RMK (III)
KONSEP HARGA POKOK BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE COSTING)
Oleh:
FITRATUNNISA (A031181366)
Sistem akuntansi biaya konvensional sering pula disebut dengan sistem akuntansi
biaya tradisional. Pendekatan tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat
diklasifikasikan sebagai biaya tetap atau variabel sesuai dengan perubahan unit atau volume
produk yang diproduksi. Penggerak berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk
membedakan penggerak kegiatan berdasarkan unit serta untuk membebankan biaya pada
obyek biaya tersebut sehingga disebut Sistem Biaya Tradisional. (Hansen & Mowen, 2009:
57).
Sistem biaya konvensional ini, baik full costing method maupun variabel costing
method, hanya menggunakan satu tarif biaya overhead. Metode konvensional akan
menghasilkan perhitungan biaya yang cukup akurat apabila biaya overhead merupakan salah
satu komponen biaya yang jumlah material dibandingkan dengan biaya bahan baku langsung
dan biaya upah langsung atau jika kegiatan overhead yang dilakukan berhubungan erat
dengan volume produksi. Hal ini menyebabkan biaya konsumsi overhead pabrik setiap
produk yang dihasilkan perusahaan pada departemen-departemen produksi yang ada,
dianggap sama per unitnya dan tarif Overhead per Departemen. Meskipun tarif overhead per
departemen mampu mencerminkan perbedaan konsumsi produk atas biaya overhead pabrik di
setiap departemen produksi, namun tarif ini tidak mampu mencerminkan elemen biaya
overhead pabrik di setiap departemen produksi. Proses alokasinya, menurut Cooper dan
Kaplan terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, biaya-biaya overhead itu dikumpulkan
dalam pusat-pusat biaya (cost pools), baik departemen pembantu maupun departemen
produksi. Sedangkan tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui tahap pertama,
dialokasikan kepada produk-produk sebagai obyek biayanya atas dasar alokasi tertentu
seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin, unit produksi, dan pengukuran volume lainnya.
Proses ini disebut dengan pembebanan biaya overhead pabrik (overhead application/
absorption).
Sustainable lifestyle mengacu pada pola tindakan seseorang dan pola konsumsi
seseorang, yang digunakan untuk menyamakan atau membedakan diri mereka dari orang lain,
dimana mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar, menyediakan kualitas hidup yang lebih
baik, meminimalkan konsumsi dari sumber daya alam dan emisi dari limbah dan polutan
dalam siklus hidup, dan tidak mengancam dan membahayakan kebutuhan generasi
mendatang. Gaya hidup yang berkelanjutan merefleksikan budaya tertentu, alam, ekonomi
dan warisan sosial dari tiap golongan masyarakat.
Sustainable lifestyle sendiri menurut United Kingdom, GSSL ialah gaya hidup
yang sadar akan lingkungan dan menyadari konsekuensi atas pilihan yang dibuat yang maka
dari itu akan membuat pilihan yang nantinya memiliki potensi negatif yang paling sedikit.
Hal tersebut bukan hanya sekedar peduli terhadap lingkungan namun juga melibatkan proses
berpikir terhadap orang-orang dan komunitas serta turut melibatkan proses berpikir tentang
kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan dan pengembangan masyarakat bukan hanya uang
dan harta.
Penyusunan harga pokok produk yang selama ini di kenal dalam akuntansi biaya
konvensional masih sebatas pada biaya yang terserap untuk menghasilkan produk. Harga
pokok produk dimaknai sebagai seluruh beban yang terjadi mulai dari mendapatkan bahan,
mengolah hingga selesainya suatu produk di produksi (Garrison, et al., 2015:41)
Konsep penentuan harga pokok seperti tersebut di atas sifatnya egois (Alimuddin, et
al. 2014) karena hanya mempertimbangkan beban atau biaya yang terserap saja kedalam
produk. Sementara akibat negatif yang ditimbulkan dari proses produksi seperti limbah yang
dihasilkan yang mengganggu keberlangsungan kehidupan umat manusia dan mahluk lainnya
belum mendapat perhatian dalam menyusun konsep harga pokok produk tersebut. Bahkan,
dalam pandangan kapitalisme, biaya untuk memperbaiki lingkungan dan sosial yang rusak
akibat menghasilkan produk bukan menjadi tanggungjawab produsen tetapi menjadi
tanggungjawab pemerintah sebagai konsekuensi perusahaan sudah membayar pajak.
Beban bahan merupakan harga pokok semua bahan yang digunakan dalam proses
produksi. Bahan tersebut meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Pengadaan bahan
tersebut harus menjunjung efisiensi tetapi tidak kikir di dalam pengadaan, penyimpanan, dan
pemakaiannya. Pemborosan dan kikir adalah perbuatan yang bertentangan dengan prinsip
kesinambungan.
Sementara upah/gaji yang adil apabila memenuhi dua unsur utama, yaitu memenuhi
kebutuhan karyawan dan profesionalisme karyawan. Kebutuhan karyawan merupakan
kebutuhan hidup yang layak untuk hidup di dunia dan bekal di akhirat. Oleh karena itu, jenis
kebutuhan karyawan meliputi kebutuhan untuk hidup dengan keluarga (diantaranya
kebutuhan sandang, pangan, perumahan, transportasi, dan komunikasi), kebutuhan
pendidikan untuk anakanak mereka, kebutuhan kesehatan karyawan dan keluarganya,
kebutuhan beribadah (meliputi: kebutuhan untuk melaksanakan rukun Islam, yaitu haji, zakat,
infaq, dan sadaqah) (Alimuddin, et al. 2014). Sedangkan profesionalisme karyawan
merupakan salah satu komponen penentuan besarnya upah karyawan guna mendorong
produktivitas dan efisiensi karyawan dalam melaksanakan aktivitasnya.
Untuk beban produksi lainnya adalah beban yang terjadi selama proses produksi,
selain kedua jenis biaya tersebut di atas. Beban tersebut meliputi beban depresiasi, beban
pemeliharaan, beban listrik, dan lain sebagainya.
Sumber :
Anom, Ni Made Ayu Galih. dkk. 2014. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan
Metode Konvensional Dan Activity Based Costing System Pada Mario’s Handicraft .
Vol. 4, No. 1
Maria Immaculata Nesya Putri Saraswati dan Maria Anityasari. 2012. Analisis Gaya Hidup
Berkelanjutan (Sustainable Lifestyle) Siswa-siswi SMA di Surabaya dan Upaya
Perbaikannya. Vol. 01, No. 01