Anda di halaman 1dari 22

Program Apoteker

Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila

Tuberkulosis

Prof. Dr. Ros Sumarny, MS, Apt

1
Pedoman Penatalaksanaan
TB Paru

Diagnosis TB Paru
• Gejala Klinik
• Pemeriksaan klinik
• Kelainan Radiologik
• Pemeriksaan laboratorium

2
Gejala Klinik
1. Gejala Respiratorik
a. Batuk  3 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
2. Gejala Sistemik
a. Demam
b. Malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun

3
Pemeriksaan Laboratorium

Bahan pemeriksaan → Bakteri Tahan Asam


(BTA); Mycobacterium tuberculosis
• Sputum
• Bilasan bronkus
• Jaringan paru
• Cairan pleura

4
PRINSIP PENGOBATAN
• Obat TBC → bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman
(termasuk kuman persister) dapat dibunuh.

• Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.

• Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan
jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi
kuman kebal obat (resisten).

• Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat , pengobatan


perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO)

5
Pengobatan
Obat TBC dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
• Kelompok obat primer (first line):
Isoniasid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
• Kelompok obat sekunder (second line): para aminosalisilat,
siklosrerin, aminoglikosida (amikasin, kapreomisin, kanamisin).
• Obat TBC baru: golongan quinolon (ofloxacin, ciprofloxacin,
spafloxacin), derivat rifampicin (rifamicin), beta laktam (amoksilin-
asam klavulanat), makrolid antibiotika (eritromisin), clofamazin,
dan levamizol
6
Paduan OAT
• Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
• Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (
HRZE )
• Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak
dengan tujuan untuk memudahkam pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1)
masa pengobatan.

7
Paduan OAT (hal 27)
• Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Fase intensif ; 2 bulan INH, Rifampizin, pirazinamid dan
etambutol ; obat diberikan setiap hari selama 2 bulan.
Bila setelah 2 bulan ;
- dahak menjadi negatif dilanjutkan dengan fase
lanjutan
- Dahak masih positif ; fase intensif diperpanjang 2-4
minggu → dilanjutkan dengan fase lanjutan
Fase lanjutan 4 H3R3; 4 bulan INH dan rifampisin 3 kali
seminggu
8
Pemberian OAT
1. Tahap Intensif

- Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat


setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama
rifampisin .
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu menjadi
BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan
intensif.
- Pengawasan Ketat dalam tahap intensif sangat
penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
9
Tahap Lanjutan

• Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis


obat lebih sedikit , namum dalam jangka
waktu yang lebih lama

• Tahap lanjutan penting untuk membunuh


kuman persister ( dormant ) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

10
Directly observed treatment short course (DOTS)
===Directly observed short course treatment (DOST)===

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk


dukungan dana.
2. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis.
3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas menelan obat (PMO).
4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan
mutu terjamin.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkan pemantauan dan evaluasi program
penanggulangan TBC.
11
Program Apoteker
Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila

Asma

Semester Gasal
Tahun Akademi 2009- 2010

12
Farmakoterapi
Asma
• Asma : gangguan inflamasi
kronik jalan napas yang
melibatkan berbagai sel
inflamasi
• Hiperaktivitas bronkus dalam
berbagai tingkatan, obstruksi
jalan napas dan gejala
pernapasan
(mengi=wheezing &sesak)
• Obstruksi : reversibel/ir-
reversibel tergantung pada
berat dan lamanya penyakit

13
Patofisiologi Asma
• Penyebab obstruksi: bronkospasmae, edema, hipersekresi
bronkus, hiper-responsif bronkus & inflamasi
• Serangan tiba-tiba→ faktor diketahui atau tidak) spt: alergen,
virus, polutan→ inflamasi akut & kontriksi bronkus
• Terlepasnya mediator kimiawi: histamin, Eosinophilic
chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A), derivat
prostaglandin (leukotriens dan slow reacting substances of
anaphylaxis, SRS-A), tumor necrosis factor (TNF) dan
cytokine (interleukins)
• Kontraksi otot polos bronkus & sekresi mukus → Sistim
simpatik / parasimpatik
14
Manifestasi Klinik
• Bising mengi (Wheezing)
• Batuk produktif
• Nafas atau dada seperti tertekan

Diagnosis
• Anamnesis; riwayat perjalanan penyakit, faktor
yang berpengaruh terhadap asma, riwayat
keluarga/alergi serta gejala klinis
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan laboratorium: jumlah eosinofil &
sputum 15
Tujuan Terapi (1)
1. Asma kronik
a. Memelihara kemampuan aktivitas normal,termasuk
olah raga
b. Memelihara kemampuan paru-paru normal atau
mendekati normal
c. Mencegah timbulnya gejala spt batuk, dan sesak
napas pada malam hari, pagi atau setelah berolah
raga.
d. Mencegah timbulnya asma lebih berat
e. Memberikan terapi obat efektif dan minimal efek
samping
f. Memberdayakan keluarga → perawatan &
peyembuhan 16
Tujuan Terapi (2)
2. Asma akut & berat
a.Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan
cepat
b. Memperbaiki hipoksia yang terjadi
c. Mengembalikan fungsi paru ke normal
d. Mengurangi kemungkinan kambuhnya serangan
asma berat
e. Membuat perencanaan tertulis jika terjadi
kegawatan di masa yang akan datang

17
Terapi Non Farmakologi

1. Edukasi
2. Menghindari alergen
3. Pasien asma akut → sediakan oksigen
4. Penyuluhan pada pasien dan keluarga

18
Terapi Farmakologi (1)

Agonis 2
Meningkatkan aktivitas adenyl cyclase →
meningkatkan C AMP; stabilisasi otot polos dan
stabilisasi mast sel. Beberapa agonis 2 →
merangsang reseptor 1: peningkatan kontraksi &
frekuensi jantung.
Albuterenol & agonis 2: short acting → asma akut
Formotereol, salmeterol; long acting → pengontrol asma
kronis
- Asma akut berat ; agonis 2 short acting
- Asma nocturnal ; agonis 2 long acting

19
Terapi Farmakologi (2)
Metil xantin
• Menghambat fosfodiesterase ; enzim intraselulaer
yang menginaktivasi c AMP di otot polos bronkus dan
mast sel
• Peningkatan c AMP→ bronkodilatasi & penghambatan
pelepasan mediator kimiawi
• Teofilin→ menghambat permebilitas vaskular dan
meningkatkan klirens/bersihan sekresi mukus.
• Efek sampng teofilin >, osi sebagai obat pilihan ke 2
atau ke-3 pada terapi asma

20
Terapi Farmakologi
= (3)
Antikolinergik
• Tidak digunkan secara luas
• Ipatropium bromida atau atropin sulfat →
inhibitor kompetitif akibat perangsangan saraf
parasimpatis
• Bermanfaat untuk terapi tambahan asma akut
berat yang kurang responsif terhadap agonis 2
tunggal

21
Terapi Farmakologi (4)
=
Anti alergi
Glukokortikokoid ; meningkatkan jumlah reseptor 2
Bentuk inhalasi→ paling efektif
Bentuk sistemik → asma akut berat
Efek samping; retensi air, kelelahan otot, gangguan
metabolisme dan meningkatnya kejadian infeksi dapat
dihilangkan dengan pemberian aerosol
Leukotrien modifiers;zafirlukas→ antagonis reseptor LT

22

Anda mungkin juga menyukai