang rakyat benar-benar tepat sasaran? Warga desalah yang paling
tahun.17
desa.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Prinsip-prinsip ini adalah HAK
siapapun, yaitu:
17
Prasetyohadi, Dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa Berbasis Hak
(Cet. I; Jakarta: Lakpesdam PBNU & The Institute For Ecosoc Right dan The Norwegian Centre
for Human Rights (NCHR), 2016), h. 21.
31
desa,
berkepentingan,
18
Prasetyohadi, Dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa Berbasis Hak, h.
24-25.
32
Adapun hak-hak warga atau masyarakat desa yang dijamin dalam Undang-
masyarakat Desa;
a. Kepala desa,
b. Perangkat desa,
tujuannya, buku ini menyajikan pokok-pokok penting yang bisa dilakukan agar
19
Prasetyohadi, Dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa Berbasis Hak, h.
26..
33
Ada 11 hal penting yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan
1. Memperjuangkan Partispasi,
7. Mengembangkan Demokrasi,
20
Prasetyohadi, Dkk, Buku Panduan Pelaksanaan Undang-Undang Desa Berbasis Hak, h.
27.
34
desa yang lain, melainkan terjadi “net-beneft” yang dihasilkan dari pertukaran
antara desa.
dukung ekologinya.
masyarakat pedesaan.
membuat desa mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang
berkelanjutan;
21
Idham Arsyad, Buku 9: Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan (Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia,
2015), h. 12.
35
desa, dan,
sosial ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal kepada
pengusaha/swasta.
seluruh kekuatan ekonomi dan politik di wilayah pedesaan untuk terlibat dalam
strategis desa yang harus senangtiasa dijaga dan dikembangkan untuk memajukan
pembangunan di desa. 22
a. penyesuaian proporsi dana yang dibagi rata (Alokasi Dasar) dan dana
22
Idham Arsyad, Buku 9: Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan, h. 13.
36
kesempatan kerja. 23
Negara yang dikehendaki umat Islam adalah negara yang bersistem ketata-
negaraan berdasarkan syariat Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. dan
al-Baqillani, Ibn Rusyd, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyyah juga telah
kenabian dalam rangka menjaga agama dan mengatur dunia. Al-Ghazali dalam al-
23
Tim Redaksi Kementerian Keuangan, Buku Saku Dana Desa: Dana Desa untuk
Kesejahteraan Masyarakat, (Jakarta: Kementerian Keuangan, 2017), h. 16.
24
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Cet. V;
Jakarta: UI-Press, 1993), h. 1.
37
untuk ketertiban dunia. Ketertiban dunia wajib untuk ketertiban agama dan
Ibn Khaldun, negara memiliki kewajiban untuk menjaga agama dan mengatur
negara.25
Konsep negara tersebut masih bertahan hingga abad modern. Rasyid Ridha
kemashlatan urusan agaman dan dunia. Abu alA’la al-Mawdudi, Hassan al-Banna,
Khilafah Turki ‘Utsmani memiliki pandangan yang relatif sama tentang negara.
Mereka sudah secara teknis menyebur negara Islam atau Khilafah Islamiyah
sebagai negara ideal dalam Islam. Konsep pemikiran tentang negara yang
dikemukakan tersebut mendapat kritik dari sejumlah pemikir seperti Ali Abd al-
Muhammad ‘Abid al-Jabiri. Mereka tidak setuju dengan konsep negara Islam atau
negara yang baku, sehingga konsep negara Islam sangat disesuaikan dengan
25
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam
Perspektif Fikih Siyasah (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 2.
26
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam
Perspektif Fikih Siyasah, h. 2.
38
dan Fiqh al-Daulah. Ketiga istilah inilah yang menjadi mainstream pemikiran
Muslim tentang politik di zaman modern. Ketiga istilah ini seringkali diartikan
sebagai ilmu politik dalam Islam, sistem ketatanegaraan dalam Islam, atau Hukum
Tata Negara dalam Islam. Kemiripan yang muncul dari tradisi pemikiran negara
dalam Islam ini menjadi kajian tidak dipisah-pisahkan dalam berbagai cabang
dengan ciri kekuasaan alamiah (al-mulk al-tabiy), yang kedua negara dengan ciri
(depotisme) dan cenderung pada hukum rimba. Di sini keunggulan dan kekuatan
sangat berperan dan prinsip keadilan sangat diabaikan dan pada gilirannya akan
membentuk suatu negara yang tidak berperadaban. Tipe negara kedua yaitu
negara dengan ciri-ciri kekuasaan politik dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
27
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam
Perspektif Fikih Siyasah, h. 3.
28
Munir Subarman, Hukum Islam dan Ketatanegaraan (Cet. I; Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 188.
39
diniyat menurut Ibnu Haldun ialah selain Al-Qur’an dan al-Hadits, akal
Menurut Ibnu Haldun, tipe negara yang paling baik adalah nomokrasi
hukum sebagai hasil rasio manusia tanpa mengindahkan hukum dengan sumber
negara yang diperintah oleh segelintir orang dari golongan elit, atas sebagian
jenis, yaitu:
29
Munir Subarman, Hukum Islam dan Ketatanegaraan, h. 188.
40
di satu sisi, tetapi dicela di sisi yang lain.. pemerintahan jenis ini di
hukum yang bersumber dari ajaran agama akan terjamin tidak saja
sebagai pemimpin ibarat imam shalat yang harus diikuti oleh rakyatnya
sebagai makmum. 30
30
Munir Subarman, Hukum Islam dan Ketatanegaraan, h. 189.
41
fungsi kenabian dalam menjaga agam dan mengatur dunia. Pengangkatan kepala
negara untuk memimpin umat Islam adalah wajib menurut ijma’. Akan tetapi,
Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu wajib berdasarkan rasio karena
mereka. Seandainya tidak pemimpin dan pemerintah niscaya mereka akan hidup
dalam ketidakteraturan tanpa hukum dan menjadi bangsa yang primitif tanpa
ikatan.31
Ada dua teori modern tentang negara yang saling bertentangan. Pertama
teori Hegel yang mengatakan bahwa negara adalah perwujudan dari ide suci,
katakanlah ide ilahi (Divinc idea) di muka bumi, di mana setiap warga negara
Hegelian tentang negara adalah bahwa negara merupakan inkarnasi ide suci dan
karenanya ia harus berada di atas segala-galanya. Makin kuat suatu negara, makin
baik bagi para warganya. Secara demikian setiap warga negara harus
menyerahkan seluruh dedikasinya kepada negara. Dengan kata lain, dalam konsep
31
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkaamus Suthaaniyyah wal-Wilaayaatud Diniyyah (Cet. I;
Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1416 H/1996 M). Diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani,
Kamaluddin Nurdin, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Gema
Insani Press, 2000), h. 15
42
Hegelian, negara menjadi aparat yang didewakan, yang berhak menuntut apa pun
gurunya. Marx berpandapat bahwa negara pada hakikatnya adalah aparat atau
mesin opresi (penindasan) tirani dan eksploitasi kaum pekerja oleh pemilik alat-
Dalam masyarakat tanpa kelas inilah negara sebagai aparat penindas kelas
whithering away of the statc). 33 Jika Hegel berpendapat bahwa kuat dan mekarnya
negara berarti tercapainya cita-cita manusia (the flowering of the statc is the
fullfilnent of the destiny of man), maka Marx justru menganggap lenyapnya negara
Abul A’la yang nota bene berpegangan pada Al-Quran? Pembentukan negara
adalah hanya sebagian dari Islam yang agung. Membangun negara merupakan
32
Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk (Kuwait: Daar al-Qalam, 1978 M (1389
H). Diterjemahkan Muhammad al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan (Ed. Revisi; Cet. I; Bandung:
Karisma, 2007), h. 25.
33
Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk. Diterjemahkan Muhammad al-Baqir,
Khilafah dan Kerajaan, h. 25.
43
salah satu kewajiban agama. Oleh karena itu negara yang sudah dibangun perlu
Islam menolak utopia Marx yang ingin melenyapkan negara, yang pada gilirannya
Yang senantiasa perlu diingat adalah bahwa tujuan suatu negara di dalam
ajaran agama Islam sudah terlalu jelas. Berdasarkan ajaran Al-Quran dari Sunnah
kebebasan (ekonomi, politik, pendidikan, dan agama) para warga negara dan
melindungi seluruh warga negara dari inflasi asing. Ketiga, untuk menegakkan
Keempat, untuk membrantas setiap kebajikan yang dengan tegas telah digariskan
pula oleh Al-Quran. Kelima, menjadikan negara itu sebagai tempat tinggal yang
teduh dan mengayomi bagi setiap warga negara dengan jalan pemberlakuan
hukum tanpa diskrimanasi. Dalam buku Islamic Law and Constitution diuraikan
maududi namun tidak mungkin dalam kata pengantar ini diuraikan satu per satu.34
rakyat yang harus mengabdi tanpa reserve kepada negara, sehingga negara itu
34
Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk. Diterjemahkan Muhammad al-Baqir,
Khilafah dan Kerajaan, h. 26.
44
menjadi fasistes dan totaliter. Semua perangkat negara, apalagi pejabat pejabat
negara, dapat diubah setiap waktu bila kepentingan rakyat banyak, asal tidak
lain berpendapat bahwa hal itu wajib berdasarkan syariat, bukan rasio, karena
kepala negara menjalanakan tugas-tugas agama yang bisa saja rasio tidak
menjalankannya.
Sementara itu, rasio hanya mewajibkan setipa orang yang berakal agar
lain, serta mendorong untuk berbuat adil dan menyambung hubungan dengan
orang lain, merenungkan semua itu dengan rasionyam tidak dengan rasio dengan
Nisa/2:59, yaitu:
35
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkaamus Suthaaniyyah wal-Wilaayaatud Diniyyah
Diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin, Hukum Tata Negara dan
Kepemimpinan dalam Islam, h. 16.
36
Kemeterian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Sinergi Pustaka, 2012), h.
114.
45
masyarakat yang adil dan makmur, anggotanya tolong menolong, dan bantu
membantu, taat kepada Allah swt, Rasul, tunduk kepada ulil amri, menyelesaikan
tersebut juga memerintahkan kaum mukmin agar mentaati putusan hukum dari
taatilah Rasulnyam yakni Muhammad saw, dalam segala macam perintahnya, baik
Rasulnya.37
37
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Vol.
II; Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 459.