Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ARTHROPLASTY
DI OK SENTRAL/IBS RSUD ULIN

OLEH:

Muhamad Haris Fadillah, S.Kep

NPM 1416901110128

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

NAMAMAHASISWA : Muhamad Haris Fadillah, S.Kep


NPM : 1614901110128
JUDUL LP : ARTOPLASTY

BANJARMASIN, April 2017

PRESEPTOR AKADEMIK PRESEPTOR KLINIK

.............................................. .......................................
.

.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Arthroplasty adalah pembedahan yang dilakukan untuk merekonstruksi
atau penggantian sendi yang bermasalah (sakit) dengan sendi tiruan dari
bahan dasar metal, karet silikon atau plastik.

Artroplasti memang belum tentu menyembuhkan 100% namun dapat


membantu memperbaiki fungsi sendi, biasanya dilakukan pada pinggul
atau lutut, keduanya adalah tulang yang menopang sebagian besar berat
tubuh. Terkadang, dilakukan pada sendi di tangan untuk menyembuhkan
artritis.

Bedah penggantian pinggul (hip replacement) atau artroplasti adalah


penggantian sendi pinggul dengan sendi buatan, yang terdiri dari bola
sendi dan soket sendi. Bola sendi biasanya terbuat dari logam atau
keramik, sedangkan soket sendi terbuat dari plastik, keramik, atau logam.
Bahan yang digunakan untuk sendi buatan dirancang sedemikian rupa
sehingga biokompatibel, yaitu tidak ditolak tubuh dan tidak berkarat atau
lapuk.

B. TUJUAN
1. Penggantian pinggul dilakukan ketika kerusakan sendi pinggul sudah
parah sehingga tidak ada cara lain untuk memperbaikinya kecuali
dengan mengganti.
2. Untuk membebaskan sendi dari rasa nyeri
3. Untuk menggembalikkan rentang gerak (ROM)
4. Untuk menggembalikkan fungsi normal bagi seorang pasien
5. Untuk membangun kembali akrivitas sehari-hari (ADL), dengan
modifikasi yang tetap menjaga ROM pasien.
C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI
INDIKASI ARTOPLASTY
Indikasi utama adalah untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh
arthritis. Tujuan sekunder untuk memperbaiki cacat, dan untuk
mengembalikan fungsi. Lebih khusus, canidates untuk total knee
replacement perubahan degeneratif sendi lutut yang telah parah.

Otot-otot yang paling terpengaruh oleh operasi adalah otot quadriceps (m.
vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius, dan rektus
femoris). Isometrik dan ROM aktif harus dimulai segera setelah
pembedahan. Untuk 6 minggu pertama, otot quadraceps harus diperkuat
dengan latihan isometrik. Lalu, ditingkatkan dengan latihan atau isotonik.
Otot-otot lain yang bekerja pada lutut yang bekerja pada rantai kinetik
harus diperkuat, seperti otot hamstring, otot gastrocsoleus, dan otot
pergelangan kaki (dorsiflexors).

Indikasi utama untuk total knee arthroplasty adalah untuk mengurangi rasa
nyeri yang berhubungan dengan arthritits di lutut pada pasien yang gagal
dengan terapi non operatif. Sebagai contoh, terapi non operatif untuk
pasien dengan osteoarthritis meliputi: modifikasi aktivitas, mengurangi
berat badan, menggunakan tongkat, analgesic dan/atau obat-obatan
nonsteroid antiinflamasi.

Intervensi nonoperatif pantas dipertimbangkan sebelum arthroplasty pada


pasien dengan inflammatory arthritis (co: rheumatoid arthritis dan
spondyloarthropathies). Total knee arthroplasty bisa diperlukan pada
beberapa pasien dengan osteonecrosis. Meskipun hasil pada beberapa
pasien bisa lebih jelek dari pasien yang mengalami osteo- atau
inflammatory arthritis.
Pasien sebaiknya mempunyai radiografi yang mendokumentasi mengenai
kemajuan perubahan reumatik. Jika rasa sakit di lutut tidak sesuai dengan
tampilan radiografi, penyebab lain harus dicari sebelum arthroplasty
dilakukan.

Pasien harus memiliki radiografi mendokumentasikan perubahan rematik


maju. Jika rasa sakit lutut tampaknya tidak sesuai dengan tampilan
radiografi penyebab lain harus dikeluarkan sebelum arthroplasty dikejar.

Koreksi dari deformitas dan memperbaiki fungsi sebaiknya merupakan


pertimbangan hasil operasi yang sekunder dan bukan merupakan indikasi
primer. Total knee arthroplasty bisa dilakukan pada pasien dari segala
umur (kecuali secara skeletal belum matang).

Sendi palsu memiliki keterbatasan seumur hidup dan daya tahan dari alat
tersebut tergantung dari faktor yang berhubungan dengan pasien dan
arthroplasty. Pertimbangan tersebut antara lain:

Umur –angka daya tahan 10 tahun prosthesis dari 11.606 total knee
arthroplasty primer yang dilakukan antara tahun 1978 dan 2000 untuk
pasien yang berumur kurang dari 55 tahun dengan pasien yang berumur
lebih dari 70 tahun sangat signifikan (83% banding 90%, masing-masing).

Penyakit penyebab – ketahanan prosthesis menjadi lebih pendek pada


pasien dengan osteoarthritis daripada pada pasien dengan rheumatoid
arthritis ( angka daya tahan 10 tahun prosthesis 90% banding 95%,
masing-masing)
Faktor prosthesis dan bedah – tipe prosthesis, teknik fixasi (semen banding
bukan semen) dan faktor lain seperti sparing dari cruciate ligament
posterior juga mempengaruhi daya tahan prosthesis.

Dengan demikian, dari sudut pandang ketahanan prosthesis kandidat yang


ideal dari total knee arthroplasty adalah pasien dengan umur lebih dari 70
tahun dengan rheumatoid arthritis. Namun, dari pertimbangan ketahanan
prosthesis harus seimbang dengan menghilangkan nyeri dan perbaikkan
fungsional yang dapat diharapkan dari prosedur pada orang muda.

KONTRAINDIKASI
 Infeksi yang aktif pada lutut atau diseluruh tubuh
 Mekanisme ekstensor yang tidak berfungsi
 Sirkulasi atau vaskularisasi ekstremitas yang jelek
 Penyakit neurologis yang berpengaruh pada ekstremitas

D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
 Pasang pen (ORIF)
 Total Knee Replacement (TKR)
 Unicompartmental Knee Arthroplasty (UKA)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rontgen polos
Rontgen polos ini merupakan kunci diagnosa, perencanaan preoperatif
dan penialaian postoperatif dari artritis dan total knee
arthropalsty.Pemeriksaan minimum 3 posisi (foto anteroposterior, foto
lateral dan patella sudut tangensial) lebih baik dilakukan.

 Foto posisi Anteroposterior


Pasien berdiri dengan posisi yang paling nyaman agar tidak terbebandi
sendi.Dilakukan penilaian pada ruang sendi medial dan lateral, apakah
ada penyempitan atau tidak
.

 Posisi Lateral
Posisi ini dilakukan untuk menilai sendi paletofemoral dan posisi dari
patella (contohnya patella baja, patellaalta)

 Posisi patella sudut tangensial


Ruang sendi paletofemoral dapat dinilai pada posisi ini (‘sunrise’,
‘skyline’, atau merchant view)

Posisi lainnya juga kadang berguna. Posisi posteroanterior sudut 45 o


dilakukan agar pemeriksaan menjadi lebih akurat untuk melihat adanya
penyempitan pada ruang sendi baik pada sisi lateral maupun medial.
Film yang memotong 3 sendi dilakukan untuk dapat melihat
kesinambungan dari tungkai secara struktur dan anatomis (contohnya
varus, valgus) dan hal ini dapat membantu dalam perencanaan
preoperatif.

 MRI

Pada penilaian arthritis pemeriksaan MRI kurang begitu peka.Walau


lebih sensitif dibandingakan dengan rontgen polos dalam menilai
cartilago, seringkali hal itu disalahartikan dengan adanya kerusakan.
MRI ini membantu dalam mengevaluasi meniskus dan kelainan
ligamen yang dikarenakan proses degeneratif lanjut yang tidak dapat
dilihat dalam rontgen polos.

 Modal yang lain


CT dan bone scan dapat membantu dalam mengevaluasi postoperatif
implant tetapi tidak menunjukan peran dalam evaluasi preoperatif
arthritis.

 Laboratorium
Laboratorium preoperatif dapat berbeda-beda tergantung dari keadaan
pasien dan keperluannya, tetapi biasanya meliputi pemeriksaan darah
rutin, kimia dasar dan koagulasi tes (protombine time, INR dan partial
thromboplastine time).Pemeriksaan EKG dan rontgen toraks dilakukan
tergantung pada umur pasien dan kebijakan anestesi. Urinalisis dan
kultur urin juga dilakukan.
F. PATHWAY KEPERAWATAN (YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KASUS TINDAKAN)
G. GAMBAR
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa pre Operasi
a. Diagnosa I: ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
b. Tujuan dan criteria hasil:
Dalam perawatan pre operatif klien diharapkan:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
c. Intervensi
1. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
2. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan
persepsi.
4. Intruksikan untuk menggunakan teknik relaksasi
5. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
Diagnosa intra operatif:
a. Diagnosa I: kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif (perdarahan)
b. Tujuan dan kriteria hasil:
Dalam perawatan intra operatif klien diharapkan:
1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda sianosis
c. Intervensi
1. Monitor vital sign
2. Hentikan perdarahan
3. Persiapan untuk tranfusi
d. Diagnosa 2: Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan
yang dingin
e. Kriteria hasil dan tujuan:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi/RR dalam rentang normal
f. Intervensi
1. Monitor suhu tubuh klien saat operasi
2. Kolaborasi pemberian obat dengan medis
Diagnosa post Operatif:
a. Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekret yang berlebihan
b. Tujuan dan kriteria hasil:
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak ada suara nafas
abnormal)
2. Mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapatmenghambat
jalan nafas.
c. Intervensi
1. Pastikann kebutuhan oral/tracheal suctioning.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3. Monitor status oksigen pasien.
4. Buka jalan nafas menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust
5. Monitor respirasi dan status O2.
d. Diagnosa 2: Resiko Jatuh berhubungan dengan pemulihan status
kesadaran.
e. Tujuan dan kriteria hasil:
1. Meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh
dilingkungan individu seperti pemasangan pagar pada bed klien.
2. Tidak terjadi jatuh/ resiko jatuh berkurang
f. Intervensi
1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang memperngaruhi resiko
jatuh.
2. Gunakan rel sisi panjang yang sesuai agar mencegah jatuh dari bed
klien
3. Memberikan pengawasan ketat.
I. DAFTAR PUSTAKA (10 tahun terakhir)
Mitra Medikasi.com, diakses pada 19 April 2017
Sarwendah. S“ ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN MASALAH
UROLOGI.” Erlangga, 2015
www.asepku.com, diakses pada 19 April 2017
Nurarif.A.H. ”ASUHAN KEPERAWATAN BERDSARKAN DIAGNOSA
MEDIS & NANDA NIC NOC”. MEDICATION Publishing, 2015
Banjamasin, April 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(……………………………….) (…………………………………)

Anda mungkin juga menyukai