Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

“ PARKINSON ”

STASE SARAF RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI

Pembimbing :

dr. Gea Pandhita S,M.Kes,Sp.S

Disusun oleh :

KARLINA LUBIS, S.Ked.

2011730048

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,

merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki

dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh

seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini

merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan yang memiliki

karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait

difficulty).

Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai

terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun atau

bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson

diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa

baru setiap tahun.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit  Parkinson  merupakan  penyakit  neurodegeneratif  system

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai

oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di  substansia nigra pars kompakta 

(SNC)  yang  disertai  adanya  inklusi  sitoplasmik  eosinofilik  (Lewy bodies) (Kelompok

Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013).

Parkinsonism  adalah  suatu  sindrom  yang  gejala  utamanya  adalah  tremor

waktu  istirahat,  kekakuan  (rigidity),  melambatnya  gerakan  (akinesia)  dan instabilitas 

postural  (postural  instability)  (Kelompok  Studi  Movement  Disorder PERDOSSI,

2013).

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan

wanita hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala

awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65

tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia

dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada

usia 85 – 89 tahun.

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia

sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-
400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai

dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18

hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri,

lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum

diketahui.

C. ETIOLOGI

Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada


beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan , yaitu :

a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.

b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .

c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik

D. KLASIFIKASI PARKINSON

Berdasarkan penyebabnya Parkinsonism dibagi atas 4 jenis:

1. Idiopatik (primer) Penyakit Parkinson, genetic Parkinson’s disease

2. Simptomatik (Sekunder)

Akibat  dari:  Infeksi,  obat,  toksin,  vaskular,  trauma,  hipotiroidea,  tumor,

hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.

3. Parkinsonism plus (Multiple system degeneration)

Parkinsonism  plus  sindrom  adalah  Parkinsonism  primer  dangan  gejala-gejala

tambahan. Termasuk  demensia Lewy  bodies, progresif supranuklear palsi, 

atrofi  multi  sistem,  degenerasi  striatonigral,  degenerasi  olivopontoserebelar, 

sindrom  Shy-Drager,  degenerasi  kortikobasal,  kompleks Parkinsonism

demensia ALS (Guam), neuroakantositosis.


4. Parkinsonism herediter Penyakit Wilson, penyakit Huntington’s disease, penyakit

Lewy bodies (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013)

E. PATOFISIOLOGI

Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena

penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra

sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies).

Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan

dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra

adalah khas , akan tetapi tidak patognomonik untuk Penyakit Parkinson , karena

terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami

patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan

sistem ekstrapiramidal.

1. Ganglia Basalis

Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula spinalis

berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik , langsung atau lewat

kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat

traktus piramidalis , sedangkan yang tidak langsung lewat sistem

ekstrapiramidal , dimana ganglia basalis ikut berperan.Komplementasi kerja

traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot

menjadi halus , terarah dan terprogram.

Ganglia Basalis ( GB ) tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu :

1. Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )

Neostriatum terdiri dari putamen ( Put ) dan Nucleus Caudatus (NC)


2. Globus Palidus ( GP )

3. Substansia Nigra ( SN )

4. Nucleus Subthalami ( STN )

Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya

GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula

spinalis . Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks

premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen

diteruskan ke GPi ( Globus Palidus internus ) lewat jalur langsung ( direk ) dan tidak

langsung ( indirek ) melalui GPe ( Globus Palidus eksternus ) dan STN. Dari GPe

diteruskan menuju ke inti – inti talamus ( antara lain : VLO : Ventralis lateralis pars

oralis , VAPC : Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM : centromedian ).

Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini

kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis ( traktus piramidalis ).8

Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain

lewat jalur saraf yang berbeda – beda bahan perantaranya (neurotransmitter/NT).

Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis , yaitu :

Dopamine ( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA)

2. Patofisiologi Ganglia Basalis

Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan

di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok – kelompok inti

disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan

neurotransmitter yang bermacam –macam . Namun ada dua kaidah yang perlu

dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan

ganglia basalis.
1. Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem

saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal inhibition ( secara timbal

balik satu komponen saraf melemahkan komponen yang lain ). Artinya yang

satu berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi

tersebut. Contoh klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom

antara saraf simpatik dengan NT noradrenalin ( NA ) dan saraf parasimpatik

dengan NT asetilkolin ( Ach ).

2. Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama

atau seimbang dengan saraf inhibisi . Bilamana oleh berbagai penyakit atau

obat terjadi perubahan keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia

atau hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau inhibisi yang

kegiatannya berlebihan.

Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan

cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik

dengan saraf kolinergik , dan perubahan keseimbangan jalur direk ( inhibisi )

dan jalur indirek ( eksitasi ).

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan

kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 –

50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer

pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin

di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi

terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan

dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik)

dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output
striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars

retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan

dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada

kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia

nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada

rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum

muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang

80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan

neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik

tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen

eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik

terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf

GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah

dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen

interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik

akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus / substansia nigra.

Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung ,sehingga

output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah talamus.

Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah

GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan

dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks

motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.


F. GAMBARAN KLINIS

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang

didapat dari anamnesis  yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegalpegal  atau 

kram  otot,  distonia  fokal,  gangguan  ketrampilan,  kegelisahan,  gejala sensorik

(parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita

parkinson    (Gilroy, 2000; Widjaja , 2003;  Kelompok Studi  Movement Disorder

PERDOSSI, 2013)

1. Tremor

Biasanya  merupakan  gejala  pertama  pada  PP  dan  bermula  pada  satu 

tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga

akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah  sering tidak terlihat, kecuali pada  stadium

lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul

pada  keadaan  istirahat  dan  berkurang  bila  ekstremitas  digerakan.  Tremor  akan

bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.

2. Rigiditas

Pada  permulaan  rigiditas  terbatas  pada  satu  ekstremitas  atas  dan  hanya

terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan

lebih berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas 

timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah  satu 

gejala  dini  akibat  rigiditas  ialah  hilang  gerak  asosiatif  lengan  bila berjalan.

Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.

3. Bradikinesia

Gerakan  volunter  menjadi  lambat  dan  memulai  suatu  gerakan  menjadi 

sulit. Ekspresi  muka  atau  gerakan  mimik  wajah  berkurang  (muka  topeng). 
Gerakangerakan  otomatis  yang  terjadi  tanpa  disadari  waktu  duduk  juga  menjadi 

sangat kurang.  Bicara  menjadi  lambat  dan  monoton  dan  volume  suara  berkurang

(hipofonia).

4. Hilangnya refleks postural

Meskipun  sebagian  peneliti  memasukan  sebagai  gejala  utama,  namun 

pada awal  stadium  PP  gejala  ini  belum  ada.  Hanya  37%  penderita  PP  yang 

sudah berlangsung  selama  5  tahun  mengalami  gejala  ini.  Keadaan  ini 

disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil

impuls dari  mata,  pada  level  talamus  dan  ganglia  basalis  yang  akan 

mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah

jatuh.

5. Wajah Parkinson

Seperti  telah  diutarakan,  bradikinesia  mengakibatkan  kurangnya  ekspresi

muka  serta  mimik.  Muka  menjadi  seperti  topeng,  kedipan  mata  berkurang,

disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

6. Mikrografia

Bila  tangan  yang  dominan  yang  terlibat,  maka  tulisan  secara  graduasi

menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

7. Sikap Parkinson

Bradikinesia  menyebabkan  langkah  menjadi  kecil,  yang  khas  pada  PP.

Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke

dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak

melenggang bila berjalan.


8. Bicara

Rigiditas  dan  bradikinesia  otot  pernafasan,  pita  suara,  otot  faring,  lidah 

dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata  yang monoton dengan

volume  yang  kecil  dan  khas  pada  PP.  Pada  beberapa  kasus  suara  berkurang

sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.

9. Disfungsi otonom

Disfungsi  otonom  pada  pasien  PP  memperlihatkan  beberapa  gejala 

seperti disfungsi  kardiovaskular   (hipotensi  ortostatik,  aritmia  jantung), 

gastrointestinal (gangguan dismotilitas  lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan

regurgitasi), saluran  kemih  (frekuensi,  urgensi  atau  inkontinensia),  seksual 

(impotensi  atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau

intoleransi panas atau dingin). Disfungsi otonom ini mungkin terlihat sebagai gejala

dini PP  namun lebih spesifik dikaitkan dengan stadium lanjut PP. Prevalensi

disfungsi otonom ini berkisar  14-18%  .  Patofisiologi  disfungsi  otonom  pada  PP 

diakui  akibat degenerasi dan disfungsi nukleus  yang mengatur  fungsi otonom,

seperti nukleus vagus  dorsal,  nukleus  ambigus  dan  pusat  medullary  lainnya 

seperti  medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe

kaudal.

10. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi

sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.


11. Tanda Myerson

Dilakukan  dengan  jalan  mengetok  di  daerah  glabela  berulang-

ulang.Pasien Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan.

Disebut juga sebagai tanda “Myerson”

12. Demensia

Demensia  adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif

yang  menyebabkan  deteriorasi  kognisi  dan  fungsional,  sehingga  mengakibatkan

gangguan  fungsi  sosial,  pekerjaan  dan  aktifitas  sehari-hari  (Asosiasi  Alzaimer

Indonesia,  2003).  Kelainan  ini  berkembang  sebagai  konsekuensi  patologi  PP

disebut kompleks parkinsonism demensia. Demensia pada  PP  mungkin baru akan

terlihat pada stadium lanjut, namun pasien PP telah memperlihatkan perlambatan

fungsi  kognitif  dan  gangguan  fungsi  eksekutif  pada  stadium  awal.  Gangguan

fungsi  kognitif  pada  PP  yang  meliputi  gangguan  bahasa,  fungsi  visuospasial,

memori jangka panjang dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat  dibandingkan

dengan proses penuaan normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.

13. Depresi

Sekitar  40%  penderita  PP  terdapat  gejala  depresi.  Hal  ini  dapat  terjadi

disebabkan  kondisi  fisik  penderita  yang  mengakibatkan  keadaan  yang

menyedihkan  seperti  kehilangan  pekerjaan,  kehilangan  harga  diri  dan  merasa

dikucilkan.  Hal  ini  disebabkan  keadaan  depresi  yang  sifatnya  endogen.  Secara

anatomi  keadaan  ini  dapat  dijelaskan  bahwa  pada  penderita  Parkinson  terjadi

degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin

yang  letaknya  tepat  dibawah  substansia  nigra  dan  degenerasi  neuron  asetilkolin

yang letaknya diatas substansia nigra (Hermanowicz, 2001; Wolters , 2007).


G. DIAGNOSIS

Diagnosis  PP  berdasarkan  klinis  dengan  ditemukannya  gejala  motorik utama 

antara  lain  tremor  pada  waktu  istirahat,  rigiditas,  bradikinesia  dan hilangnya  refleks 

postural.  Kriteria  diagnosis  yang  dipakai  di  Indonesia  adalah kriteria Hughes

(PERDOSSI, 2013) :

 Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

b. Tremor istirahat

c. Rigiditas

d. Bradikinesia

e. Kegagalan refleks postural

 Probable :  Bila  terdapat  kombinasi  dua  gejala  utama  (termasuk kegagalan 

refleks  postural)  alternatif  lain:  tremor  istirahat  asimetris, rigiditas asimetris

atau bradikinesia asimetris sudah cukup.

 Definite : Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan

satu gejala lain yang tidak asimetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda

tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris.

Bila  semua  tanda-tanda  tidak  jelas  sebaiknya  dilakukan  pemeriksaan

ulangan beberapa bulan kemudian. Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya

penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis

berdasarkan Hoehn dan Yahr (PERDOSSI, 2013) yaitu:

o Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman) .


o Stadium 2:  Terdapat  gejala  bilateral,  terdapat  kecacatan  minimal, 

sikap/cara berjalan terganggu.

o Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu

saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang .

o Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas  dan  bradikinesia,  tidak  mampu  berdiri  sendiri, 

tremor  dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

o Stadium 5: Stadium kakhetik (cachcactic stage), kecacatan total, tidak

mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.(Joesoef, 2001; Kelompok

Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013)


H.

H. DIAGNOSA BANDING

I. PENATALAKSANAAN PARKINSON

Pengobatan PP dapat dikelompokkan, sebagai berikut :

1. Bekerja pada sistem dopaminergik


2. Bekerja pada sistem kolinergik

3. Bekerja pada glutamatergik

Dari  ketiga  macam  pengobatan  tersebut  diatas,  mempunyai  tujuan  yang

sama  yaitu  mengurangi  gejala  motorik  dari  PP.  Sesuai  dengan  penyakit

degeneratif  lainnya,  obat  akan  terus  digunakan  seumur  hidup.  Hal  ini 

akanmenimbulkan efek samping penggunaan obat jangka panjang yang merugikan

dan akan  mempengaruhi  kualitas  hidup  penderita  PP  (Hristova  dkk,  2000; 

Misbach, 2003).

Pada  obat  yang  bekerja  pada  sistem  dopaminergik  terutama  levodopa

mempunyai  efek  samping  neurotoksisitas  pada  penggunanan  jangka  panjang.

Fahn  (2003)  membuktikan  bahwa  levodopa  bersifat  toksik  dan  menambah

progesifitas dari PP. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia dan

gangguanneuropsikiatrik. Gejala yang timbul pada tahap lanjut dan  tidak berespon 

terhadap terapi levodopa sering menyebabkan penderita mudah jatuh, gangguan 

postural, “freezing “, disfungsi otonom, dan demensia. Gejala yang timbul pada tahap

lanjut ini sering dijumpai pada penderita usia muda dan jarang didapatkan  pada

penderita yang mulai mendapatkan terapi levodopa  pada usia diatas 70 tahun. Pada 

obat  yang  bekerja  pada  sistem  kolinergik  mempunyai  efek  terapi jangka 

panjang  berupa  gangguan  kognitif.  Efek  samping  ini  dapat  berupa halusinasi 

dan  gangguan  daya  ingat.  Sedangkan  pada  obat  yang  bekerja  pada

glutamatergik  dapat  mempunyai  efek  terapi  jangka  panjang  berupa  halusinasi,

insomnia,  konfusi  dan  mimpi  buruk  (Jankovic,  2002;  Misbach  ,  2003:  Helme,

2006).

Drugs Used to Treat Motor Symptoms in Patients with Parkinson Disease

Drug/drug class Examples Advantages Disadvantages


Carbidopa/levodop Immediate- and Most Motor
a (Sinemet) sustained- effective, complications:
release improves dyskinesias,
carbidopa/levo disability, dystonia,
dopa prolongs confusion,
capacity to psychosis, sedation
perform
instrumental
activities of
daily living
Dopamine agonists Nonergot: Can be used All: dopaminergic
pramipexole as adverse effects
(Mirapex), monotherap (nausea, vomiting,
ropinirole y in early orthostatic
(Requip) disease or hypotension),
added to neuropsychiatric
levodopa for adverse
Ergot: treatment of effects(hallucinatio
bromocriptine motor ns, psychosis,
(Parlodel), complicatio impulse control
pergolide ns disorder), excessive
daytime sleepiness
Less risk of
developing Ergot: pulmonary
motor fibrosis, cardiac
complicatio valve fibrosis,
ns in early erythromelalgia
disease
Monoamine Selegiline Can be used Amphetamine and
oxidase-B (Eldepryl), as methamphetamine
inhibitors rasagiline monotherap metabolites may
(Azilect) y in early cause adverse
disease or to effects, risk of
treat motor serotonin syndrome
complicatio
ns in late
disease
Once-daily
dosing, well
tolerated
Catechol O- Entacapone Used to treat Dopaminergic
methyltransferase (Comtan), motor adverse effects,
inhibitors tolcapone complicatio discoloration of
(Tasmar) ns; no urine, tolcapone
titration, associated with
decreased explosive diarrhea
off time,* and fatal liver
mild toxicity
improvemen
t in activities
of daily
living and
quality-of-
life scores
Injectable Apomorphine Reduces off Requires initiation
dopamine agonist (Apokyn) time in late in hospital, regular
disease subcutaneous
injections
N-methyl-D- Amantadine Treatment Cognitive adverse
aspartate receptor of effects, livedo
inhibitor dyskinesias reticularis, edema,
in late development of
disease tolerance, potential
for withdrawal
Anticholinergics Benztropine, Useful for Use limited by
trihexyphenidyl the anticholinergic
treatment of
tremor in
patients
younger
than 60
years
without
cognitive
impairment

Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering

terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.

1. Perawatan Penyakit Parkinson

Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh

manula , maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi

paramedis , melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.

a. Pendidikan

Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan

care giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan

diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin

membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati


dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka

menjadi maksimal.

b. Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit

serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :

• Abnormalitas gerakan

• Kecenderungan postur tubuh yang salah

• Gejala otonom

• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )

• Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan

tindakan sebagai berikut :

1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )

• Peregangan

• Koreksi postur tubuh

• Latihan koordinasi

• Latihan jalan ( gait training )

• Latihan buli-buli dan rectum

• Latihan kebugaran kardiopulmonar

• Edukasi dan program latihan di rumah

2. Terapi okupasi

Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal

pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .

3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program

latihan pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria ,

latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu

memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.

4. Psikoterapi

Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi

setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian ,

status mental ,keluarga dan perilaku.

5. Terapi sosial medik

Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial

lingkungan dan finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan

kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

6. Orthotik Prosthetik

Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami

ketidakstabilan postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti

tongkat atau walker.

c. Diet

Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet

yang khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar

tidak terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan

jumlah massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan

untuk memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air

untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk

mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan

penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap


beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung alkohol atau

berkalori tinggi.

2. Pembedahan :

Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita

tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya

gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia,

gait/postural instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena

obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan .

Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :

a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :

- Akinesia / bradi kinesia

- Gangguan jalan / postural

- Gangguan bicara

b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :

- Tremor

- Rigiditas

- Diskinesia karena obat.

3. Stimulasi otak dalam

Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit

parkinson ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit

parkinson bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya

lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s . Stimulasi ini dengan alat

stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.

4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh

Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan

dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari

jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam

atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-

derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi

penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang

menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.

Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson

selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai

saat ini , diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh

pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.

J. PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,

sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali

terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa

perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas,

sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan

kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.

Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan

lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang

dapat sangat parah.

PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang

sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih
rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat

menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat

menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau

lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang

tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu.

Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup produktif beberapa

tahun setelah diagnosis.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan

secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan

penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan

yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu

belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan

menemani sepanjang hidupnya.

Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total

disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat

menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.

Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya

gejala terkontrol sangat bervariasi


DAFTAR PUSTAKA

M.Baehr and M. Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS ,Edisi ke-4. Jakarta :
EGC
Joao Massano and Kailash P. Bathia. 2012. Clinical Approach to Parkinson’s Disease :
Feature, Diagnosis, and Principle of Management.
John D. Gazewood. 2013. Parkinson Disease : An Update . America : America Family
Physician
Shobha S Rao .2006.Parkinson’s Disease : Diagnosis and Treatment America : America
Family Physician
Standar Pelayanan Medik. PERDOSSI
http://medicanieblog.com/penatalaksanaanparkinson/htm

Anda mungkin juga menyukai