Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDIKSITIS KRONIS

Konsep Dasar

A. Definisi

Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).

Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam


kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).

B. Etiologi

Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-
faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.

1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijian.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk appendiks

5. Appendik yang terlalu panjang.

6. Messo appendiks yang pendek.

7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.

8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

C. Klasifikasi

Klasifikasi Apendisitis ada 2 :

1. Apendisitis akut, dibagi atas :


- Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
- Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas :
- Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
- Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.

Berdasarkan lumen apendiksitis dibagi menjadi 2 yaitu :

A. Apendisitis non obstruktif (Catarrhal)

Inflamasi pada membran mukosa dan folikel limfe, tetapi lumen appendik
tetap terbuka sehingga memungkinkan drainage. Pada keadaan ini terjadi
nyeri daerah umbilikus yang samar-samar sedikit mual dan kadang-kadang
muntah, sehingga sering dianggap sebagai salah cerna.
B. Apendisitis obstruktif (supuratif)

Pada tipe ini tidak saja terjadi inflamasi seperti pada appendisitis non-
obstruktif tetapi juga terdapat penyumbatan lumen misalnya cacing
gelang, fekalit atau bahkan oleh folikel limfe yang membesar serta
menonjol ke dalam lumen tersebut. Keadaan ini menimbulkan penutupan
rongga sehingga terjadi distensi yang mengakibatkan gangren dan
perforasi pada dinding apendik. Keadaan ini rasa nyeri dirasakan semakin
tajam dan terjadi peningkatan leukosit.

D. Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat


disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti cacing, striktur
karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelumnya.Sebab lain misalnya :
keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul
alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks
yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang


meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis,
apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya
tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada
gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis
infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari
maka terjadi appendisitis kronis.
E. Manifestasi Klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese


ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:

- Nyeri tekan local pada titik Mc Burney. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri
viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
- Muntah oleh karena nyeri viseral.
- Panas karena kuman yang menetap di dinding usus.
- Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

F. Data penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan


kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri


di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Abdominal X-Ray

a. Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab


appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

3. USG

a. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan


USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

4. Barium enema

a. Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon


melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

5. CT – Scan

a. Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat


menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

6. Laparoscopi

a. Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang


dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.

7. Test rektal.

a. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita


merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

G. Penatalaksanaan
Pada apendiksitis pengobatan yang paling baik adalah apendiktomi. Cairan
intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan
appendics dalam 24 jam sampai 48 jam. Pembedahan dapat dilakukan melalui
insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas
kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya
peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan
klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien
memerlukan antibiotik dan drainase

H. Komplikasi

1. Perforasi dengan pembentukan abses.

2. Peritonitis generalisata

3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

4. Dehidrasi

5. Sepsis

6. Elektrolit darah tidak seimbang

7. Pneumonia
A. Manajemen Keperawatan
a. Pengkajian
a. Identitas
2) Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan,
alamat, diagnosa medis, tanggal MRS, tanggal pengkajian.
3) Keluhan Utama
4) Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus.
Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
5) Riwayat Penyakit Sekarang
6) Berisi keadaan dan keluhan saat terjadi serangan, waktu dan frekuensi
timbulnya serangan, penjalaran dan kualitas serangan. Factor yang
menjadi penyebabnya.
7) 4) Riwayat Penyakit Dahulu
8) Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya dan
biasanya berhubungan dengan masalah klien sekarang.
9) 5) Riwayat Penyakit Keluarga
10) Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama penyakit
menular atau keturunan.
11) 7) Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing)

Ada perubahan denyut takikardi dan nyeri. Pengkajian terhadap terjadinya


takipnoe, pernapasan dangkal.

2. B2 (Blood)

Pengkajian terhadap sirkulasi klien seperti terjadinya takikardia dan kelainan


fungsi jantung.

3. B3 (Brain)

Mengkaji tingkat kesadaran pasien, setelah sebelumnya diperlukan


pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen atau koma. Selain itu fungsi sensorik juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.

4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungannya dengan intake


cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya ketegangan
kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.

5. B5 (Bowel)

Mengkaji distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan


atau tidak ada bising usus. Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney.
Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.

6. B6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalahada tidaknya kesulitan dalam bergerak,


sakit pada tulang / sendi, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui
tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan Capillary Refill Time.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan,lingkungan yang
baru dan kurang informasi tentang prosedur operasi.

1. Resiko jatuh berhubungan dengan anestesi narkotik dibuktikan dengan


klien dibius dengan anestesi Total
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik prosedur pembedahan

b. Intervensi
a. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan,lingkungan yang
baru dan kurang informasi tentang prosedur operasi
Tujuan : Agar pasien siap menghadapi prosedur operasi
Kriteria :
1. Klien Nampak tenang
2. Klien mengatakan rasa takutnya berkurang
3. Klien menyatakan siap untuk dilakukan operasi
Intervensi
1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi seperti keadaan selama
prosedur
2. Temani klien untuk meningkatkan keamanan dan menurunkan
kecemasan
3. Dengarkan keluhan klien
4. Pertahankan kontak mata
5. Jaga ketenangan ruangan
Rasional
1. Kecemasan klien akan berkurang dengan informasi yang diberikan
perawat
2. Dengan ditemani perawat kecemasan klien akan sedikit berkurang
3. Membantu menentukan jenis intervensi yang akan dilakukan
4. Kontak mata menumbuhkan hubungaan saling percaya antara klien dan
perawat
5. Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus pembuat cemas

1. Resiko jatuh berhubungan dengan anestesi narkotik dibuktikan


dengan klien dibius dengan anestesi Total
a. Tujuan : Mengantisipasi resiko jatuh
Kriteria Hasil :
1) Mengurangi resiko jatuh
2) Mengantisipasi resiko cedara akibat jatuh
Intervensi :

1. Berikan petunjuk sederhana dan singkat pada pasien tentang posisi


saat operasi
2. Siapkan peralatan dan bantalan untuk posisi yang dibutuhkan sesuai
prosedur operasi dan kebutuhan spesifik klien
3. Letakan elektroda penetralan yang meliputi seluruh masa otot yang
paling besar dan yakinkan bahwa bantalan berada pada posisi yang
baik
4. Stabilkan baik kereta pasien maupun meja operasi pada waktu
memindahkan pasien kemeja operasi
RASIONAL
1. Ketidakseimbangan proses pemikiran akan membuat klien merasa
kesulitan dalam memahami petunjuk yang panjang
2. Bantalan diperlukan untuk melindungi bagian bagian tubuh yang menonjol
untuk mencegah terjadinya penekanan saraf
3. Mencegah terjadinya perlukaan akibat alat elektronik
4. Kereta atau meja yang tidak stabil dapat terpisah, menyebabkan pasien
terjatuh
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik prosedur pembedahan
Tujuan : Mengurang rasa nyeri klien
Kriteria Hasil :
- Klien Nampak tenang
- Klien tidak meningis kesakitan
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- TTV dibatas normal

Intervensi :

1. Observasi ketidaknyamanan non verbal


2. Kaji tingkat nyeri, durasi, lokasi dan intensitas
3. Gunakan tehnik distraksi dan relaksasi
4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anatgetik
RASIONAL

1. Perilaku non verbal menunjukan ketidaknyamanan klien terhadap nyeri


pilihan intervensi dan
2. Membantu menentukan memberikan dasar untuk perbandingan dan
evaluasi terhadap terapi
3. Memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan otot
4. Lingkungan yang tenang dapat mengurangi factor factor stress selama
nyeri
5. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi


8. Jakarta.EGC

Doenges, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III. Jakarta.
EGC

Rothrock, Jane C (2000). Perencanaaan Asuhan Keperawatan


Perioperatif. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai