Anda di halaman 1dari 7

M.

K : Akuntansi Biaya dan Manajemen Islam

RMK (III)
KONSEP HARGA POKOK BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE COSTING)

Oleh:
FITRATUNNISA (A031181366)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020/2021
a. Evaluasi Elemen Dan Perhitungan Harga Pokok Konvensional

Pada sistem biaya konvensional, elemen-elemen biaya produksi yang dibutuhkan


dalam perhitungan harga pokok produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik. Dari informasi biaya-biaya tersebut akan ditetapkan
harga pokok produk sebelum produk tersebut dipasarkan. Dalam menentukan harga pokok
produksi dengan metode konvensional, biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
mudah ditelusuri dan dihitung, tapi sangat sulit memperkirakan biaya overhead pabrik. Biaya
overhead pabrik tidak dapat ditelusuri pada pekerjaan tertentu sehingga harus dialokasikan.
Pengalokasian biaya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung, jam mesin atau upah tenaga
kerja langsung, dan biaya bahan baku, sehingga menghasilkan informasi biaya yang distorsi.

Dengan adanya perkembangan teknologi untuk mendukung proses produksi yang


lebih otomatis menyebabkan porsi biaya overhead lebih besar dari biaya bahan baku dan
tenaga kerja langsung, sehingga teknik akuntansi yang berlaku hingga tahun 2011 (metode
konvensional) sudah kehilangan relevansinya. Mengingat kelemahan-kelemahan yang ada
pada akuntansi biaya tradisional, maka mulai dikembangkan suatu sistem akuntansi biaya
yang lebih baik dan tentunya sesuai dengan lingkungan industri yang lebih maju, dan lebih
menekankan pada aktivitas-aktivitas penambah nilai yang disebut activity accounting.Sebagai
implikasi dari activity accounting terhadap perhitungan harga pokok produksi maka
muncullah Activity Based Costing System. Penggunaan Activity Based Costing System
secara dini akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat menetapkan harga jual
yang lebih bersaing, sehingga dapat membawa perusahaan unggul dalam jangka panjang.

Activity Based Costing System merupakan suatu sistem yang menerapkan


konsepkonsep akuntansi untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang lebih
akurat melalui aktivitas yang benar-benar dilewati oleh produk tersebut dalam proses
produksi. Dalam Activity Based Costing System juga memisahkan pusat-pusat aktivitas yang
ada. Pusat aktivitas (activity center) adalah bagian dari proses pabrikasi. Manajemen
hendaknya memisahkan pelaporan biaya aktivitas yang diperlukan. Terdapat empat tingkat
umum dalam aktivitas, yaitu: pertama unit-level activity (aktivitas tingkat unit), adalah
aktivitas-aktivitas yang muncul sebagai akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah
fasilitas produksi, contoh biaya listrik, biaya tenaga kerja, penyusutan perlengkapan, jam
mesin, dan jam kerja. Kedua batch-level activity (aktivitas tingkat gugus produk) mencakup
tugas-tugas seperti, penempatan pesanan pembelian, penyiapan perlengkapan produksi,
pengiriman produk kepada pelanggan, dan penerimaan bahan baku. Ketiga product-level
activity (aktivitas tingkat produk) tingkatan ini berkaitan dengan produk tertentu yang
diproduksi oleh perusahaan. Sebagai contoh, melakukan inspeksi mutu, biaya karyawan
untuk menangani bahan baku, dan penyusutan perlengkapan kantor. Terakhir yang keempat
yaitu facility-level activity (aktivitas tingkat fasilitas). Aktivitas ini biasanya digabungkan
dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak
dengan gugus spesifik tertentu ataupun produk tertentu yang diproduksi. Contoh dari aktivitas
ini adalah jam kerja langsung, jam mesin, gaji manajemen pabrik, dan pajak bumi dan
bangunan pabrik. Biaya yang terjadi pertama-tama ditelusuri ke masingmasing aktivitas dan
kemudian dari aktivitas ditelusuri ke masing-masing produk, sehingga informasi biaya yang
diberikan dapat mengurangi adanya pengeluaran biaya dan terhindar dari pemborosan biaya
atas suatu produk, serta perusahaan dapat lebih bersaing dalam penetapan harga jual dengan
pesaing yang ada. Mengingat besarnya biaya overhead pabrik untuk proses produksi, dalam
perhitungan pembebanan biaya overhead ke masing-masing produk akan sangat
mempengaruhi besarnya harga pokok produksi, kemudian berpengaruh terhadap harga jual
yang secara otomatis akan mempengaruhi tingkat laba masing-masing produk yang
dihasilkan perusahaan.

Sistem akuntansi biaya konvensional sering pula disebut dengan sistem akuntansi
biaya tradisional. Pendekatan tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat
diklasifikasikan sebagai biaya tetap atau variabel sesuai dengan perubahan unit atau volume
produk yang diproduksi. Penggerak berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk
membedakan penggerak kegiatan berdasarkan unit serta untuk membebankan biaya pada
obyek biaya tersebut sehingga disebut Sistem Biaya Tradisional. (Hansen & Mowen, 2009:
57).

Dalam pelaporan keuangan, informasi tentang biaya produksi menurut akuntansi


biaya konvensional diukur dengan menggunakan metode biaya penuh (full/ Absorption
costing method) dan metode biaya variabel (variabel costing method). Metode biaya penuh
adalah penentuan harga pokok produk dengan mengkombinasikan biaya bahan baku
langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi langsung (tetap) sedangkan metode
biaya variabel merupakan penentuan harga pokok produk hampir sama dengan metode biaya
penuh hanya biaya produksi tidak langsung berdasarkan kepada biaya produksi variabel saja,
dan biaya produksi tetap adalah dibebankan sebagai biaya periode berjalan (period cost).
Perbedaan antara kedua metode ini, terletak pada pembebanan biaya produksi tidak langsung
tetapnya. Dalam penentuan harga pokok produk, metode biaya penuh memasukkan biaya
overhead pabrik tetap sebagai biaya dalam persediaan, sedangkan metode biaya variabel
mengeluarkan biaya overhead pabrik dari biaya persediaan dan memperlakukannya sebagai
biaya periode berjalan.

Sistem biaya konvensional ini, baik full costing method maupun variabel costing
method, hanya menggunakan satu tarif biaya overhead. Metode konvensional akan
menghasilkan perhitungan biaya yang cukup akurat apabila biaya overhead merupakan salah
satu komponen biaya yang jumlah material dibandingkan dengan biaya bahan baku langsung
dan biaya upah langsung atau jika kegiatan overhead yang dilakukan berhubungan erat
dengan volume produksi. Hal ini menyebabkan biaya konsumsi overhead pabrik setiap
produk yang dihasilkan perusahaan pada departemen-departemen produksi yang ada,
dianggap sama per unitnya dan tarif Overhead per Departemen. Meskipun tarif overhead per
departemen mampu mencerminkan perbedaan konsumsi produk atas biaya overhead pabrik di
setiap departemen produksi, namun tarif ini tidak mampu mencerminkan elemen biaya
overhead pabrik di setiap departemen produksi. Proses alokasinya, menurut Cooper dan
Kaplan terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, biaya-biaya overhead itu dikumpulkan
dalam pusat-pusat biaya (cost pools), baik departemen pembantu maupun departemen
produksi. Sedangkan tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui tahap pertama,
dialokasikan kepada produk-produk sebagai obyek biayanya atas dasar alokasi tertentu
seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin, unit produksi, dan pengukuran volume lainnya.
Proses ini disebut dengan pembebanan biaya overhead pabrik (overhead application/
absorption).

b. Konsep Kehidupan Berkelanjutan

Sustainable lifestyle mengacu pada pola tindakan seseorang dan pola konsumsi
seseorang, yang digunakan untuk menyamakan atau membedakan diri mereka dari orang lain,
dimana mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar, menyediakan kualitas hidup yang lebih
baik, meminimalkan konsumsi dari sumber daya alam dan emisi dari limbah dan polutan
dalam siklus hidup, dan tidak mengancam dan membahayakan kebutuhan generasi
mendatang. Gaya hidup yang berkelanjutan merefleksikan budaya tertentu, alam, ekonomi
dan warisan sosial dari tiap golongan masyarakat.

Sustainable lifestyle sendiri menurut United Kingdom, GSSL ialah gaya hidup
yang sadar akan lingkungan dan menyadari konsekuensi atas pilihan yang dibuat yang maka
dari itu akan membuat pilihan yang nantinya memiliki potensi negatif yang paling sedikit.
Hal tersebut bukan hanya sekedar peduli terhadap lingkungan namun juga melibatkan proses
berpikir terhadap orang-orang dan komunitas serta turut melibatkan proses berpikir tentang
kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan dan pengembangan masyarakat bukan hanya uang
dan harta.

c. Konsep Harga Pokok Berkelanjutan (Sustainable Costing)

Penyusunan harga pokok produk yang selama ini di kenal dalam akuntansi biaya
konvensional masih sebatas pada biaya yang terserap untuk menghasilkan produk. Harga
pokok produk dimaknai sebagai seluruh beban yang terjadi mulai dari mendapatkan bahan,
mengolah hingga selesainya suatu produk di produksi (Garrison, et al., 2015:41)

Konsep penentuan harga pokok seperti tersebut di atas sifatnya egois (Alimuddin, et
al. 2014) karena hanya mempertimbangkan beban atau biaya yang terserap saja kedalam
produk. Sementara akibat negatif yang ditimbulkan dari proses produksi seperti limbah yang
dihasilkan yang mengganggu keberlangsungan kehidupan umat manusia dan mahluk lainnya
belum mendapat perhatian dalam menyusun konsep harga pokok produk tersebut. Bahkan,
dalam pandangan kapitalisme, biaya untuk memperbaiki lingkungan dan sosial yang rusak
akibat menghasilkan produk bukan menjadi tanggungjawab produsen tetapi menjadi
tanggungjawab pemerintah sebagai konsekuensi perusahaan sudah membayar pajak.

Kesinambungan kegiatan perusahaan akan sangat ditentukan oleh kemampuannya


menjaga keseimbangan kebutuhan para stakeholders dan lingkungannya. Ketidakadilan
dalam pemenuhan kebutuhan tersebut akan menciptakan ketidakseimbangan dalam
menjalankan aktivitas perusahaan yang bisa bermuara pada kegagalan perusahaan meraih
cita-citanya atau visi dan misinya. Akibatnya, cepat atau lambat perusahaan tersebut tidak
dapat melanjutkan aktivitas usahanya

Beban bahan merupakan harga pokok semua bahan yang digunakan dalam proses
produksi. Bahan tersebut meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Pengadaan bahan
tersebut harus menjunjung efisiensi tetapi tidak kikir di dalam pengadaan, penyimpanan, dan
pemakaiannya. Pemborosan dan kikir adalah perbuatan yang bertentangan dengan prinsip
kesinambungan.

Sementara upah/gaji yang adil apabila memenuhi dua unsur utama, yaitu memenuhi
kebutuhan karyawan dan profesionalisme karyawan. Kebutuhan karyawan merupakan
kebutuhan hidup yang layak untuk hidup di dunia dan bekal di akhirat. Oleh karena itu, jenis
kebutuhan karyawan meliputi kebutuhan untuk hidup dengan keluarga (diantaranya
kebutuhan sandang, pangan, perumahan, transportasi, dan komunikasi), kebutuhan
pendidikan untuk anakanak mereka, kebutuhan kesehatan karyawan dan keluarganya,
kebutuhan beribadah (meliputi: kebutuhan untuk melaksanakan rukun Islam, yaitu haji, zakat,
infaq, dan sadaqah) (Alimuddin, et al. 2014). Sedangkan profesionalisme karyawan
merupakan salah satu komponen penentuan besarnya upah karyawan guna mendorong
produktivitas dan efisiensi karyawan dalam melaksanakan aktivitasnya.

Untuk beban produksi lainnya adalah beban yang terjadi selama proses produksi,
selain kedua jenis biaya tersebut di atas. Beban tersebut meliputi beban depresiasi, beban
pemeliharaan, beban listrik, dan lain sebagainya.

Sementara keadilan pada lingkungan beranggapan bahwa akibat beroperasinya


perusahaan akan terjadi pengrusakan lingkungan yang bisa menyebabkan terganggunya
ekosistem dan terganggunya keberlangsungan 17 hidup umat manusia. Tidaklah pantas,
sebuah perusahaan yang mengemban amanah dan memiliki tugas mulia untuk memakmurkan
dunia (Estes, 1996) justru merusak lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya
perusahaan mengembalikan kondisi lingkungan tersebut sebagaimana yang terjadi sebelum
perusahaan beroperasi11 . Semua biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki dan menjaga
kesinambungan lingkungan dimana perusahaan beroperasi menjadi komponen harga pokok
produk.

d. Keunggulan Konsep Harga Pokok Berkelanjutan


 .Keseimbangan
Konsep keadilan yang menyeimbangkan antara kebutuhan diri sendiri dengan
kebutuhan lingkungan dan sosial kemasyarakatan akan tercipta melalui penerapan
nilai keadilan di dalam perhitungan harga pokok produksi. Dengan demikian akan
tercipta keseimbangan kehidupan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya
dan lingkungannya.
 Hidup nyaman dan aman
Hidup nyaman dan aman menjadi dambaan umat manusia. Penentuan harga
pokok produk dengan memasukkan unsur biaya lingkungan dan biaya sosial
kemasyarakatan menjadi sarana untuk mencapai dambaan tersebut. Pelestarian
lingkungan seperti sebelum beroperasinya perusahaan akan menghasilkan lingkungan
yang bersih dan nyaman, baik bagi kehidupan umat 19 manusia maupun habitat
lainnya. Demikian juga pemberian santunan kepada masyarakat di sekitar perusahaan
yang terkena dampak negatif dari keberadaan perusahaan dan untuk mencegah
ketimpangan pengahasilan antara mereka yang bekerja dengan yang tidak mendapat
kesempatan untuk bekerja pada perusahaan akan menciptakan kehidupan yang
tenteram dan aman, sehingga tidak perlu terjadi kecemburuan sosial.
 Kesinambungan usaha
Terjadinya lingkungan yang bersih dan nyaman serta kehidupan yang tenteram
dan aman akan mendorong keberlangsungan usaha berlangsung. Para pekerja akan
betah bekerja karena lingkungan usaha yang kondusif, baik dari segi kebersihan dan
kenyamanan maupun keamanan. Akibatnya kesinambungan usaha akan terjamin.
 Kesinambungan kehidupan
Pelestarian lingkungan akan menjamin kesinambungan kehidupan antara
generasi sekarang dengan generasi yang akan datang. Dengan demikian, masyarakat
atau perusahaan tidak lagi bertindak untuk menghabiskan sumber daya alam guna
kemakmuran generasinya tetapi juga akan berusaha hanya untuk memenuhi
kebutuhannya yang tidak berlebih-lebihan. Hal ini dilakukan untuk menjamin
kehidupan generasi berikutnya. Akibatnya kehidupan di dunia ini akan semakin
nyaman dan tidak menakutkan.

Sumber :

Alimuddin. 2016. Konsep Harga Pokok Berkelanjutan. 21

Anom, Ni Made Ayu Galih. dkk. 2014. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan
Metode Konvensional Dan Activity Based Costing System Pada Mario’s Handicraft .
Vol. 4, No. 1

Maria Immaculata Nesya Putri Saraswati dan Maria Anityasari. 2012. Analisis Gaya Hidup
Berkelanjutan (Sustainable Lifestyle) Siswa-siswi SMA di Surabaya dan Upaya
Perbaikannya. Vol. 01, No. 01

Anda mungkin juga menyukai