Resum 9 Fix
Resum 9 Fix
Mutasi ini terjadi pada sel-sel somatik. Akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Akibat mutasi somatik pada hewan (termasuk manusia)
hingga saat ini memang tidak dapat diwariskan, sedangkan pada tumbuhan (misalnya
tumbuhan dikotil), akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual
maupun seksual.
Mutasi germinal terjadi pada sel-sel germ dan akibatnya juga dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Gen mutan yang terwariskan melalui reproduksi
seksual, misalnya pada berbagai kelompok hewan termasuk manusia, terbentuk mutasi
germinal. Akibat mutasi yang dominan dapat segera terekspresi pada turunan, sebaliknya jika
resesif maka efek mutasinya tidak terdeteksi karena kondisi heterozigot. Satu contoh mutasi
germinal dominan pertama yang terkenal adalah yang pernah dilaporkan pada populasi
domba di Dover (Massachusetts). Mutasi germinal dominan itu telah memunculkan galur
domba mutan berkaki pendek yang disebutAncon breed, yang pertama kali dilaporkan oleh
Seth Wright pada tahun 1971 di wilayah peternakannya.
Mutasi germinal dominan pertama dilaporkan pada hewan piaraan oleh Seth Wright
(1791) dipeternakannya Dover, Massachusetts. Wright memperhatikan adanya domba betina
yang aneh dengan kaki pendek (Ancon breed), yang tidak mampu melompati pagar
peternakan. Wright mengawinkan domba berkaki pendek dengan sesamanya dan hasilnya
keturunannya adalah domba berkaki pendek. Oleh karena itu, mutasi yang ditimbulkan
berupa kaki pendek merupakan mutasi germinal.
B. Mutasi Kromosom dan Mutasi Gen
Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom,
dikenal adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam hal ini mutasi gen adalah yang
terjadi di lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom
(Russel, 1992). Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA termasuk substitusi
pasangan basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat
bahwa efek yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena
efek mutasi, dikenal pula macam mutasi gen yang disebut mutasi titik(point
mutation). Mutasi titik adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam
sesuatu gen (Russel, 1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam
mutasi gen yang spesifik, yaitu mutasi pergaantian asam basa, mutasi transisi,mutasi
transversi, mutasi misens, mutasi nonsens, mutasi netral, mutasi diam, dan mutasi
pengubahan rangka. Selain iu dikenal pula mutasi ke depan, mutasi balik, serta mutasi
penekan.
Mutasi pergantian (subsitusi) pasangan basa (base pair subsitution mutation), Mutasi
yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian satu pasang basa oleh pasangan basa
lainnya(Russel, 1992). Satu contoh mutasi pergantian pasangan basa itu, misalnya pasangan
AT diganti oleh pasangan GS.
Pada mutasi transisi, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau
pergantian suatu basa pirimidin dengan pirimidin lain; atau disebut sebagai pergantian
suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin lain, termasuk
pergantian suatu pasangan pirimidin purin dengan pasangan pirimidin purin lain (Ayala, dkk.,
1984; Gardner, dkk., 1991; Klug dan Cummings, 1994). Contoh mutasi transisi adalah
AT GS, GS AT, TA SG, SG TA.
Pada mutasi transversi:, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa pirimidin, atau
pergantian suatu basa pirimidin dengan basa purin; atau disebut juga sebagai suatu pergantian
pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa pirimidin-purin di tapak (posisi) yang
sama (Ayala, dkk 1984; Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992, Klug dan Cummings, 1993).
Contoh mutasi transversi, antara lain AT AT, GS SG, AT SG, dan SG TA.
Mutasi missens adalah mutasi yang terjadi karena perubahan suatu pasangan basa
(dalam gen) yang mengakibatkan terjadi perubahan satu kode genetika, sehingga asam amino
yang terkait (pada polipeptida) berubah (Russel, 1992). Satu pergantian basa dapat
menimbulkan suatu mutasi missens. Jika pergantin pasangan basa itu terjdi pada gen asam
amino, maka RNA-d akan memiliki suatu kode genetik lain pda posisi terkait setelah
(transkripsi) dan jika perubahan genetik itu juga berakibat terjadinya perubahan asam amino
(pada polipeptida) maka timbul perubahan fungsi protein sehingga individu mutan dapat
memperlihatkan krakter berbeda. Contoh mutasi misens pada manusia, misalnya terjadi pada
gen b-globin yng mengakibatkan pergantian satu sama amino pada rantai b-hemoglobin.
Mutasi nonsense adalah suatu pergantian pasangan basa yang berakibat terjadinya
perubahan suatu kode genetika pengkode asam amino menjadi kode genetika pengkode
terminasi (Russel., 1992). Dalam hal ini terjadi suatu kode genetika pengkode asam amino
(misalnya UGG) menjadi UAG; atau USA menjadi UAA, dan demikian pula UAA menjadi
UGA. Adanya mutasi nonsense jelas menyebabkan polipeptida yang terbentuk tidak
sempurna atau tidak lengkap sehingga tidak fungsional (Russel, 1992).
Urutan nukleotid Dampak
Sebelum
Urutannukleotida a Asam amino yang timbul
sesudah
(basa) pada gen (basa) pada RNA- yang dikode setelah
mutasi
d hasil transkripsi mutasi
Sebelum 3'-ASS-5' 5'-UGG-3' Triptofan -
sesudah
mutasi 3'-ATS-5' 5'-UAG-3' Tidak ada Terhentinya
translasi
(misalnya
ditengah
proses)
Sebelum 3'-AGT-S' 5'-USA-3' Serin -
sesudah 3'-AT7-5' 5'-UAA-3' tidak ada Terhentinya
mutasi translasi
(misalnya di
tengah
proses)
Sebelum 3'-ATT-5' Y-MA-31 Leusin -
sesudah 3'-ASA-5' 5'-LJGA-' tidak ada Terhentinya
mutasi translasi
(misalnya di
tengah
proses)
Mutasi netral merupakan pergantian suatu pasangan basa yang terkait terjadinya
perubahan suatu kode genetika yang juga menimbulkan perubahan asam amino terkait tetapi
tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein (Russel; 1992). Tidak terjadinya
perubahan fungsi protein disebabkan karna asam amino mutan secara kimia ekivalen dengan
asam amino mula-mula, misalnya asam amino arginin secara kimiawi ekivalen dengan asam
amino lisin dan sama-sama asam amino dasar sehingga, keduanya memiliki sifat-sifat yang
cukup mirip; dan dengan demikian fungsi protein dapat tidak berubah.
Pada mutasi diam terjadi pergantian suatu pasangan basa pada gen yang menimbulkan
perubahan satu kode genetika, tetapi tidak mengakibatkan perubahan/pergantian asam amino
yang dikode (Russel, 1992). Dalam hal ini baik kode genetika mutan maupun kode genetika
semula sama-sama mengkode asam amino yang sama.
Mutasi perubahan rangka terjadi karena adanya penambahan sekaligus pengurangan
pasangan basa. Mutasi perubahan rangka terjadi karena adisi atau delesi satu atau lebih dari
satu pasangan basa dalam satu gen. Adisi dan delesi semacam itu mengubah kerangka
percobaan seluruh fungsi triplet pasangan basa pada gen dalam arah distal dari tapak mutasi
(Gardner, dkk., 1991). Dampak lebih lanjut adalah bahwa polipeptida yang dihasilkan tidak
fungsional.
Mutasi titik secara umum dapat dipilah menjadi 2 macam, yaitu mutasi ke depan
atau forward mutation dan mutasi balik atau reverse mutation (Russel, 1992). Reverse
mutation disebut jugs sebagai back mutation (Gardner, dkk., 1991) atau
juga reversion (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Forward mutation adalah mutasi yang
mengubah wild-type (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian berkenaan dengan hal ini
kadang-kadang kedua konsep itu (wild-type dan tipe mutan) bersifat arbitrer. Sebagai contoh,
kita memang memandang bahwa dua alela yang mengontrol warna mata coklat maupun biru
pada manusia sama-sama tergolong wild-type. Di lain pihak, jika pada suatu populasi yang
hamper seluruhnya bermata coklat, alela untuk warna mata biru dapat juga dipandang sebagai
tipe mutan.
Reverse mutation dapat memulihkan polipeptida yang sebelumnya bersifat fungsional
sebagian ataupun tidak fungsional akibat mutasi gen, menjadi polipeptida yang berfungsi
penuh atau sebagian (Russel, 1992). Sebagai contoh, misalnya reverse mutation yang terjadi
atas efek mutasi nonsen yang terjadi sebelumnya. Pada contoh semacam itu reverse mutation
dapat mengembalikan (memulihkan) fungsi protein sepenuhnya atau sebagian. Pemulihan
fungsi protein sepenuhnya terjadi jika asam amino mula-mula dapat dikode kembali;
sedangkan pemulihan fungsi protein sebagian terjadi jika asam amino mula-mula tidak
dikode kembali tetapi sebagai gantinya berhasil dikode asam amino lain. Reverse mutation
yang memulihkan fungsi protein sepenuhnya disebut true reversion, sedangkan yang
memulihkan fungsi protein sebagian disebut partial reversion (Russel, 1992). Pengaruh
reverse mutation terhadap efek mutasi misens juga dapat terjadi dalam pola seperti yang
sudah disebutkan.
GAMBAR
Reverse mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian dikatakan bahwa mutasi
itu memunculkan protein lain yang mengkompensasi fungsi protein mula-mula. Dalam
hubungan ini reverse mutation semacam ini disebut juga sebagai mutasi penekan
atau suppressor mutation (Gardner, dkk.,1991). Berkenaan dengan suppressor mutation,
sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa mutasi itu dapat terjadi pada gen yang sama
atau berbeda (Gardner, dkk., 1991), dikenal intragenic suppressor mutation dan intergenic
suppressor mutation (Russel, 1992). Dalam hal ini intragenic suppressor mutation maupun
intergenic suppressor mutation berakibat diproduksinya protein fungsional sepenuhnya
ataupun yang fungsional sebagian. Jelaslah bahwa agar fungsi protein dapat dipulihkan, maka
mutasi mula-mula maupun suppressor mutation sama-sama berlangsung pada sel yang sama.
Mekanisme intragenic suppressor mutation dan intergenic suppressor mutation
berbeda (Russel, 1992). Pada intragenic suppressor mutation terdapat dua pola mekanisme.
Pada pola pertama terjadi perubahan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskripsi
kode genetika yang sama. Pada pola kedua terjadi perubahan basa nukelotida lain dalam
triplet yang mentranskripsi kode genetika lain.
Pada contoh yang baru dikemukakan, intragenic suppressor mutation adalah yang
berupa mutasi pergantian basa; demikian pula pada mutasi yang mula-mula. Di lain pihak,
mutasi yang mula-mula maupun intragenic suppressor mutation dapat pula berupa mutasi
pergantian kerangka atau frameshift mutation. Sebagai contoh misalnya pada mutasi mula-
mula terjadi insersi satu nukleotida dari triplet yang sama. Di lain pihak mungkin pula pada
intragenic suppressor mutation terjadi perubahan dalam triplet yang lain; yang paling sering
adalah bahwa pada intragenic suppressor mutation terjadi insersi satu nukleotida ke arah hilir
dari tapak delesi satu nukleotida, atau terjadi delesi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak
insersi (Russel, 1992).
Gen yang menyebabkan supresi mutasi pada gen lain disebut gen suppressor atau
suppressor genes (Russel, 1992). Gen supresor tidak bekerja dengan cara mengubah urut-
urutan nukleotida suatu gen mutan. Di lain pihak, agaknya gen supresor bekerja dengan cara
mengubah pembecaan RNA-d. Dalam hubungan ini sejumlah gen supresor telah ditemukan
pada berbagai sistem, terutama pada E. coli dan khamir (Russel, 1992).
Tiap gen supresor dapat menekan efek hanya dari satu mutasi nonsen, misens, atau
mutasi pergantian kerangka (Frameshift mutation). Oleh karena itu gen supresor dapat
menekan hanya sejumlah kecil mutasi titik yang secara teoritik dapat terjadi dalam suatu gen
(Russel, 1992). Di lain pihak, suatu gen supresor tertentu akan menekan seluruh mutasi yang
dipengaruhinya, tanpa memperhatikan pada gen mana mutasi itu berlangsung.
Di antara supresor mutasi nonsens, misens, dan mutasi pergantian kerangka
(frameshift mutation), yang paling banyak dikenal adalah supresor mutasi nonsens (Russel,
1992). Supresor-supresor semacam itu sering “terlihat” bilamana gen-gen RNA-t tertentu
mutasi sehingga antikodonnya mengenali suatu kode genetika terminasi dan akan
menempatkan satu asam amino ke dalam rantai polipeptida.
Supresor-supresor mutasi nonsen dibedakan menjadi tiga kelompok, karena seperti
diketahui ada 3 macam kode nonsen (Russel, 1992). Dalam hubungan ini dikenal kelompok
supresor mutasi nonsen untuk kode genetika UAG, UAA, dan UGA. Sebagai contoh
misalnya, jika satu gen RNA-t tir (yang berarti kodon 5-SUA-3) bermutasi sehingga RNA-t
itu beralih memiliki antikodon 5-SUA-3, maka RNA-t yang sudah berubah tersebut (tetapi
masih mengikat asam amino tirosin) akan mampu membaca kode genetika nonsen 5-UAG-3.
GAMBAR
Berkenaan dengan perubahan RNA-t, telah diketahui bahwa jika kelompok khusus
RNA-t telah berubah sehingga anti-kodonnya mampu membaca suatu kode genetik nonsens,
maka RNA-t tersebut tidak dapat lagi membaca kode genetik mula-mula yang mengkode
asam amino yang diangkutnya.
2. Mutasi kromosom
Sebagaimana yang telah dikemukakan, mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup
kromosom. Pada berbagai pustaka, mutasi kromosom disebut juga sebagai aberasi
kromosom. Mutasi kromosom dipilih menjadi dua macam, yaitu berupa perubahan struktur
kromosom dan perubahan jumlah kromosom (Ayala,dkk., 1984).
Perubahan struktur kromosom yang merupakan mutasi kromosom dapat berupa
perubahan jumlah gen dan perubahan lokasi gen. perubahan jumlah gen itu terjadi karena
delesi dan duplikasi, sedangkan perubahan lokasi gen terjadi karena inversi dan translokasi.
Delesi disebut juga defisiensi; yang terjadi adalah hilangnya suatu segmen kromosom dari
satu kromosom. Pada duplikasi keberadaan satu segmen kromosom lebih dari satu kali. Pada
inversi letak suatu segmen kromosom menjadi terbalik, sedangkan pada translokasi letak
suatu segmen kromosom berubah karena berpindah.
Macam mutasi kromosom yang menyebabkan terjadinya perubahan jumlah kromosom
adalah fusi sentrik (centric fusion), fisi sentrik (centric fission), enuploidi, serta monoploidi
maupun poliploidi (Ayala, dkk,. 1984). Pada fusi sentrik dua kromosom non homolog
bergabung menjadi satu, sedangkan pada fisi sentrik satu kromosom terpisah menjadi dua
kromosom. Pada aneuploidi, satu atau lebih dari satu kromosom pada suatu pasang
kromosom hilang atau bertambah; sedangkan pada monoploidi jumlah perangkat kromosom
hanya satu, tetapi pada poliploidi jumlah perangkat kromosom lebih dari dua. Monoploidi
dan poliploidi disebut juga sebagai mutasi genom atau genom mutation (Russel, 1992).
Mutasi spontan Dan Mutasi Terinduksi
Mutasi ini terjadi di alam secara alami (spontan), secara kebetulan dan jarang terjadi.
Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi di alam secara acak (random), tanpa diketahui
sebabnya secara pasti. Mutasi ini jarang terjadi dan mungkin terjadi karena mekanisme
tertentu di dalam sel yang tidak sempurna. Mutasi spontan dapat disebabkan oleh beberapa
alasan berikut: ketidakstabilan nukleotida, kesalahan replikasi, serta ketidaksempurnaan
meiosis. Umumnya mutasi spontan bersifat resesif sehingga jarang mampu bertahan hidup.
Jika mampu bertahan hidup maka mutan akan berkembang menghasilkan variasi baru.
Mutasi terinduksi terjadi akibat pemaparan agen mutagenik seperti radiasi ion, bahan-
bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Proses perubahan gen atau kromosom secara sengaja zat
kimia, sinar X, radiasi dan sebagainya. Maka sering disebut juga mutasi induksi.
Ada kelompok atau macam mutasi yang disebut mutasi letal (Klug dan Cummings,
1994). Mutasi letal itu adalah yang mengakibatkan suatu sel atau makhluk hidup tidak dapat
hidup. Pada kenyatannya memang efek mutasi letal ataupun yang lainnya dapaat terekspresi
di berbagai tingkat perkembangan mulai dari awal embriogenesis hingga ke tahap-tahap
perkembangan selanjutnya sepanjang hayat makhluk hidup. Efek mutasi dapat saja tidak
terdeteksi pada kondisi tertentu. Mutasi semacam itu disebut sebagai mutasi kondisional.
Mutasi Acak
Mutasi dapat bersifat merugikan atau menguntungkan untuk suatu organisme. Faktor
lingkungan sangat mempengaruhi arah mutasi. Sebagai contohnya, pemaparan bahan kimia
berbahaya dapat memicu tingkat mutasi, tetapi tidak akan meningkatkan mutasi yang dapat
membuat organisme resisten terhadap bahan kimia tersebut. Dalam kasus ini, mutasi
dianggap random. (Gardner, dkk., 1991).
. Dalam kasus ini, mutasi dianggap random. (Gardner, dkk., 1991). Sekalipun sifat-sifat
kejadian mutasi seperti tersebut dipandang sinonim, tetpi sekurang-kurangnya terdapat tiga
makna yang berbeda, yaitu :
1. Mutasi adalah kejadian kebetulan karena merupakan perkecualian yang jarang,
terhadap keteraturan proses replikasi DNA.
2. Mutasi adalah kejadian kebetulan atau acak, akrena tidak ada cara untuk mengetahui
apakah suatu gen tertentu akan bermutasi pada suatu sel tertentu.
3. Mutasi adalah kejadian kebetulan, tidak terarah atau acak karena tidak diarahkan
untuk kepentingan adaptasi.
Pada tahun 1952, Esther dan Joshua Lederberg memperkenalkan teknik “Replica-
planting”. Kultur bakteri diencerkan dan sel-sel tersebar pada permukaan medium agar
nutrient semi padat di cawan petri. Pada suatu periode pertumbuhan, tiap bakteri akan
menghasilkan sejumlah koloni pada permukaan medium agar. Setiap cawan kemudian dibalik
dan ditekan keatas kain beludru steril, yang melingkupi balok kayu. Beberapa sel dari setiap
koloni mampu menempel pada beludru. Suatu cawan steril yang berisi medium agar yang
mengandung Streptomycin (atau antibiotik lainnya) ditekan ke atas beludru tersebut.
Prosedur replica-planting ini diulang pada sejumlah besar koloni bakteri. Setelah cawan-
cawan selektif (yang mengandung Streptomycin) diinkubasi, ternyata terbentuk koloni bakteri
yang resistent terhadap Streptomycin dalam jumlah yang jarang. Sedangkan pada cawan non-
selektif, yang diuji resistensinya terhadap Streptomycin, menunjukkan bahwa bakteri-bekteri
yang tumbuh pada cawan selektif selalu mengandung sel-sel resisten sedangkan bakteri-
bakteri yang tidak tumbuh pada medium selektif jarang mengandung sel resisten
terhadap Streptomycin. Hal ini menunjukkan bahwa adanya mutant yang resisten
terhadap Streptomycin pada populasi bakteri terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan akibat
pemamparan Streptomycin (Gardner, dkk., 1991).
GAMBAR
LAJU MUTASI DAN DETEKSI MUTASI
Parameter yang digunakan untuk mengukur kejadiannya mutasi ada 2 yaitu laju mutasi
(mutation rate) dan frekuensi mutasi (mutation frequency). Laju mutasi (mutation rate) yaitu
peluang mutasi sebagai fungsi dari waktu. Frekuensi mutasi (mutation frequency) yaitu
kejadian mutasi pada suatu macam sel atau populasi.
Pada umumnya laju mutasi yang teramati rendah, dengan demikian mutasi spontan jarang
terjadi, sekalipun frekuensi yang teramati berbeda dari gen ke gen maupun dari makhluk
hidup ke makhluk hidup. Laju mutasi gen-gen tertentupada berbagai makhlu hidup,
sedangkan frekunsi mutasi spontan di lokus-lokus tertentu pada berbagai makhluk hidup.
Dalam hal ini tersirat bahwa kesimpulan tentang laju mutasi yang teramati rendah serta
mutasi spontan yang jaran terjadi itu didasarkan pada mutasi yang dampaknya teramati
(terdeteksi), dan sama sekali tidak termasuk mutasi yang dampaknya tidak teramati (tidak
terdeteksi), apalagi mutasi yang sudah sempat diperbaiki.
TABEL
Menurut Gardner dkk, mengatakan bahwa pengukuran frekuensi mutasi ke depan
( forward mutation) berkisar 10-8 hingga 10-10 muatasi yang dapat terdeteksi per pasangan
nucleotide per generasi, demikian pula untuk makhluk hidup eukariotik, perkiraan mutasi ke
depan berkisar sekitar 10-7 hingga 10-9 mutasi yang dapat terdeteksi per pasangan nucleotide
per generasi (hanya didasarkan pada gen-genyang datanya cukup tersedia).
Seperti yang telah dikemukakan bahwa laju muatasi secara individual memang rendah.
Akan tetapi, jika diperhatikan kenyataan bahwa tiap individu makhluk hidup mempunyai
banyak gen, dan tiap spesies tersusun dari banyak individu, maka (dalam batas mutasi yang
terdeteksi sekalipun) sebenarnya mutasi merupakan peristiwa yang biasa, tidak jarang.
Pengukuran laju mutasi spontan pada bakteri dan fag elatif mudah disbanding
pengukuran pada kelompok-kelompok makhluk hidup yang lebih tinggi. Pengukuran laju
mutasi yang lebih mudah pada bakteri dan fag tersebut disebabkan karena kromosom
kelompok-kelompok makhluk hidup tingkat rendah tersebut monoploid. Pengukuran laju
mutasi pada makhluk hidup memang sangat sulit karena kromosom-kromosom makhluk
hidup yzng lebih tinggi bukan monoploid, tetapi (terutama) diploid, keadaan kromosom yang
bikan monoploid, (misalkan diploid) memang menyebabkan mutan resesif tidak terdeteksi
jika berada dala kondisi heterozigot.
Pembuktian senyawa kimia pertama sebagai mutagen juga dilakukan dengan teknik
Mullar-5 (Ayala, dkk, 1984). Dewasa ini uji Muller-5 merupakan komponen penting dalam
proses pemeriksaan untuk mendeteksi polutan lingkungan yang mungkin bersifat mutagenik.
DETEKSI MUTASI
Deteksi Mutasi Pada Bakteri Dan Jamur
Deteksi mutasi pada makhluk hidup monoploid semacam bakteri dan jamur sangat
efisien. Dalam hal ini deteksi mutasi tergantung kepada suatu system seleksi yang mudah
memisahkan sel-sel mutan dari yang bukan mutan. Prinsip-prinsip umum deteksi mutasi pada
bakteri dan jamur berbeda.
Neurospora crasa adalah jamur yang bersifat monoploid (diploid) pada fase vegetatif.oleh
karena itu deteksi mutasi pada fase itu sangat mutah dilakukan dibanding pada fase generatif
atau dibanding pada makhlik hidup yang lainnya.
GAMBAR
Deteksi Mutasi Pada Drosophila
Deteksi mutasi pada Drosophila, menggunakan pengukuran laju mutasi letal resesif yang
terpaut kromosom kelamin X menggunakan teknik Muller-5. Teknik yang dikembangkan
oleh H. J. Muller ini merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut juga
teknik CIBVC yaitu suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang.
Selain itu dengan teknik mutasi kromosom X berlekatan atau attached-X procedure. Teknik
ini menggunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan.
Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih
sederhana karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Deteksi mutasi pada makhluk hidup
monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien dan bergantung pada suatu sistem
seleksi yang mudah memisahkan antara sel mutan dari yang bukan merupakan sel mutan,
contohnya pada Neurospora crassa yaitu jamur yang bersifat monoploid (haploid) pada fase
vegetatif. Deteksi mutasi pada fase tersebut lebih mudah daripada fase generatif atau
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Konidia monoploid yang mengandung
mutan dapat dideteksi dan diisolasi berdasarkan kegagalannya tumbuh pada suatu medium
lengkap.
Deteksi Mutasi Pada Tumbuhan Tinggi
Banyak variasi morfologi tumbuhan tinggi dapat terdeteksi secara sederhana melalui
pengamatan visual. Di samping itu ada juga teknik yang digunakan untuk mendeteksi mutasi-
mutasi biokimiawi (Klug dan Cumings, 1994). Teknik pertama adalah melalui teknik analisis
komposisi biokimia. Teknik yang kedua adalah menggunakan teknik analisis silsilah. Sifat
fenotip yang berlatar belakang genetic semacam ini biasanya muncul sebentar-sebentar
sepanjang sejumlah generasi. Seperti diketahui ekspresi fenotip bila yang terpaut otosom
“tidak terpaut” pada kondisi heterozigot.
Deteksi mutasi pada tumbuhan tingkat tinggi. Teknik yang pertama yaitu melalui analisis
komposisi biokimia misalnya isolasi protein dari endosperm jagung, hidrolisis protein-protein
tersebut serta penetapan komposisi asam amino, misalnya jika dibanding galur-galur yang
bukan mutan, mutan apaque 2 mengandung lebih banyak lisin.
Teknik yang kedua menggunakan kultur jaringan galur-galur sel tumbuhan pada medium
yang sudah tertentu. Dalam hal ini sel-sel tumbuhan diperlukan sebagai mikroorganisme,
kebutuhan biokimiawi dapat ditetapkan dengan cara menambah dan mengurangi nutrient-
nutrien dalam media kultur. Teknik kedua memiliki keuntungan karena teknik yang
berhubungan dengan mutan letal kondosional dapat digunakan terhadap sel-sel tumbuhan
pada kultur jaringan, selanjutnya diterapkan untuk genetika tingkat tinggi.
Question
1. Apa perbedaan mutasi gen dan mutasi kromosom?
2. Bagaimana cara mendeteksi mutasi Pada Drosophila?
3. Bagaimana mekanisme perbaikan DNA?
Answer
1. Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom, dikenal
adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam hal ini mutasi gen adalah yang terjadi di
lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom (Russel,
1992). Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA termasuk substitusi pasangan
basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat bahwa efek
yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena efek mutasi,
dikenal pula macam mutasi gen yang disebut mutasi titik(point mutation). Mutasi titik
adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam sesuatu gen (Russel,
1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam mutasi gen yang spesifik,
yaitu mutasi pergaantian asam basa, mutasi transisi,mutasi transversi, mutasi misens, mutasi
nonsens, mutasi netral, mutasi diam, dan mutasi pengubahan rangka. Selain iu dikenal pula
mutasi ke depan, mutasi balik, serta mutasi penekan.
2. Deteksi mutasi pada Drosophila, menggunakan pengukuran laju mutasi letal resesif yang
terpaut kromosom kelamin X menggunakan teknik Muller-5. Teknik yang dikembangkan
oleh H. J. Muller ini merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut juga
teknik CIBVC yaitu suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang.
Selain itu dengan teknik mutasi kromosom X berlekatan atau attached-X procedure. Teknik
ini menggunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan.
Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih
sederhana karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Deteksi mutasi pada makhluk hidup
monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien dan bergantung pada suatu sistem
seleksi yang mudah memisahkan antara sel mutan dari yang bukan merupakan sel mutan,
contohnya pada Neurospora crassa yaitu jamur yang bersifat monoploid (haploid) pada fase
vegetatif. Deteksi mutasi pada fase tersebut lebih mudah daripada fase generatif atau
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Konidia monoploid yang mengandung
mutan dapat dideteksi dan diisolasi berdasarkan kegagalannya tumbuh pada suatu medium
lengkap.
3. Mekanisme Perbaikan DNA yaitu sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah
sistem perbaikan yang berhubungan dengan kerusakan DNA. Perbaikan dilakukan oleh
sistem dengan menggunakan DNA enzimatis. Beberapa sistem memprbaiki kerusakan DNA
akibat mutasi yang terjadi secara langsung. Yang sebagian lainnya memotong bagian yang
rusak, sehingga untuk sementara terbentuk celah satu unting DNA, celah tersebut kemudian
pulih karena polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh polimerisasi DNA yang dikatalisasi
oleh enzim polymerase DNA. Atau perbaikan tersebut juga bias berlangsung karena aktivitas
penyambungan oleh enzim ligase DNA.