UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG TAHUN AJARAN 2020/2021 A. KEGAWAT DARURATAN ABDOMINAL 1. Pengertian Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Pengertian trauma abdominal adalah cedera fisik dan psikis pada abdomen, kekerasan yang mengakibatkan cedera pada abdomen. Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. 2. Patofisiologi Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi perdarahan intra abdominal yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai dengan penurunan sel darah merah yang akhirnya akan menyebabkan syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi yang menekan saraf perotonitis dan tanda-tanda peritonium akan cepat tampak. Tanda- tanda trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok berlanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis munkon belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan. Perdarahan yang terjadi di intra abdomen akan mengakibatkan pasien mengalami muntah darah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan pada tubuh pasien. 3. Etiologi dan Penyebab a. Penyebab trauma penetrasi 1) Luka akibat terkena tembakan Luka tembus akibat peluru dibedakan menjadi 2 yaitu “Low-Veloxity” dan “High-Veloxity”. Hampir seluruh luka tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ dalam perut 2) Luka akibat tikaman benda tajam 3) Luka akibat tusukan b. Penyebab non-penetrasi 1) Terkena kompresi atau tekan dari luar tubuh 2) Hancur (tertabrak mobil) 3) Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut 4) Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olahraga 4. Tanda dan Gejala a. Nyeri tekan di atas daerah abdomen b. Distensi abdomen c. Demam d. Anorexia e. Mual dan muntah f. Takikardi g. Peningkatan suhu tubuh h. Nyeri spontan Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat ruptur dibagian dalam abdomen: a) Terjadi perdarahan intra abdominal b) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga terganggu fungsi usus tidak normal dan biasanya mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena). 5. Pemeriksaan Penunjang a) Trauma penetrasi 1) Skrinning pemeriksaan rontgen Foto rontgen thorax tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen supine (sambil tidur) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. 2) IVP atau Urogram Excretory dan CT-Scanning Dilakukan untuk mengetahui jenis cidera ginjal yang ada. 3) Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra. 4) Sistografi Digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya: fraktur pelvis, trauma non penetrasi b) Trauma non-penetrasi 1) Pengambilan contoh darah dan urine Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, glukosa, amilase. 2) Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma yang keduanya memerlukan laparotomi segera. 3) Study kontras Urologi dan Gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon accendens atau decendens dan dubur. 6. Pengkajian (Primary dan Secondary survei, Psikologi, Sosial, Lingkungan dan Fokus Survey) Contoh Kasus : Tn. R 25 tahun datang ke UGD diantar istrinya yaitu Ny. W 23 tahun dengan keluhan muntah darah, Tn. R nampak memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan, pada perut tampak lebam. GCS: E 3 V 3 M 5 Nadi 85x/m S: 36ºC R: 20x/m TD: 130/90 mmHg. 1) Pengkajian Primer (Primary Survey) Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas, yaitu : a) A (Airway/Jalan nafas). Untuk menilai adanya gangguan jalan nafas (airway) maka kita gunakan metode “look, listen and feel”. Contoh ukuran penilaian: a. Look : kita dapat melihat adanya pergerakan jalan nafas. b. Listen: kita mendengar adanya suara nafas tambahan yang mempunyai berbagai macam jenis, paling sering adalah snoring (ngorok) yg disebabkan oleh obstruksi mekanis seperti lidah yang jatuh ke hipfaring, gargling (suara kumur) yang disebabkan oleh cairan seperti darah atau sekret yang berlebihan, dan crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme laring. c. Feel : maka kita akan merasakan adanya hembusan angin. Bila salah satu dari hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan pembebasan jalan nafas. Pertama bersihkan mulut dengan tangan kita (finger swab), lalu lakukan triple airway manuver (ekstensi leher, head tilt dan chin lift). Berhati-hati pada pasien multiple trauma, jangan lakukan ekstensi leher tapi segera pasang collar neck. b) B (Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat) Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). c) C (Circulation, dengan Kontrol Perdarahan Hebat) Di dalam kasus ini, klien muntah darah dan mengerang kesakitan memegangi perutnya, terdapat luka lebam di daerah abdomen, maka tindakan utama yang di lakukan adalah memberikan infuse RL tanpa klem untuk memperbaiki cairan yang keluar, dan menyeimbangkan cairan dalam tubuh. 2) Pengkajian Sekunder (Secondary Survey) a. Pemeriksaan Fisik a) Aktifitas/istirahat Apakah terdapat perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma). b) Sirkulasi Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll). c) Integritas ego Perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau dramatis). d) Eliminasi Inkontinensia kandung kemih dan usus atau mengalami gangguan fungsi e) Makanan dan cairan Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan, atau mengalami distensi abdomen f) Neurosensori Apakah terjadi kehilangan kesadaran sementara (vertigo). Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh g) Nyeri dan kenyamanan Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, dengan menampakkan wajah meringis, gelisah, merintih. h) Pernafasan Perubahan pola nafas i) Keamanan Trauma baru / trauma karena kecelakaan. b. Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan Darah Rutin Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amylase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Misalnya serum amylase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi. b) Pemeriksaan urin rutin Bias menunjukkan ada tidaknya trauma pada saluran kemih bila di jumpai hematuri. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. c. Pemeriksaan Penunjang a) Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thoraks b) Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroparineal dekat duodenum, corpus alineum, dan perubahan gambaran usus.