Anda di halaman 1dari 37

PERBANDINGAN PEMERINTAHAN PADA MASA ORDE

LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI

Disusun dalam Rangka Memenuhi


Tugas Produk Mata Pelajaran Sejarah Wajib

Di susun Oleh :

1. Andrean Lucky Ferdyanto (03) Kelas XII-MIPA-2

2. Clara Shinta (07) Kelas XII-MIPA-2

3. Rose Dewi Tusilowati (32) Kelas XII-MIPA-2

SMA PGRI 1 PATI


Tahun Pelajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan kasih‐Nya,atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah saya terima, serta
petunjuk‐Nya sehinggamemberikan kemampuan dan kemudahan bagi saya dalam
penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini saya ingin menyajikan sebuah makalah dengan judul
“Perbandingan Pemerintahan pada masa Orde Lama, Orde Baru dan Era
Reformasi”. Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari
khususnya terkait perbandingan kebijakan pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde
Baru dan Era Reformasi.

Saya menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman saya


menjadikan keterbatasan saya pula untuk memberikan penjabaran yang lebihdalam
tentang masalah ini, kiranya mohon dimaklumi apabila masih terdapat banyak
kekurangandan kesalahan dalam penyusunan makalah ini.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak . . . . . . selaku guru sejarah
untuk bimbingan dan dukungannya.

Pati, 25 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI :

Cover........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
A. Pengertian Masa Pemerintahan Order Lama, Baru dan Reformasi............. 3
B. Kehidupan Politik Dalam Negeri................................................................. 6
a. Kebijakan Politik Dalam Negeri Masa Orde Lama............................... 6
b. Kebijakan Politik Dalam Negeri Masa Orde Baru................................ 7
c. Kebijakan Politik Dalam Negeri Era Reformasi.................................... 11
C. Kehidupan Politik Luar Negeri.................................................................... 16
a. Kebijakan Politik Luar Negeri Masa Orde Lama.................................. 16
b. Kebijakan Politik Luar Negeri Masa Orde Baru................................... 17
c. Kebijakan Politik Luar Negeri Era Reformasi....................................... 18
D. Kehidupan Ekonomi ................................................................................... 20
a. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Masa Orde Lama............................. 20
b. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Masa Orde Baru............................... 23
c. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Era Reformasi.................................. 26
E. Perbandingan Masa Pemerintahan............................................................... 28
a. Keberhasilan dan Kegagalan Masa Orde Lama.................................... 28
b. Keberhasilan dan Kegagalan Masa Orde Baru..................................... 29
c. Keberhasilan dan Kegagalan Era Reformasi........................................ 31
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 33
A. KESIMPULAN ........................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 34

iii
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sudah melewati Orde Lama yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, Orde
Baru dibawah kepemimpinan Soeharto dan Era Reformasi yang saat ini masih
berlangsung. Masa Orde Lama yaitu masa pemerintahan yang dimulai dari proklamasi
kemerdekaan 17 agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI. Orde Lama adalah
istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno keberatan jika masa
kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung Karno lebih suka dengan nama orde
revolusi. Tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh
pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria
Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga
1968. Pada masa ini, Bung Karno menciptakan Demokrasi terpimpin yang adalah
sebuah demokrasi yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpinnya saja.

Disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak
pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar(Surat
Peritah Sebelas Maret).  Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar yang kontroversial, yang isinya – berdasarkan versi yang dikeluarkan
Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.
Supersemar adalah titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang
merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama.Orde Baru
berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama yang telah menyimpang dari Pancasila.
Adanya masa reformasi diawali saat terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di
berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi
mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Akhir dari aksi ini adalah turunnya Soeharto
dari jabatan presiden. Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa

1
pada Era Reformasi mengupayakan pelaksanaan politik Indonesia Luar kondisi yang
transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu pada masa pemerintahan Habibie, orang
bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan
ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik Luar bentuk rapat-
rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun khusus demonstrasi, setiap
organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan
izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi
tersebut. Ketiga masa itu memiliki kebijakan, kelebihan dan kelemahan masing-
masing.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana saja kebijakan dan kondisi politik dalam negeri pada masa
pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi?
2. Bagaimana saja kebijakan dan kondisi politik luar negeri pada masa pemerintahan
Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi?
3. Bagaimana saja kebijakan dan kondisi ekonomi pada masa pemerintahan Orde
Lama, Orde Baru dan Reformasi?
4. Apa saja keberhasilan dan kegagalan pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde
Baru dan Reformasi?

C. Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini saya berharap pembaca dapat mempelajari dan
memahami perbedaan antara masa pemerintahan Indonesia pada Orde Lama, Orde
Baru dan Era Reformasi.
Sehingga dapat mengertahui sejarah nasional bangsa Indonesia khususnya di
bidang politik dan ekonomi.

2
BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Pemerintahan Order Lama, Baru dan Reformasi


A.1 Pengertian Orde Lama
Orde lama adalah masa jabatan yang diarahkan ke Indonesia di bawah
kepemimpinan Presiden Sukarno. Sukarno memerintah Indonesia dari 1945-1968.
Sedangkan orde baru adalah waktu setelah orde lama. Orde baru di Indonesia adalah
nama untuk sistem di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Era Presiden Soeharto
berkuasa di Indonesia dimulai dengan runtuhnya orde lama pada tahun 1968 hingga
awal reformasi pada tahun 1998.
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa
peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial,
parlementer, demokrasiliberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial
menjadi parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden
memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus
sebagai badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD
1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama, Fungsi
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan
wewenang MPR. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet
parlementer.

A.2 Pengertian Orde Baru


Orde baru (orba) adalah sebutan bagi masa pemerintahan (rezim) Soeharto yang
menggantikan Soekarnos sebagai presiden RI ke-2 yang dimulai pada tahun 1966. Arti
orde baru adalah sebuah tata tertib atas kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara konsekuen dan murni.

3
Pemerintahan Indonesia sempat terancam digantikan dengan paham komunis pada
peristiwa pemberontakan G30S / PKI, dan pemerintahan orde baru menitikberatkan
pengembalian Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dasar negara Indonesia.
Masa orde baru kemudian dilanjutkan dengan orde reformasi setelah berakhir
pada tahun 1998 dan ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto dari jabatannya
setelah menjabat lebih dari 30 tahun.
Sejak tahun 1950-an Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis ini semakin
diperparah dengan kebijakan Soekarno yang memberlakukan pemerintahan Demokrasi
Terpimpin, dengan slogan terkenalnya, NASAKOM (Nasionalisme, Agama,
Komunisme).
Komposisi pemerintahan Demokrasi Terpimpin diisi oleh ketiga elemen tersebut.
Dalam praktiknya, persaingan politik menjadi semakin sengit. Partai Komunis
Indonesia (PKI) menjadi kelompok yang paling sering disudutkan dan dicurigai oleh
elemen lain di pemerintahan.
Puncaknya adalah ketika terjadi aksi penculikan dan pembunuhan 7 perwira TNI
pada peristiwa Gestapu. Pihak militer menyatakan bahwa PKI adalah dalang dari
peristiwa ini. Sebelumnya, PKI sempat meminta pada pemerintah untuk dipersenjatai,
namun tuntutan mereka mendapat penolakan dari pihak militer, terutama TNI AD.
Peristiwa G30S / PKI memicu kekacauan di seluruh negeri. Soeharto yang pada
saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, kemudian diangkat menjadi Menteri
Panglima TNI dan Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban), menggantikan peran Jenderal Ahmad Yani, salah satu
korban dalam peristiwa G30S / PKI. Soeharto bertugas menjaga keamanan negara
pasca peristiwa Gestapu.
Keberhasilan Soeharto dalam mengamankan negara terbayar dengan
diserahkannya mandat presiden Soekarno kepadanya. Melalui Supersemar, Soeharto
diangkat menjadi presiden dan memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.
Berbagai keberhasilan diraih oleh pemerintahan orde baru, terutama dalam bidang
ekonomi.
Namun terdapat beberapa penyimpangan pada masa orde baru yaitu kekuasaan
yang otoriter, kebijakan ekonomi yang terlalu berpihak pada asing, serta maraknya

4
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang menjadi penyebab runtuhnya orde baru
dan rasa ketidakpuasan masyarakat.
Kronologi jatuhnya orde baru pun berlanjut dengan persaingan politik yang
menjadi tidak imbang akibat penyederhanaan partai dan indikasi kecurangan dalam
pemilu. Kebebasan berpendapat juga ditekan, siapa saja yang tidak sependapat dengan
pemerintah akan “dibungkam”. Hal ini dilakukan demi mempertahankan kekuasaan
Soeharto sebagai presiden Indonesia.
Inilah yang memicu kemarahan masyarakat, terutama mahasiswa. Krisis ekonomi
yang terjadi pada tahun 1997 – 1998 semakin menambah keresahan rakyat. Situasi
keamanan negara kembali memanas sepanjang Mei 1998. Demo besar terjadi di ibu
kota, dan menuntut Soeharto mundur dari jabatannya.
Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto membacakan pidato pengunduran dirinya,
sehingga masa pemerintahan orde baru secara resmi berakhir dan digantikan dengan
orde reformasi di bawah pimpinan B.J. Habibie yang pada waktu itu menjabat sebagai
wakil presiden.

A.2 Pengertian Era Reformasi


Apa yang dimaksud dengan reformasi (reformation)? Secara umum, pengertian
reformasi adalah proses perubahan atau pembentukan kembali suatu tatanan
kehidupan yang lama, diganti dengan tatanan kehidupan yang baru.
Pendapat lain mengatakan bahwa arti reformasi adalah proses pembentukan atau
perubahan sistem yang telah ada pada suatu masa diganti dengan yang baru.
Perubahan dan perbaikan tersebut utamanya dilakukan pada bidang politik, ekonomi,
sosial, hukum, dan pendidikan.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian reformasi
adalah suatu perubahan yang terjadi secara drastis dimana tujuannya adalah untuk
perbaikan di bidang sosial, politik, agama, dan ekonomi, dalam suatu masyarakat atau
negara.
Reformasi tidak terjadi begitu saja, ada beberapa syarat terjadinya suatu
reformasi. Berikut ini adalah beberapa syarat terjadinya reformasi:
1. Adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan
negara atau dalam masyarakat.

5
2. Adanya harapan dan cita-cita positif yang ingin dicapai oleh masyarakat di
masa depan.
3. Adanya moral dan etika dalam mencapai cita-cita yang ingin dicapai.

Reformasi di Indonesia terjadi pada tahun 1998, dimana pada saat itu emerintahan
Orde Baru dijatuhkan oleh gerakan reformasi dari berbagai elemen masyarakat.
Reformasi yang terjadi di Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor,
yaitu; krisis politik, ekonomi, hukum, sosial, dan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
Seluruh kegiatan ekonomi maupun infrastruktur yang dilakukan pada masa Orde
Baru tidak diimbangi dengan pembentukan mental para pelaksana pemerintahan
sehingga mengakibatkan banyak terjadi penyelewengan, KKN, penyimpangan, dan
sikap otoriter

B. Kehidupan Politik Dalam Negeri


a. Kebijakan Politik Dalam Negeri Masa Orde Lama
Berikut ini adalah kebijakan politik dalam negeri pada Masa Orde Lama :
1. pembentukan kabinet pembangunan
2. pembubaran PPKI
3. penyederhanaan parpol
4. adanya pemilu
5.dwifungsi abri
6. penentuan pendapat rakyat
7. pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila

Kondisi Politik Dalam Negeri Masa Orde Lama


Demokrasi Liberal
Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi
liberal. Ciri-ciri demokrasi liberal:
1) presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2) Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
3) Presiden berhak membubarkan DPR.

6
4) Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana
periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru
sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa
membuat konstitusi baru

Demokrasi Terpimpin
Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
dan berakhirlah UUDS 1950. Dekrit presiden diterima oleh rakyat dan didukung oleh
TNI AD, serta dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR, kedudukan DPR dan presiden berada di bawah MPR. Dekrit presiden
memuat ketentuan pokok yang meliputi :
- Menetapkan pembubaran konstituante.
- Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali bagi segenap bangsa Indonesia.
- Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.

b. Kebijakan Politik Dalam Negeri Masa Orde Baru


Berikut ini adalah beberapa kebijakan politik pada masa orde baru.

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan


Kabinet pertama yang dibentuk pada masa peralihan kekuasaan dari Orla
ke Orba adalah Kabinet Ampera. Tugas dari kabinet ini adalah menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat untuk melakukan pembangunan
nasional. Program kabinet Ampera yang dikenal dengan nama Catur Karya
Kabinet Ampera yaitu:
- Memperbaiki sandang dan pangan anak
- Menyelenggarakan pemilu dalam batas waktu yang sudah ditetapkan pada
tanggal 5 Juli 1968.
- Melakukan politik luar negeri bebas aktif untuk kepentingan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti penjajahan dan kolonialisme dalam segala bentuk

7
2. Penyelenggaraan pemilu tahun 1971
Pelaksanaan pemilu ini diatur lewat sidang istimewa MPR di tahun 1967
yang hasilnya menetapkan bahwa pemilu akan dilakukan pada tahun 1971.
Berbeda dengan pemilu pada masa orde lama di tahun 1955, ada satu partai politik
yang selalu mendominasi kemenangan sejak tahun 1971 yaitu Golkar pada tahun
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Ketahui sejarah pemilu 1955 dan pemilu pada
masa orde lama.

3. Penyusutan parpol
Partai politik disederhanakan dan disusutkan jumlahnya menjadi hanya
tiga yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
merupakan gabungan dari Nadhlatul Ulama (NU), Parmusi, Perti, PSII, dan Partai
Demokrasi Indonesia yang merupakan gabungan dari Partai Nasional Indonesia,
Partai Katolik, Partai Murba, IPKI dan Parkindo. Ketahui sejarah partai
Golkar, sejarah partai PPP dan sejarah partai PDIP.

4. Adanya dwifungsi ABRI


Kebijakan politik pada masa orde baru ini membuat ABRI memiliki dua
fungsi atau peran ganda yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan juga
kekuatan sosial politik. Dalam bidang sosial politik, ABRI diarahkan untuk
berperan aktif dalam pembangunan nasional, memiliki wakil di MPR pada Fraksi
ABRI, sehingga kedudukan ABRI pada masa Orba sangat dominan.

5. Penyusunan P4
Kebijakan politik pada masa orde baru melibatkan penyusunan P4. P4 atau
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang juga dikenal dengan
istilah Ekaprasetia Pancakarsa bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai
Pancasila bagi seluruh masyarakat. Tidak ada organisasi yang diizinkan untuk
menggunakan ideologi selain Pancasila, juga diberikan penataran P4 untuk
pegawai negeri sipil.

8
6. Indonesia kembali masuk PBB
Indonesia pernah keluar dari keanggotaan Sejarah berdirinya PBB pada 7
Agustus 1965 ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Pada saat itu Malaysia
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sehingga pemerintah RI tidak
setuju dan keluar dari keanggotaan PBB. Keputusan ini berdampak besar sehingga
Indonesia terkucil dari pergaulan dunia internasional dan mengalami kesulitan
ekonomi serta kesulitan dalam berpolitik dunia.
Situasi ini melahirkan salah satu kebijakan politik pada masa orde baru
untuk luar negeri dengan kembali masuk ke keanggotaan PBB sesuai dengan hasil
sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966 keanggotaan Indonesia di PBB
kembali aktif. Hal ini juga terjadi karena banyak peran PBB untuk Indonesia,
misalnya mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan Indonesia dan juga
mengembalikan Irian Barat kembali ke bagian RI setelah perjuangan pembebasan
Irian Barat yang penuh pengorbanan.

7. Memulihkan hubungan diplomatik


Terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang dipicu oleh
penerbitan Dwikora pada 3 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Dwikora adalah
pernyataan perang terhadap Malaysia sehubungan dengan batas negara yang ada
di pulau Kalimantan. Thailand sebagai pihak ketiga yang saat itu dikenal sebagai
Muangthai membantu mengakhiri konfrontasi. Untuk memulihkan hubungan
diplomatik yang rusak karena konflik tersebut, penanda tanganan perjanjian antara
Indonesia dengan wakil Adam Malik dan Malaysia yang diwakili Tun Abdul
Razak dilakukan pada 11 Agustus 1966 di Jakarta. Begitu juga dengan pemulihan
hubungan diplomatik dengan Singapura lewat pengakuan akan sejarah
kemerdekaan Singapura yang terjadi pada tanggal 2 Juni 1966. Pengakuan
tersebut dilakukan kepada Perdana Menteri Lee Kwan Yeuw.

8. Memutuskan hubungan dengan RRC


Berbeda dengan pemerintahan Soekarno yang pro kepada RRC dan
berporos pada Beijing sehingga menyebabkan paham komunis tumbuh subur di
Indonesia, kebijakan politik masa orde baru justru memutuskan hubungan dengan

9
RRC. Kebijakan politik Indonesia tidak lagi berjalan dengan bebas dan aktif
seperti sebelumnya, maka pemerintah Orba mengambil tindakan untuk
memutuskan hubungan diplomatik dengan RRC dan meniadakan segala hal yang
berbau Cina di Indonesia.

9. Memperkuat kerjasama
Beberapa usaha kebijakan politik pada masa orde baru dalam lingkup
regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk memperkuat
hubungan dengan negara – negara tetangga yaitu:
- Ikut serta dalam pembentukan ASEAN sebagai salah satu negara pendiri
ASEAN selain Thailand, Malaysia, Singapura dan Flipina
- Mengirimkan kontingen Garuda dalam misi perdamaian
- Ikut ambil bagian dalam KTT non blok
- Berperan serta dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI)
- Ikut serta dalam berbagai organisasi internasional seperti CGI, APEC, OPEC
dan lainnya.

10. Bergabungnya Timor Timur


Ketika Indonesia merdeka, Timor Timur yang jaraknya sangat dekat
dengan Indonesia masih menjadi jajahan bangsa Portugis. Hal ini sangat
mempengaruhi kondisi Nusa Tenggara Timur dan Barat yang letaknya dekat
dengan Timor Timur. Terlebih setelah kudeta di Portugis pada 1974, pergolakan
di Timor Timur terus terjadi dan menyebabkan beberapa pihak ingin bergabung
dengan Indonesia. Keinginan itu disampaikan secara resmi pada tanggal 7 Juni
1976. 10 hari kemudian Presiden Soeharto memutuskan penggabungan Timor
Timur ke Indonesia yang menjadi propinsi ke 27. Walaupun demikian, Fraksi
Fretelin terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, hingga pada tahun 1999
ketika Orba berakhir rakyat Timor Timur melakukan referendum untuk lepas lagi
dari RI dan mendirikan negara sendiri yang berdaulat.
Kebijakan politik masa orde baru ini tidak saja membawa berbagai
penyimpangan, namun di balik itu semua tetap ada kelebihan yang membuat
Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang cukup maju di mata

10
internasional dan pada berbagai bidang. Mengetahui apa dan bagaimana kebijakan
politik pada masa orde baru sangat berguna untuk belajar dari kesalahan yang
pernah dilakukan dan bagaimana hal tersebut diatasi serta diperbaiki di masa
depan.

c. Kebijakan Politik Dalam Negeri Era Reformasi

Dalam masa pemerintahan Habibie, beliau membuat beberapa kebijakan. Adapun


beberapa tahap-tahap kebijakan politik presiden Habibie pada masa Reformasi
diantaranya:

1. Membebaskan Tahanan Politik


Sebelum Habibie menjabat sebagai Presiden, sudah banyak sekali para tokoh
politik yang ditahan karena kasus-kasus ringan hingga berat. Maka dari itu salah satu
kebijakan sistem demokrasi politik Presiden Habibie pada masa reformasi adalah
dengan membebaskan para tahanan tersebut. Tindakan pembebasan tersebut memiliki
tujuan untuk meningkatkan legitimasi Habibie di dalam maupun di luar negeri. Selain
itu, Habibie juga memberikan kesempatan kebebasan untuk seluruh masyarakat dalam
membuat parpol serta rencana pelaksanaan pemilu. Adapun beberapa tokoh yang
dibebaskan diantaranya adalah Sri Bintang Pamungkas yang dulunya merupakan
mantan anggota DPR karena kasus memberikan kritik pada Presiden Soeharto,
Muchtar Pakpahan yang merupakan tokoh kerusuhan yang terjadi di Medan tahun
1944 serta K.H Abdurrahman Wahid.

2. Kebebasan Pers
Pada masa pemerintahan Habibie, beliau memberikan kebebasan pers. Artinya,
pemerintah memberikan kebebasan fungsi pers dalam pemberitaan, hingga pada
akhirnya banyak sekali media massa baru atau lama yang bermunculan untuk
menyampaikan sebuah berita. Kebebasan ini diimbangi dengan kebebasan asosiasi
organisasi pers, hingga organisasi seperti Asosiasi Jurnalis Independen juga dapat
berkontribusi dalam pers. Pencabutan SIUPP merupakan cara Habibie dalam
memberikan kebebasan pers.

11
3. Menyelesaikan Masalah Timor Timur
Masalah Timor Timur adalah masalah yang belum terselesaikan dari
pemerintahan presiden sebelumnya. Maka dari itu kebijakan politik Presiden Habibie
pada masa reformasi kala itu berusaha untuk mengambil sikap yang pro aktif dengan
memberikan 2 penawaran, yaitu pemberian status khusus dengan otonomi
daerah secara luas atau ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Otonomi luas
artinya akan diberikan kewenangan dalam berbagai bidang seperti politik, budaya
ekonomi, pengecualian dalam bidang hubungan antar luar negeri, pertahanan,
keamanan serta dalam kebijakan fiskal dan moneter. Di opsi lain, memisahkan diri
artinya secara demokrasi dan konstitusi secara damai dan terhormat akan melepaskan
diri dari bagian NKRI dan Habibie akan membebaskan tahanan politik seperti Ramos
Horta dan Xananan Gusmao.
Pada akhirnya, tanggal 21 April 1999 bertempat di Dili, kelompok yang terbagi
atas pro kemerdekaan dan pro integrasi menandatangani kesepakatan dalam
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur dengan melihat sikap rakyat terhadap
2 opsi yang diberikan tersebut. Proses pelaksanaan pendapat kemudian dilaksanakan
pada tanggal 30 Agustus 1999 dan akan diumumkan pada 4 September 1999. Adapun
hasilnya adalah sekitar 78,5% masyarakat Timor Timur lebih memilih melepaskan diri
dari NKRI. Meskipun masalah Timor Timur sudah selesai, akan tetapi lepasnya Timor
TImur ini menjadi catatan buruk pemerintahan Habibie karena tidak bisa
mempertahankan bagian NKRI.

4. Pemilu dan Pembentukan Parpol 1999


Reformasi dalam bidang politik lainnya adalah dengan melaksanakan pemilu
untuk pertama kalinya setelah reformasi di Indonesia diadakan pada 7 Juni 1999 silam.
Pelaksanaan pemilu ini juga dibarengi dengan pembentukan parpol. Adanya
pelaksanaan pemilu dianggap sebagai bentuk demokrasi dibandingkan dengan pemilu
sebelumnya karena menggunakan asas luber dan jurdil. Adapun perubahan kebijakan
tersebut dilandasi dengan dikeluarkannya UU no 2 tahun 1999 yang berisi tentang
Partai Politik, UU no 4 tahun 1999 yang berisi tentang DPR dan MPR serta UU no 3
tahun 1999 yang berisi tentang Pemilu.

12
Dalam sistem pemilu di Indonesia setelah reformasi, setidaknya terdapat 141
Partai Politik yang mendaftar. Akan tetapi jumlah yang banyak tersebut kemudian
diverifikasi datanya dan hanya meloloskan 98 partai. Setelah dilakukan seleksi lebih
lanjut, yang memenuhi segala syarat yang telah ditentukan dalam pemilu hanya
berjumlah 48 parpol. Pada 1 September 1999 sesuai dengan keputusan dari KPU dan
PPI, telah dilakukan lembaga kursi dari hasil pemilu. Dari hasil tersebut, terdapat 5
partai yang mendominasi menduduki kursi DPR, yaitu PDIP sebagai pemenang
pemilu, Golkar, PKB, PPP dan PAN

5. Pemeriksaan Kekayaan Soeharto dan Kroni-Kroninya


Sesuai dengan Instruksi Presiden no 30 tahun 1998, tertanggal 2 Desember 1998
yang telah memberikan perintah kepada Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib untuk segera
mengambil tindakan hukum pemeriksaan terhadap mantan Presiden Soeharto beserta
kroni-kroninya karena diduga melakukan praktek KKN. Pada 11 Oktober 1999, salah
satu pejabat Jaksa Agung, Ismudjoko kemudian mengeluarkan SP3 yang isinya
menyatakan bahwa penyelidikan terhadap Soeharto yang kaitannya dengan dana
yayasan secara resmi dihentikan. Adapun alasan berhentinya penyelidikan tersebut
adalah tidak ditemukannya bukti yang kuat untuk melanjutkan penyelidikan, terkecuali
apabila ternyata ditemukan bukti baru.
Atas peristiwa tersebut, pemerintah kemudian dianggap gagal dalam pelaksanaan
TAP MPR No. XI/MPR/1998 yang berisi tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi serta Nepotisme, terutama penyelidikan kekayaan
mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya. Disisi lain, Habibie juga
memberikan gelar pahlawan Reformasi bagi para mahasiswa korban Trisaksi karena
berhasil membuat Soeharto lengser pada 12 Mei 1998. Pemberian gelar ini juga bagian
dari kebijakan politik Presiden Habibie pada masa reformasi.
Itulah beberapa kebijakan politik Presiden Habibie pada masa reformasi setelah
lengsernya presiden Soeharto. Berawal dari proses melepaskan beberapa tahanan
politik hingga melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan Soeharto beserta dengan
kroni-kroninya. Namun, meskipun kebijakan-kebijakan tersebut bagus, terdapat
sebuah kegagalan pada masa reformasi Habibie yaitu lepasnya wilayah Timor Timur
dari kesatuan NKRI.

13
Dalam pemerintahan SBY ini, melakukan beberapa kebijakan politik diantaranya:
1. Pembentukan Kabinet Bersatu
Pada periode kepemimpinannya yang pertama, SBY membentuk Kabinet
Indonesia Bersatu yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir
pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan
perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih
lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7
Mei 2007. Seperti Pembentukan Kabinet Bersatu jilid II.
Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentuk Kabinet Indonesia
Bersatu II yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal
dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang
mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB)
ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-
Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia
Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik
sehari setelahnya.Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian
Menteri Keuangan. Pada tanggal 18 Oktober 2011, Presiden SBY mengumumkan
perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II, beberapa wajah baru masuk ke dalam
kabinet dan beberapa menteri lainnya bergeser jabatan di dalam kabinet.
2. Menganut  konsep Trias Politika
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut
diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan
harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.Trias Politika yang kini
banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda:
Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat
undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan
Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara
keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta

14
menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar
undang-undang.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi
pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and
balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias
Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.Konsep
Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) pada masa pemerintahan SBY
mengalami perubahan progresif, dimana konsep tersebut berusaha menempatkan
posisinya berdasarkan prinsip structural Sistem Politik Indonesia, yakni berdasarkan
kedaulatan rakyat. Pada masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar
terimplementasikan, dimana rakyat bisa memilih secara langsung calon wakil rakyat
melalui Pemilu untuk memilih anggota dewan legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan
elit eksekutif, sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihannya masih dilakukan oleh DPR
dengan pertimbangan presiden.
3. Sistem Kepartaian
Di Indonesia sendiri, selama masa pemerintahan SBY di tahun 2004-2009, sistem
kepartaian mengalami perubahan yang signifikan, dimana partai politik bebas untuk
didirikan asalkan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, serta tidak
menyimpang dari hakikat pancasila secara universal. Masyarakat Indonesia pun dapat
memilih calon wakil rakyat pilihan mereka secara langsung, hal tersebut tentu
menunjukan apresiasi negara terhadap hak dasar bangsa secara universal dalam
konteks pembentukan negara yang demokratis.
4. Politik Pencitraan
Politik pencitraan merupakan salah satu senjata ampuh yang digunakan para
pemimpin negara untuk mengambil hati rakyatnya. Pola politik pencitraan tentu
digunakan oleh hampir semua pemimpin negara di dunia, termasuk Presiden SBY.
Selaku pemimpin negara, ia tentu harus membentuk citra dirinya sebaik mungkin demi
menjaga imej baiknya di mata masyarakat Indonesia. Dalam melakukan politik
pencitraan tersebut, Presiden SBY melakukanya dengan beberapa hal, yang terbagi
dalam konteks internal dan konteks eksternal.

15
Dalam konteks internal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan menggunakan
kapabilitas internalnya, yakni dengan kapabilitas retorika atau kemampuan berbicara
di depan umum. Dari lima jenis retorika yang dikemukakan Aristoteles, Presiden SBY
dinilai mengimplementasikan Retorika tipe Elucotio, dimana pembicara memilih kata-
kata dan bahasa yang tepat sebagai alat pengemas pesanya ketika berbicara di depan
umum. Selain hal tersebut, konteks internal disini berkaitan dengan sikap bijak, kalem,
dan legowo yang ditunjukan Presiden SBY kepada masyarakat, dimana hal tersebut
tentunya dapat berimplikasi terhadap penarikat rasa simpatik masyarakat
itu sendiri.Dalam konteks eksternal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan
beragam aspek, salah satunya adalah kampanye, dan introduksi prestasi positif SBY
selama memerintah Indonesia. Hal tersebut tentu dapat memicu ketertarikan rakyat
Indonesia akan keberhasilan SBY dan menjadi simpatik atasnya.

C. Kehidupan Politik Luar Negeri


a. Kebijakan Politik Luar Negeri Masa Orde Lama
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal mendapat
sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan juga
peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang
menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama merupakan titik awal
bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan luar negerinya. Dasar politik
luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang
gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak
antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili
oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara
lain termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara
pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti
memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar
negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar
negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani keluar dari
PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya.

16
Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan sepenuhnya
politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu
cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina
dan USSR dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat.
Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar marcusuar dimaana dibuat poros
Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi dimata dunia internasional,
karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi
berpindah haluan. Hal ini membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri
bebas aktif saat itu.

b. Kebijakan Politik Luar Negeri Masa Orde Baru


Pada masa Orde Baru merupakan masa dimana Indonesia memasuki masa
demokrasi Pancasila. Segala kebijakan harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
sehingga tidak terjadinya penyimpangan yang terjadi dalam setiap pengambilan
keputusan dan kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri Indonesia. Pada masa Orde
Baru dimana masa kepemimpinan presiden Soeharto Indonesia mengalami kemajuan
dalam sektor pembangunan dalam negeri, penguatan pertanian dan menjadi negara
swasembada pangan. Dalam pengambilan keputusan luar negeri presiden Soeharto
tetap menerapkan perinsip politik luar negeri bebas aktif dimana peran Indonesia
dalam dunia Internasional terlihat dan juga Independen (bebas) dalam menentukan
sikap. Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri
bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas
dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam
berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara cepat
memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia internasional. Politik
Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat membawa
Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa
presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara
komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru
adalah mengarah kepada negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno
terabaikan.

17
c. Kebijakan Politik Luar Negeri Era Reformasi
Kebijakan politik luar negeri pada masa B.J. Habibie adalah sebagai berikut :
1) Pemulihan citra Indonesia
Fokus pertama adalah pemulihan citra Indonesia di mata internasional.Sebab,
ketika orde baru berada di ambang kehancuran, banyak permasalahan yang diwariskan
kepada kepemimpinan yang baru, utamanya adalah krisis multidimensional yang
menyebabkan keterpurukan yang dialami Indonesia tidak sebatas permasalahan
ekonomi-politik tetapi juga merambah ke aspek sosial-budaya.Menurut Dhurorudin
Mashad (Ganewati, 2007:185) Realitas ekonomi dan politik domestik pasca orde baru
telah menyebabkan posisi dan kredibilitas Indonesia di luar negeri sangat merosot.
Pemulihan citra ini dilakukan agar pemerintah Indonesia yang belum mendapat
legitimasi yang kuat di lingkungan domestik karena dianggap hanya meneruskan
langkah orde baru, mendapat dukungan internasional lagi selepas krisis.Upaya
pemulihan citra ini memperoleh keberhasilan, meskipun tidak sepenuhnya, dibuktikan
dengan Indonesia diberi kepercayaan oleh dua institusi penting di kancah internasional
yakni IMF dan World Bank.
2) Mendahulukan stabilisasi sosial, ekonomi dan politik
Fokus kedua adalah mendahulukan stabilisasi ekonomi, sosial dan politik.Hal ini
karena pemerintahan B.J.Habibie hirau cukup besar terhadap perbaikan dalam negeri
akibat krisis multidimensional.(Ganewati dkk, 2007).Karakter politik luar neneri
Indonesia era pemerintahan BJ Habibie dikatakan no profile, hal tersebut karena tidak
adanya peranan Indonesia secara jelas dalam implementasi politik luar negerinya.
Dalam usaha menjaga stabilitas sosial, ekonomi dan politik dalam negeri Habibie
berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui berbagai cara, antara lain :
pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang- Undang (UU) yang berkaitan
dengan perlindungan atas hak asasi manusia yaitu UU no.5/1998 mengenai
Pengesahan Convention against Torture and other Cruel,Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment dan UU no.29/1999 mengenai Pengesahan Convention on
the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965.Selain itu, pemerintahan
Habibie berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam
masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada
masa pemerintahan Habibie. akan tetapi Habibie kurang berhasil dalam menyikapi

18
masalah Timor-Timur. Pada kasus Timor-Timur Juni 1998 Habibie mengeluarkan
pernyataan adanya pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi Timor
Timur. Hingga pada akhirnya Indonesia harus kehilangan Timor- Timur, akibatnya
Habibie kehilangan kepercayaan baik dimata masyarakat internasional maupun
domestik.
3) Memobilisasi sumber daya demi memperoleh bantuan ekonomi.
Implementasi yang dilakukan Habibie terutama lebih ditekankan pada upaya
pendekatan kepada Barat, utamanya Eropa.sebagai upaya untuk memperoleh
dukungan kepemimpinannya yang mewarisi carut-marutnya ekonomi dan politik.
Kepemimpinan Habibie akhirnya mendapat dukungan internasional ketika
menawarkan referendum kepada Timor-Timur.
Dengan catatan positif bidang HAM Habibie relatif berhasil menarik perhatian
internasional sebagai kompensasi atas minimnya legitimasi dalam negeri, seperti
terlihat dalam hubungan Habibie dan IMF.jika di era Soeharto, IMF mendesak
menghentikan proyek pembuatan pesawat rancangan Habibie yang berbiaya tinggi,
belakangan di era Habibie justru tidak dipersoalkan lagi. IMF dan bank dunia justru
mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi sebesar 43 milliar dolar
AS, bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar 14 milliar dolar AS (Ganewati,
hal.186-187).

Politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY, yaitu :


1) Terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan negara-negara lain
(Jepang, China, India, dll).
2) Terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahan-perubahan
domestik dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar negeri (internasional).
3) Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin
hubungan dengan siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan
multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak
Indonesia.

19
4) Konsep TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia Internasional.
Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership,
prosperity. Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST inilah yang menjadi sasaran politik
luar negeri Indonesia di tahun 2008 dan selanjutnya.

D. Kehidupan Ekonomi
a. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Masa Orde Lama
Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara
lain :
a.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.

20
b.Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan
kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di
Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c.Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta
status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d.Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan
perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.

21
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina
dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum
bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)


Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-baranga naik 400%.

22
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan
angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena


pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga
salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang
bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
eonomi, maupun bidang-bidang lain.

b. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Masa Orde Baru


Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami
perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah
sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas
ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-
perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik
yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan
ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik,
pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami
stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan
ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi
perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor

23
minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-
asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi nasional.
Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan pada
perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat mikro-ekonomi.
Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga
penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah
selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN
tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan
pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan
serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya.
Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani,
sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan
petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu
anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga
terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan
tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri
selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah
untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran
penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus
dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit anggaran.

Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit


negara ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah
pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri.
Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya,
pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit
anggaran.

24
Namun prinsip berimbang ini merupakan kunci sukses pemerintah pada masa itu
untuk mempertahankan stabilitas, khususnya di bidang ekonomi. Karena pemerintah
dapat menghindari terjadinya inflasi, yang sumber pokoknya karena terjadi anggaran
yang defisit. Sehingga pembangunanpun terus dapat berjalan.
Prinsip lain yang diterapkan pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional.
Prinsip ini merupakan pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana
pinjaman luar negeri hanya digunakan untuk membiayai anggaran belanja
pembangunan. Karena menurut pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi
yang besar dan tidak dapat seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
Pada dasarnya kebijakan ini sangat bagus, karena pinjaman yang digunakan akan
membuahkan hasil yang nyata. Akan tetapi, dalam APBN tiap tahunnya cantuman
angka pinjaman luar negeri selalu meningkat. Hal ini bertentangan dengan keinginan
pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dalam Keterangan
Pemerintah tentang RAPBN tahun 1977, Presiden menyatakan bahwa dana-dana
pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri harus meningkat. Padahal,
ketergantungan yang besar terhadap pinjaman luar negeri akan menimbulkan akibat-
akibat. Diantaranya akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
Hal lain yang dapat terjadi adalah pemerataan ekonomi tidak akan terwujud.
Sehingga yang terjadi hanya perbedaan penghasilan. Selain itu pinjaman luar negeri
yang banyak akan menimbulkan resiko kebocoran, korupsi, dan penyalahgunaan. Dan
lebih parahnya lagi ketergantungan tersebut akan menyebabkan negara menjadi malas
untuk berusaha meningkatkan penerimaan dalam negeri.

Prinsip ketiga yang diterapakan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN
adalah, dinamis yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai
pembangunan. Dalam hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan
pendapatan yang telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan
tabungan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan
tersebut untuk berinvestasi dalam pembangunan.
Kebijakan pemerintah ini dilakukan dengan dua cara, yaitu derelgulasi perbankan
dan reformasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan demikian membutuhkan waktu dan
proses yang cukup lama. Akibatnya, kebijakan untuk mengurangi bantuan luar negeri

25
tidak dapat terjadi karena jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat. Padahal disaat
yang bersamaan persentase pengeluaran rutin untuk membayar pinjaman luar negeri
terus meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN pada masa pemerintahan
Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri. Sehingga pada akhirnya
berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah untuk meningkatkan
tabungannya.

c. Kebijakan Dan Kondisi Ekonomi Era Reformasi


Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru
kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan,
namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32
tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-
kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa
kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup
berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN,
pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat
skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,
kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang
mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain :
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada
pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri
sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari

26
intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil
penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1
%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),


tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan
korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga
BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-
bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT
tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita
adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-
kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang
pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan
lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas

27
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi
pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor
dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.

E. Perbandingan Masa Pemerintahan


a. Keberhasilan dan Kegagalan Masa Orde Lama
1. Keberhasilan
Masa orde lama merupakan masa revolusioner, dibawah komando Bung Karno
telah mengikrarkan suatu wilayah dari Sabang sampai Merauke Luar kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konstelasi politik Luar negeri yang begitu
cepat berubah tidak menggoyahkan Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.
Pada peraturan politik luar negeri, Bung Karno telah berhasil menjadi kampium dunia
yang disegani oleh kawan maupun lawan. Gerakan Non Blok dan Konferensi Asia –
Afrika adalah salah satu bukti keperkasaannya Luar peraturan politik Internasional.
Kebijakan ekonomi pada masa itu juga membuka diri untuk masuknya modal asing
yang cenderung menaikkan perekonomian. Selain itu pada masa itu, Indonesia berhasil
merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer, mampu
membangun integritas nasional dan menjadi salah satu Negara yang mempunyai
prinsip yang kuat.

2. Kegagalan
Diantara banyaknya keberhasilan yang dimiliki pada masa Bung Karno saat itu,
Orde Lama juga memiliki kegagalan yang memperburuk keadaan Indonesia di masa
itu. Salah satunya adalah keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama,
diantaranya adalah :

- Inflasi yang sangat tinggi,


disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uan pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret

28
1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies / pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada
bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori
moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas Negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
- Situasi politik yang tidak stabil terlihat dari banyaknya pergantian kabinet
yang mencapai 7 pergantian kabinet.
- Sistem demokrasi terpimpin
- Pertentangan ideologi antara nasionalis, agama dan komunis (NASAKOM)
- Pembubaran DPR oleh presiden (Soekarno).

b. Keberhasilan dan Kegagalan Masa Orde Baru


1. Keberhasilan
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun
1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Orde Baru
memilik perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer.
Presiden Suharto memiliki kemampuan ekonomi politik yang kuat untuk membangun
ekonomi Indonesia, salah satunya dengan menonjolkan “kebesaran bangsa” Luar
bentuk kekuatan militer dan pembangunan proyek mercusuar. Pada masa Orde Baru,
pemerintah berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi yang sangat tinggi pada
tahun 1966 menjadi hanya sekitar 5% - 10% pada awal decade 1970-an. Juga dengan
SDM yang semakin baik, pemerintah orde baru memiliki kemampuan menyusun
program dan strategi pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang terkait serta
mampu mengatur ekonomi makro secara baik. Selain itu penerapan sistem politik dan
ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat membantu, khususnya

29
Luar mendapatkan pinjaman luar negeri, penanaman modal asing, dan transfer
teknologi dan ilmu pengetahuan. Tidak hanya yang disebutkan diatas, masih banyak
kelebihan yang dimiliki oleh masa Orde Baru, antara lain :
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya USD $
70 dan pada 1996 mencapai lebih dari USD $ 1,565
- Suksesnya Transmigrasi
- Program KB yang berjalan dengan lancer
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Gerakan Wajib Belajar dan Nasional Orang-Tua Asuh

2. Kegagalan
Masa Orde Baru juga tidak luput dari kelemahannya. Yang masih melekat hingga
sekarang adalah maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pelaku
yang melakukan KKN dibiarkan tanpa adanya pencegahan maupun penanggulangan.
Ini berdampak hingga saat ini. Namun, pada masa Orde Baru lebih besar. Pada masa
ini, DPR dan MPR tidak berfungsi dengan efektif. Anggotanya bahkan seringkali
dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pengeksploitasian
Sumber Daya Alam yang besar-besaran memang menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang besar namun tidak merat di Indonesia. Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap warga Negara asing di
Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara langsung
menghapus hak-hak asasi mereka. Tidak hanya itu, kebijakan-kebijakan ekonomi
selama masa Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi
ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya
ekonomi yang tinggi, fundamental ekonomi yang rapuh dan terbentuknya
konglomerasi ekonomi dimana pasar dikuasai oleh segelintir orang. Hal ini dapat
dilihat pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya
ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor. Ini
semua akhirnya membuat Indonesia akhirnya dilanda krisis ekonomi besar yang
diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pertengahan tahun 1997.
Berikut kelemahan pada masa orde baru lainnya, yaitu :

30
- Terjadinya pelanggaran HAM
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain tragedi
“Penembakan Misterius” yang menelan banyak korban dan hingga saat ini
beberapa masih belum ditemukan.
- Tidak adanya rencana suksesi (penurunan kekuasaaan ke pemerintah /
presiden selanjutnya)
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% asset kekayaan Negara
dipegang oleh swasta.

c. Keberhasilan dan Kegagalan Era Reformasi


1. Keberhasilan
Seperti yang disebutkan sebelumnya pada pendahuluan, pada masa Era
Reformasi, Presiden Habibie memiliki peran yang sangat besar yang diawali dengan
merencanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie
merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Selain itu, pada masa
pemerintahannya, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Habibie
memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik Luar
bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap
yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI semula
terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian
RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian
berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI
yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Pada masa pemerintahan Presiden Habibie dilakukan reformasi di bidang hokum.


Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat.
Presiden mencabut lima paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya, DPR
berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu
disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie.
Ketiga undang-undang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum,

31
susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Namun, selain diatas kelebihan
yang dimiliki pada masa reformasi antara lain :
- Berhasil menata kehidupan ketatanegaraan dengan amandemen UUD 1945
- Menjamin terjadinya stabilitas politik, kecuali bertentangan dengan pasal 7 A
UUD 1945
- Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terdapat
usaha nyata penegakan supremasi hukum.

2. Kegagalan
Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 merupakan salah satu kelemahan yang
ada pada Era Reformasi. Krisis ekonomi yang pada awalnya dimulai dari krisis
moneter yang terjadi di Thailand dimana nilai mata uang Baht jatuh terhdapa dollar.
Kondisi ini mulai membuat investor mulai tidak percaya pada Thailand karena tidak
bisa menjaga kestabilan kurs. Ketidakpercayaan ini merembet ke Negara-negara di
Asia termasuk Indonesia. Faktor penyebab krisis ekonomi secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
hal-hal seperti; hutang swasta luar negeri terlalu besar dan sebagian besar berjangka
pendek, lemahnya sistem perbankan, kurangnya transparansi yaitu lemahnya
penegakan dan kepastian hukum, serta kondisi politik yang tidak stabil. Sedangkan
faktor eksternal meliputi hal-hal seperti; globalisasi ekonomi kapitalis, fluktuasi pasar
nilai mata uang serta tindakan para spekulan. Selain krisis ekonomi, Era Reformasi
juga memiliki kelemahan sebagai berikut :
- Lepasnya Timor-timor dan kepulauan sipadan serta ligitan dari pangkuan ibu
pertiwi
- Terjadinya penyimpangan dengan keluarnya maklumat presiden di masa
pemerintahan Gus Dur
- Lemahnya stabilitas keamanan sehingga timbul konflik vertikal/horizontal,
GAM, OPM, RMS, Kasus Ambon, Sampit, Sambas dan maraknya terorisme
- Penegakan supremasi hukum sejak pemerintahan Habibie, Gus Dur, dan
Megawati belum terlihat adanya usaha nyata penegakan hukum.

32
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Pembahasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan Perbandingan Orde
lama, Orde Baru dan Masa reformasi:
A. Orde Lama:
- Kebijakan Ekonomi yang dijalankan lebih ke arah Sosialis/Komunis
- Pada Masa ini Pemerintah lebih memfokuskan pada pembangunan
Infrastruktur dan Politik berdiiri sendirinya.
- Tingkat Inflasi sangat tinggi, hal ini disebabkan Indonesia masih menjadi
negara baru dan butuh penyesuaian dimana-mana.
- Kualitas Sumber Daya Manusia sangat terbatas karena pendidikan di masa ini
belum merata.
- Orde Lama mengalami dua pergantian sistem pemerintahan dan Konstitusi.
- Orde Lama berlangsung pada 1945-1965.
B. Orde Baru:
- Kebijakan Ekonomi yang djalankan bersifat terbuka dan berhaluan
liberal/kapitalis.
- Pada Masa ini pemerintahan lebih memfokuskan pada perekonomian negara.
- Tingkat Inflasi menurun
- Bangsa Asing melakukan Investasi ke Indonesia.
- Kualitas Sumber Daya Manusia menjadi lebih baik karena pendidikan telah
merata di Indonesia
- Orde Baru berlangsung 1965-1998
C. Reformasi
- Pemerintah berganti sebanyak 5 tahun
- Demokrasi lebih ditegakkan
- Aspirasi masyarakat jauh lebih ditegakkan
- Tingkat Inflasi bisa dibilang stabil
- Terjadi pembaharuan undang-undang.
- Instansi negara atau badan usaha milik negara menjadi lebih dapat bekerja
secaa maksimal
- Pers menjadi lebih bebas dalam menyampaikan berita atau gagasan.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://www.mindautama.com/artikel/masa-orde-baru-pengertian-latar-belakang-
tujuan-sejarah-kebijakan

http://ganangrifqi.blogspot.com/2017/01/sejarah-orde-lama-assalamualaikum.html

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/orde-lama-
soekarno/item179?

https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-reformasi.html

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/orde-lama-
soekarno/item179?

https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/kebijakan-
politik-pada-masa-orde-baru

https://guruppkn.com/kebijakan-politik-presiden-habibie

https://ratnaputri860.wordpress.com/2015/06/12/masa-pemerintahan-susilo-bambang-
yudhoyono-periode-2009-2014-dan-pemerintahan-joko-widodo-saat-ini/

https://www.kompasiana.com/aditabella/55006a6ca33311926f510fed/periodisasi-
politik-luar-negeri-indonesia-dari-masa-orde-lama-hingga-masa-reformasi

http://blog.ub.ac.id/fauzyhiper/2013/10/22/politik-luar-negeri-indonesia-era-b-j-
habibie-karya-nuril-putri-m-r-dkk/

https://ladynoor.wordpress.com/2011/06/30/kebijakan-ekonomi-pada-masa-orde-lama-
orde-baru-dan-reformasi-persamaan/

34

Anda mungkin juga menyukai