Anda di halaman 1dari 21

MACAM MUTASI BERDASARKAN MACAM SEL YNG MEGALAMI MUTASI

Berdasarkan sudut pandang yang mengalami mutasi, dikenal adanya mutasi somatik


dan mutasi germinal (Gardner, dkk., 1991).
1.    Mutasi Somatik. Dan Mutasi Germinal Mutasi Garis Benih (germ line mutation)

Mutasi ini terjadi pada sel-sel somatik. Akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Akibat mutasi somatik pada hewan (termasuk manusia)
hingga saat ini memang tidak dapat diwariskan, sedangkan pada tumbuhan (misalnya
tumbuhan dikotil), akibat mutasi somatik dapat diwariskan melalui reproduksi aseksual
maupun seksual.
Mutasi germinal terjadi pada sel-sel germ dan akibatnya juga dapat diwariskan melalui
reproduksi aseksual maupun seksual. Gen mutan yang terwariskan melalui reproduksi
seksual, misalnya pada berbagai kelompok hewan termasuk manusia, terbentuk mutasi
germinal. Akibat mutasi yang dominan dapat segera terekspresi pada turunan, sebaliknya jika
resesif maka efek mutasinya tidak terdeteksi karena kondisi heterozigot. Satu contoh mutasi
germinal dominan pertama yang terkenal adalah yang pernah dilaporkan pada populasi
domba di Dover (Massachusetts). Mutasi germinal dominan itu telah memunculkan galur
domba mutan berkaki pendek yang disebutAncon breed, yang pertama kali dilaporkan oleh
Seth Wright pada tahun 1971 di wilayah peternakannya.
Mutasi germinal dominan pertama dilaporkan pada hewan piaraan oleh Seth Wright
(1791) dipeternakannya Dover, Massachusetts. Wright memperhatikan adanya domba betina
yang aneh dengan kaki pendek (Ancon breed), yang tidak mampu melompati pagar
peternakan. Wright mengawinkan domba berkaki pendek dengan sesamanya dan hasilnya
keturunannya adalah domba berkaki pendek. Oleh karena itu, mutasi yang ditimbulkan
berupa kaki pendek merupakan mutasi germinal.  
B.       Mutasi Kromosom dan Mutasi Gen
Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom,
dikenal adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam hal ini mutasi gen adalah yang
terjadi di lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom
(Russel, 1992). Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA termasuk substitusi
pasangan basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat
bahwa efek yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena
efek mutasi, dikenal pula macam  mutasi gen yang disebut mutasi titik(point
mutation). Mutasi titik adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam
sesuatu gen (Russel, 1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam
mutasi gen yang spesifik, yaitu mutasi pergaantian asam basa, mutasi transisi,mutasi
transversi, mutasi misens, mutasi nonsens, mutasi netral, mutasi diam, dan mutasi
pengubahan rangka. Selain iu dikenal pula mutasi ke depan, mutasi balik, serta mutasi
penekan.
Mutasi pergantian (subsitusi) pasangan basa (base pair subsitution mutation), Mutasi
yang terjadi pada suatu gen berupa pergantian satu pasang basa oleh pasangan basa
lainnya(Russel, 1992). Satu contoh mutasi pergantian pasangan basa itu, misalnya pasangan
AT diganti oleh pasangan GS.
Pada mutasi transisi, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain atau
pergantian suatu basa pirimidin dengan pirimidin lain; atau disebut sebagai pergantian
suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan purin-pirimidin lain, termasuk
pergantian suatu pasangan pirimidin purin dengan pasangan pirimidin purin lain (Ayala, dkk.,
1984; Gardner, dkk., 1991; Klug dan Cummings, 1994). Contoh mutasi transisi adalah
AT  GS, GS AT,  TA  SG, SG TA.
Pada mutasi transversi:, terjadi suatu pergantian basa purin dengan basa pirimidin, atau
pergantian suatu basa pirimidin dengan basa purin; atau disebut juga sebagai suatu pergantian
pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan basa pirimidin-purin di tapak (posisi) yang
sama (Ayala, dkk 1984; Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992, Klug dan Cummings, 1993).
Contoh mutasi transversi, antara lain AT AT, GS  SG, AT SG, dan SG TA.
Mutasi missens adalah mutasi yang terjadi karena perubahan suatu pasangan basa
(dalam gen) yang mengakibatkan terjadi perubahan satu kode genetika, sehingga asam amino
yang terkait (pada polipeptida) berubah (Russel, 1992). Satu pergantian basa dapat
menimbulkan suatu mutasi missens. Jika pergantin pasangan basa itu terjdi pada gen asam
amino, maka RNA-d akan memiliki suatu kode genetik lain pda posisi terkait setelah
(transkripsi) dan jika perubahan genetik itu juga berakibat terjadinya perubahan asam amino
(pada polipeptida) maka timbul perubahan fungsi protein sehingga individu mutan dapat
memperlihatkan krakter berbeda. Contoh mutasi misens pada manusia, misalnya terjadi pada
gen b-globin yng mengakibatkan pergantian satu sama amino pada rantai b-hemoglobin.
Mutasi nonsense adalah suatu pergantian pasangan basa yang berakibat terjadinya
perubahan suatu kode genetika pengkode asam amino menjadi kode genetika pengkode
terminasi (Russel., 1992). Dalam hal ini terjadi suatu kode genetika pengkode asam amino
(misalnya UGG) menjadi UAG; atau USA menjadi UAA, dan demikian pula UAA menjadi
UGA. Adanya mutasi nonsense jelas menyebabkan polipeptida yang terbentuk tidak
sempurna atau tidak lengkap sehingga tidak fungsional (Russel, 1992).

Urutan nukleotid Dampak
Sebelum
Urutannukleotida a Asam amino yang timbul
 sesudah
(basa) pada gen (basa) pada RNA- yang dikode setelah
mutasi
d hasil transkripsi mutasi
Sebelum 3'-ASS-5' 5'-UGG-3' Triptofan -
sesudah
mutasi 3'-ATS-5' 5'-UAG-3' Tidak ada Terhentinya
translasi
(misalnya
ditengah
proses)
Sebelum 3'-AGT-S' 5'-USA-3' Serin -
sesudah 3'-AT7-5' 5'-UAA-3' tidak ada Terhentinya
mutasi translasi
(misalnya di
tengah
proses)
Sebelum 3'-ATT-5' Y-MA-31 Leusin -
sesudah 3'-ASA-5' 5'-LJGA-' tidak ada Terhentinya
mutasi translasi
(misalnya di
tengah
proses)

Mutasi netral merupakan pergantian suatu pasangan basa yang terkait terjadinya
perubahan suatu kode genetika yang juga menimbulkan perubahan asam amino terkait tetapi
tidak sampai mengakibatkan perubahan fungsi protein (Russel; 1992). Tidak terjadinya
perubahan fungsi protein disebabkan karna asam amino mutan secara kimia ekivalen dengan
asam amino mula-mula, misalnya asam amino arginin secara kimiawi ekivalen dengan asam
amino lisin dan sama-sama asam amino dasar sehingga, keduanya memiliki sifat-sifat yang
cukup mirip; dan dengan demikian fungsi protein dapat tidak berubah.
Pada mutasi diam terjadi pergantian suatu pasangan basa pada gen yang menimbulkan
perubahan satu kode genetika, tetapi tidak mengakibatkan perubahan/pergantian asam amino
yang dikode (Russel, 1992). Dalam hal ini baik kode genetika mutan maupun kode genetika
semula sama-sama mengkode asam amino yang sama.
Mutasi perubahan rangka terjadi karena adanya penambahan sekaligus pengurangan
pasangan basa. Mutasi perubahan rangka terjadi karena adisi atau delesi satu atau lebih dari
satu pasangan basa dalam satu gen. Adisi dan delesi semacam itu mengubah kerangka
percobaan seluruh fungsi triplet pasangan basa pada gen dalam arah distal dari tapak mutasi
(Gardner, dkk., 1991). Dampak lebih lanjut adalah bahwa polipeptida yang dihasilkan tidak
fungsional.
Mutasi titik secara umum dapat dipilah menjadi 2 macam, yaitu mutasi ke depan
atau forward mutation dan mutasi balik atau reverse mutation (Russel, 1992). Reverse
mutation disebut jugs sebagai back mutation (Gardner, dkk., 1991) atau
juga reversion  (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Forward mutation adalah mutasi yang
mengubah wild-type (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian berkenaan dengan hal ini
kadang-kadang kedua konsep itu (wild-type dan tipe mutan) bersifat arbitrer. Sebagai contoh,
kita memang memandang bahwa dua alela yang mengontrol warna mata coklat maupun biru
pada manusia sama-sama tergolong wild-type. Di lain pihak, jika pada suatu populasi yang
hamper seluruhnya bermata coklat, alela untuk warna mata biru dapat juga dipandang sebagai
tipe mutan.
Reverse mutation dapat memulihkan polipeptida yang sebelumnya bersifat fungsional
sebagian ataupun tidak fungsional akibat mutasi gen, menjadi polipeptida yang berfungsi
penuh atau sebagian (Russel, 1992). Sebagai contoh, misalnya reverse mutation yang terjadi
atas efek mutasi nonsen yang terjadi sebelumnya. Pada contoh semacam itu reverse mutation
dapat mengembalikan (memulihkan) fungsi protein sepenuhnya atau sebagian. Pemulihan
fungsi protein sepenuhnya terjadi jika asam amino mula-mula dapat dikode kembali;
sedangkan pemulihan fungsi protein sebagian terjadi jika asam amino mula-mula tidak
dikode kembali tetapi sebagai gantinya berhasil dikode asam amino lain. Reverse mutation
yang memulihkan fungsi protein sepenuhnya  disebut true reversion, sedangkan yang
memulihkan fungsi protein sebagian disebut partial reversion (Russel, 1992). Pengaruh
reverse mutation terhadap efek mutasi misens juga dapat terjadi dalam pola seperti yang
sudah disebutkan.
GAMBAR
Reverse  mutation yang memulihkan fungsi protein sebagian dikatakan bahwa mutasi
itu memunculkan protein lain yang mengkompensasi fungsi protein mula-mula. Dalam
hubungan ini reverse mutation semacam ini disebut juga sebagai mutasi penekan
atau  suppressor mutation (Gardner, dkk.,1991). Berkenaan dengan suppressor mutation,
sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa mutasi itu dapat terjadi pada gen yang sama
atau berbeda (Gardner, dkk., 1991), dikenal intragenic suppressor mutation dan intergenic
suppressor mutation (Russel, 1992). Dalam hal ini intragenic suppressor mutation maupun
intergenic suppressor mutation berakibat diproduksinya protein fungsional sepenuhnya
ataupun yang fungsional sebagian. Jelaslah bahwa agar fungsi protein dapat dipulihkan, maka
mutasi mula-mula maupun suppressor mutation sama-sama berlangsung pada sel yang sama.
Mekanisme intragenic suppressor mutation dan intergenic suppressor mutation
berbeda (Russel, 1992). Pada intragenic suppressor mutation terdapat dua pola mekanisme.
Pada pola pertama terjadi perubahan basa nukleotida lain dalam triplet yang mentranskripsi
kode genetika yang sama. Pada pola kedua terjadi perubahan basa nukelotida lain dalam
triplet yang mentranskripsi kode genetika lain.
Pada contoh yang baru dikemukakan, intragenic suppressor mutation adalah yang
berupa mutasi pergantian basa; demikian pula pada mutasi yang mula-mula. Di lain pihak,
mutasi yang mula-mula maupun intragenic suppressor mutation dapat pula berupa mutasi
pergantian kerangka atau frameshift mutation. Sebagai contoh misalnya pada mutasi mula-
mula terjadi insersi satu nukleotida dari triplet yang sama. Di lain pihak mungkin pula pada
intragenic suppressor mutation terjadi perubahan dalam triplet yang lain; yang paling sering
adalah bahwa pada intragenic suppressor mutation terjadi insersi satu nukleotida ke arah hilir
dari tapak delesi satu nukleotida, atau terjadi delesi satu nukleotida ke arah hilir dari tapak
insersi (Russel, 1992).
Gen yang menyebabkan supresi mutasi pada gen lain disebut gen suppressor atau
suppressor genes (Russel, 1992). Gen supresor tidak bekerja dengan cara mengubah urut-
urutan nukleotida suatu gen mutan. Di lain pihak, agaknya gen supresor bekerja dengan cara
mengubah pembecaan RNA-d. Dalam hubungan ini sejumlah gen supresor telah ditemukan
pada berbagai sistem, terutama pada E. coli dan khamir (Russel, 1992).
Tiap gen supresor dapat menekan efek hanya dari satu mutasi nonsen, misens, atau
mutasi pergantian kerangka (Frameshift mutation). Oleh karena itu gen supresor dapat
menekan hanya sejumlah kecil mutasi titik yang secara teoritik dapat terjadi dalam suatu gen
(Russel, 1992). Di lain pihak, suatu gen supresor tertentu akan menekan seluruh mutasi yang
dipengaruhinya, tanpa memperhatikan pada gen mana mutasi itu berlangsung.
Di antara supresor mutasi nonsens, misens, dan mutasi pergantian kerangka
(frameshift mutation), yang paling banyak dikenal adalah supresor mutasi nonsens (Russel,
1992). Supresor-supresor semacam itu sering “terlihat” bilamana gen-gen RNA-t tertentu
mutasi sehingga antikodonnya mengenali suatu kode genetika terminasi dan akan
menempatkan satu asam amino ke dalam rantai polipeptida.
Supresor-supresor mutasi nonsen dibedakan menjadi tiga kelompok, karena seperti
diketahui ada 3 macam kode nonsen (Russel, 1992). Dalam hubungan ini dikenal kelompok
supresor mutasi nonsen untuk kode genetika UAG, UAA, dan UGA. Sebagai contoh
misalnya, jika satu gen RNA-t tir (yang berarti kodon 5-SUA-3) bermutasi sehingga RNA-t
itu beralih memiliki antikodon 5-SUA-3, maka RNA-t yang sudah berubah tersebut (tetapi
masih mengikat asam amino tirosin) akan mampu membaca kode genetika nonsen 5-UAG-3.
GAMBAR
Berkenaan dengan perubahan RNA-t, telah diketahui bahwa jika kelompok khusus
RNA-t telah berubah sehingga anti-kodonnya mampu membaca suatu kode genetik nonsens,
maka RNA-t tersebut tidak dapat lagi membaca kode genetik mula-mula yang mengkode
asam amino yang diangkutnya.
2.    Mutasi kromosom
Sebagaimana yang telah dikemukakan, mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup
kromosom. Pada berbagai pustaka, mutasi kromosom disebut juga sebagai aberasi
kromosom. Mutasi kromosom dipilih menjadi dua macam, yaitu berupa perubahan struktur
kromosom dan perubahan jumlah kromosom (Ayala,dkk., 1984).
Perubahan struktur kromosom yang merupakan mutasi kromosom dapat berupa
perubahan jumlah gen dan perubahan lokasi gen. perubahan jumlah gen itu terjadi karena
delesi dan duplikasi, sedangkan perubahan lokasi gen terjadi karena inversi dan translokasi.
Delesi disebut juga defisiensi; yang terjadi adalah hilangnya suatu segmen kromosom dari
satu kromosom. Pada duplikasi keberadaan satu segmen kromosom lebih dari satu kali. Pada
inversi letak suatu segmen kromosom menjadi terbalik, sedangkan pada translokasi letak
suatu segmen kromosom berubah karena berpindah.
Macam mutasi kromosom yang menyebabkan terjadinya perubahan jumlah kromosom
adalah fusi sentrik (centric fusion), fisi sentrik (centric fission), enuploidi, serta monoploidi
maupun poliploidi (Ayala, dkk,. 1984). Pada fusi sentrik dua kromosom non homolog
bergabung menjadi satu, sedangkan pada fisi sentrik satu kromosom terpisah menjadi dua
kromosom. Pada aneuploidi, satu atau lebih dari satu kromosom pada suatu pasang
kromosom hilang atau bertambah; sedangkan pada monoploidi jumlah perangkat kromosom
hanya satu, tetapi pada poliploidi jumlah perangkat kromosom lebih dari dua. Monoploidi
dan poliploidi disebut juga sebagai mutasi genom atau genom mutation (Russel, 1992).
Mutasi spontan Dan Mutasi Terinduksi
Mutasi ini terjadi di alam secara alami (spontan), secara kebetulan dan jarang terjadi.
Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi di alam secara acak (random), tanpa diketahui
sebabnya secara pasti. Mutasi ini jarang terjadi dan mungkin terjadi karena mekanisme
tertentu di dalam sel yang tidak sempurna. Mutasi spontan dapat disebabkan oleh beberapa
alasan berikut: ketidakstabilan nukleotida, kesalahan replikasi, serta ketidaksempurnaan
meiosis. Umumnya mutasi spontan bersifat resesif sehingga jarang mampu bertahan hidup.
Jika mampu bertahan hidup maka mutan akan berkembang menghasilkan variasi baru.
Mutasi terinduksi terjadi akibat pemaparan agen mutagenik seperti radiasi ion, bahan-
bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Proses perubahan gen atau kromosom secara sengaja zat
kimia, sinar X, radiasi dan sebagainya. Maka sering disebut juga mutasi induksi.
Ada kelompok atau macam mutasi yang disebut mutasi letal (Klug dan Cummings,
1994). Mutasi letal itu adalah yang mengakibatkan suatu sel atau makhluk hidup tidak dapat
hidup. Pada kenyatannya memang efek mutasi letal ataupun yang lainnya dapaat terekspresi
di berbagai tingkat perkembangan mulai dari awal embriogenesis hingga ke tahap-tahap
perkembangan selanjutnya sepanjang hayat makhluk hidup. Efek mutasi dapat saja tidak
terdeteksi pada kondisi tertentu. Mutasi semacam itu disebut sebagai mutasi kondisional.
Mutasi Acak
Mutasi dapat bersifat merugikan atau menguntungkan untuk suatu organisme. Faktor
lingkungan sangat mempengaruhi arah mutasi. Sebagai contohnya, pemaparan bahan kimia
berbahaya dapat memicu tingkat mutasi, tetapi tidak akan meningkatkan mutasi yang dapat
membuat organisme resisten terhadap bahan kimia tersebut. Dalam kasus ini, mutasi
dianggap random. (Gardner, dkk., 1991).
. Dalam kasus ini, mutasi dianggap random. (Gardner, dkk., 1991). Sekalipun sifat-sifat
kejadian mutasi seperti tersebut dipandang sinonim, tetpi sekurang-kurangnya terdapat tiga
makna yang berbeda, yaitu :
1. Mutasi adalah kejadian kebetulan karena merupakan perkecualian yang jarang,
terhadap keteraturan proses replikasi DNA.
2. Mutasi adalah kejadian kebetulan atau acak, akrena tidak ada cara untuk mengetahui
apakah suatu gen tertentu akan bermutasi pada suatu sel tertentu.
3. Mutasi adalah kejadian kebetulan, tidak terarah atau acak karena tidak diarahkan
untuk kepentingan adaptasi.
Pada tahun 1952, Esther dan Joshua Lederberg memperkenalkan teknik “Replica-
planting”. Kultur bakteri diencerkan dan sel-sel tersebar pada permukaan medium agar
nutrient semi padat di cawan petri. Pada suatu periode pertumbuhan, tiap bakteri akan
menghasilkan sejumlah koloni pada permukaan medium agar. Setiap cawan kemudian dibalik
dan ditekan keatas kain beludru steril, yang melingkupi balok kayu. Beberapa sel dari setiap
koloni mampu menempel pada beludru. Suatu cawan steril yang berisi medium agar yang
mengandung Streptomycin (atau antibiotik lainnya) ditekan ke atas beludru tersebut.
Prosedur replica-planting ini diulang pada sejumlah besar koloni bakteri. Setelah cawan-
cawan selektif (yang mengandung Streptomycin) diinkubasi, ternyata terbentuk koloni bakteri
yang resistent terhadap Streptomycin dalam jumlah yang jarang. Sedangkan pada cawan non-
selektif, yang diuji resistensinya terhadap Streptomycin, menunjukkan bahwa bakteri-bekteri
yang tumbuh pada cawan selektif selalu mengandung sel-sel resisten sedangkan bakteri-
bakteri yang tidak tumbuh pada medium selektif jarang mengandung sel resisten
terhadap Streptomycin. Hal ini menunjukkan bahwa adanya mutant yang resisten
terhadap Streptomycin pada populasi bakteri terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan akibat
pemamparan Streptomycin (Gardner, dkk., 1991).
GAMBAR
LAJU MUTASI DAN DETEKSI MUTASI
Parameter yang digunakan untuk mengukur kejadiannya mutasi ada 2 yaitu laju mutasi
(mutation rate) dan frekuensi mutasi (mutation frequency). Laju mutasi (mutation rate) yaitu
peluang mutasi sebagai fungsi dari waktu. Frekuensi mutasi (mutation frequency) yaitu
kejadian mutasi pada suatu macam sel atau populasi.
Pada umumnya laju mutasi yang teramati rendah, dengan demikian mutasi spontan jarang
terjadi, sekalipun frekuensi yang teramati berbeda dari gen ke gen maupun dari makhluk
hidup ke makhluk hidup. Laju mutasi gen-gen tertentupada berbagai makhlu hidup,
sedangkan frekunsi mutasi spontan di lokus-lokus tertentu pada berbagai makhluk hidup.
Dalam hal ini tersirat bahwa kesimpulan tentang laju mutasi yang teramati rendah serta
mutasi spontan yang jaran terjadi itu didasarkan pada mutasi yang dampaknya teramati
(terdeteksi), dan sama sekali tidak termasuk mutasi yang dampaknya tidak teramati (tidak
terdeteksi), apalagi mutasi yang sudah sempat diperbaiki.
TABEL
Menurut Gardner dkk, mengatakan bahwa pengukuran frekuensi mutasi ke depan
( forward mutation) berkisar 10-8 hingga 10-10 muatasi yang dapat terdeteksi per pasangan
nucleotide per generasi, demikian pula untuk makhluk hidup eukariotik, perkiraan mutasi ke
depan berkisar sekitar 10-7 hingga 10-9 mutasi yang dapat terdeteksi per pasangan nucleotide
per generasi (hanya didasarkan pada gen-genyang datanya cukup tersedia).
Seperti yang telah dikemukakan bahwa laju muatasi secara individual memang rendah.
Akan tetapi, jika diperhatikan kenyataan bahwa tiap individu makhluk hidup mempunyai
banyak gen, dan tiap spesies tersusun dari banyak individu, maka (dalam batas mutasi yang
terdeteksi sekalipun) sebenarnya mutasi merupakan peristiwa yang biasa, tidak jarang.
Pengukuran laju mutasi spontan pada bakteri dan fag elatif mudah disbanding
pengukuran pada kelompok-kelompok makhluk hidup yang lebih tinggi. Pengukuran laju
mutasi yang lebih mudah pada bakteri dan fag tersebut disebabkan karena kromosom
kelompok-kelompok makhluk hidup tingkat rendah tersebut monoploid. Pengukuran laju
mutasi pada makhluk hidup memang sangat sulit karena kromosom-kromosom makhluk
hidup yzng lebih tinggi bukan monoploid, tetapi (terutama) diploid, keadaan kromosom yang
bikan monoploid, (misalkan diploid) memang menyebabkan mutan resesif tidak terdeteksi
jika berada dala kondisi heterozigot.
Pembuktian senyawa kimia pertama sebagai mutagen juga dilakukan dengan teknik
Mullar-5 (Ayala, dkk, 1984). Dewasa ini uji Muller-5 merupakan komponen penting dalam
proses pemeriksaan untuk mendeteksi polutan lingkungan yang mungkin bersifat mutagenik.

DETEKSI MUTASI
Deteksi Mutasi Pada Bakteri Dan Jamur
Deteksi mutasi pada makhluk hidup monoploid semacam bakteri dan jamur sangat
efisien. Dalam hal ini deteksi mutasi tergantung kepada suatu system seleksi yang mudah
memisahkan sel-sel mutan dari yang bukan mutan. Prinsip-prinsip umum deteksi mutasi pada
bakteri dan jamur berbeda.
Neurospora crasa adalah jamur yang bersifat monoploid (diploid) pada fase vegetatif.oleh
karena itu deteksi mutasi pada fase itu sangat mutah dilakukan dibanding pada fase generatif
atau dibanding pada makhlik hidup yang lainnya.
GAMBAR
Deteksi Mutasi Pada Drosophila
Deteksi mutasi pada Drosophila, menggunakan pengukuran laju mutasi letal resesif yang
terpaut kromosom kelamin X menggunakan teknik Muller-5. Teknik yang dikembangkan
oleh H. J. Muller ini merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut juga
teknik CIBVC yaitu suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang.
Selain itu dengan teknik mutasi kromosom X berlekatan atau attached-X procedure. Teknik
ini menggunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan.
Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih
sederhana karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Deteksi mutasi pada makhluk hidup
monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien dan bergantung pada suatu sistem
seleksi yang mudah memisahkan antara sel mutan dari yang bukan merupakan sel mutan,
contohnya pada Neurospora crassa yaitu jamur yang bersifat monoploid (haploid) pada fase
vegetatif. Deteksi mutasi pada fase tersebut lebih mudah daripada fase generatif atau
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Konidia monoploid yang mengandung
mutan dapat dideteksi dan diisolasi berdasarkan kegagalannya tumbuh pada suatu medium
lengkap.
Deteksi Mutasi Pada Tumbuhan Tinggi
Banyak variasi morfologi tumbuhan tinggi dapat terdeteksi secara sederhana melalui
pengamatan visual. Di samping itu ada juga teknik yang digunakan untuk mendeteksi mutasi-
mutasi biokimiawi (Klug dan Cumings, 1994). Teknik pertama adalah melalui teknik analisis
komposisi biokimia. Teknik yang kedua adalah menggunakan teknik analisis silsilah. Sifat
fenotip yang berlatar belakang genetic semacam ini biasanya muncul sebentar-sebentar
sepanjang sejumlah generasi. Seperti diketahui ekspresi fenotip bila yang terpaut otosom
“tidak terpaut” pada kondisi heterozigot.
Deteksi mutasi pada tumbuhan tingkat tinggi. Teknik yang pertama yaitu melalui analisis
komposisi biokimia misalnya isolasi protein dari endosperm jagung, hidrolisis protein-protein
tersebut serta penetapan komposisi asam amino, misalnya jika dibanding galur-galur yang
bukan mutan, mutan apaque 2 mengandung lebih banyak lisin.
Teknik yang kedua menggunakan kultur jaringan galur-galur sel tumbuhan pada medium
yang sudah tertentu. Dalam hal ini sel-sel tumbuhan diperlukan sebagai mikroorganisme,
kebutuhan biokimiawi dapat ditetapkan dengan cara menambah dan mengurangi nutrient-
nutrien dalam media kultur. Teknik kedua memiliki keuntungan karena teknik yang
berhubungan dengan mutan letal kondosional dapat digunakan terhadap sel-sel tumbuhan
pada kultur jaringan, selanjutnya diterapkan untuk genetika tingkat tinggi.

Deteksi Mutasi Pada Manusia


Deteksi mutasi pada manusia misalnya berkaitan dengan sifat ataupun kelainan tertentu
dilakukan dengan bantuan analisis silsilah. Setelah suatu sifat dipastikan menurun selanjutnya
diramalkan apakah alela mutan tersebut terpaut kromosom kelamin atau terpaut autosom.
Mutasi yang paling mudah dideteksi adalah mutasi dominan. Jika gen mutan dominan
terdapat pada kromosom kelamin X maka seorang ayah yang tergolong penderita akan
mewariskan ciri fenotip terkait kepada semua anak perempuannya. Sebaliknya jika gen mutan
dominan terpaut autosom maka hampir 50% anak (yang berasal dari orang tua heterozigot)
diharapkan mewarisi ciri mutan tersebut. Mutasi resesif yang terpaut kromosom kelamin dan
alela-alela mutan resesif yang terpaut otosom dapat juga dideteksi dengan bantuan analisis
silsilah. Salah satu contoh mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin pada manusia
adalah yang mengekspresi kelamin hemofili. Ekspresi fenotip bila terpaut autosom tidak
terpaut pada kondisi heterozigot. Selain deteksi dengan cara di atas, deteksi mutasi juga dapat
dilakukan melalui analisis in vitro yang memanfaatkan kultur sel, dapat didasarkan pada
analisis aktivitas enzim dan pengurutan langsung DNA maupun protein.
Selaiin melalui analisis silsialh dewasa ini dewasa ini deteksi mutasi pada manusia juga
dilakukan melalui analisis in vitro. Deteksi mutasi melalui analisis in vitro yang memanfaat
kultur sel, dapat didasarkan pada analisis aktivitas enzim, migrasi protein pada medan
elektroforetik, serta pengurutan langsung protein maupun DNA (Klug dan Cummings, 1994).
Uji Arnes
Dikembangkan oleh Bruce Arnes pada awal 1970-an. Uji arnes menggunakan bakteri
Sallmonella tryphimurium sebagai organisme uji. Yang digunakan adalah 2 strain S.
typhimirium kedua strain itu sama-sama tergolong auksotrofik untuk histidin. Seperti
diketahui strain yang bersifat auksotrofik untuk histidin adalah yang membutuhkan tambahan
histidin dalam medium pertumbuhan agar dapat hidup (tumbuh). Dari kedua strain itu, pada
salah satu strain mutan his dapat ddikembangkan menjadi his+ oleh suatu mutasi pergantian
basa, sedangkan pada strain lain mutasi his dapat dikembalikan menjadi his + oleh suatu
mutasi pengubah rangka. Kedua strain itu juga memiliki mutan-mutan lain yang
memungkinkan semakin tepat digunakan untuk memanipulasi eksperimental. Mutan-mutai
lain misalnya yang menyababkan semakin sensitive terhadap mutagenesis akibat aktivasi
system perbaikan, serta yang menyebabkan sel semakin permiabel terhadap molekul organic
asing.
Revertan-revertan strain S. tryphimurium yang diberikan itu diharapkan dapat berupa his+.
Revertan his+ ini memang dapat diketahui karena mampu membentuk koloni medium yang
tidak mengandung histidin. Dalam hubungan ini jika relevan his+ ditemukan lebih banyak
pada cawan yang berisi campuran senyawa kimia yang diuji dibanding pada cawan kontrol,
maka senyawa-senyawa itu adalah suatu agen mutasi. Jika lebih banyak kalori ditemukan
paada cawan-cawan eksperimental, hal itu menunjukkan bahwa senyawa kimia itu
menginduksi mutasi.

MEKANISME PERBAIKN DNA, MUTASI, DAN ADAPTASI, MUTASI DAN

KANKER, APLIKASI PRAKTIS MUTAS, SERTA SAKIT GENETIK MANUSIA


YANG DITIMBULKAN OLEH KESALAHAN REPLIKASI DNA DAN KESALAHAN
PERBAIKAN DNA.
Mekanisme Perbaikan DNA

Sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan yang


berhubungan dengan kerusakan DNA. Perbaikan dilakukan oleh sistem dengan menggunakan
DNA enzimatis. Beberapa sistem memprbaiki kerusakan DNA akibat mutasi yang terjadi
secara langsung. Yang sebagian lainnya memotong bagian yang rusak, sehingga untuk
sementara terbentuk celah satu unting DNA, celah tersebut kemudian pulih karena
polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh enzim
polymerase DNA. Atau perbaikan tersebut juga bias berlangsung karena aktivitas
penyambungan oleh enzim ligase DNA.

Perbaikan kerusakan DNA Akibat Mutasi Secara Langsung


Perbaikan oleh Aktivitas Enzim Polimerase DNA
Selain mempunyai aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’, enzim polimerisasi DNA
pada bakteri juga memiliki aktivitas eksonuklease dalam arah 3’ → 5’. Aktvitas eksonuklease
inilah yang antara lain memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi pada bakteri. Pengenalan
kesalahan insersi nukleotida selama polimerisasi oleh enzim DNA polimerase sebagai akibat
adanya bonggol pada unting ganda molekul DNA yang ditimbulkan oleh adanya pasangan
basa yang salah. Diduga pula pada basa yang salah tidak dapat membentuk ikatan hidrogen.
Polimerisasi DNA akan terhenti dan tidak berlaku hingga nukleotida yang salah
dipotong dan diikuti dengan penggantian nukleotida yang benar dan terbentuk ikatan
hidrogen yang diperlukan. Pemotongan nukleotida yang dilakukan oleh aktivitas
eksonuklease berlangsung dalam arah 3’ → 5’, jika pemotongan itu sudah dilakukan,
aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’ dari enzim polimerase DNA akan pulih kembali.
Bukti Peran penting aktivitas eksonuklease dari enzim polimerase DNA yang menekan
laju mutasi pada bakteri dapat terlihat pada mutasi gen mutator pada E. Coli. Jika gen-gen
mutator pada E. Coli mengalami mutasi, maka frekuensi mutasi pada E. Coli menjadi lebih
tinggi. Misalnya, mutasi pada gen mut D mengakibatkan perubahan suatu sub unit ε (epsilon)
polimerase III DNA yang menimbulkan cacat pada aktivitas perbaikan arah 3’ → 5’,
sehingga banyak nukleotida yang salah tidak sempat diperbaiki.
Fotoreaktivasi Dimer Pirimidin yang Diinduksi oleh UV
Fotoreaktivasi merupakan proses yang membutuhkan cahaya. Proses perbaikan
dibantu oleh cahaya yang kelihatan dalam rentang 320-370 nm, dimer timin (atau dimer
pirimidin lain) langsung berbalik pulih menjadi bentukan semula. Fotoreaktivasi dikatalisasi
oleh enzim fotoliase yang diduga berfungsi sebagai ‘pembersih’ sepanjang unting ganda
mencari bonggol yang terbentuk akibat dimer timin (atau pirimidin lain). Enzim fosfoliase
akan menyingkirkan dimer jika diaktivasi oleh suatu foton. 
GAMBAR
Perbaikan Kerusakan Akibat Alkilasi
Kerusakan DNA akibat alkilasi dapat dipulihkan oleh enzim perbaikan DNA khusus
yang disebut metiltransferase O6-metilguanin atau O5methylguanine methyltransferase yang
dikode oleh gen ada, dimana enzim tersebut akan menemukan O6-metilguanin pada molekul
DNA dan selanjutnya menyingkirkan gugus metil tersebut kemudian DNA tersebut pulih
kembali.
Perbaikan Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa
Yang tergolong dalam perbaikan dengan cara membuang pasangan basa adalah
perbaikan melalui pemotongan, perbaikan dengan bantuan glikosilase, serta perbaikan
melalui koreksi pasangan yang salah. 
Perbaikan Melalui Pemotongan (Excision Repair)
Disebut sebagai perbaikan gelap atau dark repair, karena tidak membutuhkan cahaya.
Proses perbaikan ini memperbaiki dimer pirimidin yang terbentuk akibat induksi cahaya UV.
Mekanisme perbaikan ini ditemukan pada tahun 1964 oleh R.P. Boyea dan P. Howard serta
R. Selow dan W. Carrier. Penelitian dilakukan dengan mengisolasi beberapa mutan E. Coli
yang sensitive terhadap UV. Setelah dilakukan radiasi, mutan-mtan tersebut memperlihatkan
laju mutasi dalam gelap yang labih tinggi dari pada normal. Mutan tersebut adalah uvr A, di
mana mutan ini diketahui sebagai mutan yang dapat memperbaiki dimer hanya dengan
bantuan cahaya. Dalam hubungan ini wild type dari mutan avr A disebut avr A+. Wild type
dari mutan uvr A+ ini mampu memperbaiki dimer dalam gelap.
GAMBAR
Sistem perbaikan melalui pemotongan pada E. Coli tidak hanya memperbaiki dimer
pirimidin, tetapi juga berbagai distorsi lain dari helix DNA.
Distorsi helix ditemukan oleh enzim endonuklease avr ABC. Enzim tersebut
merupakan gabungan enzim-enzim yang masing-masing dikode oleh gen avr A, B, dan C.
enzim tersebut memotong unting DNA yang rusak pada posisi 8 nukleotida ke arah ujung 5’
dari titik kerusakan dan nukleotida kea rah ujung 3’ dari titik posisi dimer tadi. Dengan
demikian terlihat bahwa penggalan DNA yang dipotong adalah seukuran 12 nukleotida dan di
dalam penggalan yang terpotong tersebut memang terdapat kerusakan. Selanjutnya pada
celah sepanjang 12 nukleotida berlangsung polimerisasi DNA yang dikatalis oleh enzim
polymerase I DNA, penggalan yang baru terbentuk itu selanjutnya disambung ke penggalan
lama dengan bantuan enzim ligase DNA. Terkadang saat berlangsungnya polimerisasi DNA
dalam rangka perbaikan itu terjadi pula kesalahan dan kesalahan tersebut merupakan sumber
lain dari mutasi yang terjadi karena radiasi UV, sebagian besar sebab dari kesalhan tersebut
adalah perpasangan yang tidak benar antara nukleotida baru dengan nukleotida yang terdapat
pada unting templat.
Perbaikan dengan Bantuan Glikosilase
Basa yang rusak dapat disingkirkan dari molekul DNA dengan bantuan enzim
glikosilase yang dapat mendeteksi basa yang tak lazim dan selanjutnya mengkatalisasi
penyingkirannya dari gula deoksiribosa. Aktivitas katalitik enzim glikosilase menimbulkan
suatu “lubang” pada DNA, posisi itu disebut tapak AP yang merupakan tapak apurinik (tidak
ada purin berupa guanin dan adenin) atau tapak pirimidik (tidak ada pirimidin berupa sitosin
atau timin). Lubang itu kemudian ditemukan oleh enzim endonuklease AP yang selanjutnya
memotong ikatan fosfodiester di samping basa yang lepas tadi. Pemotongan tersebut
memungkinkan bekerjanya enzim polimerase I DNA (E. Coli). Kemudian enzim polimerase I
DNA menyingkirkan beberapa nukleotida didepan basa yang lepas itu dengan menggunakan
aktivitas eksonukleasenya dalam arah 5’→ 3’ dan melakukan polimerisasi mengisi celah
yang terbentuk dengan menggunakan aktivitas polimerisasinya. Akhirnya, enzim ligase DNA
menyambung penggalan nukleotida baru ke ujung arah 3’ dengan penggalan nukleotida yang
lama.
GAMBAR
Perbaikan Melalui Koreksi Pasangan Basa yang Salah
Sistem perbaikan koreksi pasangan basa yang salah dikode oleh tiga gen, yaitu mut H,
mut L, dan mut S. Enzim tersebut mencari pasangan basa yang salah kemudian
mengkatalisasi penyingkiran suatu segmen DNA (unting tunggal) yang mengandung
pasangan basa yang salah. Enzim polimerase DNA akan mengkatalisasi polimerisasi pada
celah yang terbentuk dan penyambungan hasil polimerisasi ke arah ujung 3’ dengan
penggalan yang lama, dikatalisasi oleh enzim ligase DNA.
GAMBAR
Enzim koreksi pasangan yang salah bekerja dengan cara pertama kali mengenali unting
DNA baru. Unting DNA baru dikenali oleh enzim tersebut karena belum mengalami metilasi.
Setelah unting baru dikenali, enzim tersebut menyingkirkan basa yang salah dari unting baru
itu, selanjutnya berlangsung polimerisasi yang dikatalisasi polimerase I DNA, pada akhirnya
hasil polimerisasi itu sisambung oleh enzim ligase DNA.
Pada molekul DNA, termasuk disekitar tempat pasangan basa yang salah terdapat urut-
urutan basa nukleotida berupa GATS yang bersifat palindromik (Russel, 1992 dalam
Corebima, 2008). Basa A pada palindrom biasanya mengalami metilasi yang dikatalisasi oleh
enzim metilase-dam (enzim yang dikode oleh gen dam). Pada unting DNA yang baru
terbentuk, selama beberapa saat setelah polimerisasi, basa A pada palindrom tadi belum
mengalami metilasi dan keadaan inilah yang dikenali oleh enzim koreksi atas pasangan yang
salah. Selain melakukan koreksi atas pasangan basa yang salah, enzim pengkoreksi itu juga
dapat memperbaiki delesi maupun adisi sejumlah kecil pasangan basa.
MUTASI DAN ADAPTASI
Mutasi yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kepentingan apakah mutasi itu
bermanfaat atau bahkan merugikan. Efek mutasi itu baru dikualifikasi menguntungkan atau
merugikan setelah dihubungkan dengan habitat lingkungan tempat hidup individu yang
mengalami mutasi. Gen-gen yang terkandung didalam tiap populasi yang sudah lolos dari
proses seleksi alam, individu yang hidup dalam tiap populasi adalah yang sudah berhasil lolos
dari proses seleksi alam. Dalam hal ini varian-varian alela dalam suatu populasi bersifat
adaptif, dan setiap mutan baru memang lebih berpeluang merugikan sekalipun dapat juga
menguntungkan.
Contoh menguntungkan dan merugiakan adalah peningkatan pigmen melanin yang
dibuthkan untuk melindungi tubuh dari sinar UV yang terkandung didalam sinar matahari
menguntungkan bagi populasi manusia yang hidup diwilayah Afrika tropic tetapi tidak
menguntungkan bagi populasi manusia penghuni Skandinavia. Pada dasarnya setiap mutasi
yang terjadi tidak ada kaitannya dengan mutasi bermanfaat atau tidak bermanfaat atau bahkan
merugikan. Efek mutasi itu baru dikualifikasi menguntungkan atau merugikan setelah
dihubungkan dengan habitat lingkungan tempat hidup individu yang mengalami mutasi.
Peluang tiap mutan memperbesar daya penyesuaian suatu individu lebih besar
manakala populasi (yang mengandung individu mutan) tersebut menempati habitat baru atau
terjadi perubahan lingkungan.

MUTASI DAN KANKER


Sejak lama orang mengetahui bahwa agen mutasi yang kuat, seperti radiasi pengion dan
radiasi UV maupun berbagai zat kimia, bersifat karsinogenik atau penginduksi kanker.
Teknik-teknik sensitif sudah dikembangkan untuk menguji zat-zat kimia maupun agen-agen
lain sehingga dapat diketahui apakah bersifat mutagenik, karsinogenik ataupun keduanya.
Uji karsinogenitas dilaksanakan dengan memanfaatkan rodentia dan tikus yang baru
lahir yang kemudian hewan ini disuntik dengan zat yang akan diuji yang selanjutnya akan
diperiksa dalam hubungannya dalam pembentukan tumor. Uji mutagenitas juga sering
dilaksanakan dengan cara yang sama. Namun, karena mutasi adalah peristiwa yang sangat
jarang maka pengujian semacam ini tidak layak dan daya mutagen yang rendah jarang
dideteksi. Dalam hubungan ini diketahui bahwa sekalipun nitrat yang tidak bersifat
mutagenik ataupun karsinogenik, tetapi pada in-vivo diubah melaui suatu rangkaian reaksi
enzimatik menjadi nitrosamin.
Adanya korelasi antara daya mutagen dan daya karsinogen sebenarnya sejalan dengan
teori yang menyatakan bahwa kanker disebabkan mutasi somatik. Mutasi somatik dapat
menyebabkan timbulnya kanker, diperkuat oleh penemuan onkogen seluler (onkogen
penyebab kanker) dan oleh demonstrasi yang menunjukkan bahwa onkogen bertanggung
jawab terhadap karsinomma kandung kemih akibat perubahan satu padang basa.  Sifat umum
dari semua tipe kanker adalah bahwa sel-sel kanker yang ganas terus-menerus membelah,
padahal sel normal tidak membelah. Dalam hubungan ini terlihat bahawa semua sel kanker
kehilangan kontrol terhadap pembelahan sel secara normal  dan berakibat terbentuknya
tumor. Pembelahan sel memanng tidak diragukan lagi dikontrol oleh gen dan mutasi yang
menimpa gen bertanggung jawab terhadap kontrol pembelahan sel, dapat menghilangkan
fungsi kontrol dari gen terhadap pembelahan sel.
APLIKASI PRAKTIS MUTASI
Adanya mutasi, orang dapat menggunakan alela-alela dalam analisis genetik. Kajian
hasil persilangan yang melahirkan hukum pemisahan dan hukum pilihan bebas mendel
memang telah mungkin dilakukan berkat adanya alela-alela mutan.
Mutasi yang Bermanfaat dalam Perakitan Bibit
Sekalipun sebagian besar mutasi tidak menguntungkan, upaya untuk mengembangkan
sifat-sifat yang diinginkan melalui mutasi induksi sudah dilakukan oleh para perakit bibit
tanaman. Perakit bibit tanaman sudah menghasilkan bibit rakitan gandum, kedelai, tomat,
padi serta pohon buah-buahan. Tanaman yang tumbuh dari bibit rakitan itu terbukti dapat
menghasilkan panen yang meningkat, kandungan zat (misalnya protein dan sebagainya) yang
semakin sesuai dengan yang diharapkan, bahkan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Salah satu contoh lain dari bibit rakitan yang memanfaatkan mutasi terinduksi adalah
bibit penicilium yang menghasilkan penisilin yang lebih banyak. Bibit tersebut diperoleh dari
hasil radiasi spora. Akibat adanya perlakuan radiasi tersebut, beberapa spora yang telah
diradiasi tumbuh menghasilkan banyak penisilin.
4.2 Telaah Proses Biologis melalui Analisis Mutasi
Mutasi sudah digunakan secara ekstensif untuk menangkap jalur terjadinya proses
biologis. Urut-urutan tahap pada suatu jalur reaksi dapat ditentukan engan cara mengisolasi
dan mempelajari mutasi-mutasi pada gen pengkode enzim-enzim yang terlibat. Karena tiap
mutasi akan mengurangi aktivitas satu polipeptida, maka melalui mutasi orang dapat
menemukan gamak yang sangat berguna untuk pengungkap proses biologis. Intermediet Y
dihasilkan dari prekursor X yang dikatalisis oleh enzim A (produk gen A). Intermediet Y
tersebut dapat segera dikonversi menjadi produk Z dengan bantuan enzim B (produk gen B).
Pada keadaan semacam ini intermediet Y dapat sangat sedikit jumlahnya sehingga secara
biokimia sangat sulit diidentifikasi. Namun, jika gen B mengalami mutasi yang tidak
memproduksi enzim B, maka intermediet Y akan sering terakumulasi mencapai kadar yang
tinggi sehingga memudahkan upaya isolasi identifikasi.
GAMBAR
Sakit Genetik Manusia Yang Ditimbulkan Oleh Kesalahan Replikasi DNA Dan
Kesalahan Perbaikan DNA
Sel –sel manusia dapat mengidap beberapa sakit genetik yang terjadi secara alam
bersangkut paut dengan cacat pada replikasi DNA khususnya kegagalan perbaikan. Beberapa
mutan ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Sakit Gejala Fungsi yang diserang
Xeroderma pigmentosum Gatal, kulit bercak- Perbaikan kerusakan DNA
(XP) bercak seperti tahi lalat, oleh radiasi UV atau oleh
kanker kulit senyawa kimia.
Alaxia taelangluctase (AT) Cacat koordinasi otot Replikasi perbaikan DNA.
cenderung mengalami
infeksi pernapasan, peka
terhadap radiasi,
cenderung terkena
kanker kromosom
terputus-putus.
Anemi Fanconi (FA) Anemi aplastik, Replikasi perbaikan DNA,
perubahan pigmen pada dimer UV serta tambahan
kulit, nalformasi jantung, senyawa kimia tidak
ginjal, serta anggota disingkirkan dari DNA.
gerak; leukimia.
Sindrom Bloom (BS) Kerdil; sakit kulit karena Pemanjangan rantai DNA
peka terhadap cahaya pada replikasi.
matahari, kromosom
terputus-putus.
Individu penderita anemi aplastik tidak atau menghasilkan sedikit sel-sel darah merah.

Penderita Xeroderm pigmentosum sangat peka terhadap cahaya matahari, mengidap


banyak tumor kulit teutama pada bagian tubuh yang terbuka misalnya, wajah; disamping itu
kulit juga bercak hitm seperti tahi lalat. Sakit Xeroderma pigmentosum itu disebabkan oleh
mutan resesif homozigot. Mutan resesif itu didua bersangkut paut dengan suatu gen pengkode
protein yang brperan pad perbaikan kerusakan DNA. Dilain pihak pada beberapa khusus
sudah diungkap bahwa yang cacat tampaknya adalah endonuklease yang berfungsi mengenal
dimer timin dan mengkaralisasi tahap pertama perbaikan penyingkiran atau exicon repair.
Sakit Xeroderma pigmentosum itu disebabkan oleh mutan resesif homozigot. Mutan
resesif itu didua bersangkut paut dengan suatu gen pengkode protein yang brperan pad
perbaikan kerusakan DNA. Dilain pihak pada beberapa khusus sudah diungkap bahwa yang
cacat tampaknya adalah endonuklease yang berfungsi mengenal dimer timin dan
mengkaralisasi tahap pertama perbaikan penyingkiran atau exicon repair.
Analisis genetik atas sel-sel pengidap Xeroderma pigmentosum menunjukkan bahwa
mutasi pada sebanyak 6 gen yang berbed dapat menimbulkan sakit tersebut. Hal tersebut
mudah dipahami karena banyak enzim diketahui tersusun dua atau lebih macam polipeptida
dan karena mutasi pada salah satu gen pengkode polipeptida yang terlibat pada proses
perbaikan yang mempunyai banyak tahap dapat menimbulkn hambatan pada sesuatu jalur
perbaikan.

Question
1. Apa perbedaan mutasi gen dan mutasi kromosom?
2. Bagaimana cara mendeteksi mutasi Pada Drosophila?
3. Bagaimana mekanisme perbaikan DNA?
Answer
1. Dari sudut pandang lingkup kejadian apakah lingkup gen atau lingkup kromosom, dikenal
adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Dalam hal ini mutasi gen adalah yang terjadi di
lingkup gen, sedangkan mutasi kromosom adalah yang terjadi di lingkup kromosom (Russel,
1992). Mutasi gen dapat berupa perubahan urut-urutan DNA termasuk substitusi pasangan
basa serta adisi atau delesi satu atau lebih dari satu pasangan basa. Jelas terlihat bahwa efek
yang terjadi pada mutasi gen adalah yang menimpa satu nukleotida yang terkena efek mutasi,
dikenal pula macam  mutasi gen yang disebut mutasi titik(point mutation). Mutasi titik
adalah mutasi gen yang hanya menimpa satu pasang nukleotida dalam sesuatu gen (Russel,
1992). Berkenaan dengan mutasi gen dikenal pula macam-macam mutasi gen yang spesifik,
yaitu mutasi pergaantian asam basa, mutasi transisi,mutasi transversi, mutasi misens, mutasi
nonsens, mutasi netral, mutasi diam, dan mutasi pengubahan rangka. Selain iu dikenal pula
mutasi ke depan, mutasi balik, serta mutasi penekan.
2. Deteksi mutasi pada Drosophila, menggunakan pengukuran laju mutasi letal resesif yang
terpaut kromosom kelamin X menggunakan teknik Muller-5. Teknik yang dikembangkan
oleh H. J. Muller ini merupakan suatu teknik deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut juga
teknik CIBVC yaitu suatu inversi yang menekan (menghalangi) peristiwa pindah silang.
Selain itu dengan teknik mutasi kromosom X berlekatan atau attached-X procedure. Teknik
ini menggunakan individu betina yang memiliki kromosom X berlekatan.
Teknik ini dimanfaatkan untuk mendeteksi mutasi morfologi yang resesif bahkan lebih
sederhana karena hanya satu generasi yang dibutuhkan. Deteksi mutasi pada makhluk hidup
monoploid semacam bakteri dan jamur sangat efisien dan bergantung pada suatu sistem
seleksi yang mudah memisahkan antara sel mutan dari yang bukan merupakan sel mutan,
contohnya pada Neurospora crassa yaitu jamur yang bersifat monoploid (haploid) pada fase
vegetatif. Deteksi mutasi pada fase tersebut lebih mudah daripada fase generatif atau
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Konidia monoploid yang mengandung
mutan dapat dideteksi dan diisolasi berdasarkan kegagalannya tumbuh pada suatu medium
lengkap.
3. Mekanisme Perbaikan DNA yaitu sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah
sistem perbaikan yang berhubungan dengan kerusakan DNA. Perbaikan dilakukan oleh
sistem dengan menggunakan DNA enzimatis. Beberapa sistem memprbaiki kerusakan DNA
akibat mutasi yang terjadi secara langsung. Yang sebagian lainnya memotong bagian yang
rusak, sehingga untuk sementara terbentuk celah satu unting DNA, celah tersebut kemudian
pulih karena polimerisasi DNA yang dikatalisasi oleh polimerisasi DNA yang dikatalisasi
oleh enzim polymerase DNA. Atau perbaikan tersebut juga bias berlangsung karena aktivitas
penyambungan oleh enzim ligase DNA.

Anda mungkin juga menyukai