Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KEGAWAT DARURATAN ABDOMINAL DAN KEGAWAT DARURATAN


PERKEMIHAN

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Ahmad Yusril (18070


2. Dian Kusuma (18070
3. Niken Larasati (18070
4. Rahmana Ulya (1807026)

Dosen Pembimbing :
Endang Supriyanti, S.Kep, Ns, M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. KEGAWAT DARURATAN ABDOMINAL
1. Pengertian
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga
medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang
cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun yang disebut sebagai penderita
gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada
dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan
yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien
berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah
trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen
adalah organ-organ pencernaan.
Pengertian trauma abdominal adalah cedera fisik dan psikis pada abdomen,
kekerasan yang mengakibatkan cedera pada abdomen. Trauma abdomen adalah
terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan
fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan
faal berbagai organ.
2. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi perdarahan
intra abdominal yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang
disertai dengan penurunan sel darah merah yang akhirnya akan menyebabkan syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi
yang menekan saraf perotonitis dan tanda-tanda peritonium akan cepat tampak. Tanda-
tanda trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok
berlanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis munkon belum tampak. Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.
Perdarahan yang terjadi di intra abdomen akan mengakibatkan pasien mengalami
muntah darah yang mengakibatkan kekurangan volume cairan pada tubuh pasien.
3. Etiologi dan Penyebab
a. Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
Luka tembus akibat peluru dibedakan menjadi 2 yaitu “Low-Veloxity” dan
“High-Veloxity”. Hampir seluruh luka tembus akibat peluru mengakibatkan
kerusakan pada organ dalam perut
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
b. Penyebab non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olahraga
4. Tanda dan Gejala
a. Nyeri tekan di atas daerah abdomen
b. Distensi abdomen
c. Demam
d. Anorexia
e. Mual dan muntah
f. Takikardi
g. Peningkatan suhu tubuh
h. Nyeri spontan
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat ruptur dibagian dalam
abdomen:
a) Terjadi perdarahan intra abdominal
b) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga terganggu
fungsi usus tidak normal dan biasanya mengakibatkan peritonitis dengan gejala
mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Trauma penetrasi
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen thorax tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta
rontgen abdomen supine (sambil tidur) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retroperitoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT-Scanning
Dilakukan untuk mengetahui jenis cidera ginjal yang ada.
3) Uretrografi
Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
4) Sistografi
Digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya: fraktur pelvis, trauma non penetrasi
b) Trauma non-penetrasi
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, berguna
untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di
bawah diafragma yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras Urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon accendens atau
decendens dan dubur.
6. Pengkajian (Primary dan Secondary survei, Psikologi, Sosial, Lingkungan dan
Fokus Survey)
Contoh Kasus :
Tn. R 25 tahun datang ke UGD diantar istrinya yaitu Ny. W 23 tahun dengan keluhan
muntah darah, Tn. R nampak memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan, pada
perut tampak lebam. GCS: E 3 V 3 M 5 Nadi 85x/m S: 36ºC R: 20x/m TD: 130/90
mmHg.
1) Pengkajian Primer (Primary Survey)
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin
harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,
maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas,
yaitu :
a) A (Airway/Jalan nafas).
Untuk menilai  adanya gangguan jalan nafas (airway) maka kita gunakan metode
“look, listen and feel”. Contoh ukuran penilaian:
a. Look : kita dapat melihat adanya pergerakan jalan nafas. 
b. Listen: kita mendengar adanya suara nafas tambahan yang mempunyai
berbagai macam jenis, paling sering adalah snoring (ngorok) yg disebabkan
oleh obstruksi mekanis seperti lidah yang jatuh ke hipfaring, gargling (suara
kumur) yang disebabkan oleh cairan seperti darah atau sekret yang berlebihan,
dan crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme laring.
c. Feel : maka kita akan merasakan adanya hembusan angin.
Bila salah satu dari hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan
pembebasan jalan nafas. Pertama bersihkan mulut dengan tangan kita (finger
swab), lalu lakukan triple airway manuver (ekstensi leher, head tilt dan chin
lift). Berhati-hati pada pasien multiple trauma, jangan lakukan ekstensi leher
tapi segera pasang collar neck.
b) B (Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat)
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak
lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,  ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c) C (Circulation, dengan Kontrol Perdarahan Hebat)
Di dalam kasus ini, klien muntah darah dan mengerang kesakitan memegangi
perutnya, terdapat luka lebam di daerah abdomen, maka tindakan utama yang di
lakukan adalah memberikan infuse RL tanpa klem untuk memperbaiki cairan
yang keluar, dan menyeimbangkan cairan dalam tubuh.
2) Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
a. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/istirahat
Apakah terdapat perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
b) Sirkulasi
Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi,
dll).
c) Integritas ego
Perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau dramatis).
d) Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih dan usus atau mengalami gangguan fungsi
e) Makanan dan cairan
Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan, atau mengalami
distensi abdomen
f) Neurosensori
Apakah terjadi kehilangan kesadaran sementara (vertigo). Perubahan kesadaran
bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh
g) Nyeri dan kenyamanan
Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama,
dengan menampakkan wajah meringis, gelisah, merintih.
h) Pernafasan
Perubahan pola nafas
i) Keamanan
Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Darah Rutin
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³
dari 500 sel/mm³, empedu atau amylase dalam jumlah yang cukup juga
merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Misalnya serum amylase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi.
b) Pemeriksaan urin rutin
Bias menunjukkan ada tidaknya trauma pada saluran kemih bila di jumpai
hematuri. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thoraks
b) Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroparineal dekat duodenum, corpus alineum, dan perubahan gambaran usus.

Anda mungkin juga menyukai